Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahi Robbil Alamin, Segala puji bagi Allah SWT Tuhan


Semesta Alam. Atas segala karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah
yang berjudul Hukum Adat dan Hukum Agraria ini dapat terselesaikan tanpa ada
halangan yang berarti. Makalah ini kami buat guna memenuhi tugas mata kuliah
Pengantar Hukum Indonesia. Semoga makalah ini berguna dan dapat menambah
pengetahuan bagi kami dan pembaca.

Kami menyadari bahwa pada makalah ini masih banyak terdapat


kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan masukan dari pembaca yang
membangun bagi kami.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Purwokerto, November 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................i


DAFTAR ISI ............................................................................................................ii
BAB 1 ..................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.1 Rumusan Masalah .................................................................................... 1
BAB 2 ..................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 2
2.1 Pengertian Hukum Adat .......................................................................... 2
2.2 Sejarah dan Perkembangan Hukum Adat ................................................ 5
2.3 Bentuk Masyarakat Hukum Adat ............................................................ 6
2.4 Pengertian Hukum Agraria ...................................................................... 8
2.5 Sejarah dan Perkembangan Hukum Agraria ........................................... 9
2.6 Ketentuan-Ketentuan Pokok Kebijakan dalam UUPA......................... 13
2.7 Hubungan Hukum Adat dan Hukum Agraria........................................ 14
PENUTUP ............................................................................................................. 16
3.1 Kesimpulan ............................................................................................ 16
3.2 Saran ...................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 18

ii
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hukum Adat dan Hukum Agraria merupakan salah satu materi yang ada pada
mata kuliah Pengantar Hukum Indonesia. Dalam makalah ini kita mencoba untuk
membahas tentang materi tersebut mulai dari pengertian Hukum Adat dan Hukum
Agraria hingga hubungan antara kedua hukum tersebut dengan ringkas namun
jelas.

Hukum merupakan salah satu aspek penting yang harus ada di dalam
kehidupan bermasyarakat. Hukum timbul karna adanya kelompok masyarakat.
Hukum adalah semua peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang disepakati
oleh masyarakat dan negara untuk mengatur tingkah laku guna mencapai
ketertiban kehidupan bermasyarakat dan bernegara dan mempunyai sanksi bagi
pelanggarnya. Hukum dibagi menjadi beberapa bidang guna mempermudah
penyelesaian masalah-masalah hukum yang ada. Di Indonesia, hukum dibagi
dalam banyak bidang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan Indonesia. Termasuk
Hukum Adat dan Hukum Agraria. Kedua hukum tersebut ada di Indonesia karena
sebelum Indonesia merdeka kedua hukum tersebut sudah ada pada masa
penjajahan terutama pada masa penjajahan Belanda. Ini terjadi karena Indonesia
menganut sistem hukum campuran salah satunya sistem hukum Eropa Kontinental
yang berarti setelah Indonesia merdeka, Indonesia masih menggunakan hukum-
hukum Belanda tetapi sudah dinasionalisasikan dan disesuaikan dengan keadaan
Indonesia setelah merdeka.

1.1 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah diatas, kami merumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan Hukum Adat?
2. Sejarah dan perkembangan Hukum Adat?
3. Bagaimana bentuk masyarakat Hukum Adat?
4. Apa yang dimaksud hukum Agraria?
5. Sejarah dan perkembangan Hukum Agraria?
6. Apa saja ketentuan-ketentuan pokok kebijakan dalam UUPA?
7. Adakah hubungan antara Hukum Adat dan Hukum Agraria?

1
BAB 2

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hukum Adat
Istilah Adat berasal dari bahasa arab Adah yang berarti kebiasaan, yang
dimaksud kebiasaan disini adalah ragam perbuatan yang dilakukan secara
berulang-ulang yang dilakukan oleh masyarakat. Sedangkan dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia kata Adat mempunyai batasan sebagai berikut:
a. Adat sebagai aturan (perbuatan dan sebagainya) yang lazim diturut atau
dilakukan sejak dahulu kala.

b. Adat sebagai kebiasaan: cara (kelakuan dan sebagainya) yang sudah


menjadi kebiasaan.

c. Adat sebagai cukai menurut peraturan yang berlaku (di pelabuhaan)

d. Adat sebagai wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilain nilai
budaya, norma, hukum, dan aturan-aturan yang satu dengan Iainnya
berkaitan menjadi suatu sistem.

Selain itu, adat juga diartikan sebagai pencerminan kepribadian suatu bangsa
dan merupakan penjelmaan daripada jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad ke
abad. Oleh karena itu, maka tiap bangsa di dunia ini mempunyai adat kebiasaan
sendiri-sendiri yang satu dengan yang lainnya tidak sama. Justru oleh karena
ketidaksaman inilah kita dapat mengatakan bahwa, adat adalah unsur yang
terpenting yang memberikan identitas bangsa yang bersangkutan. Misalnya adat
Jawa, maknanya yaitu sistem kebiasaan yang berlaku di kalangan masyarakat
Jawa. Begitupun dengan penyebutan adat Batak, adat Bali. Sama halnya
dengan adat, istilah hukum juga berasal dari bahasa arab Hukm (ahkam) yang
artinya perintah atau suruhan.

Sedangkan istilah Hukum Adat sendiri dikemukakan pertama kali oleh


Snouck Hurgronje yang merupakan terjemahan dari bahasa Belanda Adat Recht
dan digunakan pertama kali dalam bukunya yang berjudul De Atjehers (Orang
Aceh) pada tahun 1893. Istilah Adat Recht dipakai juga oleh Van Vollenhoven

2
(seorang antropolog Belanda) yang dituangkan dalam beberapa buku yang salah
satunya berjudul Het Adat-Recht van Nederlandsch Indie (Hukum Adat Hindia
Belanda). Ia melakukan pengumpulan data, menganalisis dan menyusun
sistematika tentang hukum adat, sehingga hukum adat dapat dipelajari sebagai
ilmu yang berdiri sendiri.1 Karna jasanya tersebut, maka Van Vollenhoven
dijuluki sebagai Bapak Hukum Adat.

Mengenai pengertian hukum adat, banyak sarjana-sarjana yang memiliki


pandangan sendiri-sendiri tentang hukum adat, sehingga seringkali menimbulkan
kesalahpahaman.

1. Van Vollenhoven

Ia berpendapat bahwa, hukum adat adalah aturan perilaku yang berlaku


bagi orang-orang pribumi dan orang-orang timur asing, yang di satu pihak
mempunyai sanksi (sehingga disebut hukum) dan di lain pihak tidak
dikodifikasi (sehingga dikatakan adat).

2. Ter Haar

Menurutnya, Hukum adat adalah keseluruhan aturan yang menjelma


dari keputusan-keputusan para fungsionaris hukum (dalam arti luas) yang
mempunyai kewibawaan (macht, authority) serta mempunyai pengaruh
dan yang dalam pelaksanaannya berlaku secara serta merta (spontan) dan
ditaati dengan sepenuh hati.

3. Supomo
Dalam buku karangan beliau yang berjudul Beberapa catatan mengenai
kedudukan hukum adat memberikan pengertian hukum adat yaitu sebagai
hukum yang tidak tertulis didalam peraturan-peraturan legislatif
(unstatutory law) meliputi peraturan-peraturan hidup yang meskipun tidak
ditetapkan oleh yang berwajib.2

1
Susilo Wardani dan Suyadi. buku ajar Pengantar Hukum Indonesia (Purwokerto: 2001) 58.

2
Ibid, 60.

3
4. Dr. Sukanto

Dalam bukunya Meninjau Hukum Adat Indonesia, hukum adat


sebagai kompleks adat-adat kebanyakan tidak dikitabkan, tidak di
kodifikasi dan bersifat kepaksaan, mempunyai sanksi, jadi mempunyai
akibat hukum. 3

Dari beberapa pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian


hukum adat adalah aturan tingkah laku masyarakat yang ditetapkan oleh pemuka
adat sejak jaman nenek moyang berlaku bagi masyarakat adat itu sendiri dan
terdapat sanksi bagi pelanggarnya.

Dari pengertian diatas, hukum adat mempunyai dua unsur, yaitu:


1. Unsur kenyataan, bahwa adat itu dalam keadaan yang sama selalu
diindahkan oleh rakyat.
2. Unsur psikologis, bahwa terdapat adanya keyakinan pada rakyat, bahwa
adat dimaksud mempunyai kekuatan hukum.

Unsur inilah yang menimbulkan adanya kewajiban hukum (opinio yuris


necessitatis). Hukum adat juga memiliki bidang- bidang yang meliputi :

a. Hukum Negara
b. Hukum Tata Usaha Negara
c. Hukum Pidana
d. Hukum Perdata
e. Hukum Antar Bangsa Adat

Dari semua macam hukum diatas, hanya hukum perdata adat materil-lah
yang tidak terdesak oleh zaman penjajahan. Sehingga hingga saat ini hukum adat
masih berlaku dengan mengalami pengaruh pengaruh yang tidak sedikit.

Hukum adat nampak dalam tiga wujud yaitu :

3 Ibid.

4
a. Hukum yang tidak tertulis (jus non scriptum) merupakan bagian yang
terbesar.
b. Hukum yang tertulis (jus scriptum) hanya sebagian kecil saja,
misalnya peraturan-peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh
raja-raja atau sultan-sultan dahulu seperti pranata-pranata di Jawa,
pesuara-pesuara atau titis suara-titis suara di Bali dan sarakarta-sarakarta
di Aceh.
c. Uraian-uraian hukum secara tertulis : Lazimnya uraian-uraian ini adalah
merupakan suatu hasil penelitian yang dibukukan, seperti buku hasil
penelitian Prof. Supomo yang diberi judul Hukum Perdata Adat Jawa
Barat.

2.2 Sejarah dan Perkembangan Hukum Adat


Sejarah dan perkembangan hukum adat dimulai sejak sebelum zaman
kerajaan-kerajaan besar yang pernah jaya di Indonesia. Beberapa sumber kuno
menggambarkan bahwa ada suatu masa yaitu masa Proto Malaio (Melayu Tua)
dan Deutoro Malaio (Melayu Muda).4 Pada masa Melayu Tua masyarakatnya
percaya bahwa semua yang terjadi bersumber pada rasa magi, dan animisme.
Kepercayaan animisme yang bersifat fetisisme, yang menganggap bahwa segala
yang ada di alam semesta ini serba berjiwa bahkan kekuatan jiwanya melebihi
kekuatan manusia normal. Dan yang bersifat spiritisme, yang menganggap
bahwa roh-roh leluhur itu selalu ada dan menyertai di sekeliling alam semesta
sehingga dengan demikian harus kita lakukan pemujaan atau penghormatan secara
samar-samar, masih dapat kita amati muncul pada berbagai acara ritual berbagai
suku bangsa yang ada di Indonesia.
Setelah jaman Melayu Tua, lalu muncul lagi perkembangan adat baru pada
masa kerajaan-kerajaan besar yang muncul dan berjaya di Indonesia. Di masa ini
dikenal dengan sebutan hukum Kerajaan. Contohnya Kerajaan Sriwijaya, yang
pengaruhnya sangat besar bagi Indonesia karna berkembangnya ajaran Hindu dan

4
I Gede A.B. Wiranata. Hukum Adat Indonesia Perkembangan dari Masa ke Masa (Bandung: Citra Aditya
Bakti,2005) 24.

5
Budha. Hukum kerajaan terus berubah-ubah mengikuti perkembangan kerajaan
yang ada. Perkembangan hukum adat sendiri muncul mendominasi kerajaan saat
tersebarnya pengaruh Islam di Jawa yang didominasi oleh kerajaan Mataram
dibawah Sultan Agung. Sampai pada masuknya penjajah ke Indonesia yang
memiiliki pengaruh bagi tatanan politik perundang-undangan yang menata
struktur peraturan dalam bentuk tertulis. Namun, pada masa penjajahan ini hukum
adat baru tampak pada pemerintahan Belanda tahun 1848 ketika dimulainya
pengodifikasian sejumlah peraturan hukum.
Sampai akhirnya pada masa setelah kemerdekaan Indonesia tahun 1945,
dalam Undang-Undang Dasar 1945 tidak dirumuskan pasal tentang hukum adat,
tetapi baru muncul pada perubahan atau amandemen kedua Undang-Undang
Dasar 1945 Pasal 18B ayat (2) yang berbunyi Negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam
undang-undang.. Dari perkembangan-perkembangan tersebut hingga sekarang
hukum adat sudah masuk kedalam berbagai macam perundang-undangan.

2.3 Bentuk Masyarakat Hukum Adat


Masyarakat dalam istilah bahasa Inggris adalah society yang berasal dari kata
Latin sosius yang berarti kawan. Sedangkan dari bahasa Arab syaraka yang
berarti ikut serta dan berpartisipasi. Masyarakat masih menempatkan adat istiadat
sebagai kelembagaan yang sangat terhormat dalam penyelesaikan konflik antar
warga.5 Dalam masyarakat hukum adat, terdapat struktur masyarakat yang
menentukan sistem hukum yang berlaku di masyarakat tersebut. Struktur
masyarakat adalah kumpulan masyarakat yang teratur, menetap di suatu daerah
tertentu mempunyai penguasa-penguasa dan mempunyai kekayaan. Struktur
masyarakat bersifat Genealogis (keturunan) yaitu kumpulan masyarakat itu ada
karna anggotanya satu sama lain berasal dari keturunan yang sama dan Teritorial

5
Sutrisno Purwohadi Mulyono. Bentuk-Bentuk Penerapan Norma Hukum Adat Dalam Kehidupan
Masyarakat Jawa Tengah. Volume 20, No.2.
http://journal.umy.ac.id/index.php/jmh/article/download/266/229. Desember 2013, hlm 3.

6
(kedaerahan) yaitu kumpulan masyarakat sebab para anggotanya bersama-sama
tinggal dalam lingkungan daerah yang sama dan tertentu.

Struktur masyarakat yang bersifat Genealogis ada tiga macam pertalian


keturunan (kekerabatan), yaitu:

1. Pertalian keturunan menurut garis laki-laki (Patriliniaal)


Para anggotanya satu sama lain disebut kerabat, karena berasal dari
satu keturunan yang sama dalam garis keturunan bapak, bapaknya lagi
dan seterusnya sampai dengan bapaknya yang pertama. Contohnya
hukum adat orang Batak, Bali dan Ambon.
2. Pertalian keturunan menurut garis perempuan (Matrilineal)
Para anggotanya satu sama lain disebut kerabat, karena berasal dari
satu keturunan yang sama dalam garis keturunan ibu, ibunya lagi dan
seterusnya sampai dengan ibunya yang pertama.contoh terdapat pada
masyarakat Minangkabau, Kerinci, Semendo.
3. Pertalian keturunan menurut garis ibu dan bapak, bercorak kembar
(parenteel, bilateral, ouderrechttelijk)
Para anggotanya satu sama lain disebut kerabat, karena berasal dari
perhitungan garis keturunan kepada bapak dan kepada ibu.

Sedangkan struktur masyarakat yang bersifat Territorial dibagi menjadi 3


jenis, yaitu:

1. Masyarakat Hukum Desa (perkampungan)


Sekumpulan orang yang hidup bersama berasaskan pandangan hidup,
cara hidup dan sistem kepercayaan yang sama yang menetap pada suatu
tempat kediaman bersama.
2. Masyarakat Hukum Wilayah (persekutuan daerah)
Kesatuan sosial yang territorial yang melindungi beberapa masyarakat
hukum desa yang masing-masing tetap merupakan kesatuan-kesatuan
yang berdiri tersendiri.
3. Masyarakat Hukum Serikat Desa (serikat perkampungan)

7
Terdapat hubungan kerjasama antar beberapa perkampungan yang
berdekatan demi kepentingan bersama masyarakat hukum desa yang
tergabung dalam masyarakat hukum serikat desa itu.

2.4 Pengertian Hukum Agraria


Agraria berasal dari kata akker (bahasa belanda). Agros(yunani) berarti tanah
pertanian, agger (latin) tanah atau sebidang tanah, agrarius (latin) perladangan,
persawahan, pertanian, agrarian (inggris) tanah untuk pertanian. Dalam uu no. 5
tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria, diundangkan tanggal 24
september 1960. Dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Ruang
lingkup UUPA meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya:

a. Bumi
Pasal 1 ayat 4 UUPA adalah permukaan bumi, termasuk pula tubuh
bumi dibawahnya serta yang berada di bawah air. Permukaan bumi (
pasal 4 ayat 1 UUPA) adalah tanah.
b. Air
Pasal 1 ayat 5 UUPA adalah air yang berada di perairan pedalaman
maupun air yang berada di laut wilayah indonesia. Pasal 1 angka 3 UU
no. 11 tahun 1974 tentang perairan, disebutkan bahwa pengertian air
meliputi air yang terdapat di dalam dan atau berasal dari sumber-sumber
air, baik yang terdapat di atas maupun di bawah permukaan tanah, tetapi
tidak meliputi air yang terdapat di laut.
c. Ruang angkasa
Pasal 1 ayat 6 UUPA ruang di atas bumi wilayah indonesia dan
ruang di atas air wilayah Indonesia. Pasal 48 UUPA, ruang di atas bumi
dan air yang mengandung tenaga dan unsurunsur yang dapat digunakan
untuk usaha-usaha memelihara dan memperkembangkan kesuburan
bumi, air, serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dan hal-hal
lain yang bersangkutan dengan itu.
d. Kekayaan alam yang tergantung di dalamnya

8
Kekayaan alam yang tergantung di dalam bumi disebut bahan,
yaitu unsur-unsur kimia, mineral-mineral, bijih-bijih, dan segala macam
batuan, termasuk batuan mulia yang merupakan endapan-endapan alam
(UU no.11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pertambangan.)

Sedangkan, pengertian hukum agraria adalah menurut Soedikno


Mertokusumo, keseluruhan kaidah-kaidah hukum, baik yang tertulis maupun yang
tidak tertulis yang mengatur agraria. Boedi Harsono menyatakan hukum agraria
bukan hanya merupakan satu perangkat bidang hukum. Hukum agraria merupakan
satu kelompok berbagai bidang hukum, yang masing-masing mengatur hak-hak
penguasaan atas sumber-sumber daya alam tertentu yang termasuk pengertian
agraria.

2.5 Sejarah dan Perkembangan Hukum Agraria


Sebelum Indonesia merdeka, sebagian besar hukum Agraria dibuat oleh
penjajah terutama pada masa penjajahan belanda yang bertujuan untuk
kepentingan dan keuntungan mereka hukum ini disebut Hukum Agraria kolonial.
Hukum Agraria Kolonial diawali dengan dibentuknya perkumpulan dagang yang
disebut dengan VOC (Verenigde Oost Indische Compagie) (1602) bertujuan
untuk mencegah persaingan antar pedagang pedagang Belanda, mendapat
monopoli di Asia Selatan (bersaing dengan orang orang Portugis, Spanyol dll.)
membeli murah dan menjual mahal rempah-rempah sehingga memperoleh
keuntungan yang sebesar besarnya. Adapun ciri-ciri kebijakan Hukum Agraria
Kolonial. Dimuat dalam konsideran bab menimbang huruf b,c dan d UUPA dan
penjelasan Umum angka 1 UUPA yaitu:

a. Hukum Agraria sebagian tersusun berdasarkan tujuan dan sendi-sendi


dari pemerintahan jajahan dan sebagian lainnya dipengaruhi olehnya,
hingga bertentangan dengan kepentingan rakyat dan negara di dalam
melaksanakan pembangunan semesta.

9
b. Hukum Agraria mempunyai sifat dualisme, dengan berlakunya
peraturan-peraturan dari hukum adat, disamping peraturan dari dan yang
didasarkan atas hukum barat.
c. Bagi rakyat Indonesia asli, Hukum Agraria Kolonial tidak menjamin
kepastian hukum.

Setelah Indonesia merdeka seharusnya segala hukum kolonial termasuk


hukum agraria dirombak atau diganti dengan hukum nasional , namun, dalam
membentuk hukum agraria nasional tidak mungkin dilaksanakan sekaligus karena
harus bertahap. Untuk mengisi kekosongan hukum, maka hukum agraria yang
lama dinasionalisasikan sebagai hukum nasional. Oleh karena itu, hukum agraria
yang lama masih tetap berlaku, meskipun ada banyak hal yang tidak sesuai
dengan keadaan dan keperluan Indonesia setelah merdeka. Sehingga dalam
pelaksanaannya diperlukan penyesuaian dengan perubahan dan penambahan pada
ketentuan berdasarkan atas kebijaksanaan yang baru dan dengan tafsir yang baru
pula yang sesuai dengan Pancasila. Usaha yang dilakukan pemerintah Indonesia
untuk menyesuaikan Hukum Agraria Kolonial dengan keadaan dan kebutuhan
setelah proklamasi adalah:

a. Menggunakan kebijaksanaan dan tafsir baru


Misal mengenai hubungan Domein Verklaring dengan hak rakyat
atas tanahnya, negara tidak lagi sebagai pemilik (eigenaar) tetapi sebagai
organisasi kekuasaan dari bangsa Indonesia
b. Penghapusan hak-hak konversi
Berlakunya hak konversi yang berlaku di daerah Surakarta dan
Yogyakarta, sangat merugikan rakyat, pasalnya, semua tanah di daerah
tersebut dianggap milik raja. Rakyat sekedar memakainya. Mereka
diwajibkan menyerahkan sebagian dari tanah itu kepada raja, jika tanah
itu tanah pertanian atau melakukan kerja paksa.
c. Penghapusan tanah Partikelir6

6
Tanah partikelir adalah tanah yang dimiliki orang-orang swasta Belanda dan orang-orang pribumi yang
mendapat hadiah tanah karena dianggap berjasa kepada Belanda.

10
Adalah tanah eigendom yang memiliki sifat dan corak istimewa.
Yang membedakan dengan tanah eigendom lainnya adalah adanya hak-
hak pada pemiliknya yang bersifat kenegaraan (landheerlijkerechten)/
hak pertuanan. Misal:
a. Hak untuk mengangkat / mengesahkan pemilikan serta
memberhentikan kepala-kepala kampung/desa.
b. Hak untuk menuntut kerja paksa / rodi / memungut uang pengganti
kerja paksa dari penduduk
c. Hak untuk mengadakan pungutan baik yang berupa uang maupun
hasil pertanian dari penduduk
d. Hak untuk mendirikan pasar-pasar
e. Hak untuk memungut biaya pemakaian jalan dan penyeberangan.

Adapun faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menyusun kebijakan


pembangunan Hukum Agraria Nasional, yaitu :

a. Faktor formal
Keadaan hukum agraria di Indonesia sebelum berlakunya UUPA
merupakan keadaan peralihan, dimana peraturan yang sekarang berlaku
berdasarkan peraturan yang lama yang menimbulkan masalah tentang
masa berlakunya. Berdasarkan pertimbangan formal maka yang harus
ditinjau adalah:
1. Apakah peraturan sementara itu akan diteruskan, kalau diteruskan
tentunya hilang sifat sementaranya.
2. Atau tidak dan diganti dengan peraturan yang baru7
b. Faktor material
Dari sudut faktor materialnya, Hukum Agraria Kolonial bersifat
dualisme yang meliputi menurut hukum dan subjeknya. Menurut
hukumnya, di satu pihak berlaku Hukum Agraria Barat yang diatur dalam
KUHPerdata, dilain pihak berlaku Hukum Agraria Adat yang diatur
dalam Hukum Adat daerah masing-masing.sedangkan menurut

7 Notonegoro. Politik Hukum dan Pembangunan Agraria di Indonesia. (Jakarta :Bina Aksara, 1984), 2.

11
subjeknya, Hukum Agraria Barat hanya berlaku bagi orang-orang dari
golongan Eropa dan golongan Timur Asing.
c. Faktor Idiil
Dari faktor idiil yaitu tujuan negara, tujuan Hukum Agraria
Kolonial tidak sesuai dengan tujuan Indonesia yang tercantum dalam
Alenia IV Pembukaan UUD 1945, karena Hukum Agraria Kolonial
dibuat dengan tujuan untuk kepentingan dan keuntungan Pemerintah
Hindia-Belanda yang ada di Indonesia.
d. Faktor Hukum Agraria Modern
Faktor-faktor Hukum Agraria Modern terletak dalam lapangan-
lapangan sebagai berikut :
1. Lapangan Sosial
Masalahnya adalah bagaimana hubungan antara pemilik tanah
dengan bukan pemilik tanah itu harus diatur untuk kepentingan
kesejahteraan masyarakat.
2. Lapangan Ekonomi
Masalahnya adalah bagaimana penggunaan tanah itu harus
diatur agar dapat memberikan hasil produksi yang optimal atau
mencapai titik optimum.
3. Lapangan Etika
Masalahnya adalah bagaimana penggunaan tanah itu harus
diatur agar memberikan kesejahteraan kepada masyarakat dan
bangsa,
4. Lapangan Fundamental
Masalahnya adalah apakah warga negara Indonesia boleh
mempunyai hak milik atas tanah tanpa batas luas dan jumlahnya di
Indonesia.

Upaya Pemerintah dalam mengubah Hukum Agraria Kolonial menjadi


Hukum Agraria Nasional yang sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 dimulai
sejak tahun 1948 dengan membentuk kepanitiaan agraria, baru pada tanggal 24

12
September 1960 Pemerintah Indonesia berhasil menyusun Hukum Agraria
Nasional yang dituangkan ke dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria atau disebut dengan Undang-
Undang Pokok Agraria (UUPA). Secara garis besar, hukum agraria setelah
berlakunya UUPA dibagi menjadi 2:

a. Hukum Agraria Perdata (keperdataan)


Keseluruhan dari ketentuan hukum yang bersumber pada hak
perseorangan dan badan hukum yang memperbolehkan, mewajibkan,
melarang diperlakukan perbuatan hukum yang berhubungan dengan
tanah (objeknya).
Contoh : jual-beli, tukar-menukar, hibah, hak atas tanah sebagai
jaminan utang (hak tanggungan), pewarisan.
b. Hukum Agraria Administrasi
Keseluruhan dari ketentuan hukum yang memberi wewenang kepada
pejabat dalam menjalankan praktik hukum negara dan mengambil
tindakan dari masalah-masalah agraria yang timbul.
Contoh: pendaftaran tanah, pengadaan tanah, pencabutan hak atas
tanah.

2.6 Ketentuan-Ketentuan Pokok Kebijakan dalam UUPA


Setelah berlakunya UUPA sebagai Hukum Agraria Nasional, hukum agraria
sekarang ini tidak lagi bersifat dualisme melainkan bersifat nasional formil yang
asas-asas, isi dan tujuan dari Hukum Agraria ini sesuai dengan kepentingan
nasional. Adapun tujuan pokok dari Hukum Agraria Nasional yaitu untuk
mewujudkan kepastian hukum bagi rakyat Indonesia atas hak-hak tanah. Lebih
rinci lagi tertuang di dalam UUPA, yaitu :

1. Hak-hak atas tanah


Dalam UUPA ini hak-hak atas tanah dibagai menjadi beberapa
macam yang dituangkan dalam beberapa pasal yaitu Hak Milik yang
tercantum dalam Pasal 20 sampai Pasal 27 UUPA, Hak Guna usaha yang
tercantum dalam Pasal 28 sampai Pasal 34 UUPA, Hak Guna Bangunan

13
berdasarkan pada Pasal 35 sampai Pasal 40 UUPA, Hak Pakai tercantum
dalam Pasal 41 sampai Pasal 43 UUPA, Hak Sewa untuk Bangunan
tercantum dalam Pasal 44 sampai Pasal 45 UUPA, Hak Memungut Tanah
dan Memungut Hasil Hutan tercantum dalam Pasal 46 ayat 1, Hak Guna
Air, Pemeliharaan dan Penangkapan Ikan tercantum dalam Pasal 47 ayat
1.8
2. Pendaftaran Tanah
Ketentuan pokok tentang pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 19.
3. Pencabutan Hak atas Tanah
Ketentuan pokok pencabutan hak atas tanah diatur dalam Pasal 18.
4. Hak Tanggungan
Ketentuan pokok hak tanggungan diatur dalam Pasal 25 untuk hak milik,
Pasal 33 untuk hak guna usaha dan Pasal 39 untuk hak guna bangunan.
5. Landreform9
Ketentuan mengenai Landreform diatur dalam Pasal 7, Pasal 10 dan Pasal
17.
6. Perwakafan tanah hak milik
Ketentuan mengenai perwakafan tanah hak milik diatur dalam Pasal 49
ayat 3.

2.7 Hubungan Hukum Adat dan Hukum Agraria


Hukum adat dijadikan dasar dan sumber dari pembentukan Hukum Agraria
Nasional. Pengambilan hukum adat sebagai dasar merupakan pilihan yang paling
tepat karena hukum adat merupakan hukum yang sudah dilaksanakan dan dihayati
oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.10 Jadi, hubungan Hukum Adat dengan
Hukum Agraria sangatlah erat. Hukum Adat yang dijadikan dasar Hukum Agraria

8 H. Akh. Munif. Mei 2013, Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Rakyat Atas Tanah Dalam
Pembangunan. Jurnal Yustitia. Volume 11, No.1, fh.unira.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-
11.pdf , 10 November 2017, hlm xiii.
9 Landreform adalah mengadakan perombakan mengenai pemilikan dan penguasaan atas tanah serta

hubungan-hubungan yang bersangkutan dengan pengusahaan atas tanah


10
Yeyet Solihat. Hukum Agraria Nasional . Majalah Ilmiah Solusi Unsika . Vol. 10 No. 22.
https://www.unsika.ac.id/sites/default/files/upload/Hukum%20Agraria%20Nasional. Mei 2012,

14
yaitu hukum adat yang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan
negara, tidak bertentangan dengan sosialisme Indonesia dan tidak bertentangan
dengan ketentuan yang ada dalam UUPA.11

11
Soedikno Mertokusumo, Hukum dan Politik Agraria, (Jakarta : 1988) 4.15-4.19.

15
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Banyak sarjana yang mengartikan sendiri-sendiri hukum adat, tetapi dapat


disimpulkan bahwa hukum adat adalah aturan tingkah laku masyarakat yang
ditetapkan oleh pemuka adat sejak jaman nenek moyang berlaku bagi masyarakat
adat itu sendiri dan terdapat sanksi bagi pelanggarnya.

Sejarah adanya Hukum Adat dimulai dari masa belum adanya kerajaan
hingga adanya kerajaan yang disebut hukum kerajaan hingga masuknya
perkembangan ajaran Islam yang menyebabkan dominasi hukum adat di kerajaan.
Sampai pada akhirnya Indonesia merdeka hukum adat diakui dan dimasukkan ke
berbagai perundang-undangan.

Bentuk masyarakat hukum adat dibagi menjadi dua jenis yaitu Genealogis
dan Territorial. Masyarakat Genealogis adalah kumpulan masyarakat karna
adanya hubungan keturunan yang sama, sedangkan masyarakat Teritorial yaitu
kumpulan masyarakat yang tinggal didaerah yang sama dan tertentu.

Pengertian hukum Agraria adalah hukum yang mengatur tentang bumi, air
dan ruang angkasa dalam batasan-batasan tertentu dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya.

Sejarah hukum Agraria dimulai pada masa penjajahan belanda ( Hukum


Agraria Kolonial) yang diawali dengan dibentuknya perkumpulan dagang yang
disebut dengan VOC. Hingga dibentuklah Undang-Undang Pokok Agraria
sebagai Hukum Agraria Nasional pengganti Hukum Agraria Kolonial.

Ketentuan-ketentuan pokok dalam UUPA isinya mengenai Hak-hak atas


tanah, Pendaftaran Tanah, Pencabutan Hak atas Tanah, Hak Tanggungan,
Landreform, Perwakafan tanah hak milik.

16
Hubungan Hukum Adat dan Hukum Agraria sangat erat karena Hukum Adat
dijadikan dasar atau sumber dan juga sebagai pelengkap untuk hukum Agraria.

3.2 Saran
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, kami berharap kedepannya kami bisa lebih detail menjelaskan materi
makalah ini dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan tentunya dapat
dipertanggung jawabkan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Harsono, Boedi. 2003. Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-


Undang Pokok Agraria, Isi Dan Pelaksanaannya, Jakarta: Djambatan

Koeswoyo, Imam, Muchsin dan Soimim. 2007. Hukum Agraria Indonesia Dalam
Perspektif Sejarah, Bandung: Refika Aditama.

Notonegoro. Politik Hukum dan Pembangunan Agraria di Indonesia. (Jakarta


:Bina Aksara, 1984)

Mulyono, Sutrisno Purwohadi. Desember 2013. Bentuk-Bentuk Penerapan Norma


HukumAdat Dalam Kehidupan Masyarakat Jawa Tengah. Volume 20, No.2.
http://journal.umy.ac.id/index.php/jmh/article/download/266/229. 9 November
2017.

Munif,H.Akh. Mei 2013, Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Rakyat Atas


Tanah Dalam Pembangunan. Jurnal Yustitia. Volume 11, No.1, fh.unira.
ac.id/wp-content/uploads/2012/06/JURNAL-VOL-11.pdf, 10 November 2017.

Santoso,Urip. 2012. Hukum Agraria. Jakarta: Prenada Media.

Solihat,Yeyet. Mei 2012, Hukum Agraria Nasional. Majalah Ilmiah Solusi


Unsika . Vol. 10 No. 22. https://www.unsika.ac.id/sites/default/files/upload/
Hukum%20Agraria%20Nasional,10 November 2017.

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok


Agraria

Wardani, Susilo dan Suyadi. 2001. buku ajar Pengantar Hukum Indonesia
.Purwokerto.

Wiranata,I Gede A.B. 2005. Hukum Adat Indonesia Perkembangan dari Masa ke
Masa. Bandung: Citra Aditya Bakti.

18

Anda mungkin juga menyukai