Anda di halaman 1dari 7

KEDUDUKAN HUKUM ADAT DI INDONESIA

Adat adalah merupakan pencerminan kepribadian suatu bangsa, sebagai salah satu

penjelasan jiwa bangsa yang bersangkutan dari masa ke masa 1. Dalam sistem hukum common

law diakui bahwa sistem common law tak lain adalah sistem hukum adat yang bahannya adalah

hukum indonesia asli, pembangunan dan pengembangan masyarakat adat sebagai suatu sistem

hukum di dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia pada pasal 18 B mengatur

bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat adat serta hak-hak

tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai perkembangan masyarakat dan prinsip Negara

Kesatuan Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. Adat yang memiliki oleh tiap suku

bangsa adalah berbeda-beda, meskipun sifat dan dasarnya yang sama, yaitu ke Indonesiaanya.

Adat ini selalu berkembang, senantiasa bergerak mengikuti proses perkembangan peradaban

bangsanya. Dan adat istiadat yang hidup serta berkembang dengan tradisi rakyat inilah yang

merupakan sumber yang sangat mengagumkan bagi hukum adat kita. Karena jauh sebelum

kedatangan orang-orang barat ke Indonesia ini, masyarakat kita sudah mampu mengatur

kehidupan dan ketata negaraannya sendiri dengan aturan yang disebut adat itu.

A. BEBERAPA DEFINIS HUKUM ADAT

Istilah adat sebagaimana aturan bangsa Indonesia, disebagian besar masyarakat Indonesia,

pada umumnya sudah dipakai, walaupun karena dialek bahasa yang berbeda terdengar agak

berlainan ucapannya. Misalnya : adat (Aceh), hadat (kampung) ngadat (jawa), ade’ (Bugis); adati

(Halmahera) dsb. Sebenarnya istilah adat itu berasal dari Bahasa Arab; ‘adat’, yang artinya

adalah kebiasaan. “Tapi kebiasaan dalam arti adat adalah kebiasaan yang normative, yang telah

berwujud aturan tingkah laku yang berlaku di dalam masyarakat. Oleh karena adat adalah
1
Suroyo Wigmjodipuro : Pengantar dan azas-azas Hukum Adat, hal . 13
kebiasaan yang normatif dan dipertahankan oleh masyarakat, maka walaupun ia tidak terus

berulang pada saat-saat tertentu akan berulang dan dipertahankan dilaksanakan yang apabila

tidak dilaksanakan, maka masyarakat akan mengadakan reaksi2.

Seperti halnya dengan istilah adat, maka istilah Hukum juga berasal dari istilah Arab :

hukum, yang artinya perintah. Istilah ini mempengaruhi anggota masyarakat di desa-desa.

Dikalangan masyarakat, sebenarnya istilah hukum dan istilah adat itu terpisahkan pemakaian dan

pengertiannya. Hukum datangnya dari luar masyarakat itu sendiri, (dari penguasaan pemerintah),

sedang adalah ketentuan yang timbul serta tumbuh dari dalam masyarakat itu sendiri yang

mereka taati selaku Hukum.

Istilah “Hukum Adat” bukanlah rangkaian dari istilah Hukum dan Istilah Adat, melainkan

terjemahan dari istilah adatrecht, yang untuk pertama kalinya dipakai oleh Suouck Hurgronye di

dalam bukunya “ De Atjehers” dengan maksud untuk menyatakan adanya adat-adat yang

mempunyai akibat hukum. Kemudian istilah Adatrecht ini diambil alih oleh Van Vollen Hoven

menjadi istilah tehnis ilmu pengetahuan hukum di dalam bukunya : Het Adatrecht Van

Nederlandsch Indie (Hukum Adat Hindia Belanda). Sebelumnya, hukum adat itu dinyatakan

dengan memakai berbagai istilah, seperti dalam perundang-undangan dengan : “Gosdientige

Wetten, Instellingen en gebruiken, ingtellingen des volks, godsdientige wetten en oude

berkomaten……. Nyatalah disini bahwa untuk Hukum Adat, dipakai istilah Undang-undang

Igama, Lembaga rakyat, kebiasaan lembaga asli dan sebagainya.3

Beberapa Definisi Hukum Adat oleh para Ahli

1. Prof. Mr. C. Van Vollenhoven

2
Hilaman Hadikumah; Pokok-pokok Pengertian Hukum Adat, hal. 16
3
Bushar Muhammad : Azas-azas Hukum Adat, Suatu Pangantar hal 9-10
Sebagai orang pertama yang menimbulkan Hukum Adat sebagai ilmu pengetahuan dan

menempatkan hukum adat sejajar kedudukannya dengan hukum lainnya. Van Vollenhoven

memberikan pengertian hukum adat sebagai : “Aturan-aturan yang berlaku bagi orang-orang

pribumi dan orang-orang timur asing, yang disatu pihak mempunyai sanksi (maka dikatakan

“Hukum” dan dilain pihak tidak dikodifikasi (maka dikatakan “Adat”)4.

Pengertian tersebut diatas menunjukkan bahwa adat adalah hukum yang berlaku bagi

golongan penduduk sebagaimana disebutkan dalam pasal 163 IS. Sedangkan selanjutnya disebut

hukum, karena ia mempunyai sanksi; dan dikatakan adat karena tidak dikodifikasi, yaitu tidak

dihimpun dalam suatu kitab perundang-undangan yang teratur, sistimatis menurut sistim hukum

barat.

2. Prof. Mr. B. Ter Haar Bzm

Sebagai guru besar hukum adat yang pertama, maka Ter Haar memberikan pengertian

Hukum Adat yaitu keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan-keputusan para

fungsionaris hukum (dalam arti luas) yang mempunyai wibawa (macht; authority) serta pengaruh

dan yang dalam pelaksanaannya berlaku serta (spontan) dan dipatuhi dengan sepenuh hati5.

Dari definisi tersebut di atas, terlihat bahwa Ter Haar menganggap hukum adat itu adalah

hukum yang terdapat dalam keputusan para petugas hukum adat, baik keputusan karena berupa

perselisihan maupun karena masalah adat isinya.

Pengertian yang diberikan oleh Ter Haar ini terlalu ditekankan dan dilihat dari sudut

peradilan, sehingga seolah-olah hukum adat itu lalu tidak ada, kalau tidak ada keputusan para

petugas hukum adat.

4
C. Van Vollenhoven : Het Adatrecht Van Nederlandsch Indic, deel I.E.J.Brille, Leiden 1925, Bandingkan dengan
Suroyo dalam Pengantar dan azas-azas Hukum Adat, Gunung Agung, Jakarta hal. 15
5
Suroyo, Ibid, hal 15. Bandingkanlah juga dengan Bushar Muhammad Dalam : Azas-azas hukum adat (suatu
pengantar), hal.17.lihat juga Hilman dalam : pokok-pokok Pengantar Hukum Adat, Alumni Bandung, hal 30
Mungkin apa yang dikemukakan oleh Ter Haar di atas dipengaruhi oleh teori-teori, “All

The Law is judgemade Law” dimana: semua hukum itu adalah hukum keputusan Hakim, dari

teori John Chipman Gray yang berpendapat: Hakim wajib mengikuti keputusan Hakim yang

kedudukannya lebih tinggi atau Hakim yang sederajat yang telah memutus perkara yang sama.

Teori Ter Haar ini dikenal dengan teori keputusan. Sungguhpun belakangan ini banyak ahli

hukum adat yang menentang pendapat Ter Haar yang mendalam, penuh perhatian dari

pengertian, terbukti dari pendapatnya bahwa “Setiap Hakim yang harus mengambil keputusan

manurut adat, haruslah menginsafi sedalam-dalamnya tentang sistim (stelsel) hukum stad,

kenyataan sosial (social welkelijk) dan tuntutan keadilan dan kemanusiaan untuk dapat

melakukan tugas dengan baik6.

3. Prof. Mr. Dr. R. Soepomo

Sebagai ahli hukum adat bangsa Indonesia yang pertama, maka soepomo (yang

menggantikan Ter Haar sebagai guru besar hukum adat pada tahun 1941 pada Sekolah Tinggi

Hukum di Jakarta) mengemukakan pendapatnya tentang Hukum Adat pada Konprensi Asia

Tenggara di Lashington pada tanggal 14Agustus 1952 yang berjudul: Hukum Adat dikemudian

hari berhubung dengan pembinaan Negara Indonesia, bahwa : Hukum Adat adalah hukum

kebiasaan dan sebagian kecil hukum islam. Hukum adat itu melindungi hukum yang berdasarkan

keputusan-keputusan hakim yang berisi azas-azas hukum dalam lingkungan dimana ia

memutuskan perkara pada kebudayaan tradisional. Hukum adat adalah suatu hukum yang hidup,

karena ia menjelaskan perasaan hukum yang nyata dari rakyat. Sesuai dengan firasatnya sendiri,

hukum adat terus menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri7.

6
Ter Haar : Beginselen en Stelsel Van Het Adat recht hal. 223-236
7
Hilman. Op. Cit, hal. 33
Dalam tulisannya: “Beberapa catatan mengenai kedudukan hukum adat, memberikan

pengertian hukum adat sebagai “Hukum yang tidak tertulis di dalam peraturan legislative

(unstatury law) meliputi peraturan-peraturan yang hidup yang meskipun tidak ditetapkan oleh

yang berwajib, toh ditaati dan didukung oleh rakyat berdasarkan atas keyakinan bahwasanya

peraturan-peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum8.

Selanjutnya beliau menyatakan: guna menghindarkan kebingungan pengertian, istilah

hukum adat ini dipakai sebagai sinonim dari : hukum yang tidak tertulis di dalam peraturan

legislatif ( unstatutory law), hukum yang hidup sebagai konvensi pada badan-badan hukum

Negara (Parlemen Dewan-dewan Propinsi dan Sebagainya), hukum yang timbul karena putusan-

putusan Hakim (JudgeMade Law); hukum yang hidup sebagai peraturan kebiasaan yang

dipertahankan di dalam pergaulan hidup, baik yang merupakan adat atau hukum yang tidak

tertulis yang disebut oleh pasal 32 UUDS 19509.

4. Dr. Sukanto

Dalam buku beliau : meninjau hukum adat Indonesia mengemukakan bahwa : “Hukum

Adat sebagai kompleks adat-adat yang kebanyakan tidak dikodifikasi (on geco dificeerd) dan

bersifat paksa (dwang), mempunyai sanksi (dari itu hukum) jadi mempunyai akibat hukum

(rechtsgevolg).10

5. Prof. Mr. M.M Djojodigoeno

Memberikan pengertian tentang hukum adat sebagai berikut: “Hukum Adat adalah hukum

yang tidak bersumber kepada peraturan.11

9
Djojodogoeno : Kedudukan dan Peranan Hukum Adat dalam pembinaan Hukum Nasional : BPHN, Seminar
Hukum Adat, hal. 27
10
Suroyo : hal. 14. Lihat juga uraian Bushar Muhammad, hal. 18 begitu pula : Hilman dalam hal 33
11
Bushar Muhammad : hal .19
Menurut Djojodigoeno, bahwa hukum bukanlah suatu phenomena yang tegar (statisch)

seperti rangkaian ugeran (norma) melainkan sesuai yang memberi penyelesaian yang berbeda-

beda.dalam suatu persoalan hal dan kewajiban dalam peristiwa yang sejenis, sehingga

merupakan hukum yang hidup, living law,karena dapat berkembang (berevolusi) dan dapat

bervariasi (bersifat plastisch).12

6. Mr. J.HP.Bellefroid

Bahwa: “Hukum Sebagai peraturan hidup yang meskipun tidak diundangkan oleh

penguasa, toh dihormati dan ditaati oleh rakyat dengan keyakinan bahwa peraturan-peraturan

tersebut berlaku sebagai hukum.13

7. Van Dijk

Bahwa Hukum Adat itu adalah istilah untuk menunjukkan hukum yang tidak dikodifikasi

dalam kalangan orang Indonesia asli dan kalangan orang timur asing (orang Tiong hoa, Arab dan

lain-lain).14

8. Prof. Mr. Dr. Hazairin

Berbeda dengan guru besar Hukum Adat yang lain, maka Hazairin lebih banyak tertarik

untuk menguraikan Hukum adat dengan tinjauan hukum islam.

Hazairin berpendapat bahwa seluruh lapangan hukum mempunyai hubungan dengan kesusilaan,

sehingga dalam sistem hukum yang sempurna tidak ada tempat bagi sesuatu yang tidak selaras

atau yang bertentangan dengan kesusilaan.

“Demikian juga dengan hukum adat, teristimewa disini dijumpai perhubungan dan

persesuaian yang langsung antara hukum dan kesusilaan, pada akhirnya hubungan antara hukum

dan adat yang sedimikian langsungnya, sehingga istilah bikinan yang disebut hukum adat itu

12
Djojodigoeno : hal. 7. Suroyo. Hal.14, dan Hilman, hal.39
13
Suroyo, hal.14
14
Van Dijk : Pengantar Hukum Adat Indonesia, hal.5
tidak dibutuhkan oleh rakyat biasa yang memakamkan menurut halnya sebutan itu baik sebagai

arti (adat) sopan santun, amupun dalam artinya sebagai hukum.15

Dikatakan hukum adat itu adalah endapan kesusilaan dalam masyarakat, yaitu bahwa

kaidah-kaidah adat merupakan kaidah-kaidah kesusilaan yang kebenarannya telah mendapat

pengakuan umum dalam masyarakat itu. Meskipun ada perbedaan sifat dan perbedaan corak

antara kaidah kesusilaan dan kaidah hukum, namun bentuk-bentuk perbuatan yang menurut

hukum dilarang atau disuruh, itu adalah menurut bentuk-bentuk yang dicela atau dianjurkan juga,

sehingga pada hakekatnya dalam patokan lapangan itu, juga hukum itu berurat pada kesusilaan.

Apa yang tidak dapat terpelihara lagi hanya oleh kaidah-kaidah dan kesusilaan, diikhtiarkan

pemeliharaanya dengan kaidah-kaidah hukum.

(Yang dimaksud dengan kaidah hukum ialah kaidah yang tidak hanya didasarkan kepada

kebebasan pribadi, tetapi serentak mengekang pula kebebasan itu dengan suatu gertakan,

suatu ancaman paksaan, yang dapat dinamakan ancaman hukuman atau pengaturan

hukum).

15
Hilman : hal.36. lihat juga Bushar Muhammad, hal.20

Anda mungkin juga menyukai