Anda di halaman 1dari 45

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/297714664

Pemilu Untuk Pemula (Jilid 1): Sistem dan Peserta Pemilihan Umum

Working Paper · January 2014


DOI: 10.13140/RG.2.1.3551.9121

CITATIONS READS

2 13,323

5 authors, including:

Cahyo Seftyono
Universitas Negeri Semarang
22 PUBLICATIONS   76 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Cahyo Seftyono on 10 March 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


1
2
Daftar isi

Daftar isi 3
Pengantar Ketua Penyusunan 4
Modul Sistem Pemilihan Umum di
Bab I Indonesia 5
Sistem Pemilu 5

Bab II Sejarah Pemilu di Indonesia 11


Pemilu 1955 11
Pemilu 1971 12
Pemilu 1982 14
Pemilu 1987 15
Pemilu 1992 16
Pemilu 1997 16
Pemilu 1999-2009 (Masa
Reformasi) 17

Bab III Identifikasi Aktor Pemilu:


Dari KPU hingga DPT 24
Komisi Pemilihan Umum 24
Badan Pengawas Pemilu
(Bawaslu) 29
Partai Politik 32
DPR dan DPRD 33
Dewan Perwakilan Daerah 37
Presiden dan Wakil Presiden 38
Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu (DKPP) 41
Relawan Demokrasi 41
Pemilih dalam Pemilu 42

Bab IV Daftar Pustaka 44

3
Pengantar Ketua Penyusunan Modul
Pendidikan Politik untuk Pemilih Pemula
Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Kita panjatkan puji syukur kepada Tuhan YME, karena modul yang
sudah lama digagas ini akhirnya selesai juga disusun dan diterbitkan oleh
KPU bekerja sama dengan Program Studi Ilmu Politik Universitas Negeri
Semarang.
Tujuan diterbitkannya modul ini adalah sebagai bahan dan sarana
untuk memberikan informasi kepada pemilih pemula agar mengerti dan
memahami hak dan kewajibannya sebagai Warga Negara Indonesia dalam
proses penyelenggaraan demokrasi, khususnya dalam pelaksanaan
pemilu.
Modul ini tidak hanya menjelaskan pentingnya pemilu dalam
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara tetapi juga
menggambarkan bagaimana pemilu itu dilaksanakan, termasuk
didalamnya gambaran singkat pelaksanaan dan hasil pemilu yang dimulai
pertama kali tahun 1955 sampai dengan pelaksanaan terakhir di tahun
2009.
Modul tentang sistem dan aktor dalam pemilihan umum di
Indonesia ini, dimulai dengan sistem pemilihan umum yang dijalankan di
Indonesia, sejarah pemilihan umum di Indonesia, aktor-aktor politik yang
dipilih, pemilih, serta penyelenggara dan pengawas pemilu.
Modul ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi kepada
pemilih dalam rangka peningkatan partisipasi pemilih dalam pemilu, yang
juga dapat dipergunakan untuk fasilitator bagi pemilih pemula pada
khususnya, dan masyarakat pada umumnya.
Akhir kata saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Tim penyusun yang telah bekerja keras menyusun buku ini. Usaha
untuk menyusun modul ini patut mendapatkan apresiasi khususnya dalam
upaya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilu.
Wassalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.

Semarang, Desember 2013

Ketua Tim Penyusunan Modul

4
Bab I. Sistem Pemilihan Umum di Indonesia

“Pemilu merupakan proses untuk memilih pemimpin idaman yang dapat dipercaya”
(Priyo Tri Isyanto, Pemilih Pemula)

I. Pemilu dan Sistem Pemilihan di Indonesia


Demokrasi, dalam sebuah kalimat yang sederhana sering diartikan
sebagai proses politik dari, oleh dan untuk rakyat. Sebagai sebuah system
politik yang modern, demokrasi menjadi salah satu sistem politik yang
paling banyak dianut oleh negara-negara didunia. Indonesia merupakan
salah satu negara yang menjalankan sistem politik demokrasi dalam
proses penyelenggaraan pemerintahan. bahkan, sejak melaksanakan
pemilihan umum secara langsung di tahun 2004, Indonesia mendapatkan
predikat sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia.
Terdapat beberapa pilar yang menjadi prasyarat berjalannya sistem
politik demokrasi, yaitu:
1. Adanya penyelenggaraan pemilu yang bebas dan berkala.
2. Adanya pemerintahan yang terbuka, akuntabel dan responsif.
3. Adanya perlindungan terhadap HAM.
4. Berkembangnya civil society dalam masyarakat.

Penyelenggaraan pemilu yang bebas dan berkala menjadi


prasyarat sistem politik demokrasi, karena pemilu merupakan salah satu
sarana kedaulatan rakyat dimana rakyat dapat memilih wakil dan pemimpin
mereka untuk menjalankan pemerintahan. dengan adanya pemilu yang
berlangsung secara regular dan jurdil, maka diharapkan apa yang menjadi
bagian ‘dari rakyat’, ‘oleh rakyat’ dan ‘untuk rakyat’ dapat terwujud dengan
baik, tanpa adanya konflik yang menyertai penyelenggaraan pemilu di
lapangan. Sebagai ujung awal dari proses tersebut, pemilu menjadi sarana
untuk memilih pemimpin politik secara langsung. Yang dimaksud dengan
pemimpin politik disini adalah wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga
perwakilan rakyat (parlemen) baik ditingkat pusat maupun daerah dan

5
pemimpin lembaga eksekutif atau kepala pemerintahan seperti presiden,
gubernur, atau bupati/walikota.

Manfaat Pemilu
Penyelenggaraan Pemilu sangatlah penting bagi suatu negara, hal
ini disebabkan karena :
1. Pemilu sebagai perwujudan hak kebebasan berpolitik warga
Negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar
1945.
2. Pemilu merupakan sarana untuk melakukan penggantian
pemimpin secara kontitusional.
3. Pemilu merupakan sarana bagi pemimpin politik untuk
memperoleh legitimasi.
4. Pemilu merupakan sarana bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam
proses politik.

Sistem Pemilu yang Berlaku di Berbagai Negara


Secara konsep akademik dikenal beberapa sistem pemilu, akan
tetapi umumnya berkisar pada prinsip pokok, antara lain:

1. Sistem Distrik
Sistem distrik biasa disebut juga single-member constituency (tetapi
ada juga yang memakai istilah single-member-district untuk menyebut
sistem ini). Pada intinya, sistem distrik merupakan sistem pemilihan
dimana suatu negara dibagi menjadi beberapa daerah pemilihan (distrik)
yang jumlahnya sama dengan jumlah wakil rakyat yang akan dipilih dalam
sebuah lembaga perwakilan. Dengan demikian, satu distrik akan
menghasilkan satu wakil rakyat. Kandidat yang memperoleh suara
terbanyak di suatu distrik akan menjadi wakil rakyat terpilih, sedangkan
kandidat yang memperoleh suara lebih sedikit, suaranya tidak akan
diperhitungkan atau dianggap hilang—sekecil apapun selisih perolehan
suara yang ada—sehingga dikenal istilah the winner-takes-all atau yang

6
menjadi pemenang akan mendapatkan total suara yang ada di sebuah
distrik.

Kelebihan sistem distrik yaitu:


a. Karena kecil atau tidak terlalu besarnya distrik maka biasanya
ada hubungan atau kedekatan antara kandidat dengan
masyarakat di distrik tersebut. Kandidat mengenal masyarakat
serta kepentingan yang mereka butuhkan.
b. Sistem ini akan mendorong partai politik untuk melakukan
penyeleksian yang lebih ketat dan kompetitif terhadap calon
yang akan diajukan untuk menjadi kandidat dalam pemilihan.
c. Karena perolehan suara partai-partai kecil tidak diperhitungkan,
maka secara tidak langsung akan terjadi penyederhanaan partai
politik. Sistem dwipartai akan lebih berkembang dan
pemerintahan dapat berjalan dengan lebih stabil.

Kekurangan sistem distrik, yaitu:


a. Sistem ini kurang representatif karena perolehan suara kandidat
yang kalah tidak diperhitungkan sama sekali atau suara tersebut
dianggap hilang.
b. Partai-partai kecil atau golongan/ kelompok minoritas/
termarjinalkan yang memperoleh suara yang lebih sedikit tidak
akan terwakili (tidak memiliki wakil) karena suara mereka tidak
diperhitungkan. Dalam hal ini, kaum perempuan memiliki pelu-
ang yang kecil untuk bersaing mengingat terbatasnya kursi yang
diperebutkan.
c. Wakil rakyat terpilih akan cenderung lebih memperhatikan
kepentingan rakyat di distriknya dibandingkan dengan distrik-
distrik yang lain.

Contoh dari sistem pemilu secara distrik ini dapat dilihat ketika
terjadi pemilu di Amerika Serikat antara George W. Bush jr.

7
berkompetisi memperebutkan presiden melawan Al Gore. Secara
perolehan suara Al Gore lebih banyak mendapatkan dukungan,
akan tetapi secara distrik George W. Bush Jr yang lebih banyak
memenangi distrik. Dalam artian, sebaran pendukung yang lebih
banyak memenangi distrik oleh pemilih Bush Jr menyebabkan dia
memenangi pemilu presiden Amerika Serikat tahun 2000.

2. Sistem Proporsional
Sistem proporsional lahir untuk menjawab kelemahan dari sistem
distrik. Sistem proporsional merupakan sistem pemilihan yang
memperhatikan proporsi atau perimbangan antara jumlah penduduk
dengan jumlah kursi di suatu daerah pemilihan. Dengan sistem ini, maka
dalam lembaga perwakilan, daerah yang memiliki penduduk lebih besar
akan memperoleh kursi yang lebih banyak di suatu daerah pemilihan,
begitupun sebaliknya.
Sistem proporsional juga mengatur tentang proporsi antara jumlah
suara yang diperoleh suatu partai politik untuk kemudian dikonversikan
menjadi kursi yang diperoleh partai politik tersebut. Karena adanya
perimbangan antara jumlah suara dengan kursi, maka di Indonesia dikenal
Bilangan Pembagi Pemilih (BPP). BPP merefleksikan jumlah suara yang
menjadi batas diperolehnya kursi di suatu daerah pemilihan.
Partai politik dimungkinkan mencalonkan lebih dari satu kandidat
karena kursi yang diperebutkan di daerah pemilihan lebih dari satu.

Kelebihan sistem proporsional yaitu:


a. Menyelamatkan suara masyarakat pemilih dimana suara
kandidat yang lebih kecil dari kandidat yang lain tetap akan
diperhitungkan sehingga sedikit suara yang hilang.
b. Memungkinkan partai-partai yang memperoleh suara atau
dukungan yang lebih sedikit tetap memiliki wakil di parlemen
karena suara mereka tidak otomatis hilang atau tetap
diperhitungkan.

8
c. Memungkinkan terpilihnya perempuan karena kursi yang
diperebutkan dalam satu daerah pemilihan lebih dari satu.

Kekurangan sistem proporsional yaitu:


a. Sistem ini cenderung menyuburkan sistem multipartai yang dapat
mempersulit terwujudnya pemerintahan yang stabil.
b. Biasanya antara pemilih dengan kandidat tidak ada kedekatan
secara emosional. Pemilih tidak atau kurang mengenal kandidat,
dan kandidat juga tidak mengenal karakteristik daerah
pemilihannya, masyarakat pemilih dan aspirasi serta
kepentingan me-reka. Kandidat lebih memiliki keterikatan
dengan partai politik sebagai saluran yang mengusulkan mereka.
Pada akhirnya nanti, kandidat yang terpilih mungkin tidak akan
memperjuangkan dengan gigih kepentingan pemilih karena tidak
adanya kedekatan emosional tadi.

Contoh pemilu proporsional adalah sebagaimana yang dijalankan


oleh Indonesia sebelum adanya Dewan Perwakilan Daerah. Pada
saat itu semua suara dihitung sehingga siapa yang menjadi
pemeroleh suara terbanya, partai tersebutlah yang menjadi
pemenang pemilihan umum. Namun demikian, bukan berarti setiap
partai pemenang pemilu otomatis dapat meloloskan calonnya
sebagai presiden. hal ini dikarenakan dalam sistem pemilu kita
terdapat juga peluang untuk koalisi antar partai politik, jika calon
yang diusung tidak mencapai perolehan 50 persen.

3. Sistem Campuran (Distrik dan Proporsional).


Selain pemilu yang dilaksanakan dengan sistem proporsional dan
distrik, terdapat juga sistem pemilu yang dilaksanakan secara gabungan
antar kedua sistem tersebut. Sistem pemilu yang seperti ini dinamakan
sistem campuran. Beberapa ciri-ciri sistem pemilu campuran sebagai
berikut:
a. Menggabungkan 2 (dua) sistem sekaligus (distrik dan
proporsional)

9
b. Setengah dari anggota Parlemen dipilih melalui sistem distrik dan
setengahnya lagi dipilih melalui proporsional.
c. Ada keterwakilan sekaligus ada kesatuan geografis.

Kelebihan dari sistem ini merupakan gabungan antara kelebihan


sistem proporsional dan sistem distrik, sedangkan kekurangan keduanya
adalah kekurangan yang dijembatani oleh kedua sistem. Contoh dari
pelaksanaan sistem pemilu campuan ini adalah sistem pemilu yang ada di
Indonesia saat ini.
Sistem pemilu yang ada di Indonesia saat ini, di satu sisi dalam
mekanisme pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan juga
presiden dilaksanakan secara proporsional, sedangkan untuk pemilihan
anggota Dewan Perwakilan Daerah menggunakan sistem pemilihan secara
distrik, yang merupakan representasi beberapa provinsi di Indonesia.

10
Bab II. Sejarah Pemilu di Indonesia

“Pemilu adalah sarana menyalurkan aspirasi rakyat”


(Ardhi Firmansah, Pemilih Pemula)

Mempelajari sejarah pemilu yang ada di Indonesia berarti juga


mempelajari budaya demokrasi yang ada di negeri ini, termasuk juga
bagaimana kompetisi ideologi dan gagasan pembangunan yang diusung
oleh masing-masing partai politik. Hal ini dikarenakan, partai-partai politik
yang ada di Indonesia memiliki garis ideologi yang beragam, baik dari yang
berbasis keagamaan hingga nasionalis. Berikut sejarah pelaksanaan
pemilihan umum yang pernah dijalankan di Indonesia sejak tahun 1955,
yang dianggap sebagai salah satu pemilihan umum paling demokratis di
Indonesia. Berikut beberapa periodesasi pemilu yang ada di Indonesia:

II. 1. Pemilu 1955


Pemilu anggota DPR diikuti 118 peserta yang terdiri dari 36 partai
politik, 34 organisasi kemasyarakatan, dan 48 perorangan, sedangkan
untuk Pemilu anggota Konstituante di ikuti 91 peserta yang terdiri dari 39
partai politik, 23 organisasi kemasyarakatan, dan 29 perorangan. Partai
politik tersebut antara lain:

a. Partai Komunis Indonesia (PKI), berdiri 7 Nopember 1945,


diketuai oleh Moh.Yusuf Sarjono
b. Partai Islam Masjumi, berdiri 7 Nopember 1945, diketuai oleh dr.
Sukirman Wirjo-sardjono
c. Partai Buruh Indonesia, berdiri 8 Nopember 1945, diketuai oleh
Nyono
d. Partai Rakyat Djelata, berdiri 8 Nopember 1945, diketuai oleh
Sutan Dewanis
e. Partai Kristen Indonesia (Parkindo), berdiri 10 Nopember 1945
diketuai oleh DS. Probowinoto
f. Partai Sosialis Indonesia, berdiri 10 Nopember 1945 diketuai oleh
Mr. Amir Syarifudin
g. Partai Rakyat Sosialis, berdiri 20 Nopember 1945 diketuai oleh
Sutan Syahrir

11
h. Partai Katholik Republik Indonesia (PKRI), berdiri 8 Desember
1945, diketuai oleh J. Kasimo
i. Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai) diketuai oleh JB.
Assa
j. Gabungan Partai Sosialis Indonesia dan Partai Rakyat Sosialis,
menjadi Partai Sosialis pada 17 Desember 1945, diketuai oleh
Sutan Syahrir, Amir Syarifudin dan Oei Hwee Goat
k. Partai Republik Indonesia, Gerakan Republik Indonesia dan
Serikat Rakyat Indonesia menjadi Partai Nasional Indonesia
(PNI) 29 Januari 1946, diketuai oleh Sidik Joyosuharto.

II. 2. Pemilu 1971-1997


Sistem Pemilu
Pemilu 1971 merupakan pemilu kedua yang diselenggarakan
bangsa Indonesia. Pemilu 1971 dilaksanakan pada pemerintahan Orde
Baru, tepatnya 5 tahun setelah pemerintahan ini berkuasa. Pemilu yang
dilaksanakan pada 5 Juli 1971 ini diselenggarakan untuk memilih Anggota
DPR.
Sistem Pemilu 1971 menganut sistem perwakilan berimbang
(proporsional) dengan sistem stelsel daftar, artinya besarnya kekuatan
perwakilan organisasi dalam DPR dan DPRD, berimbang dengan besarnya
dukungan pemilih karena pemilih memberikan suaranya kepada Organisasi
Peserta Pemilu.

Asas Pemilu
Pemilu 1971 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, dan
rahasia (LUBER).
1) Langsung, artinya bahwa pemilih langsung memberikan
suaranya menurut hati nura-ninya, tanpa perantara, dan tanpa
tingkatan.
2) Umum, artinya semua warga negara yang telah memenuhi
persyaratan minimal dalam usia, mempunyai hak memilih dan
dipilih.
3) Bebas, artinya bahwa setiap pemilih bebas menentukan
pilihannya menurut hati nura-ninya, tanpa ada pengaruh,
tekanan, paksaan dari siapapun dan dengan cara apapun.
4) Rahasia, artinya bahwa pemilih dalam memberikan suara dijamin
tidak akan diketahui oleh siapapun dan dengan cara apapun
mengenai siapa yang dipilihnya.

12
Badan Penyelenggara Pemilu
Lembaga Pemilihan Umum (LPU) dibentuk dengan Keputusan
Presiden Nomor 3 Tahun 1970. LPU diketuai oleh Menteri Dalam Negeri
yang keanggotaannya terdiri atas Dewan Pimpinan, Dewan Pertimbangan,
Sekretariat Umum LPU dan Badan Perbekalan dan Perhubungan .
Struktur organisasi penyelenggara di pusat, disebut Panitia
Pemilihan Indonesia (PPI), di provinsi disebut Panitia Pemilihan Daerah
Tingkat I (PPD I), di kabupaten/kotamadya disebut Panitia Pemilihan
Daerah Tingkat II, di kecamatan disebut Panitia Pemungutan Suara (PPS)
dan di desa/kelurahan disebut Panitia Pendaftaran Pemilih (Pantarlih).
Untuk melaksanakan pemungutan dan penghitungan suara dibentuk
Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Bagi warga negara
RI di luar negeri dibentuk Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN), Panitia
Pemungutan Suara Luar Negeri (PPSLN), dan Kelompok Penyelenggara
Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN) yang bersifat sementara (ad-
hoc).

Peserta Pemilu 1971


a. Partai Nahdlatul Ulama
b. Partai Muslim Indonesia
c. Partai Serikat Islam Indonesia
d. Persatuan Tarbiyah Islamiiah
e. Partai Nasionalis Indonesia
f. Partai Kristen Indonesia
g. Partai Katholik
h. Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia
i. Partai Murba
j. Sekber Golongan Karya

Sistem Pemilu
Pemilu kedua pada pemerintahan orde baru ini diselenggarakan
pada tanggal 2 Mei 1977. Sama halnya dengan Pemilu 1971, pada Pemilu
1977 juga menggunakan sistem perwakilan berimbang (proporsional)
dengan stelsel daftar.

13
Asas Pemilu
Pemilu 1977 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, dan
rahasia.

Badan Penyelenggara Pemilu


Pemilu 1977 diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Pemilu
yang memiliki struktur yang sama dengan penyelenggaraan pada tahun
1971, yaitu PPI ditingkat pusat, PPD I di provinsi, PPD II di
kabupaten/kotamadya, PPS di kecamatan, Pantarlih di desa/kelurahan,
dan KPPS. Bagi warga negara Indonesia di luar negeri dibentuk PPLN,
PPSLN, dan KPPSLN yang bersifat sementara (adhoc).

Peserta Pemilu 1977


Pemilu pada 1977 merupakan salah satu pemilu penting dalam
period Orde Baru yang menjadikan partai politik lebih ringkas. Pada Pemilu
1977, ada fusi atau peleburan partai politik peserta Pemilu 1971 sehingga
Pemilu 1977 diikuti 3 (tiga) peserta Pemilu, yaitu :
1) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan
fusi/penggabungan dari: NU, Parmusi, Perti, dan PSII.
2) Golongan Karya (GOLKAR).
3) Partai Demokrasi Indonesia (PDI) merupakan fusi/penggabungan
dari: PNI, Parkindo, Partai Katolik, Partai IPKI, dan Partai Murba.

II. 3. PEMILU 1982


Sistem Pemilu
Pemilu 1982 merupakan pemilu ketiga yang diselenggarakan pada
pemerintahan Orde Baru. Pemilu ini diselenggarakan pada tanggal 4 Mei
1982. Sistem Pemilu 1982 tidak berbeda dengan sistem yang digunakan
dalam Pemilu 1971 dan Pemilu 1977, yaitu masih menggunakan sistem
perwakilan berimbang (proporsional).

Asas Pemilu
Pemilu 1982 dilaksanakan dengan asas Langsung, Umum, Bebas, dan
Rahasia.

14
Badan Penyelenggara Pemilu
Struktur organisasi penyelenggara Pemilu1982 sama dengan
struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1977, yaitu terdiri dari PPI, PPD
I, PPD II, PPS, Pantarlih, dan KPPS serta PPLN, PPSLN, dan KPPSLN.

Peserta Pemilu 1982


1) Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
2) Golongan Karya (Golkar).
3) Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

II. 4. PEMILU 1987


Sistem Pemilu
Pemilu keempat pada pemerintahan Orde Baru dilaksanakan pada
tanggal 23 April 1987. Sistem Pemilu yang digunakan pada tahun 1987
masih sama dengan sistem yang digunakan dalam Pemilu 1982, yaitu
menganut sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan stelsel
daftar.

Asas Pemilu
Pemilu 1987 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas,
dan rahasia.

Badan Penyelenggara Pemilu


Struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1987 sama dengan
struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1982, yaitu terdiri dari PPI, PPD
I, PPD II, PPS, Pantarlih dan KPPS, serta PPLN, PPSLN, dan KPPSLN.

Peserta Pemilu 1987


1) Partai Persatuan Pembangunan.
2) Golongan Karya
3) Partai Demokrasi Indonesia.

15
II. 5. PEMILU 1992
Sistem Pemilu
Pemilu kelima pada pemerintahan Orde Baru dilaksanakan pada
tanggal 9 Juni 1992. Sistem Pemilu yang digunakan pada tahun 1992
masih sama dengan sistim yang digunakan dalam Pemilu 1987, yaitu
menganut sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan stelsel
daftar.

Asas Pemilu
Pemilu 1987 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, dan
rahasia.

Badan Penyelenggara Pemilu.


Struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1992 sama dengan
struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1987, yaitu terdiri dari PPI, PPD
I, PPD II, PPS, Pantarlih dan KPPS, serta PPLN, PPSLN, dan KPPSLN.

Peserta Pemilu 1992


1) Partai Persatuan Pembangunan.
2) Golongan Karya.
3) Partai Demokrasi Indonesia.

II. 6. PEMILU 1997


Sistem Pemilu.
Pemilu keenam pada pemerintahan Orde Baru ini dilaksanakan
pada tanggal 29 Mei 1997. Sistem Pemilu yang digunakan pada tahun
1997 masih sama dengan sistem yang digunakan dalam Pemilu 1992,
yaitu menganut sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan stelsel
daftar.

Asas Pemilu.
Pemilu 1997 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, dan
rahasia.

16
Badan Penyelenggara Pemilu.
Struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1997 sama dengan
struktur organisasi penyelenggara Pemilu 1992, yaitu terdiri dari PPI, PPD
I, PPD II, PPS, Pantarlih dan KPPS, serta PPLN, PPSLN, dan KPPSLN.

Peserta Pemilu 1997.


1) Partai Persatuan Pembangunan.
2) Golongan Karya.
3) Partai Demokrasi Indonesia.

II. 7. Pemilu 1999-2009 (Masa Reformasi)


II. 7. 1. Pemilu 1999
Sistem Pemilu.
Pemilu 1999 merupakan pemilu pertama pada masa reformasi.
Pemungutan suara dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 1999 secara
serentak di seluruh wilayah Indonesia. Sistem Pemilu 1999 sama dengan
Pemilu 1997 yaitu sistem perwakilan berimbang (propor-sional) dengan
stelsel daftar.

Asas Pemilu.
Pemilu 1999 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil.

Badan Penyelenggara Pemilu.


Pemilu tahun 1999 dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum
(KPU) yang dibentuk oleh Presiden. KPU beranggotakan 48 orang dari
unsur partai politik dan 5 orang wakil pemerintah. Dalam
menyelenggarakan Pemilu, KPU juga dibantu oleh Sekretariat Umum KPU.
Penyelenggara pemilu tingkat pusat dilaksanakan oleh Panitia Pemilihan
Indonesia (PPI) yang jumlah dan unsur anggotanya sama dengan KPU.
Untuk penyelenggaraan di tingkat daerah dilaksanakan oleh PPD I, PPD II,
PPK, PPS, dan KPPS. Untuk penyelenggaraan di luar negeri dilaksanakan
oleh PPLN, PPSLN, dan KPPSLN yang keanggotaannya terdiri atas wakil-

17
wakil parpol peserta Pemilu ditambah beberapa orang wakil dari
pemerintah dan tokoh-tokoh masyarakat.

Peserta Pemilu 1999.


Peserta Pemilu tahun 1999 diikuti oleh 48 Partai Politik, yaitu :
1. Partai Indonesia Baru
2. Partai Kristen Nasional Indonesia
3. Partai Nasional Indonesia - Supeni
4. Partai Aliansi Demokrat Indonesia
5. Partai Kebangkitan Muslim Indonesia
6. Partai Ummat Islam
7. Partai Kebangkitan Ummat
8. Partai Masyumi Baru
9. Partai Persatuan Pembangunan
10. Partai Syarikat Islam Indonesia
11. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
12. Partai Abul Yatama
13. Partai Kebangsaan Merdeka
14. Partai Demokrasi Kasih Bangsa
15. Partai Amanat Nasional
16. Partai Rakyat Demokratik
17. Partai Syarikat Islam Indonesia 1905
18. Partai Katolik Demokrat
19. Partai Pilihan Rakyat
20. Partai Rakyat Indonesia
21. Partai Politik Islam Indonesia Masyumi
22. Partai Bulan Bintang
23. Partai Solidaritas Pekerja
24. Partai Keadilan
25. Partai Nahdlatul Ummat
26. Partai Nasional Indonesia - Front Marhaenis
27. Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia
28. Partai Republik
29. Partai Islam Demokrat
30. Partai Nasional Indonesia - Massa Marhaen
31. Partai Musyawarah Rakyat Banyak
32. Partai Demokrasi Indonesia
33. Partai Golongan Karya
34. Partai Persatuan
35. Partai Kebangkitan Bangsa
36. Partai Uni Demokrasi Indonesia
37. Partai Buruh Nasional
38. Partai Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong
39. Partai Daulat Rakyat
40. Partai Cinta Damai
41. Partai Keadilan dan Persatuan

18
42. Partai Solidaritas Pekerja Seluruh Indonesia
43. Partai Nasional Bangsa Indonesia
44. Partai Bhinneka Tunggal Ika Indonesia
45. Partai Solidaritas Uni Nasional Indonesia
46. Partai Nasional Demokrat
47. Partai Ummat Muslimin Indonesia
48. Partai Pekerja Indonesia

II. 7. 2. Pemilu 2004


Pemilu 2004 merupakan pemilu pertama yang memungkinkan
rakyat memilih langsung wakil mereka untuk duduk di DPR, DPD, dan
DPRD serta memilih langsung presiden dan wakil presiden. Pemilu 2004
diselenggarakan secara serentak pada tanggal 5 April 2004 untuk memilih
550 Anggota DPR, 128 Anggota DPD, serta Anggota DPRD (DPRD
Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2004-2009.
Sedangkan untuk memilih presiden dan wakil presiden untuk masa bakti
2004-2009 diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 2004 (putaran I) dan 20
September 2004 (putaran II).

Sistem Pemilu.
Pemilu 2004 dilaksanakan dengan sistem yang berbeda dari
pemilu-pemilu sebelumnya. Pemilu untuk memilih Anggota DPR dan DPRD
(termasuk didalamnya DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota)
dilaksanakan dengan sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan
sistem daftar calon terbuka. Partai politik akan mendapatkan kursi
sejumlah suara sah yang diperolehnya. Perolehan kursi ini akan diberikan
kepada calon yang memenuhi atau melebihi nilai BPP. Apabila tidak ada,
maka kursi akan diberikan kepada calon berdasarkan nomor urut. Pemilu
untuk memilih Anggota DPD dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil
banyak.

Asas Pemilu.
Pemilu 2004 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil.

19
Badan Penyelenggara Pemilu
Penyelenggaraan Pemilu 2004 dilakukan oleh KPU.
Penyelenggaraan ditingkat provinsi dilakukan KPU Provinsi, sedangkan
ditingkat kabupaten/kota oleh KPU Kabupaten/Kota. Selain badan
penyelenggara pemilu diatas, terdapat juga penyelenggara pemilu yang
bersifat sementara (adhoc) yaitu Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK),
Panitia Pemu-ngutan Suara (PPS) untuk tingkat desa/kelurahan, dan
Kelompok Penyelenggara Pemu-ngutan Suara (KPPS) untuk di TPS.
Untuk penyelenggaraan di luar negeri, dibentuk Panitia Pemungutan Luar
Negeri (PPLN) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar
Negeri (KPPSLN).
Peserta Pemilu 2004.
Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD tahun 2004 diikuti oleh 24 partai,
yaitu :
1. Partai Nasional Indonesia Marhaenisme
2. Partai Buruh Sosial Demokrat
3. Partai Bulan Bintang
4. Partai Merdeka
5. Partai Persatuan Pembangunan
6. Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan
7. Partai Perhimpunan Indonesia Baru
8. Partai Nasional Banteng Kemerdekaan
9. Partai Demokrat
10. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia
11. Partai Penegak Demokrasi Indonesia
12. Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia
13. Partai Amanat Nasional
14. Partai Karya Peduli Bangsa
15. Partai Kebangkitan Bangsa
16. Partai Keadilan Sejahtera
17. Partai Bintang Reformasi
18. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
19. Partai Damai Sejahtera
20. Partai Golongan Karya
21. Partai Patriot Pancasila
22. Partai Sarikat Indonesia
23. Partai Persatuan Daerah
24. Partai Pelopor

20
II. 7. 3. Pemilu 2009
Pemilu 2009 merupakan pemilu ketiga pada masa reformasi yang
diselenggarakan secara serentak pada tanggal 9 April 2009 untuk memilih
560 Anggota DPR, 132 Anggota DPD, serta Anggota DPRD (DPRD
Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2009-2014.
Sedangkan untuk memilih presiden dan wakil presiden untuk masa bakti
2009-2014 diselenggarakan pada tanggal 8 Juli 2009 (satu putaran).

Sistem Pemilu.
Pemilu 2009 untuk memilih Anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD
Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan sistem perwakilan berimbang
(proporsional) dengan sistem daftar calon terbuka. Kursi yang
dimenangkan setiap partai politik mencerminkan proporsi total suara yang
didapat setiap parpol. Mekanisme sistem ini memberikan peran besar ke-
pada pemilih untuk menentukan sendiri wakilnya yang akan duduk di
lembaga perwakilan. Calon terpilih adalah mereka yang memperoleh suara
terbanyak. Untuk memilih Anggota DPD dilaksanakan dengan sistem
distrik berwakil banyak. Distrik disini adalah provinsi, dimana setiap
provinsi memiliki 4 (empat) perwakilan.

Asas Pemilu.
Pemilu 2009 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil.

Badan Penyelenggara Pemilu


UUD 1945 menyebutkan bahwa Pemilihan Umum dilaksanakan
oleh suatu Komisi Pemilihan Umum yang bersifat nasional, tetap, dan
mandiri. Penyelenggara pemilu ditingkat nasional dilaksanakan oleh KPU,
ditingkat provinsi dilaksanakan oleh KPU Provinsi, ditingkat kabupaten/kota
dilaksanakan oleh KPU Kabupaten/Kota.
Selain badan penyelenggara pemilu diatas, terdapat juga
penyelenggara pemilu yang bersifat sementara (adhoc) yaitu Panitia

21
Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS) untuk
tingkat desa/kelurahan, dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara
(KPPS) untuk di TPS. Untuk penyelenggaraan di luar negeri, dibentuk
Panitia Pemu-ngutan Luar Negeri (PPLN) dan Kelompok Penyelenggara
Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN).

Peserta Pemilu
Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Tahun 2009 diikuti oleh 44 partai,
38 partai merupakan partai nasional dan 6 partai merupakan partai lokal
Aceh.

Partai-partai tersebut adalah :


1. Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura)
2. Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB)
3. Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (PPPI)
4. Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN)
5. Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra)
6. Partai Barisan Nasional (Barnas)
7. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI)
8. Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
9. Partai Amanat Nasional (PAN)
10. Partai Perjuangan Indonesia Baru (PIB)
11. Partai Kedaulatan
12. Partai Persatuan Daerah (PPD)
13. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
14. Partai Pemuda Indonesia (PPI)
15. Partai Nasional Indonesia Marhaenisme (PNI Marhaenisme)
16. Partai Demokrasi Pembaruan (PDP)
17. Partai Karya Perjuangan (PKP)
18. Partai Matahari Bangsa (PMB)
19. Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI)
20. Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK)
21. Partai Republika Nusantara (RepublikaN)
22. Partai Pelopor
23. Partai Golongan Karya (Golkar)
24. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
25. Partai Damai Sejahtera (PDS)
26. Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia (PNBK
Indonesia)
27. Partai Bulan Bintang (PBB)
28. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)
29. Partai Bintang Reformasi (PBR)

22
30. Partai Patriot
31. Partai Demokrat
32. Partai Kasih Demokrasi Indonesia (PKDI)
33. Partai Indonesia Sejahtera (PIS)
34. Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU)
35. Partai Merdeka
36. Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia (PPNUI)
37. Partai Sarikat Indonesia (PSI)
38. Partai Buruh

Partai Aceh yang bertarung dalam pemilu sebagai berikut:


1. Partai Aceh Aman Sejahtera (PAAS)
2. Partai Daulat Aceh (PDA)
3. Partai Suara Independen Rakyat Aceh (SIRA)
4. Partai Rakyat Aceh (PRA)
5. Partai Aceh (PA)
6. Partai Bersatu Aceh (PBA)

23
Bab III. Identifikasi Aktor Pemilu:
Dari KPU hingga Pemilih
“Pemilu sarana mewujudkan kedaulatan rakyat yang demokratis berdasar Pancasila dan UUD 1945”
(Abdul Rahmad, Pemilih Pemula)

III. 1. Komisi Pemilihan Umum


Secara ringkas mungkin, KPU yang ada sekarang merupakan KPU
keempat yang dibentuk sejak era Reformasi 1998. KPU pertama (1999-
2001) dibentuk dengan Keppres No 16 Tahun 1999, beranggotakan 53
orang anggota, dari unsur pemerintah dan Partai Politik. KPU pertama
dilantik Presiden BJ Habibie. KPU kedua (2001-2007) dibentuk dengan
Keppres No 10 Tahun 2001, beranggotakan 11 orang, dari unsur akademis
dan LSM. KPU kedua dilantik oleh Presiden Abdurrahman Wahid (Gus
Dur) pada tanggal 11 April 2001.
KPU ketiga (2007-2012) dibentuk berdasarkan Keppres No
101/P/2007 yang berisikan tujuh orang anggota yang berasal dari anggota
KPU Provinsi, akademisi, peneliti dan birokrat dilantik tanggal 23 Oktober
2007 minus Syamsulbahri yang urung dilantik Presiden karena masalah
hukum.
Untuk menghadapi pelaksanaan Pemilihan Umum 2009, image
KPU harus diubah sehingga KPU dapat berfungsi secara efektif dan
mampu memfasilitasi pelaksanaan Pemilu yang jujur dan adil.
Terlaksananya Pemilu yang jujur dan adil tersebut merupakan faktor
penting bagi terpilihnya wakil rakyat yang lebih berkualitas, dan mampu
menyuarakan aspirasi rakyat. Sebagai anggota KPU, integritas moral
sebagai pelaksana pemilu sangat penting, selain menjadi motor penggerak
KPU juga membuat KPU lebih kredibel di mata masyarakat karena
didukung oleh personal yang jujur dan adil.
Tepat tiga tahun setelah berakhirnya penyelenggaraan Pemilu
2004, muncul pemikiran di kalangan pemerintah dan DPR untuk
meningkatkan kualitas pemilihan umum, salah satunya kualitas

24
penyelenggara Pemilu. Sebagai penyelenggara pemilu, KPU dituntut
independen dan non-partisan.
Untuk itu atas usul insiatif DPR-RI menyusun dan bersama
pemerintah mensyahkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang
Penyelenggara Pemilu. Sebelumnya keberadaan penyelenggara Pemilu
terdapat dalam Pasal 22-E Undang-undang Dasar Tahun 1945 dan
Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilu DPR, DPD dan
DPRD, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Pemilu Presiden
dan Wakil Presiden.
Dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang
Penyelenggara Pemilu diatur mengenai penyelenggara Pemilihan Umum
yang dilaksanakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat
nasional, tetap, dan mandiri. Sifat nasional mencerminkan bahwa wilayah
kerja dan tanggung jawab KPU sebagai penyelenggara Pemilihan Umum
mencakup seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sifat
tetap menunjukkan KPU sebagai lembaga yang menjalankan tugas secara
berkesinambungan meskipun dibatasi oleh masa jabatan tertentu. Sifat
mandiri menegaskan KPU dalam menyelenggarakan Pemilihan Umum
bebas dari pengaruh pihak mana pun.
Perubahan penting dalam undang-undang Nomor 22 Tahun 2007
Tentang Penyelenggara Pemilu, meliputi pengaturan mengenai lembaga
penyelenggara Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden; serta Pemilihan Umum
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang sebelumnya diatur dalam
beberapa peraturan perundang-undangan kemudian disempurnakan dalam
1 (satu) undang-undang secara lebih komprehensif.
Dalam undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang
Penyelenggara Pemilu diatur mengenai KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota sebagai lembaga penyelenggara pemilihan umum yang
permanen dan Bawaslu sebagai lembaga pengawas Pemilu. KPU dalam
menjalankan tugasnya bertanggung jawab sesuai dengan peraturan

25
perundang-undangan serta dalam hal penyelenggaraan seluruh tahapan
pemilihan umum dan tugas lainnya. KPU memberikan laporan Presiden
kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara
Pemilu juga mengatur kedudukan panitia pemilihan yang meliputi PPK,
PPS, KPPS dan PPLN serta KPPSLN yang merupakan penyelenggara
Pemilihan Umum yang bersifat ad hoc. Panitia tersebut mempunyai
peranan penting dalam pelaksanaan semua tahapan penyelenggaraan
Pemilihan Umum dalam rangka mengawal terwujudnya Pemilihan Umum
secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Dalam rangka mewujudkan KPU dan Bawaslu yang memiliki
integritas dan kredibilitas sebagai Penyelenggara Pemilu, disusun dan
ditetapkan Kode Etik Penyelenggara Pemilu. Agar Kode Etik
Penyelenggara Pemilu dapat diterapkan dalam penyelenggaraan
Pemilihan Umum, dibentuk Dewan Kehormatan KPU, KPU Provinsi, dan
Bawaslu.
Di dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilu
DPR, DPD dan DPRD, jumlah anggota KPU adalah 11 orang. Dengan
diundangkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang
Penyelenggara Pemilu, jumlah anggota KPU berkurang menjadi 7 orang.
Pengurangan jumlah anggota KPU dari 11 orang menjadi 7 orang tidak
mengubah secara mendasar pembagian tugas, fungsi, wewenang dan
kewajiban KPU dalam merencanakan dan melaksanakan tahap-tahap,
jadwal dan mekanisme Pemilu DPR, DPD, DPRD, Pemilu Presiden/Wakil
Presiden dan Pemilu Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah.
Menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang
Penyelenggara Pemilu, komposisi keanggotaan KPU harus memperhatikan
keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen).
Masa keanggotaan KPU 5 (lima) tahun terhitung sejak pengucapan
sumpah/janji. Penyelenggara Pemilu berpedoman kepada asas : mandiri;
jujur; adil; kepastian hukum; tertib penyelenggara Pemilu; kepentingan

26
umum; keterbukaan; proporsionalitas; profesionalitas; akuntabilitas;
efisiensi dan efektivitas.
Cara pemilihan calon anggota KPU-menurut Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu-adalah Presiden
membentuk Panitia Tim Seleksi calon anggota KPU tanggal 25 Mei 2007
yang terdiri dari lima orang yang membantu Presiden menetapkan calon
anggota KPU yang kemudian diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat
untuk mengikuti fit and proper test. Sesuai dengan bunyi Pasal 13 ayat (3)
Undang-undang N0 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu, Tim
Seleksi Calon Anggota KPU pada tanggal 9 Juli 2007 telah menerima 545
orang pendaftar yang berminat menjadi calon anggota KPU. Dari 545
orang pendaftar, 270 orang lolos seleksi administratif untuk mengikuti tes
tertulis. Dari 270 orang calon yang lolos tes administratif, 45 orang bakal
calon anggota KPU lolos tes tertulis dan rekam jejak yang diumumkan
tanggal 31 Juli 2007.

Tugas dan kewenangan


Dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang
Pemilihan Umum dan Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1999
tentang Pembentukan Komisi Pemilihan Umum dan Penetapan Organisasi
dan Tata Kerja Sekretariat Umum Komisi Pemilihan Umum, dijelaskan
bahwa untuk melaksanakan Pemilihan Umum, KPU mempunyai tugas
kewenangan sebagai berikut :
1. Merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan Pemilihan
Umum;
2. Menerima, meneliti dan menetapkan Partai-partai Politik
yang berhak sebagai peserta Pemilihan Umum;
3. Membentuk Panitia Pemilihan Indonesia yang selanjutnya
disebut PPI dan mengkoordinasikan kegiatan Pemilihan
Umum mulai dari tingkat pusat sampai di Tempat
Pemungutan Suara yang selanjutnya disebut TPS;
4. Menetapkan jumlah kursi anggota DPR, DPRD I dan DPRD
II untuk setiap daerah pemilihan;
5. Menetapkan keseluruhan hasil Pemilihan Umum di semua
daerah pemilihan untuk DPR, DPRD I dan DPRD II;
6. Mengumpulkan dan mensistemasikan bahan-bahan serta
data hasil Pemilihan Umum;

27
7. Memimpin tahapan kegiatan Pemilihan Umum.

Dalam Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1999 terdapat


tambahan huruf:
1. Tugas dan kewenangan lainnya yang ditetapkan dalam Undang-
undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.

Sedangkan dalam Pasal 11 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tersebut


juga ditambahkan, bahwa selain tugas dan kewenangan KPU sebagai
dimaksud dalam Pasal 10, selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun setelah
Pemilihan Umum dilaksanakan, KPU mengevaluasi sistem Pemilihan
Umum.

III. 1. 1. Periodesasi Keanggotaan Komisi Pemilihan Umum


Sejak 1999- Sekarang
1999–2001
Sebelum Pemilu 2004, KPU dapat terdiri dari anggota-anggota yang
merupakan anggota sebuah partai politik, namun setelah dikeluarkannya
UU No. 4/2000 pada tahun 2000, maka diharuskan bahwa anggota KPU
adalah non-partisan.

2001–2007
Keanggotaan Komisi Pemilihan Umum pada periode ini banyak diisi oleh
akademisi dari pelbagai perguruan tinggi di Indonesia, beberapa lainnya
merupakan aktifis sosial politik dan kemasyarakatan.
 Ketua: Prof. Dr. Nazaruddin Sjamsuddin, M.A.
 Prof. Ramlan Surbakti, M.A, Ph.D.
 Drs. Mulyana W. Kusumah
 Drs. Daan Dimara, MA.
 Dr. Rusadi Kantaprawira
 Imam Budidarmawan Prasodjo, MA, PhD.
 Drs. Anas Urbaningrum, M.A.
 Chusnul Mar'iyah, Ph.D.
 Dr. F.X. Mudji Sutrisno, S.J.
 Dr. Hamid Awaluddin
 Dra. Valina Singka Subekti, Msi

28
2007–2012
Selanjutnya setelah 7 (tujuh) peringkat teratas anggota KPU terpilih,
disahkan dalam Rapat Paripurna DPR-RI pada tanggal 9 Oktober 2007.
Namun hanya 6 (enam) orang yang dilantik dan diangkat sumpahnya oleh
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 23 Oktober 2007.
 Ketua: Prof. Dr. Abdul Hafiz Anshari A.Z, M.A., mantan
Ketua KPU Provinsi Kalimantan Selatan.
 Sri Nuryanti, S.IP, M.A., peneliti LIPI.
 Dra. Endang Sulastri, M.Si., Aktivis perempuan.
 I Gusti Putu Artha, S.T, M.Si., Anggota KPU Provinsi Bali.
 Prof. Dr. Ir. Syamsul Bahri, M.S, Dosen Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya Malang.
 Dra. Andi Nurpati, M.Pd., Guru MAN I Model Bandar
Lampung.
 H. Abdul Aziz, M.A., Direktur Ditmapenda, Bagais,
Departemen Agama.
 Prof. Dr. Ir. H Syamsulbahri, MS, Dosen/Guru Besar
Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang.

Sejak 2012
Berikut ini merupakan daftar 7 anggota KPU yang telah dilantik
bersama 5 anggota Bawaslu oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
pada Kamis, 12 April 2012:
 Ketua: Husni Kamil Manik, S.P., Anggota KPU Sumatera
Barat.
 Ida Budhiati, S.H., M.H., Ketua KPU Jawa Tengah.
 Sigit Pamungkas, S.IP., MA., Dosen FISIPOL UGM
Yogyakarta.
 Arief Budiman, S.S., S.IP., MBA., Anggota KPU Jawa Timur.
 Dr. Ferry Kurnia Rizkiyansyah, S.IP., M.Si., Ketua KPU
Jawa Barat.
 Drs. Hadar Nafis Gumay, Pegiat LSM/Direktur Eksekutif
Centre for Electoral Reform (Cetro).
 Juri Ardiantoro, M.Si., Ketua KPU DKI Jakarta.

III. 2. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)


Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) adalah badan yang
bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Bawaslu ditetapkan berdasarkan Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2007 Pasal 70 tentang Pemilihan Umum. Jumlah

29
anggota Bawaslu sebanyak 5 (lima) orang. Keanggotaan Bawaslu terdiri
atas kalangan professional yang mempunyai kemampuan dalam
melakukan pengawasan dan tidak menjadi anggota partai politik. Dalam
melaksanakan tugasnya anggota Bawaslu didukung oleh Sekretariat
Bawaslu. Sekretariat Bawaslu dipimpin oleh Kepala Sekretariat. Sekretariat
Bawaslu dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 49 tahun 2008. Sekretariat Bawaslu mempunyai tugas memberikan
dukungan teknis dan administratif kepada Bawaslu. Sekretariat Bawaslu
terdiri atas sebanyak-banyaknya 4 (empat) bagian, dan masing-masing
bagian terdiri atas sebanyak-banyaknya 3 (tiga) sub bagian.
Membicarakan penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) di
Indonesia tidak lengkap kalau tidak membahas Pengawas Pemilu, atau
Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwas Pemilu) atau dalam bahasa
sehari-hari biasa cukup disebut Panwas. Menurut undang-undang pemilu,
Panwas Pemilu sebetulnya adalah nama lembaga pengawas pemilu
tingkat nasional atau pusat. Sedang di provinsi disebut Panwas Pemilu
Provinsi, di kabupaten/kota disebut Panwas Pemilu Kabupaten/Kota, dan di
kecamatan disebut Panwas Pemilu Kecamatan.
Pengawas Pemilu adalah lembaga adhoc yang dibentuk sebelum
tahapan pertama pemilu (pendaftaran pemilih) dimulai dan dibubarkan
setelah calon yang terpilih dalam pemilu dilantik. Lembaga pengawas
pemilu adalah khas Indonesia, dimana Pengawas Pemilu dibentuk untuk
mengawasi pelaksanaan tahapan pemilu, menerima pengaduan, serta
menangani kasus-kasus pelanggaran administrasi dan pelanggaran pidana
pemilu.
Proses pelaksanaan Pemilu 1955 sama sekali tidak mengenal
lembaga pengawas pemilu. Lembaga pengawas pemilu baru muncul pada
Pemilu 1982, Pembentukan Panwaslak Pemilu pada Pemilu 1982 dilatari
oleh protes-protes atas banyaknya pelanggaran dan manipulasi
penghitungan suara yang dilakukan oleh para petugas pemilu pada Pemilu
1971. Karena pelanggaran dan kecurangan pemilu yang terjadi pada
Pemilu 1977 jauh lebih masif. Protes-protes ini lantas direspons

30
pemerintah dan DPR yang didominasi Golkar dan ABRI. Akhirnya
muncullah gagasan memperbaiki undang-undang yang bertujuan
meningkatkan ‘kualitas’ Pemilu 1982.
Demi memenuhi tuntutan PPP dan PDI, pemerintah setuju untuk
menempatkan wakil peserta pemilu ke dalam kepanitiaan pemilu. Selain
itu, pemerintah juga mengintroduksi adanya badan baru yang akan terlibat
dalam urusan pemilu untuk mendampingi Lembaga Pemilihan Umum
(LPU). Badan baru ini bernama Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilihan
Umum (Panwaslak Pemilu) yang bertugas mengawasi pelaksanaan
pemilu.
Dengan struktur, fungsi, dan mekanisme kerja yang baru,
pengawas pemilu tetap diaktifkan untuk Pemilu 1999. Namanya pun diubah
dari Panitia Pengawas Pelaksana Pemilihan Umum (Panwaslak Pemilu)
menjadi Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu).
Perubahan terhadap pengawas pemilu baru dilakukan lewat UU No.
12/2003, yang isinya menegaskan, untuk melakukan pengawasan Pemilu,
dibentuk Panitia Pengawas Pemilu, Panitia Pengawas Pemilu Provinsi,
Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, dan Panitia Pengawas Pemilu
Kecamatan.

Anggota (Periode 2008 – 2012)


1. Ketua: Bambang Eka Cahya Widodo, S.IP, M.Si
2. Wahidah Suaib, S.Ag, M.Si
3. Nur Hidayat Sardini, S.Sos, M.Si
4. SF. Agustiani Tio Fridelina Sitorus, SE
5. Wirdyaningsih SH. MH

Periode 2012 - 2017


Berikut ini merupakan daftar 5 anggota Bawaslu yang telah dilantik
bersama 7 anggota KPU oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada
Kamis, 12 April 2012:
1. Dr. Muhammad, S.IP., M.Si., Dosen Ilmu Politik. (Ketua)
2. Narullah, S.H., Anggota KPU Provinsi.
3. Endang Wihdatiningsih, S.H., mantan Anggota Panwaslu
Provinsi.

31
4. Daniel Zuchron, Pegiat Pemilu.
5. Ir. Nelson Simanjuntak, Anggota Tim Asistensi Bawaslu.

III. 3. Partai Politik


Sebuah partai politik adalah organisasi politik yang menjalani
ideologi tertentu atau dibentuk dengan tujuan khusus. Definisi lainnya
adalah kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai
orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah
untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik -
(biasanya) dengan cara konstitusionil - untuk melaksanakan kebijakan-
kebijakan mereka.
Partai politik adalah sarana politik yang menjembatani elit-elit politik
dalam upaya mencapai kekuasaan politik dalam suatu negara yang
bercirikan mandiri dalam hal finansial, memiliki platform atau haluan politik
tersendiri, mengusung kepentingan-kepentingan kelompok dalam urusan
politik, dan turut menyumbang political development sebagai suprastruktur
politik.
Dalam rangka memahami partai politik sebagai salah satu
komponen infrastruktur politik dalam negara, berikut beberapa pengertian
mengenai partai politik, yakni:
1. Carl J. Friedrich: partai Politik adalah sekelompok manusia yang
terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau
mempertahankan penguasan pemerintah bagi pemimpin partainya,
dan berdasarkan penguasan ini memberikan kepada anggota
partainya kemanfaatan yang bersifat ideal maupun materil.
2. R.H. Soltou: partai Politik adalah sekelompok warga negara yang
sedikit banyaknya terorganisir, yang bertindak sebagai satu
kesatuan politik, yang dengan memanfaatkan kekuasan memilih,
bertujuan menguasai pemerintah dan melaksanakan kebijakan
umum mereka.
3. Sigmund Neumann: partai politik adalah organisasi dari aktivis-
aktivis Politik yang berusaha untuk menguasai kekuasan

32
pemerintah serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan
melawan golongan-golongan lain yang tidak sepaham.
4. Miriam Budiardjo: partai politik adalah suatu kelompok yang
terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-
nilai, dan cita-cita yang sama dengan tujuan memperoleh
kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya),
dengan cara konstitusional guna melaksanakan kebijakan-
kebijakan mereka.

Indonesia sendiri sejak masa kemerdekaan menganut sistem


kepertaian dengan sistem multi partai, yang berarti Indonesia memiliki
partai politik yang berjumlah lebih dari dua partai. Salah satu pendekatan
yang dapat digunakan untuk mengetahui perkembangan partai politik di
Indonesia adalah melakukan penaksiran terhadap tingkat pelembagaan
yang telah berlangsung dalam suatu partai politik Yang dimaksud dengan
pelembagaan partai politik ialah proses pemantapan partai politik baik
dalam wujud perilaku yang memola maupun dalam sikap atau.

III. 4. Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat


Daerah

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atau sering


disebut Dewan Perwakilan Rakyat (disingkat DPR-RI atau DPR) adalah
salah satu lembaga tinggi negara dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia yang merupakan lembaga perwakilan rakyat.
DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih
melalui pemilihan umum.
Sedangkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang berfungsi
sebagai legislatif di tingkat daerah merupakan mitra bagi pemerintah
provinsi dan juga kabupaten/ kota. Dewan perwakilan rakyat
daerah (disingkat DPRD) adalah bentuk lembaga perwakilan rakyat
(parlemen) daerah (provinsi/kabupaten/kota) di Indonesia yang
berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan

33
daerah bersama dengan pemerintah daerah. DPRD diatur dengan undang-
undang, terakhir melaluiUndang-Undang Nomor 27 Tahun 2009
DPRD berkedudukan di setiap wilayah administratif, yaitu:
1. Dewan perwakilan rakyat daerah provinsi (DPRD provinsi),
berkedudukan di ibukota provinsi.
2. Dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten (DPRD kabupaten),
berkedudukan di ibukota kabupaten.
3. Dewan perwakilan rakyat daerah kota (DPRD kota), berkedudukan
di kota.

DPRD merupakan mitra kerja kepala daerah (gubernur/ bupati/ wali


kota). Sejak diberlakukannya UU Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, kepala daerah tidak lagi bertanggung jawab kepada
DPRD, karena dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum kepala
daerah dan wakil kepala daerah.

DPR memiliki fungsi sebagai berikut:


Legislasi
Fungsi Legislasi dilaksanakan untuk membentuk undang-undang bersama
presiden.

Anggaran
Fungsi anggaran dilaksanakan untuk membahas dan memberikan
persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap rancangan
undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh Presiden.

Pengawasan
Fungsi pengawasan dilaksanakan melalui pengawasan atas pelaksanaan
undang-undang dan APBN.

34
Sedangkan hak dari DPR adalah sebagai berikut:
Hak interpelasi
Hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada
Pemerintah mengenai kebijakan Pemerintah yang penting dan strategis
serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.

Hak angket
Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap
pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang
berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Hak imunitas
Hak imunitas adalah kekebalan hukum dimana setiap anggota DPR tidak
dapat dituntut di hadapan dan di luar pengadilan karena pernyataan,
pertanyaan/pendapat yang dikemukakan secara lisan ataupun tertulis
dalam rapat-rapat DPR, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan
Tata Tertib dan kode etik.

Hak menyatakan pendapat


Hak menyatakan pendapat adalah hak DPR untuk menyatakan pendapat
atas:
1. Kebijakan Pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang
terjadi di tanah air atau di dunia internasional
2. Tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket
3. Dugaan bahwa Presiden dan/ atau Wakil Presiden melakukan
pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara,
korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun
perbuatan tercela, dan/ atau Presiden dan/ atau Wakil Presiden

35
tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/ atau Wakil
Presiden.

Sedangkan DPRD memiliki peran yang kurang lebih sama dengan DPR,
namun pada level yang berbeda.

DPRD memiliki fungsi:


1. legislasi, berkaitan dengan pembentukan peraturan daerah
2. anggaran, Kewenangan dalam hal anggaran daerah (APBD)
3. pengawasan, Kewenangan mengontrol pelaksanaan perda dan
peraturan lainnya serta kebijakan pemerintah daerah

Tugas dan wewenang DPRD adalah:


1. Membentuk peraturan daerah bersama kepala daerah.
2. Membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan
daerah mengenai anggaran pendapatan dan belanja
daerah (APBD) yang diajukan oleh kepala daerah.
3. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan
daerah dan APBD.
4. Mengusulkan:
 Untuk DPRD provinsi, pengangkatan/pemberhentian
gubernur/wakil gubernur kepada Presiden melalui Menteri
Dalam Negeri untuk mendapatkan pengesahan
pengangkatan/pemberhentian.
 Untuk DPRD kabupaten, pengangkatan/pemberhentian
bupati/wakil bupati kepada Gubernur melalui Menteri Dalam
Negeri.
 Untuk DPRD kota, pengangkatan/pemberhentian wali
kota/wakil wali kota kepada Gubernur melalui Menteri Dalam
Negeri.

36
5. Memilih wakil kepala daerah (wakil gubernur/ wakil bupati/ wakil
wali kota) dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala
daerah.
6. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah
daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah.
7. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama
internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
8. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
9. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan
daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat
dan daerah.
10. Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
11. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan.

III. 5. Dewan Perwakilan Daerah


Dewan Perwakilan Daerah (disingkat DPD), sebelum 2004
disebut Utusan Daerah, adalah lembaga tinggi negara dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia yang anggotanya merupakan perwakilan dari
setiap provinsi yang dipilih melalui Pemilihan Umum.

DPD memiliki fungsi:


1. Pengajuan usul, ikut dalam pembahasan dan memberikan
pertimbangan yang berkaitan dengan bidang legislasi tertentu
2. Pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang tertentu.

Anggota DPD dari setiap provinsi adalah 4 orang. Dengan demikian


jumlah anggota DPD saat ini adalah 132 orang. Masa jabatan anggota
DPD adalah 5 tahun, dan berakhir bersamaan pada saat anggota DPD
yang baru mengucapkan sumpah/janji.

37
III. 6. Presiden dan wakil presiden
Presiden Indonesia (nama jabatan resmi: Presiden Republik
Indonesia) adalah kepala negara sekaligus kepala
pemerintahan Indonesia. Sebagai kepala negara, Presiden adalah simbol
resmi negara Indonesia di dunia. Sebagai kepala pemerintahan, Presiden
dibantu oleh wakil presiden dan menteri-menteri dalam kabinet, memegang
kekuasaan eksekutif untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintah sehari-
hari. Presiden (dan Wakil Presiden) menjabat selama 5 tahun, dan
sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama untuk satu kali
masa jabatan.
Pilpres di Indonesia memberikan syarat tambahan selain meraup
suara lebih dari 50% pemilih sah di Indonesia, yaitu:
1. Menang di minimal 1/2 dari jumlah propinsi di Indonesia (min. 17
propinsi). Artinya, walau meraih suara lebih dari 50%, tapi hanya
berasal dari sejumlah propinsi, maka kemenangan tersebut tidak
sah.
2. Pada propinsi-propinsi yang kalah, jumlah suara yang diraup tidak
kurang dari 20%. Artinya, walau menang di lebih dari 1/2 jumlah
propinsi di Indonesia, namun ada propinsi yang minim pendukung
pasangan tersebut, maka kemenangan tersebut juga tidak sah.

Wewenang, kewajiban, dan hak Presiden antara lain:


1. Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD
2. Memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan
Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara
3. Mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR). Presiden melakukan pembahasan dan
pemberian persetujuan atas RUU bersama DPR serta
mengesahkan RUU menjadi UU.
4. Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang (dalam kegentingan yang memaksa)
5. Menetapkan Peraturan Pemerintah

38
6. Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri
7. Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan
negara lain dengan persetujuan DPR
8. Membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR
9. Menyatakan keadaan bahaya.
10. Mengangkat duta dan konsul. Dalam mengangkat duta, Presiden
memperhatikan pertimbangan DPR
11. Menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan
pertimbangan DPR.
12. Memberi grasi, rehabilitasi dengan memperhatikan
pertimbangan Mahkamah Agung
13. Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan
DPR
14. Memberi gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan lainnya yang
diatur dengan UU
15. Meresmikan anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang dipilih oleh
DPR dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan
Daerah
16. Menetapkan hakim agung dari calon yang diusulkan oleh Komisi
Yudisial dan disetujui DPR
17. Menetapkan hakim konstitusi dari calon yang diusulkan Presiden,
DPR, dan Mahkamah Agung
18. Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan
persetujuan DPR.

Syarat Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia menurut


UU No 42 tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
sebagai berikut:
1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah
menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri

39
3. Tidak pernah mengkhianati negara, serta tidak pernah melakukan
tindak pidana korupsi dan tindak pidana berat lainnya
4. Mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan
kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden
5. Bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
6. Telah melaporkan kekayaannya kepada instansi yang berwenang
memeriksa laporan kekayaan penyelenggara negara
7. Tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan
dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya
yang merugikan keuangan negara
8. Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan
9. Tidak pernah melakukan perbuatan tercela
10. Terdaftar sebagai Pemilih
11. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah
melaksanakan kewajiban membayar pajak selama 5 tahun terakhir
yang dibuktikan dengan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak OrangPribadi
12. Belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden
selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama
13. Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita
Proklamasi 17 Agustus 1945
14. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5
(lima) tahun atau lebih
15. Berusia sekurang-kurangnya 35 (tiga puluh lima) tahun
16. Berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Menengah Atas
(SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang
sederajat

40
17. Bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis
Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang
terlibat langsung dalam G.30.S/PKI
18. Memiliki visi, misi, dan program dalam melaksanakan
pemerintahan negara Republik Indonesia

III. 7. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)


Berkenaan dengan etika penyelenggaraan pemilu, melalui UU
15/2011 juga menetapkan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu
(DKPP). DKPP adalah dewan etika tingkat nasional yang ditetapkan untuk
memeriksa dan memutuskan gugatan dan/atau laporan terkait tuduhan
pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU atau Bawaslu.
DKPP ditetapkan dua bulan setelah sumpah jabatan anggota KPU dan
Bawaslu untuk masa jabatan selama lima tahun, dan terdiri atas seorang
perwakilan KPU, seorang perwakilan Bawaslu, dan lima pemimpin
masyarakat. Saat ini, anggota DKPP adalah H. Jimly Asshiddiqie (Ketua),
Ida Budhiati, Nelson Simanjuntak, Abdul Bari Azed, Valina Singka Subekti,
Saut Hamonangan Sirait, dan Nur Hidayat Sardini. DKPP, sebuah jenis
lembaga penyelenggara pemilu yang hanya ada di Indonesia, bertugas
untuk memastikan bahwa kerja anggota KPU dan Bawaslu memenuhi kode
etik bersama dan memiliki kewenangan untuk merekomendasikan
pemberhentian seorang anggota komisi/badan pengawas. Keputusan
DKPP bersifat final dan mengikat.

III. 8. Relawan Demokrasi


Salah satu elemen penting berkenan dengan pemilihan umum dan
demokrasi di Indonesia saat ini adalah relawan demokrasi. Relawan
demokrasi ini merupaan elemen pemilu yang bersinggungan langsung
dengan pemilih pemula yang memiliki fungsi untuk meningkatkan
partisipasi pemilih pemula dalam pemilu. Bersama dengan pemilih pemula,
di dalam relawan demokrasi ini juga melibatkan beberapa peserta pemilu
yang kesemuanya menjadi elemen yang paling membutuhkan banyak input

41
dalam aktifitas mereka dalam pemilu. Terdapat lima elemen penting dalam
relawan demokrasi termasuk pemilih pemula: penyandang disabilitas,
kelompok agama, kelompok perempuan, penyandang kelompok pinggiran.
Program relawan demokrasi adalah gerakan sosial yang
dimaksudkan untuk meningkatkan partisipasi dan kualitas pemilih dalam
menggunakan hak pilih. Program ini melibatkan peran serta masyarakat
yang seluas-luasnya dimana mereka ditempatkan sebagai pelopor
(pioneer) demokrasi bagi komunitasnya. Relawan demokrasi menjadi mitra
KPU dalam menjalankan agenda sosialisasi dan pendidikan pemilih
berbasis kabupaten/kota. Bentuk peran serta masyarakat ini diharapkan
mampu mendorong tumbuhnya kesadaran tinggi serta tanggung jawab
penuh masyarakat untuk menggunakan haknya dalam pemilu secara
optimal.
Program relawan demokrasi dilatarbelakangi oleh partisipasi
pemilih yang cenderung menurun. Tiga pemilu nasional terakhir dan
pelaksanaan pemilukada di berbagai daerah menunjukkan indikasi itu.
Pada pemilu nasional misalnya, yaitu pemilu 1999 (92%), pemilu 2004
(84%) dan pemilu 2009 (71%) menjadi salah satu tantangan yang dihadapi
dalam upaya untuk mewujudkan kesuksesan Pemilu 2014. Banyak faktor
yang menjadikan tingkat partisipasi mengalami tren penurunan, di
antaranya adalah jenuh dengan frekuensi penyelenggaraan pemilu yang
tinggi, ketidakpuasan atas kinerja sistem politik yang tidak memberikan
perbaikan kualitas hidup, mal-administrasi penyelenggaraan pemilu,
adanya paham keagamaan anti demokrasi, dan melemahnya kesadaraan
masyarakat tentang pentingnya pemilu sebagai instrumen transformasi
sosial, dan lain sebagainya.

III. 9. Pemilih dalam Pemilu


Syarat untuk menjadi Pemilih berdasarkan Undang-undang Nomor
8 Tahun 2012 Pasal 1 Ayat 25:

42
1. Pemilih adalah Warga Negara Indonesia yang telah genap berusia
17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin
2. Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah
genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah
kawin mempunyai hak memilih (Pasal 19).
3. Yang dimaksud dengan Warga Negara Indonesia dalam undang-
undang tersebut adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan
orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang-undang
sebagai warga negara (Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012
Pasal 1 Ayat 24).
4. Untuk dapat menggunakan hak memilih, Warga Negara Indonesia
harus terdaftar sebagai Pemilih kecuali yang ditentukan lain dalam
Undang-Undang ini (Pasal 20).

43
IV. Daftar Pustaka
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama
Humas KPU. TTh. Pemilu Indonesia Dalam Angka Tahun 1955 – 1999.
Jakarta: KPU
KPU. TTh. Nuansa Pemilihan Umum Di Indonesia, Jakarta: KPU
UU dan Peraturan KPU mengenai Pemilu

44

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai