Anda di halaman 1dari 13

A.

Istilah Hukum Adat

Istilah hukum adat sebenarnya berasal dari bahasa arab, Hukum dan Adah yang
artinya suruhan atau ketentuan. Istilah hukum adat dalam aturan kebiasaan ini sudah lama
dikenal di Indonesia seperti di Aceh Darussalam pada masa pemerintahan Sultan Iskandar
Muda (1607-1636) istilah hukum adat ini telah digunakan, ini digunakan dalam kitab hukum
yang diberi nama Makuta Alamkemudian didalam kitab hukum Safinatul Hukkam Fi
Takhlisil Khassam yang ditulis oleh Jalaluddin bin Syeh Muhammad Kamaludin. Didalam
mukadimah hukum acara tersebut dikatakan bahwa dalam memeriksa perkara seorang hakim
haruslah memperhatikan Syara, Hukum Adat, serta Adat dan Resam. Lalu ditulis oleh
Cristian Shouck Hurgronje yang menerjemahkannya dalam bahasa Belanda Adat-Recht,
untuk membedakan antara kebiasaan atau pendirian dengan adat yang memiliki sanksi
hukum. Hasil penelitian Hurgronje ini menghasilkan sebuah buku yang kemudian diberi judul
De Atjehers (Orang-orang Aceh) pada tahun 1894. Sejak itu Hurgronje menjadi orang
pertama yang menggunakan istilah adat Recht yang kemudian diterjemahkan sebagai
hukum adat.
Berbagai istilah yang mencoba menjelaskan tentang hukum adat telah dipergunakan
oleh pemerintah Hindia Belanda. Hal ini dapat ditemukan dalam peraturan perundang-
undangan pemerintah Hindia Belanda dibawah ini :
1. Dalam A.B. (Algemene Bepalingen van Wetgeving/Ketentuan-Ketentuan Umum
Perataturan Perundang-undangan) Pasal 11 digunakan istilah Godsdienstige Wetten,
Volks Instellingen en Gebruiken (Peraturan Keagamaan, Lembaga-lembaga dan
Kebiasaan-kebiasaan)
2. Dalam R.R. (Regelings Reglement) 1854 Pasal 75 ayat (3) redaksi lama R.R. 1854,
digunakan istilah Godsdienstige Wetten, Instelingen en Gebruiken (Pereturan
Keagamaan, Lembaga-lembaga dan Kebiasaan-kebiasaan)
3. Dalam I.S. (Indische Staatsregeling = Peraturan Hukum Negara Belanda semacam
Undang-Undang Dasar bagi Pemerintah Hindia Belanda) pasal 128 ayat (4)
sebelumnya, pasal 71 ayat (2) sub b redaksi baru R.R. 1854 yang mengganti pasal 75
ayat (3) redaksi lama R.R. 1854 dipergunakan istilah Instellingen des Volks (lembaga-
lembaga dari Rakyat)
4. Dalam I.S. Pasal 131 ayat (2, sub b digunakan istilah Met Hunne Godsdiensten en
Gewoonten Samenhangen de Recht Regelen (Aturan-aturan Hukum yang berhubungan
dengan Agama-agama dan kebiasaan-kebiasaan mereka)
5. Dalam R.R. 1854 Pasal 78 ayat (2) digunakan istilah Godsdienstige Wetten en Oude
Herkomsten (Peraturan-peraturan Keagamaan dan Kebiasaan-kebiasaan Lama/kuno).
Godsdienstige Wetten en Oude Herkomsten ini oleh Ind. Stbl. 1929 nr jo nr 487 diganti
dengan istilah Adat Recht

hukum adat ini sebelum diperkenalkannya istilah Adat Recht dipergunakan berbagai
istilah dalam peraturan perundang-undangan Pemerintah Hindia Belanda dengan sebutan
Undang-undang Agama, Lembaga Rakyat, Kebiasaan-kebiasaan, dan Lembaga Asli.
Sedangkan Istilah adat recht sebagaimana dimaksudkan diatas baru dipergunakan
secara resmi dalam Undang-undang Pemerintah Belanda pada tahun 1920, yaitu untuk
pertama kali digunakan dalam Undang-undang Belanda mengenai Perguruan Tinggi
Negeri di Belanda, Nederlands) Stbl. 1920 nr. 105 dan dalam Academisch Statuut.
B. Pengertian Hukum Adat
Berikut pengertian Hukum Adat yang dikemukakan para ahli dan satu pengertian
dari hasil seminar Hukum Adat dan Pembinaan Hukum Nasional yang diselenggarakan
di Yogyakarta tanggal 15-17 Januari 1975 yang memberikan penjelasan yang
dimaksudkan dengan hukum adat
1. Menurut Cornelis Van Vollenhoven
Hukum adat adalah himpunan peraturan tentang perilaku yang berlaku bagi orang
pribumi dan Timur Asing pada satu pihak mempunyai sanksi (karena bersifat
hukum), dan pihak lain berada dalam keadaan tidak dikodifikasikan (karena adat)
2. Menurut B. Tar Haar Bzn
Hukum adat adalah keseluruhan aturan yang menjelma dari keputusan keputusan
para fungsionaris hukum (dalam arti luas) yang memiliki kewibawaan serta
pengaruh dan yang dalam pelaksanaannya berlaku serta merta dan ditaati dengan
sepenuh hati.
3. Menurut J.H.P. Bellefroid
Hukum adat adalah peraturan hidup yang meskipun tidak diundangkan oleh
penguasa tapi dihormati dan ditaati oleh rakyat dengan keyakinan bahwa peraturan
peraturan tersebut berlaku sebagai hukum.
4. Menurut Hardjito Notopuro
Hukum adalah hukum tidak tertulis, hukum kebiasaan dengan cirri khas yang
merupakan pedoman kehidupan rakyat dalam menyelenggarakan tata keadilan dan
kesejahteraan masyarakat dan bersifat kekeluargaan.
5. Menurut Raden Soepomo
Hukum adat adalah sinonim dari hukum yang tidak tertulis didalam peraturan
legislatif, hukum yang hidup sebagai kovensi di badan-badan hukum Negara
(Parlemen, Dewan Propinsi, dan sebagainya), hukum yang hidup sebagai peraturan
kebiasaan yang dipertahankan didalam pergaulan hidup, baik dikota maupun di desa-
desa.
6. Menurut Soekanto
Hukum adat adalah kompleks adat-adat yang kebanyakan tidak dikitabkan, tidak
dikodifikasikan dan bersifat paksaan memiliki sanksi (dari hukum itu)
7. Menurut Hazairin
Hukum adat adalah hukum yang dijumpai dalam adat sebagai bagian integralnya,
sebagai bagian kelengkapannya. Seperti desa di Jawa, nagari di Minangkabau, kuria
di Tapanuli, Wanua di Sulawesi dan sebagainya.
8. Menurut Bushar Muhammad
Hukum adat adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia Indonesia dalah
hubungan satu sama lain baik yang merupakan keseluruhan kelaziman, kebiasaan,
dan kesusilaan yang benar-benar hidup di masyarakat adat karena dianut dan
dipertahankan oleh anggota masyarakat itu.
9. Menurut M.M. Djojodigoeno
Hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber kepada peraturan-peraturan seperti
peraturan-peraturan desa dan peraturan-peraturan raja.
10. Menurut Soediman Kartohadiprojo
Hukum adat adalah suatu jenis hukum tidak tertulis yang tertentu yang memiliki
dasar pemikiran yang khas yang prinsipil berbeda dari hukum tertulis lainnya.
11. Munurut R.M. Soeripto
Hukum adat adalah semua aturan-aturan/peraturan-peraturan adat tingkah laku yang
bersifat hukum disegala segi kehidupan orang Indonesia, pada umumnya tidak
tertulis yang oleh masyarakat dianggap patut dan mengikat pada anggota masyarakat
yang bersifat hukum oleh karena ada kesadaran keadilan umum, bahwa aturan-
aturan/peraturan itu harus dipertahankan oleh petugas hukum dan petugas
masyarakat dengan upaya pemaksa atau ancaman hukuman (sanksi)
12. Menurut Soerojo Wignjodipoero
Hukum adalah suatu kompleks norma-norma yang bersumber pada perasaan
keadilan rakyat yang selalu berkembang serta meliputi peraturan tingkah laku
manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, sebagian besar tidak
tertulis, senantiasa ditaati dan dihormati oleh rakyat, karena memiliki akibat hukum
(sanksi)
13. Menurut Soerjono Soekanto
Hukum adat pada hakikatnya merupakan hukum kebiasaan, artinya kebiasaan-
kebiasaan yang mempunyai akibat hukum (sein-sollen)
14. Menurut kesimpulan hasil Seminar Hukum Adat dan Pembangunan Hukum
Nasional
Hukum adat diartikan sebagai hukum Indonesia asli yang tidak tertulis dalam bentuk
perundang-undangan Republik Indonesia yang disana sini mengandung unsure
agama.

C. Hukum Adat dan Adat


Apabila hukum adat tidak dipelajari, sebagai suatu ilmu pengetahuan, pada
umumnya dikalangan masyarakat daerah dalam pembicaraan sehari-hari atau dalam
kerapatan-kerapatan adat orang tidak membedakan antara hukum adat dengan adat.
Berikut pendapat para sarjana antropologi yang dapat memberikan gambaran
hukum adat dan adat :
1. Menurut Bronislaw Malinowski
Perbedaan antara kebiasaan dengan hukum didasarkan pada dua kriteria yaitu
sumber sanksinya dan pelaksanaannya. Pada kebiasaan, sumber sanksi dan
pelaksanaannya adalah para warga masyarakat secara individual dan kelompok.
2. Menurut Paul Bohannan
Suatu lembaga Negara merupakan sarana yang dipergunakan oleh warga masyarakat
untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi dan untuk mencegah terjadinya
penyalahgunaan aturan-aturan yang terhimpun didalam berbagai perlbagai lembaga
dalam masyarakat.
3. Menurut Lepold Pospisil
a. Wewenang (attribute of authority)
Wewenang (attribute otoritas) menentukan aktivitas kebudayaan yang disebut
hukum adalah putusan-putusan melalui suatu mekanisme yang diberi kuasa dan
pengaruh didalam masyakat.
b. Aplikasi secara universal (attribute of intension of universal application)
Menentukan bahwa putusan-putusan dari pihak yang berkuasa dimaksudkan
sebagai putusan-putusan yang mempunyai jangka waktu panjang dan harus
dianggap berlaku juga terhadap peristiwa-peristiwa yang serupa pada masa yang
akan datang.
c. Kewajiban (attribute of obligation)
Kewajiban ini menentukan bahwa putusan-putusan pemegang kuasa harus
mengandung rumusan-rumusan dari kewajiban pihak kesatu.
d. Sanksi (attribute of sanction)
Sanksi dalam hal ini menunjukkan bahwa putusan pihak yang berkuasa harus
dikuatkan dengan sanksi jasmaniah berupa hukuman tubuh dan deprivasi dari
milik (misalnya amat penting dalam sistem-sistem hukum bangsa-bangsa
eropa), tetapi juga berupa sanksi rohani, seperti misalnya menimbulkan rasa
takut, rasa malu, rasa benci, dan sebagainya.

Pendapat para ahli tersebut memberikan gambaran bahwa ada kecendrungan


yang umum untuk menetapkan sanksi atau akibat hukum sebagai atribut hukum
adat. Djaren Saragih menyebutkan bahwa untuk membedakan antara hukum dengan
adat dapat diunakan kriteria sebagai pedoman yaitu batasan dan atribut dari gejala
hukum (adat) itu.

D. Hukum adat dan hukum kebiasaan


Terdapat dua versi pendapat, satu pihak menyatakan antara hukum adat dan
hukum kebiasaan memiliki perbedaan, dipihak lain menyatakan bahwa hukum adat dan
hukum kebiasaan tidak memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut dapat kita lihat berikut
ini :
1. Menurut R. van Dijk
Tidak sependapat untuk menggunakan istilah hukum kebiasaan sebagai terjemahan
dari adatrecht untuk menggantikan hukum adat. Alasannya karena :
Tidak tepat menerjemahkan adatrecht menjadi hukum kebiasaan untuk
menggantikan hukum adat, oleh karena yang dimaksud dengan hukum kebiasaan
adalah kompleks peraturan-peraturan hukum yang timbul karena kebiasaan, artinya
karena telah demikian lamanya orang biasa bertingkah laku menurut suatusuatu
cara tertentu sehingga timbullah suatu peraturan kelakuan yang diterima dan juga
juga diinginkan oleh masyarakat, sehingga apabila orang mencari sumber yang
nyata dari mana peraturan itu berasal, maka hampir senantiasa akan diketemukan
suatu alat perlengkapan masyarakat tertentu dalam lingkungan besar dan kecil
sebagai pangkalnya.

Dengan demikian van Dijk menyatakan bahwa sebenarnya antara hukum adat dan
hukum kebiasaan terdapat perbedaan yaitu pada sumbernya, artinya bahwa hukum
kebiasaan tidak bersumber dari alat-alat perlengkapan masyarakat.
Van Dijk juga menyatakan bahwa :
Walaupun benar hukum adat tidak dikodifikasikan, namun ada sebagian yang
terdapat dalam peraturan-peraturan yang berasal dari raja-raja Indonesia dan dari
kepala-kepala desa (misalnya di Bali) dan diantaranya ada yang berupa hukum
tertulis.
Selanjutnya yang menjadi perbedaan adalah pada sifatnya, artinya bahwa hukum
kebiasaan itu sepenuhnya bersifat tidak tertulis, sedangkan hukum adat sebagian
tertulis.

2. Menurut Soejono Soekanto


Tidak terdapat perbedaan berarti antara hukum adat dengan hukum kebiasaan.
Alasan dari Soejono Soekanto adalah:
Hukum adat pada hakikatnya merupakan hukum kebiasaan, artinya kebiasaan-
kebiasan yang mempunyai akibat hukum (sein-sollen). Berbeda dengan kebiasaan
belaka, kebiasaan yang merupakan hukum adat adalah perbuatan-perbuatan yang
diulang-ulang dalam bentuk yang sama yang menuju pada rechtsvardigeordening
dersamenlebing.
Beliau mengungkapkan bahwa sebenarnya tidak terdapat perbedaan pengertian
antara hukum adat dengan hukum kebiasaan, atau dengan perkataan lain pengertian
hukum adat sama dengan pengertian hukum kebiasaan.
3. Menurut R. Soepomo
Soepomo menyatakan bahwa :
Hukum adat adalah hukum non-statuair yang sebagian besar adalah hukum
kebiasaan dan sebagian kecil hukum islam. Hukum adat melingkupi juga hukum
yang berdasarkan keputusan-keputusan hakim yang berisi asas-asas hukum dalam
lingkungan dimana ia memutuskan perkara. Hukum adat berurat-berakar pada
kebudayaan tradisional.
4. Menurut Solaeman Biasane Taneko
Ia menyatakan bahwa pengertian hukum adat adalah sama dengan pengertian hukum
kebiasaan dengan alasan sebagai berikut :
Pertama, bahwa istilah atau kata adat apabila diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia menjadi kebiasaan. Oleh karena itu adatrecht dapat saja diterjemahkan
menjadi hukum adat atau hukum kebiasaan. Kedua, bahwa memang memang
didalam proses pelaksanaan hukum ini, sering dikuatkan oleh atau melalui alat-alat
perlengkapan masyarakat, namun tidak semua aturan di sini akan bersumber atau
mempunyai sumber dari alat perlengkapan masyarakat itu.

Unsur hukum adat yang menimbulkan kewajiban hukum

Unsure hukum adat yang dapat menimbulkan adanya kewajiban hukum bagi anggota
masyarakat adat disebutkan :
Pertama, untuk kenyataan bahwa adat dalam keadaan yang sama selalu diindahkan oleh
rakyat atau anggota masyarakat adat. Kedua, unsur psikologis bahwa terdapat adanya
keyakinan pada rakyat atau anggota masyakat adat, bahwa adat dimaksud memiliki
kekuatan hukum.

Wujud hukum adat

Wujud hukum adat dapat kita ketahui antara lain :


1. Hukum yang tidak tertulis dan merupakan bagian yang terbesar berlaku di
lingkungan masyarakat adat
2. Hukum yang tertulis dan merupakan bagian terkecil ditemui di lingkungan
masyarakat adat yang seperti, peraturan perundangan yang dikeluarkan oleh raja-raja
atau sultan-sultan dahulu , di jawa disebut pranataan-pranataan , di Bali disebut
peswara-peswara / titiswara-titiswara , di aceh disebut sarakata-sarakata .
3. Uraian-uraian ini merupakan suatu hasil penelitian yang dibukukan seperti , antara
lain buku hasil penelitian dari R. Soepomo yang diberi judul Hukum Adat Jawa Barat
dan buku hasil penelitian dari M.M. Djojodigoeno / Tirtawinata yang diberi judul
hukum perdata Adat Jawa Tengah.

Hukum adat sebagai aspek kebudayaan


Kebudayaan adalah berasal dari kata kebudayaan (budhayah), sedangkan kata
budaya adalah bentuk jamak dari budi atau akal. Budaya adalah daya dari budi yang
berupa cipta, karya, dan rasa. Kebudayaan adalah hasil dari karya, cipta, dan rasa
manusia yang hidup bersama. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan
kebudayaan kebendaan, yang diperlukan dan dipergunakan oleh manusia untuk
menguasai alam sekitarnya. Ciptaan merupakan kemampuan mental, kemampuan
berpikir dari manusia dan yang lain antara lain menghasilkan filsafat dan ilmu
pengetahuan. Sedangkan rasa yang meliputi jiwa manusia mewujudkan segala kaidah
dan nilai-nilai kemasyarakatan yang diperlukan untuk mengatur masyarakat.
Kesimpulannya, kebudayaan khususnya unsur rasa yang menghasilkan kaidah-
kaidah dan nilai-nilai itu merupakan struktur normatif yang merupakan design of
living artinya kebudayaan merupakan pula suatu blue print of behavior yang
memberikan pedoman dan atau patokan perikelakuan masyarakat.
Tidak ada suatu masyarakat tanpa kebudayaan, maka setiap masyarakat
betapapun sederhananya masyarakat itu, secara pasti memiliki nilai-nilai dan norma-
norma atau kaidah-kaidah. Salah satu norma yang ada dalam masyarakat yang terwujud
dari perikelakuan masyarakat yang dilakukan secara berulang-ulang dalam pola yang
sama, yang disebut dengan norma adat dan hukum adat. Dengan demikian, norma hukum
adat merupakan bagian norma-norma masyarakat (norma sosial).
Bushar Muhammad (1961) menyebutkan bahwa :
Hukum yang terdapat didalam setiap masyarakat manusia, betapa sederhana dan kecil
masyarakat itu menjadi cerminnya. Karena tiap masyarakat, tiap rakyat mempunyai
kebudayaan sendiri dengan corak dan sifat sendiri, geestesstructuur masyarakat yang
bersangkutan, mempunyai corak dan sifat sendiri yaitu hukum masing-masing
masyarakat itu berlain-lainan. Begitu pula halnya dengan hukum adat Indonesia seperti
halnya dengan semua sistem hukum lain didunia ini, maka hukum adat senantiasa
tumbuh dari kebutuhan hidup yang nyata, cara hidup, yang keseluruhannya merupakan
kebudayaan tempat hukum adat itu berlaku.
Dengan demikian, apabila kita melakukan studi terhadap hukum adat Indonesia, maka
berarti kita berusaha untuk mempelajari cara hidup dan pandangan hidup bangsa
Indonesia yang merupakan refleksi dari cara berfikir dan stuktur kejiwaan bangsa
Indonesia.

Corak hukum adat sebagai sumber pengenal hukum adat


1. Tradisional
Artinya bersifat turun-temurun, dari zaman nenek moyang hingga ke anak cucu sekarang
ini yang keadaannya masih tetap berlaku dan dipertahankan oleh masyarakat adat yang
bersangkutan. Misanya dalam hukum kekerabatan adat Batak yang menarik garis
keturunannya dari laki-laki yang sampai sekarang masih tetap dipertahankan.
Begitu pula adat Minangkabau, yang menarik garis keturunan dari perempuan dan masih
tetap dipertahankan hingga dewasa ini.
2. Keagamaan
Hukum adat itu pada umumnya bersifat keagamaan (magis-religius), artinya perilaku hukum
atau kaidah-kaidah hukum berkaitan dengan kepercayaan terhadap yang gaib dan berdasarkan
pada ajaran ketuhanan Yang Maha Esa.
Alam berfikir yang demikian oleh Koetjaraningrat (1958) disebut alam berfikir religio-magis
yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut :
a. Kepercayaan pada mahluk-mahluk halus, roh-roh dan hantu-hantu yang menempati
seluruh alam semesta dan khusus gejala-gejala alam, tumbu-tumbuhan, binatang tubuh
manusia dan benda-benda.
b. Kepercayaan kepada kekuatan sakti yang meliputi seluruh alam semesta dan khusus
terdapat dalam peristiwa-peristiwa yang luar biasa, tumbuh-tumbuhan yang luar biasa
binatang yang luar biasa, tubuh manusia yang luar biasa, bend-benda yang luar biasa, dan
suara yang luar biasa.
c. Anggapan bahwa kekuatan sakti yang pasif ini dipergunakan sebagai magische-kracht
dalam berbagai perbuatan ilmu gaib untuk mencapai kemauan manusia atau untuk
menolak bahaya gaib.
d. Anggapan bahwa kelebihan kekuatan sakti dalam alam menyebabkan keadaan krisis,
menyebabkan timbulnya berbagai macam bahaya gaib yang hanya dapat dihindari
dengan berbagai macam pantangan.

Orang Indonesia pada dasarnya berfikir dan merasa atau bertindak selalu didorong oleh
kepercayaan (religi) pada tenaga-tenaga gaib (magis) yang mengisi, menghuni seluruh alam
semesta (dunia kosmos) dan yang terdapat pada orang, bintang, tumbuh-tumbuhan besar dan
kecil, benda, lebih-lebih benda yang berupa dan berbentuk luar biasa, dan semua tenaga-
tenaga itu membawa seluruh alam semesta dalam suatu keadaan keseimbangan. Itu berwujud
dalam beberapa upacara, pantangan atau ritus.
Corak keagamaan ini juga terlihat dari suatu kebiasaan didalam masyarakat Indonesia,
apabila akan memutuskan menetapkan dan mengatur suatu karya atau menyelesaikan sesuatu
karya biasanya memohon keridhoan Yang Maha Esa.
3. Kebersamaan (bercorak komunal)
Dimaksudkan bahwa didalam hukum adat lebih di utamakan kepentingan bersama,
kepentingan pribadi diliputi oleh kepentingan bersama. Satu untuk semua dan semua untuk
satu, hubungan hukum antara anggota masyarakat adat didasarkan oleh rasa kebersamaan,
kekeluargaan, tolong menolong dan gotong royong.
4. Konkret dan visual
Corak hukum adat adalah konkret, artinya hukum adat ini jelas, nyata, berwujud sedangkan
corak visual di maksudkan hukum adat itu dapat di lihat, terbuka, dan tidak tersembunyi.
Sedangkan sifat hubungan hukum yang berlaku dalam hukum adat terang dan tunai , tidak
samar, terang disaksikan, diketahui, dilihat dan didengarkan orng lain, dan Nampak terjadi
ijab Kabul (serah terima) nya. Misalnya dalam jual beli, waktunya jatuh bersamaan antra
pembayaran harga dan penyerahan barangnya.jika barang diterima pembeli tetapi harga
belum dibayar, maka itu bukan jual beli tetapi hutang piutang.
5. Terbuka dan sederhana
Corak hukum adat itu terbuka artinya hukum adat itu dapat menerima unsur-unsur yang
datangnya dari luar asal saja tidak bertentangan dengan jiwa hukum adat itu sendiri.
Sedangkan corak hukum adat itu sederhana artinya hukum adat itu bersahaja, tidak rumit,
tidak banyak administrasinya, bahkan kebanyakan tidak tertulis, mudah dimengerti dan
dilaksanakan berdasarkan saling mempercayai.
6. Dapat berubah dan menyesuaikan
Maka dapatlah dimengerti bahwa hukum adat itu merupakan hukum yang hidup dan berlaku
didalam masyarakat Indonesia sejak dulu hingga sekarang yang dalam pertumbuhannya atau
perkembangannya secara terus menerus mengalami proses perubahan, menebal dan menipis.
7. Tidak dikodifikasi
Kebanyakan hukum adat bercorak tidak dikodifikasi atau tidak tertulis, oleh karena itu
hukum adat mudah berubah dan dapat menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat.
Walau demikian adanya, juga dikenal hukum adat yang dicatat dalam aksara daerah yang
bentuknya tertulis seperti diTapanuli ruhut parsaoron di Hobatohan dan patok dohot uhum
ni halak batak. Dibali dan Lombok awig-awig, dijawa paranata desa, disurakarta dan
diyogyakarta angger-angger di aceh sarakata.
8. Musyawarah dan mufakat
Hukum adat pada hakikatnya mengutamakan adanya musyawarah dan mufakat, baik didalam
keluarga, hubungan kekerabatan, ketetanggaan, memulai sesuatu pekerjaaan maupun dalam
mengakhiri pekerjaan, apalagi yang bersifat peradilan dalam menyelesaikan perselisihan
antara yang satu dan yang lainnya, di utamakan jalan penyelesaiannya secara rukun dan
damai dengan musyawarah mufakat, dengan saling memaafkan tidak begitu saja terburu-buru
pertikaian itu langsung dibawa atau disampaikan ke pengadilan Negara.
Sistem hukum adat sebagai sumber pengenal hukum adat
Hukum adat merupakan suatu,sistem hukum yang dibentuk berdasarkan sifat, pandangan
hidup dn cara berpikir masyarakat (bangsa)
R. Soepomo menegaskan bahwa terdapat perbedaan yang fundamental (mendasar) antara
sistem hukum barat (eropa), beberapa perbedaan itu adalah sebagai berikut:
1. Hukum barat mengenal zakelijk rechten dan persoonlijk rechten. Zakelijk rechten
adalah hak-hak atas suatu barang yang bersifat zakelijk, yaitu yang berlaku pada setiap
orang. Persoonlijk rechten adalah, hak-hak orang seorang atas suatu subjek yang hanya
berlaku terhadap sesuatu orang lain yang tertentu. Hukum adat tidak mengenal
pembagian yang hakiki dalam dua golongan. Sebagai mana diatas.
2. Hukum barat mengenal perbedaan antara publiek recht (hukum umum) dan privat
recht (hukum privat) sedangkan hukum adat tidak mengenal perbedaan antara
peraturan-peraturan hukum adat yang bersifat publik dan peraturan-peraturan yang hanya
mengenai lapangan privat, maka batas-batas antara kedua lapangan itu didalam hukum
adat adalah berlainan daripada batas-batas antara lapangan publik dan lapangan privat
pada hukum barat.
3. Pelanggaran-pelanggaran hukum menurut sistem hukum barat dibagi-bagi dalam
golongan pelanggaran yang bersifat pidana dan haru diperiksa oleh hakim pidana (straf
rechter).
Menurut Hilman hadikusuma, sistematika hukum adat mendekati sistem hukum inggris
(anglo saxon) yang disebut common law yang sistematikanya berbeda dengan civil law.
Menurut M.M. Djojodigoeno dikatakan bahwa dalam Negara aglo saxon, disana sistem
common law tak lain sistem adat hanya bahannya berlainan.

Dasar yang membentuk masyarakat hukum adat

Faktor ikatan yang membentuk masyarakat hukum adat secara teoritis adalah:
1. Faktor genealogis (keturunan)
2. Faktor territorial (wilayah)

Bentuk masyarakat hukum adat


Tiga tipe utama persekutuan hukum adat yang dalam studi hukum adat disebut:
1. Persekutuan hukum genealogis
Dasar pengikat utama anggota kelompok adalah persamaan dalam keturunan, artinya
anggota-anggota kelompok itu terikat karena merasa berasal dari nenek moyang yang
sama. Dapat dibedakan dalam tiga macam yaitu yang bersifat patrinial, matrinial, dan
bilateral atau parental.
a. Masyarakat yang patrineal
Susunan masyarakatnya ditarik dari garis bapak (garis laki-laki) sedangkan garis
keturunan ibu disingkirkan. Seperti suku batak, suku di nusa tenggara (timor),
Maluku dan irian.
b. Masyarakat yang matrineal
Susnan masyarakatnya ditarik menurut garis keturunan ibu (garis perempuan)
sedangkan garis keturunan bapak disingkirkan. Seperti pada masyarakat
minangkabau
c. Masyarakat yang bilateral atau parental
Susunan masyarakatnya ditarik dari garis keturunan orang tuanya yaitu bapak dan
ibu bersama-sama sekaligus. Seperti dikalangan masyarakat mollo (timor), aceh,
melayu, Kalimantan, jawa dan Sulawesi.
2. Persekutuan hukum territorial
Dasar pengikat utama anggota kelompoknya adalah daerah kelahiran dan menjalani
kehidupan bersama ditempat yang sama. Menurut R. van Dijk persekutuan hukum
territorial ini dibedakan dalam tiga macam yaitu:
1. Persekutuan desa
Termasuk dalam persekutuan desa adalah seperti desa orang jawa, yang
merupakan suatu tempat kediaman bersama didalam daerahnya sendiri.
2. Persekutuan daerah
Yang termasuk persekutuan daerah adalah seperti kesatuan masyarakat nagari di
minangkabau, marga di Sumatra selatan dan lampung, negorij di minahasa,
dan Maluku.
3. Perserikatan dari beberapa desa
Yang termasuk perserikatan desa adalah apabila di antara beberapa desa atau
marga yang terletak berdampingan masing-masing berdiri sendiri mengadakan
perjanjian kerja sama untuk mengatur kepentingan bersama.

3. Persekutuan hukum genealogis-teritorial


Dasar pengikat utama anggota kelompoknya adalah dasar persekutuan hukum
genealogis dan territorial pada persekutuan hukum ini, antara anggotanya bukan saja
terikat pada tempat kediaman daerah tertentu tetapi juga terikat pada hubungan
keturunan dalam ikatan pertalian daerah dan atau kekerabatan.

Hukum perorangan
Hukum perorangan ini yang dibicarakan adalah tentang masalah subjek hukum dalam hukum
adat dalam hukum adat, subjek hukum perorangan meliputi badan-badan hukum dan
manusia, badan-badan hukum antara lain desa, suku, nagari, dan wakaf. Setiap manusia baik
laki-laki maupun perempuan memiliki kedudukan yang sama sebagai subjek hukum dalam
hukum adat.
Dalam hukum adat kriterianya adalah bukan umur tetapi kenyataan-kenyataan tertentu antara
lain:
1. kuwat gawe (dapat atau mampu bekerja sendiri)
2. cakap mengurus harta bendanya serta lain keperluannya sendiri
Hukum kekeluargaan
Hal keturunan
Yang dimaksud dengan hal keturunan dalam hukum kekeluargaan adat ini adalah ketunggalan
leluhur artinya terdapat hubungan darah antara orang seorang dengan orang lain, dua orang
atau lebih yang memiliki hubungan darah.

Hubungan anak dengan orang tua


Anak dianggap penerus generasinya dan di pandang sebagai wadah dimana semua harapan
orang tuanya kelak suatu hari dipandang sebagai pelindung dari kedua orang tuanya apabila
tidak mampu lagi secara fisik untuk mencari nafkah sendiri atau dalam hal lain mewakili
kepentingan kedua orang tuanya.
Hubungan anak dengan keluarga
Hubungan anak dengan keluarganya sangat tergantung dari keadaan sosial dalam masyarakat
yang bersangkutan, dan lebih khusus lagi tergantung dari sistem keturunannya.
Memelihara anak piatu
Mengenai pemeliharaan anak piatu dalam susunan keturunan yang parental, maka orang tua
yang masih hidup yang memelihara anak-anak mereka seterusnya hingga dewasa.
Mengangkat anak (adopsi)
Mengangkat anak pada hakikatnya adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang lain
kedalam keluarga sendiri, sehingga antara orang yang memungut anak dengan anak yang
dipungut timbul suatu hubungan kekeluargaan yang sama seperti antara orang tua dengan
anak kandung.

Hukum perkawinan adat


1. Batasan hukum perkawinan adat
Aturan-aturan hukum adat yang mengatur tentang bentuk-bentuk perkawinan, cara-cara
pelamaran, upacara perkawinan dan putusnya perkawinan di Indonesia.
2. Arti perkawinan dalah hukum perkawinan adat
Penting, karena bukan hanya menyangkut hubungan antara kedua mempelai, akan tetapi
juga menyangkut hubungan antara kedua pihak mempelai seperti saudara-saudara
mereka atau keluarga mereka lainnya.
3. Pertunangan dalam hukum perkawinan adat
Suatu stadium (keadaan) yang bersifat khusus di Indonesia, biasanya mendahului
dilangsungkannya suatu perkawinan.

4. Bentuk-bentuk perkawinan adat


Bentuk hukum perkawinan adat adalah :
a. Perkawinan Jujur
Adalah bentuk perkawinan yang dilakukan dengan pembayaran jujur, di Gayo
disebut ojok, di Maluku disebut beli,wilin, di Timor disebut belis, di Batak
disebut tuhor.
b. Perkawinan Semenda
Pada umumnya berlaku dilingkungan masyarakat adat yang matrilineal dalam
rangka mempertahankan garis keturunan pihak ibu.
c. Perkawinan Bebas
Pada umumnya berlaku di lingkungan masyarakat yang menganut sistem
parental, yang berlaku di kalangan masyarakat Jawa, Aceh, Melayu, Kalimantan,
dan Sulawesi.
d. Perkawinan Campuran
Bentuk perkawinan antara suami dan istri yang berbeda suku bangsa, adat budaya
dan atau berbeda agama yang dianut.
e. Perkawinan Lari
Dapat terjadi di suatu lingkungan masyarakat adat, tetapi paling banyak terjadi
adalah dikalangan masyarakat Batak, Lampung, Bali, Bugis, Makasar, dan
Maluku.

5. Larangan perkawinan dalam hukum perkawinan adat


Segala sesuatu yang dapat menyebabkan perkawinan itu tidak dapat dilaksanakan karena
tidak dapat dilaksanakan karena tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dikehendaki
oleh hukum adat atau larangan agama yang telah masuk menjadi ketentuan hukum adat.

6. Adat pelamaran dalam hukum perkawinan adat


Tata cara melakukan pelamaran sebelum berlangsung acara perkawinan secara hukum
adat. Dalam hukum adat ditentukan bahwa sebelum melangsungkan ikatan perkawinan
guna membentuk suatu keluarga atau rumah tangga bahagia, seseorang harus terlebih
dahulu melakukan pelamaran dari pihak yang satu kepada pihak yang lain menurut tata
cara adat masing-masing adat masyarakat.

7. Acara dan upacara Perkawinan dalam Hukum Perkawinan Adat


Mengenai acara dan upacara perkawinan dalam hukum perkawinan adat di berbagai
daerah di Indonesia dalam penyelenggaraannya tidaklah sama. Terdapat perbedaan adat
istiadat atau pengaruh agama dalam pelaksanaan adat perkawinan.

Hukum Waris Adat


Yang akan dibahas dalam hukum waris adat ini meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Batasan Hukum Waris Adat
Aturan-aturan atau norma-norma hukum yang mengatur atau menetapkan bagaimana
harta peninggalan atau harta warisan diteruskan atau dibagi-bagi kepada para ahli waris
dari generasi ke generasi berikutnya baik berupa harta kekayaan yang bersifat meteril
maupun immaterial memalui cara dan proses peralihannya.
2. Sifat Hukum Waris Adat
Bila kita tilik tentang sifat hukum waris adat ini, terlihat bahwa sifat hukum waris adat
bercorak komunal dari alam pikiran tradisional Indonesia. Oleh karena itu, hukum waris
adat memiliki perbedaan dengan hukum waris Barat dan hukum waris dalam hukum
islam.
3. Sistem Hukum Waris Adat
Dalam hukum waris adat disebutkan adanya tiga macam sistem kewarisan, yaitu : sistem
kolektif, sistem mayorat, dan sistem individual.
4. Harta yang diwariskan menurut Hukum Waris Adat
Harta yang diwariskan menurut hukum waris adat adalah harta yang berwujud benda dan
harta yang tidak berwujud benda. Harta yang berwujud benda ialah seperti sebidang
tanah, bangunan rumah, alat perlengkapan pakaian adat, barang perhiasan wanita,
perabotan rumah tangga, alat-alat dapur dsb.
5. Para Ahli Waris dalam Hukum Waris Adat
Orang yang mempunyai harta kekayaan yang akan diteruskannya (diwariskan) atau akan
dibagi-bagi kepada para ahli waris setelah ia wafat. Jadi pewaris adalah yang memiliki
harta peninggalan. Dilihat dari sistem kewarisannya, ada pewaris kolektif, mayorat, dan
individual. Disebut sebagai pewaris kolektif apabila ia meninggalkan harta milik
bersama untuk para ahli waris secara bersama-sama.

Hukum Tanah Adat


Materi yang akan dibahas dalam hukum tanah adat adalah :
1. Kedudukan Tanah dalam Hukum Adat
Ada dua hal yang menyebabkan tanah memiliki kedudukan yang sangat penting dalam
hukum adat, yaitu karena sifat dan faktor dari tanah itu sendiri.
2. Hak-hak atas Tanah dalam Hukum Adat
Sehubungan dengan adanya hukum tanah dalam hukum adat kemudian timbullah hak-
hak yang berkenaan dengan tanah tersebut yang dalam hukum adat dibagi dua yaitu :
a. Hak persekutuan atas tanah
b. Hak perseorangan atas tanah
a. Hak Persekutuan Atas Tanah
Hak persekutuan (Hak masyarakat umum) dalam hukum adat terhadap tanah tersebut
misalnya hak untuk menguasai tanah, memanfaatkan tanah itu, memungut hasil dari
tumbuh-tumbuhan yang hidup diatasnya, atau berburu bunatang-bianatang yang hidup
diatas tanah itu.
b. Hak Perseorangan Atas Tanah
Dengan berlakunya hak ulayat ke dalam, maka setiap anggota persekutuan berhak
mengadakan hubungan hukum dengan tanah serta dengan semua isi yang ada diatas
tanah ulayat tersebut.

Adapun hak-hak perseorangan yang diberikan atas tanah ataupun isi tanah ulayat adalah
berupa :
1. Hak milik atas tanah
2. Hak menikmati atas tanah
3. Hak terdahulu
4. Hak terdahulu untuk dibeli
5. Hak memungut hasil karena jabatan
6. Hak pakai
7. Hak gadai dan hak sewa
3. Transaksi Tanah dalam Hukum Adat
Transaksi tanah dalam hukum adat pada hakikatnya terdiri dari dua aspek, yaitu :
1. Transaksi tanah yang merupakan perbuatan hukum sepihak
2. Transaksi tanah yang merupakan perbuatan hukum dua pihak
4. Transaksi-transaksi yang ada hubungannya dengan tanah
Dalam transaksi seperti ini yang menjadi obyeknya adalah bukan tanah, tetapi hanya
mempunyai hubungan dengan tanah seperti :
1. Di Minangkabau disebut memperduai, Jawa maro, Minahasa toyo, Sulawesi
Selatan tesang, Priangan nengah, Jawa mertelu, atau juga didaerah Priangan
kata lainnya disebut jejuran.
2. Sewa adalah suatu transaksi yang mengizinkan orang lain mengerjakan/mengolah
tanahnya atau untuk tinggal ditanahnya dengan membayar uang sewa yang tetap
sesudah tiap panen atau sesudah tiap bulan atau tiap tahunnya.
3. Tanggungan atau jonggolan di Jawa, makantah di Bali, tanah di Tapanuli,
transaksi ini dapat terjadi apabila seseorang yang berhutang berjanji kepada orang
yang member pinjaman, bahwa selama belum melunasi utangnya ia tidak akan
mengadakan transaksi mengenai tanahnya kecuali dengan pemberi utang.
4. Numpang atau magersari di Jawa atau di Priangan disebut lindung. Bentuk
transaksi ini terjadi jika seorang pemilik tanah yang bertempat tinggal ditanah itu
(mempunyai rumah diatas tanah itu) memberi izin kepada orang lain untuk membuat
rumah yang kemudian ditempati olehnya diatas tanah dimaksud, juga sekaligus
menimbulkan satu transaksi yang kemudian disebut numpang.
5. Memperduai atau sewa bersama-sama dengan gadai. Transaksi ini merupakan
transaksi gabungan antara transaksi tanah dengan transaksi yang berhubungan
dengan tanah.
6. Titip, transaksi seperti ini berasal dari bahasa Jawa, yang terjadi dimana suatu
transaksi seseorang member izin kepada orang lain yang tidak berhak untuk
menggunakan tanahnya, sekaligus memelihara untuknya.
Hukum Adat dalam peraturan perundang-undangan Hindia Belanda

Dasar perundang-undangan berlakunya hukum adat pada masa pemerintahan kolonial


Hindia-Belanda adalah:
1. Pasal 131 ayat (2) sub b IS (Indische Staatsregeling dan,
2. Pasal 134 ayat (2) IS

Ketentuan pasal ini tercantum dalam Bab VII IS; IS (Indische Staatregeling) adalah singkatan
dari undang-undang yang selengkapnya disebut Wet op de Staatsinrichchiting van
Nederlands-Indie yang berlaku sejak tanggal 1 januari 1920 dan dicantumkan dalam Stb.
1925 Nomor 415 jo Nomor 577 berlaku mulai tanggal 1 januari 1926.

Hukum Adat dalam Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia


Peraturan perundang-undangan Republik Indonesia yang memuat hukum adat didalamnya
dapat disebutkan yaitu :
1. UUD 1945
2. Konstitusi RIS
3. UUD Sementara 1950
4. UU Nomor 1 Darurat 1951
5. Dekrit Presiden Tanggal 5 Juli 1959dan kembali berlakunya UUD 1945
6. Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960 Lampiran A Paragraf 402
7. UU Nomor 5 Tahun 1960 beserta peraturan pelaksanaannya
8. UU Nomor 2 Tahun 1960
9. UU Nomor 19 Tahun 1964
10. UU Nomor 5 Tahun 1967 beserta peraturan pelasanaannya
11. UU Nomor 14 Tahun 1970
12. UU Nomor 1 Tahun 1974
13. UU Nomor 11 Tahun 1974
14. UU Nomor 5 Tahun 1979

Mengetahui Hukum Adat yang Merupakan Bentuk Budaya Hukum Indonesia


Hukum adat itu merupakan bentuk budaya hukum Indonesia dari serangkaina uraian
penjelasan atau ulasan pada bagian yang sebelumnya, yang menggambarkan bahwa hukum
adat adalah hukum asli bangsa Indonesia yang tumbuh dan berkembang dibumi Indonesia.
Sebagai budaya hukum Indonesia, hukum adat diangkat dan menjelma menjadi jiwa hukum
nasional dan dicantumkan di dalam UUD 1945. Beberapa istilah yang berasal dari hukum
adat yang menjadi baku sebagai dasar falsafah, pandangan hidup bangsa bernegara dan
bermasyarakat dapat di kemukakan, misalnya pancasila dan bhineka tunggal ika.seperti kita
ketahui bahwa istilah pancasila sebenarnya berasal dari bagian kitab (surga) ke -53 bait kedua
dari kitab negarakertagama, yaitu kitab yang diubah pada masa pemerintahan hayam wuruk
sebagai syair pujian tentang kemegahan Negara majapahit oleh mpu prapanca pada tahun
1365, antara lain mengatakan bahwa,
Yatnanggegwani Pancasila Kertasangkara Bhisekakrama . Maksudnya adalah bahwa,
Raja melaksanakan dengan setia kelima pantangan, begitu juga dalam upacara-upacara
ibadah dan penobatan. Sedangkan istilah Bhineka tunggal ika berasal dari lontar
sutasoma karya mpu tantular yang antara lain mengatakan bahwa, bhineka tunggal ika, ten
hana dharma manggrwa, maksudnya adalah berbeda itu satu, tidak ada kebenaran (agama)
mendua.

Anda mungkin juga menyukai