Anda di halaman 1dari 10

Mata Kuliah : Perbandingan Tata Kelola Pemilu

Pertemuan Ke : Satu
Tanggal : 13 September 2016
Dosen : Prof. Ramlan Surbakti, Drs. MA, PhD

Kajian Tentang Pemilu :


1. Filsafat Politik, sebagian besar mengkaji tentang Pemikiran Politik
2. Perbandingan Politik, salah satunya mengkaji tentang Perbandingan Tata Kelola Pemilu
3. Politik Nasional (National Politic)
4. Hubungan Internasional (International Relation)
5. Hukum Publik (Public Law), dewasa ini disebut dengan Ilmu Pemerintahan

PERBANDINGAN TATA KELOLA PEMILU


Adalah merupakan sub kajian Perbandingan Politik yang dapat membandingkan politik suatu
negara dengan negara lain.

Yang menjadi sub kajian Perbandingan Tata Kelola Pemilu :


1. Konsekuensi Sistem Pemilu terhadap berbagai aspek kehidupan demokrasi
Yang dikaji adalah :
Apa konsekuensi sistem pemilu terhadap Demokrasi dan segala aspeknya.
Karena sistem pemilu dapat mempengaruhi sistem kepartaian (yaitu model sistem
kepartaian seperti apa yang ingin diciptakan), sistem pemerintahan apa yang akan dituju,
dll.

Hukum aksioma dalam pemikiran Maurice Duverger : “Semakin sedikit jumlah kursi yang
diperebutkan dalam sebuah daerah pemilihan, maka semakin banyak suara sah yang harus
dibutuhkan oleh setiap partai politik sehingga semakin sulit partai politik tersebut
memperoleh kursi, maka partai politik akan berkurang karena hanya partai besar yang
dapat memperoleh kursi”. Dan sebaliknya.
Rumus : 75/m + 1

Unsur yang dapat mengurangi jumlah partai politik :


1. Ambang Batas (Electoral Threshold) dinaikkan
2. Memperbanyak syarat agar partai politik dapat menjadi peserta pemilu
3. Memperkecil jumlah kursi

Kondisi saat ini adalah walaupun sudah ada syarat keterwakilan perempuan sebanyak 30%
yang kemudian dalam 3 calon terdapat 1 calon perempuan, namun dalam penetapan calon
terpilih masih berdasarkan suara terbanyak. Seharusnya sudah ada disediakan kursi untuk
perempuan.

Dalam sistem perwakilan politik, muncul pertanyaan siapa yang dapat dikatakan mewakili
daerah pemilihan?.
Secara umum akan menjawab bahwa calon yang terpilihlah yang mewakili daerah
pemilihan. Hal ini dapat dilihat dari adanya dana aspirasi yang diberikan kepada masing-
masing anggota DPR/DPRD.
Namun sebenarnya yang mewakili daerah pemilihan adalah partai politik.
Alasannya adalah karena :
a. Peserta pemilu anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota adalah partai politik
b. Yang mengajukan daftar calon untuk ditetapkan sebagai daftar calon tetap adalah partai
politik
c. Yang membuat bahan kampanye yang didalamnya ada visi dan misi adalah partai politik

Sehingga, karena partai politiklah yang dianggap “mewakili” daerah pemilihan, maka
seharusnya anggota DPR, DPRD menyalurkan aspirasi masyarakat dengan menjelaskan
program, visi dan misi partai politik pada saat kampanye dulu untuk menjadi APBN/APBD.

1
Metode Divisi Victor De Hong : “Jika kuota dibuat maka kursi akan menumpuk pada 1
partai”
Sistem Pemilu adalah prosedur mengkonversi suara pemilih menjadi kursi.

Dalam sistem pemilu harus jelas DPT, harus jelas jumlah kursi yang diperebutkan, harus jelas
siapa yang mau dipilih, dan harus jelas distribusi kursi untuk setiap daerah pemilihan.
Karena itu, sistem pemilu memiliki unsur-unsur, sebagai berikut :
a. Besaran daerah pemilihan (District Magnitude)
b. Peserta Pemilu/Pola Pencalonan (Threshold)
c. Model Penyuaraan (Balloting)
d. Formula Pemilihan

Reputasi Sistem Pemilu Indonesia saat ini :


a. Paling kompleks di dunia, yaitu memilih banyak sekali calon anggota DPR, DPRD
Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota. Yang tentu saja pemilih umumnya tidak mengenal
calon-calon tersebut satu persatu
b. Paling besar dan berat yang dilakanakan dalam 1 hari, yaitu harus memilih anggota DPR,
DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota sehingga pemilih seolah-olah ingin
muntah.
Belum lagi pemilihan serentak yang direncanakan pada tahun 2019 yang memilih
presiden dan wakil presiden
c. Proses Rekapitulasi yang paling banyak, panjang, dan lama, yaitu rekapitulasi tingkat
desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan pusat. Proses rekapitulasi ini
dapat memakan waktu sampai 30 hari. Pada saat rekapitulasi yang panjang ini, rentan
terjadi manipulasi dan perubahan suara.

Definisi pemilu demokratis sederhana yaitu :


Predictable Procedures, yang didalamnya terdapat kepastian hukum
Unpredictable Results, yang hasil pemilu itu tidak tau pasti

Pemilu yang mendapat legitimasi adalah :


 Bebas manipulasi hasil
 Adanya penegakan hukum yang adil dan penyelesaian sengketa hukum yang tepat waktu

Bentuk-bentuk partisipasi warga negara dalam pemilu :


 Merekam dan menyebarluaskan hasil penghitungan suara
 Ikut serta kegiatan kampanye sebagai peserta kampanye
 Melaporkan setiap pelanggaran pemilu (yang berhak melaporkan pelanggaran pemilu
adalah Partai Politik, Pemantau pemilu, dan pemilih)

2. Tata Kelola Pemilu (Electoral Governance)


Mencakup 4 aspek kajian :
1) Hukum Pemilu (Electoral Law)
Mengapa hukum pemilu penting?
 Karena pemilu adalah persaingan maka perlu ada hukum yang mengatur agar tidak
terjadi konflik dan ada jaminan bahwa seluruh peserta pemilu berangkat dari start
yang sama atau kondisi yang sama.
 Agar terdapat keadilan kepada seluruh peserta pemilu

Pemilu harus mempunyai kepastian hukum, yang artinya :


a. Peraturan tentang Pemilu tersebut tidak boleh multitafsir
b. Peraturan tentang Pemilu tidak boleh ada kekosongan, seluruh aspek harus diatur
c. Peraturan tentang Pemilu tidak kontradiktif satu dengan yang lain
2
d. Peraturan tentang Pemilu dapat dijalankan/dilaksanakan
Hukum Pemilu harus merupakan penjabaran 4 prinsip demokrasi yang berhubungan
dengan :
a. Asas Pemilu, yaitu Langsung, Umum, Bebas Rahasia, Jujur, Adil dan Periodik
b. Integritas, yaitu Penyelenggara Pemilu harus jujur, transparan (salah satunya
memberikan seluruh sertifikat berita acara perolehan suara kepada seluruh saksi),
akuntabel, akurat dan konsisten
c. Pemenuhan hak-hak pemilih
d. Electoral Justice/Keadilan Pemilu, yaitu sistem penegakan hukum dan sengketa
yang adil dan tepat waktu

2) Proses Penyelenggaraan Tahapan Pemilu (Electoral Procesess)


3) Badan Penyelenggara Pemilu (Electoral Management Body)
4) Sistem Penegakan Hukum dan Penyelesaian Sengketa Pemilu (Law Enforcement)

3. Perilaku Pemilih (Political Behaviour)


4. Marketing Politik (Political Marketting)

3
Mata Kuliah : Perbandingan Tata Kelola Pemiu
Pertemuan Ke : Dua
Tanggal : 20 September 2016
Dosen : Prof. Ramlan Surbakti, Drs. MA, PhD

PROSES PENYELENGGARAAN TAHAPAN PEMILU


Dapat dilihat dalam konteks siklus pemilu (election cyclus), yaitu :
1. Pra Pemilu
Kegiatan pada tahap ini adalah
 di awali dengan melakukan evaluasi apakah proses penyelenggaraan pemilu
sebelumnya telah sesuai dengan parameter demokrasi
 membuat rekomendasi perbaikan UU atau PKPU
 melakukan pelatihan staf
 perencanaan tahapan, jadwal, kegiatan, program, logistik, anggaran, metode yang
digunakan, siapa pelaksana (badan ad hoc)
 pendidikan pemilih (sosialisasi)
2. Pemilu
Kegiatan pada tahap ini adalah
 Pemutakhiran Daftar Pemilih
 Pendaftaran, Penelitian dan Penetapan Peserta Pemilu
 Alokasi Kursi dan Penetapan Daerah Pemilihan
 Pendaftaran, Penelitian dan Penetapan Daftar Calon
 Pelaksanaaan Kampanye dan Laporan Pemasukan dan Pengeluaran Dana Kampanye
 Pengadaan dan Distribusi Logistik
 Proses Pemungutan dan Penghitungan Suara di Tempat Pemungutan Suara
 Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara di setiap tingkatan
 Penetapapan dan Pengumuman Hasil Pemilu
 Penetapan Calon Terpilih (Penetapan Calon Pengisi Kursi Partai Politik)
3. Post Pemilu

4
Mata Kuliah : Perbandingan Tata Kelola Pemiu
Pertemuan Ke : Tiga
Tanggal : 27 September 2016
Dosen : Prof. Ramlan Surbakti, Drs. MA, PhD

LEGAL FRAMEWORK OF ELECTION


Dasar :
1. Pasal 21 Declaration Of Human Rights Tahun 1948
Terdapat asas :
a. Periodic
b. Genuine
c. Universal ( Umum )
d. Equality
e. Suverage
2. Pasal 25 International Covenant On Civil and Political Rights Tahun 1966
3. Undang-undang Dasar Tahun 1945 :
a. Pasal 1 ayat 2 : Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar (Dasar Demokrasi di Indonesia)
b. Pasal 22 E
1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum,bebas, rahasia, jujur,
dan adil setiap lima tahun sekali
2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah
3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik
4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah
adalah perseorangan
5) Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang
bersifat nasional, tetap, dan mandiri Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan
umum diatur dengan undang-undang
c. Pasal 6 A
1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh
rakyat
2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau
gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan
pemilihan umum
3) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari
lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya
dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah
jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden
4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua
pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam
pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang
memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil
Presiden
5) Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur
dalam undang-undang
d. Pasal 18 ayat 3 dan 4 :
3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan
umum.
4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah
daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis

5
4. Peraturan/Putusan Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi dapat dikatakan sebagai “Negatif Legislator” karena MK bisa
membatalkan UU yang utuh maupun pasal-pasal tertrentu karena tidak sesuai dengan
UUD 45.
Setiap keputusan MK hendaknya di Adopsi dan dijadikan sebagai UU
5. Putusan Mahkamah Agung
Pasal 24 A ayat 1 : “Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat Kasasi,
menguji peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap undang-
undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang”
6. Peraturan Komisi Pemilihan Umum
PKPU setara dengan Peraturan Pemerintah
Untuk menjalankan Peraturan Komisi Pemilihan Umum agar menjadi Peraturan yang
tetap diperlukan Undang-Undang yang dapat dijadikan acuan dan tidak mudah diubah-
ubah.

Kenapa harus ada lembaga Perwakilan :


a. Tidak semua orang tahu politik
b. Tidak semua orang konsern ke politik
c. Tidak semua orang bisa buat peraturan
d. Tidak semua orang mau tau atau peduli politik
e. Karena jumlah penduduk banyak dan kepentingan beragam
f. Wilayah yang luas

Perlunya check and balances :


a. Lembaga-lembaga yang berbeda tapi kedudukannya setara agar HAM tidak
terganggu/tidak terjadi pemusatan kekuasaan (Lembaga-lembaga di Indonesia :
Legislatif, Eksekutif, Yudikatif, KPU, KPI, BI.
Di Indonesia yang berhak untuk membatalkan pemusatan kekuasaan adalah Mahkamah
Konstitusi, karena dapat merubah Undang-Undang apabila bertentangan dengan UUD
b. Lembaga-lembaga tersebut dipilih melalui Pemilu baik langsung ataupun tidak langsung
Legislatif, dipilih melalui pemilu (langsung)
Eksekutif, dipilih melalui pemilu (langsung)
Yudikatif, diajukan oleh presiden dan dipilih oleh Legislatif (tidak langsung)
KPU, KPI, BI, diajukan oleh presiden dan dipilih oleh Legislatif (tidak langsung)
c. Otonomi Daerah sebagai pelaksanaan konsep Desentralisasi (Pasal 18 ayat 4 dan 5)
d. Dalam negara hukum terdapat asas Equality Before The Law

Tugas :
1. Inventasisasi UU tentang Pemilu di Indonesia setelah masa Reformasi
2. Temukan putusan Mahkamah Konstitusi yang harus diikuti dan dilaksanakan oleh
KPU

6
Mata Kuliah : Perbandingan Tata Kelola Pemiu
Pertemuan Ke : Empat
Tanggal : 4 Oktober 2016
Dosen : Prof. Ramlan Surbakti, Drs. MA, PhD

Negara Meksiko adalah negara yang patut ditiru oleh Penyelenggara pemilu di Indonesia,
karena pelaksanaan dan penyelenggaraan pemilu di negara tersebut hampir sama dengan di
Indonesia.
 Di Meksiko, KPU yang berjumlah 11 orang tidak terlalu paham menyelenggarakan pemilu
secara teknis. Mereka hanya mengesahkan keputusan atau menandatangani hasil
keputusan saja. Hal ini berbeda dengan di Indonesia dimana KPU selain mengesahkan
peraturan dan keputusan juga ikut mengurusi teknis pemilu.
 10% dari pemilih ikut pendidikan pemilu, sebagai suatu syarat apabila ingin menjadi
penyelenggara pemilu di tingkat PPK, PPS, KPPS. (infrastruktur demokrasi telah
dipersiapkan dengan baik)
 Kaum difabel diberikan jaminan untuk pemenuhan penggunaan hak pilih. Ada orang yang
mendampingi apabila ingin memberikan suara. Pendamping tersebut harus
menandatangani surat pernyataan bahwa tidak akan memberitahu pilihan orang yang
didampinginya.

Pelaksanaan prinsip Universal Suverage : berlaku untuk umum, apabila sudah memenuhi syarat
sebagai pemilih maka harus didata sebagai pemilih. Syarat pemilih yaitu berusia 17 tahun pada
saat pemungutan suara, sudah atau pernah menikah, tidak terganggu jiwanya, tidak dicabut
hak pilihnya.

Di indonesia, prinsip universal suverage belum sepenuhnya dilaksanakn karena TNI/Polri oleh
undang-undang tidak diberikan hak untuk memilih. (bertentangan dengan UUD yaitu memilih
dan dipilih).

Equal : semua yang memenuhi syarat sebagai pemilih berhak untuk menggunakan hak pilih
dengan setara, tanpa melihat siapa dirinya, dimana tinggalnya (dalam dan luar negeri) apa
pekerjaannya, warna kulitnya, jenis kelamin, suku, agama, ras, golongannya.
Sehingga berlaku OPOVOV (One Person One Vote One Value)

Pada tahun 2004 berlaku sistem semi open list, daftar calon terbuka dan berdasarkan suara
terbanyak, namun terdapat BPP 30%. Apabila peraih suara terbanyak tidak memenuhi 30%,
maka yang mendapat kursi adalah berdasarkan nomor urut. Pada kasus ini prinsip OPOVOV
tidak terpenuhi. Pada tahun 2009, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan bahwa peraih
suara terbanyak yang akan memperoleh kursi.

dalam sistem proportional representative, yang dipilih adalah partai dan calon. Namun calon
yang terpilih adalah karena akumulasi seluruh suara calon ditambah suara partai. Jadi yang
dipilih adalah partai untuk memperoleh kursi, bukan calon.

Selain itu juga peserta pemilu adalah partai politik. Sehingga seharusnya kembalikan
kedaulatan kepada partai. Harusnya close list. Pemilih hanya memilih partai politik, calon yang
ada telah disusun sebelumnya oleh partai politik. Agar tidak terjadi oligarki partai, maka uang
harus dilakukan adalah :
 Memperkuat partai politik sebagai lembaga demokrasi. Parpol harus mempersiapkan diri,
pengurus harus memperhatikan suara anggota. Karena menurut UU partai politik, anggota
yang memegang kedaulatan. Namun dalam AD/ART partai politik, hampir tidak ada yang
menyatakan tentang kewenangan anggota terutama dalam penentuan daftar calon.

7
Mata Kuliah : Perbandingan Tata Kelola Pemiu
Pertemuan Ke : Lima
Tanggal : 11 Oktober 2016
 Partai Dosen : Prof. Ramlan Surbakti, Drs. MA, PhD politik harus
membuat semacam
pemilihan pendahuluan kepada anggota untuk menjadi daftar calon. Hasil dari pemilihan
pendahuluan itu lah yang akan dijadikan nomor urut calon dalam Daftar Calon Tetap

Proses Penyelenggaraan Pemilu (Electoral Processes)


Sistem Pemilu adalah suatu proses untuk mengkonversi suara pemilih untuk menjadi
kursi penyelenggara negara. Baik itu di legislatif (anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD
Kabupaten/Kota) Eksekutif (Presiden dan Wakil Presiden) baik nasional maupun lokal.

Berbicara tentang konversi suara, pasti berbicara tentang tahapan pemilu.


Tahapan Pemilu yaitu :
1. Pemutakhiran Daftar Pemilih
Metode dalam Pemutakhiran Daftar Pemilih yaitu :
a. Metode Periodik, yaitu Pemutakhiran dilaksanakan setiap menjelang pemilu.
Indonesia melaksanakannya pada saat Pemilu Orde Baru sampai dengan pemilu
tahun 2004. Kelemahannya adalah data pemilih sebelumnya tidak berarti pada
pemilu selanjutnya. Sehingga setiap ada pemilu harus memutakhirkan daftar
pemilih mulai dari awal.
b. Metode Civil Registery, yaitu pendataan pemilih dengan melibatkan dinas
kependudukan dan catatan sipil. Data kependudukan sama dengan data
pemilih. Setiap warga negara yang telah memiliki Kartu Tanda Penduduk, maka
secara langsung terdaftar sebagai pemilih dan dapat menggunakan hak pilih.
Pada pemilu tahun 2009, Indonesia telah menggunakan data dari Pemerintah
melalui Kementerian Dalam Negeri dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
di daerah
c. Metode Berkelanjutan, yaitu pemutakhiran pemilih adalah sebuah kegiatan
yang terencana. Data pemilih yang telah dipergunakan sebelumnya, kemudian
dimutakhirkan terus menerus sampai dengan pemilu selanjutnya. Dalam hal ini
diperlukan koordinasi dengan pemerintah. Data penduduk yang telah berusia
17 tahun, yang meninggal, pindah dan sebagainya diberikan kepada KPU untuk
dimutakhirkan.

Alasan tahapan pemutakhiran daftar pemilih penting dalam sistem pemilu


adalah karena pemilih merupakan berhak untuk menggunakan hak pilih.
Pemilih memilih partai atau calon. Kalau pemilih tidak ada bagaimana
menghasilkan suara yang kemudian menjadi kursi?
Perencanaan daftar pemilih sangat penting karena berhubungan dengan logistik
pemilu, seperti jumlah surat suara, formulir, dan lain-lain.

2. Pengadaan dan Distribusi Logistik


Alasan logistik menjadi penting dalam sistem pemilu adalah karena logistik pemilu
(surat suara, formulir, alat coblos, tinta, kotak, bilik, dll) merupakan sarana untuk
mengkonversi suara menjadi kursi.
Surat suara misalnya, pemilih akan memberikan pilihan di surat suara, jika surat
suara itu sah maka partai politik dapat memperoleh kursi. Selain itu, ketika
mencoblos misalnya, pemilih menyatakan kehendaknya kepada calon atau partai
politik.

8
3. Pendaftaran, Penelitian dan Penetapan Peserta Pemilu
Alasan perlunya partai politik ditetapkan sebagai peserta pemilu dalam sistem
pemilu adalah partai politik merupakan peserta pemilu, yang mengajukan calon.
Apabila tidak ditetapkan, siapa yang akan menjadi pesertanya dan calon dari partai
mana yang akan memperoleh kursi?

4. Alokasi Kursi dan Penetapan Daerah Pemilihan


Alasan tahapan alokasi kursi dan penetapan daerah pemilihan penting dalam
sistem pemilu adalah karena kursi adalah yang diperebutkan dalam pemilu, maka
harus ditentukan jumlah kursi yang akan diperebutkan oleh partai politik. Jumlah
kursi telah ditentukan untuk DPR minimal 3 dan maksimal 12, untuk DPRD Provinsi
dan DPRD Kabupaten/Kota minimal 3 dan maksimal 10.
Alokasi kursi ditentukan berdasarkan jumlah penduduk dibagi jumlah total kursi
yang ada di dalam daerah pemilihan.
Daerah pemilihan juga harus diatur karena menentukan di mana partai itu
bersaing. Unsur daerah pemilihan meliputi provinsi atau gabungan provinsi, atau
kabupaten/kota atau bahkan kecamatan dan kelurahan dalam satu kesatuan.
Syarat pembentukan daerah pemilihan adalah :
 Daerah itu harus berdasarkan kedekatan fisik, memiliki akar historis, budaya
yang sama
 Jumlah kursi tidak melebihi dari yang telah ditetapkan
 Masing-masing daerah (provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan)
dapat berkomunikasi dan berinteraksi
Unsur-unsur yang harus diperhatikan dalam pembentukan dapil :
 Jumlah kursi berdasarkan jumlah penduduk
 Tingkat heterogenitas
 Kemampuan keuangan baik pusat atau daerah

Alasan daerah pemilihan dan alokasi jumlah kursi dalam pemilu 2019 harus ditata
ulang adalah :
a. Jumlah penduduk untuk 1 kursi belum setara.
Di jatim misalnya, untuk 1 kursi harganya sekitar 428.000. di Sumatera utara
harga 1 kursi sekitar 507.000. bahkan di Riau harga 1 kursi mencapai sekitar
700.000.
Selain itu jumlah kursi di jawa timur ditetapkan 87 kursi, seharusnya 83 kursi.
Di sumatera utara jumlah kursi ditetapkan 30 kursi, seharusnya 34 kursi
b. Daerah pemilihan yang ada tidak merupakan satu kesatuan atau tidak
berbatasan fisik secara langsung
c. Pengaturan kursi untuk daerah otonom tidak konsisten
Provinsi yang dimekarkan mendapat minimal 3 kursi, namun daerah induk tidak
dikurangi 3. Padahal jumlah penduduknya sama, wilayahnya sama. Seharusnya
yang dimekarkan mendapat 3 dan induk dikurangi 3
d. Kursi dalam 1 dapil ada yang melebihi dari jumlah yang seharusnya
Di cimahi jumlah kursi melebihi 12 kursi dalam 1 daerah pemilihan
Di tangerang jumlah kursinya sampai 27 kursi dalam 1 daerah pemilihan
Syaratnya adalah jumlah kursi dalam 1 dapil DPR adalah minimal 3 dan
maksimal 12.
e. Ada etnik/suku tertentu tidak terwakili, dipecah dari bagian sukunya
Contoh suku badui luar
f. Daerah pemilihan DPRD Provinsi harus merupakan daerah-daerah yang ada di
dalam daerah pemilihan DPR
Di Papua, daerah yahukimo terbagi 2 oleh pegunungan bintan. Menurut UU
yang mengatur administrasi, yahukimo B masuk ke Pulau bintan, seharusnya

9
yahukimo B adalah merupakan daerah Yahukimo A karena satu suku. Sehingga
tidak boleh dipecah, harus digabungkan.

5. Pendaftaran, Penelitian dan Penetapan Daftar Calon


Alasan pendataran, penelitian dan penetapan daftar calon penting dalam sistem
pemilu adalah yang akan menduduki kursi adalah calon. Dalam open list Calon yang
diusung oleh partai politik itu yang akan dipilih oleh pemilih. Yang memperoleh
suara terbanyak yang akan menjadi calon terpilih.

6. Pelaksanaaan Kampanye dan Laporan Pemasukan dan Pengeluaran Dana


Kampanye
Alasan tahapan kampanye penting dalam sistem pemilu adalah karena kegiatan
kampanye adalah upaya partai politik untuk meyakinkan pemilih agar mau
memberikan pilihan kepada calon yang diusungnya. Partai politik juga menawarkan
visi, misi dan program kepada pemilih. Pada kegiatan ini, masing-masing partai
politik akan bersaing untuk merebut hati pemilih, apabila masyarakat dapat
diyakini, maka suatu partai politik akan dipilih oleh masyarakat banyak dan
akhirnya partai tersebut memperoleh kursi.

7. Proses Pemungutan dan Penghitungan Suara di Tempat Pemungutan Suara


Alasan tahapan Pemungutan dan Penghitungan Suara di Tempat Pemungutan
Suara dalam sistem pemilu adalah pemungutan suara yang benar dapat
menghasilkan suara yang sah. Suara sah itulah setelah dihitung nantinya yang akan
menjadi kursi.

8. Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara di setiap tingkatan


Alasan tahapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara di setiap tingkatan penting
dalam sistem pemilu adalah karena seluruh suara sah kemudian dihitung dan
direkap. Rekap dilaksanakan mulai dari tingkat desa/kelurahan, kecamatan,
kabupaten/kota, provinsi dan sampai ke tingkat pusat.

9. Penetapan dan Pengumuman Hasil Pemilu (Penetapan Calon Pengisi Kursi Partai
Politik)
Alasan tahapan Penetapapan dan Pengumuman Hasil Pemilu penting dalam sistem
pemilu adalah partai yang memperoleh suara sah terbanyak akan memperoleh
kursi dan selanjutnya calon yang memperoleh suara terbanyak akan mengisi kursi
partai politik tersebut.

10

Anda mungkin juga menyukai