Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1      Latar Belakang

Pada umumnya bangsa yang baru merdeka biasanya menetapkan pemilihan umum sebagai program
politiknya. Demikian juga Indonesia telah beberapa lama berada di bawah kekangan pemerintah kolonial. Salah
satu agenda politik adalah menyelenggarakan pemilihan umum . Hal ini menunjukan euphoria politik karena
sebagai bangsa yang baru merdeka yang ingin menikmati pesta demokrasi yang belum pernah dialami pada masa-
masa sebelumnya.
Pemilihan umum di Indonesia yang pertama diselanggarakan satu setengah bulan setelah terbentuknya
kabinat Burhanuddin Harahap. Sebagai ketua lembaga pemilihan umum adalah Menteri Dalam Negeri waktu
yaitu Mr. Sunaryo, yang berasaskan langsung, umum, bebas dan rahasia. Dalam pelaksanaanya, puluhan partai
politik bersaing memperebutkan kursa dewan Perwakilan rakyat anggota konstituante. Pada waktu itu wilayah
Indonesia dibagi menjadi 16 wilayah pemilihan yang meliputi 208 kabupaten, 2139 ke kecamatan dan 434529
Desa ( Sekretariat NegaraRI, 1986: 88).

1.2       Rumusan Masalah

Agar tidak terjadi kesimpang siuran dalam penyusunan makalah ini, maka kami merumuskan masalah
sebagai berikut :
1.    Jelaskan sistem Pelaksanaan Pemilihan Umum pada Tahun 1955 di Indonesia ?
2.    Apa saja partai politik yang berperan dalam Pemilihan Umum 1955 di Indonesia?
3.    Bagaimana proses Pelaksanaan Pemilihan Umum pada tahun 1955 di Indonesia ?
4.    Bagaimana persentase hasil Pelaksanaan Pemilihan Umum tahun 1955 di Indonesia. ?

1.3       Tujuan dan Manfaat

1.3.1   Tujuan Pembuatan makalah ini yaitu :

1. Untuk mengetahui dan memahami sistem Pelaksanaan Pemilihan Umum pada Tahun 1955 di
Indonesia 
2. Untuk mengetahui dan memahami partai politik yang berperan dalam Pelaksanaan Pemilihan
Umum pada Tahun 1955 di Indonesia 
3. Untuk mengetahui dan memahami proses Pelaksanaan Pemilihan Umum pada Tahun 1955 di
Indonesia 
4. Untuk mengetahui dan memahami persentase hasil Pelaksanaan Pemilihan Umum pada Tahun
1955 di Indonesia 

1.3.2      Manfaat pembuatan makalah ini yaitu :

1. Memberikan informasi tentang sistem Pelaksanaan Pemilihan Umum pada Tahun 1955


di Indonesia.
2. Memberikan informasi tentang partai politik yang berperan dalam Pelaksanaan Pemilihan Umum
pada Tahun 1955 di Indonesia.
3.    Memberikan informasi tentang proses Pelaksanaan Pemilihan Umum pada Tahun 1955
di Indonesia.

1
5. Memberikan informasi tentang persentase hasil Pelaksanaan Pemilihan Umum pada Tahun 1955
di Indonesia.

1.4       Metode Penulisan

Metode yang digunakan penulis dalam penyusunan makalah ini adalah menggunakan metode kepustakaan
yaitu memberikan gambaran tentang materi-materi yang berhubungan dengan permasalahan melalui
literatur buku dan jurnal yang tersedia di media masa atau internet.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Sistem Pemilihan Umum Tahun 1955 di Indonesia

Pelaksanaan Pemilihan Umum pada Tahun 1955 yang dilaksanakan pada tanggal 29
September 1955 untuk memilih anggota DPR yang melibatkan lebih dari 39 juta penduduk Indonesia
dalam memberikan suaranya dan tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Dewan Konstituante
berada di bawah rezim hukum konstitusi Pasal 1 Ayat 1, Pasal 35, Pasal 56 s.d. Pasal60, Pasal 134 dan
Pasal 135 UUDS 1950 yang kemudian diderivasi dalamUU Nomor 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan
Umum. Pemilu tersebut berada dalam konteks sistem ketatanegaraan kabinet parlementer dengan sistem
multi partai (Poesponegoro, dkk. 2008:317).

Pemilihan umum pertama tahun 1955 ini diselenggarakan dengan 100 tanda gambar, hal ini
menunjukan bahwa antosias masyarakat dengan beragam partainya masing-masing cukup tinggi. Namun
setelah diadakan penyederhanaan, akhirnya pemilihan umum ini diikuti 28 partai. Sebagaimana diketahui
bahwa, pemilihan umum ini dapat dilaksanakan sesuai dengan jadual yang telah di tetapkan. Sejumlah
37.875. 299 penduduk yang berhak menggunakan hak pilihnya, dari jumlah ini 43. 104. 464 menggunakan
hak pilihnya, ini berarti 87,65 persen menggunakan hak pilihnya ( Rais, 1986: 183).

Dilihat dari persentase rakyat yang menggunakan hak pilihnya, partisifasi rakyat cukup besar karena
situasi dan kondisi pada waktu itu, dimana saranadan prasarananya masih sulit terutama didaerah pedesaan,
dan juga masih banyaknya gerakan-gerakan pengacau keamanan di berbagai daerah Indonesia seperti Darul
Islam (DI). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pelaksanaan pemilihan umum. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa pelaksanaan pemilihan umum tahun 1955 dapat berjalan dengan baik. 

 
2.1.1  Sistem Distrik

Sistem ini merupakan sistem penilaian yang paling tua dan didasarkan atas kesatuan geografis. Setiap
kesatuan geografis ini biasa disebut distrik, yang mencakup suatu wilayah kecil yang mempunyai satu wakil
dalam parlemen.

Dalam sistem distrik, yang paling penting diperlukan puralitas suara (suara terbanyak) untuk
membentuk suatu pemerintah, dan bukan mayoritas (50 % plus 1). Oleh karena itu, berapapun suara yang
diperoleh jika ia tampil sebagai pemenang, maka dapat membentuk kabinet tanpa koalisi, pemerintah
semacam ini dinamakan minority government. Ciri khas yang melekat pada sistem distrik ini yaitu
kesenjangan antara jumlah suara yang diperoleh suatu partai secara nasional dan jumlah kursi yang
diperolehnya dalam parlemen.

Beberapa keuntungan sistem distrik :

a.       Karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih dapat dikenal oleh penduduk distrik sehingga
hubungannya dengan penduduk distrik lebih erat.

b.      Sistem ini lebih mendorong kearah integrasi partai- partai politik karena kursi yang diperebutkan
dalam sistem distrik pemilihan hanya satu.

3
c.       Fragmentasi partai atau kecenderungan untuk membentuk partai baru dapat dibendung, malah sistem
ini dapat mendorong kearah penyederhanaan partai secara alamiah dan tanpa paksaan.

d.      Lebih mudah bagi suatu partai untuk mencapai kedudukan mayoritas dalam parlemen , sehingga tidak
perlu diadakan koalisis dengan partai lain.

e.       Sistem ini sederhana dan mudah untuk dilksanakan.

Beberapa kelemahan sistem distrik :

a.       Sistem ini kurang memperhitungkan adanya partai- partai kecil dan golongan minoritas, apa lagi jika
golongan ini terpencar dalam beberapa distrik.

b.      Sistem ini kurang refresentatif dalam arti bahwa partai yang calonya kalah dalam suatu distrik,
kehilangan suara yang telah mendukungnya.

c.       Ada kemungkinan seseorang wakil cenderung untuk lebih memperhatikan kepentingan distrik serta
warga distriknya dari pada kepentingan nasional.

d.      Umumnya dianggap bahwa system distrik kurang efektif dalam masyarakat yang heterogen karena
terbagi dalam kelompok etnis, religious, sehingga menimbulkan anggapan bahwa suatu kebudayaan
nasional yang terpadu secara ideologis dan etnis mungkin merupakan pra syarat bagi suksesnya
sistem ini.

2.1.2   Sistem Proporsional

Sistem ini biasanya digunakan untuk menghilangkan beberapa kelemahan dari sistem distrik.
Dalam sistem ini jumlah kursi yang diperoleh oleh suatu golongan atau partai adalah sesuai dengan jumlah
suara yang diperolehnya dari masyarakat.
Dalam system proporsional. Suatu kesatuan administratife, misalnya propinsi ditentukan sebagai
daerah pemilihan.
Sistem proporsional sering dikombinasikan dengan beberapa prosedur antara lain dengan sistm daftar
(list sistem).

Sistem proporsional memiliki beberapa kelebihan, diantaranya yaitu :


a. Sistem proporsional dianggap lebih demokratis dalam arti lebih egalitarian karena asas one man one
vote dilaksanakan secara penuh, praktis tanpa ada suara yang hilang.
b. Sistem proporsional diianggap representatife karena jumlah kursi partai dalam parlemen sesuai
dengan jumlah suara yang diperolehnya dari masyarakat dalam pemilihan umum.
c. Tidak ada distorsi.

Sistem proporsional memiliki beberapa kelemahan, diantaranya yaitu :

a.      Sistem ini mempermudah fragmentasi partai.


b.      Sistem ini kurang mendorong partai-mmpartai untuk berintegrasi satu sama lain dan memanfaatkan
persamaan yang ada.
c.       Sistem proporsional member kedudukan yang kuat pada pimpinan partai melalui Sistem daftar.
d.      Wakil yang terpilih kemungkinan renggang ikatannya dengan warga yang telah memilihnya.
Karena banyaknya partai yang bersaing, sulit bagi satu partai untuk meraih mayoritas dalam parlemen yang

4
dperlukan untuk membrntuk pemerintah (Sair, 2005: 46).

2.2       Partai Politik Yang Berperan Dalam Pemilihan Umum Tahun 1955 di Indonesia

Jika diperhatikan perkembangan kehidupan kepartaian di Indoensia, maka segera diketahui bahwa


pengalaman berpartai masyarakat
Indonesia berlumlah begitu lama. sebelum tercapainya kemerdekaan, khususnya pada masa Hindia
Belanda, kaum pergerakan mendirikan sejumlah partai yangantara lain dipakai sebagai wahanan untuk
pendidikan politik dan mobilisasi politik dalam rangka perjuangan kemerdekaan. Sebelum tahun
1930 kehidupan kepartaian dapat dicirikan sebagai radikal dan konservatif, dengan pengertian yang berani
menentang Belanda secara terang-terangandan yang lain melakukan perjuangan politik melalui cara
persuasif dengan pemerintah kolonial.  Tetapi setelah partai komunis dibubarkan pemerintah kolonial
Belanda menyusul pmberontakan yang gagal tahun 1926/1927 olehkomunis, kehidupan kepartaian
mengalami masa suram. Penyesuaian gayakemudian dilakukan disana sini dan baru mulai menjadi radikal
lagi menjelang Jepang mendarat di Indonesia.

Jika dilihat dari mau tidaknya memasuki institusi-institusi kolonial,maka kehidupan kepartaian pada
masa Hindia Belanda ini dicirikan denga nmereka mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial
(kooperasi) dan yang menolak mamasuki institusi kolonial (non kooperasi). Seirama dengan ekslarasi
perjuangan, beberapa tahun sebelum Jepang mendarat di Indonesia, terlihat pendekatan partai radikal
dengan konservatif atau antara kaum kooperator dengan non kooperator baik dalam ikatan atasdasar
kebangsaan seperti yang terwujud dalam Gabungan Politik Indonesia (GAPI) maupun atas dasar ideologi
keagamaan seperti terlihat pada majelisIslam Ala Indonesia (MIAI).Pada masa pendudukan militer Jepang,
kegiatan kepartaian dilarang, kecuali MIAI yang diperkenankan terus berdiri edngan cara
menyesuaikan AD/ART nya dengan keinginan perang Asia Timur raya. Namun
ternyata MIAI juga tidak dapat bertahan lama, karena kegiatan-kegiatan MIAI dicurigai Jepang. MIAI lalu
dibubarkan dan pemerintah pendudukan Jepang menggantikannya dengan Masyumi (1943).Pada awal
proklamasi, PPKI merencanakan membentuk partai tunggal (partai negara) dengan sebutan Partai Nasional
Indonesia yang sama sekali tidak ada hubungan dengan PNI. Gagasan partai tunggal ini
diprakarsai Soekarno sebetulnya tidak begitu disokong oleh Bung
Hatta. Hal itu barangkali karena partai tunggal mirip dengan bentuk kepartaian di negara komunis, yang
dalam aktivitasnya cenderung diktator. Dalam kenyataannya rencana partai tunggal ini juga terwujud
antara lain karena KNIP mampu mengorganisir massa untuk membela eksistensi proklamasi. Penentangan
terhadap gagasan partai tunggal diperlihatkan lagi dengan usulan politik Badan Pekerja KNIP kepada
wakil Presiden. Pemerintah merealisasi usul Badan Pekerja ini melalui Maklumat Wakil Presiden tanggal 3
November 1945 yang memberi kesempatan kepada masyarakat untuk mendirikan partai politik. Sejak itu
bermunculanlah
partai- partai politik yang jumlahnya tanpa batas. Keadaan ini menjadi runyam karena   sebagian partai-
partai ini menuntut untuk diberi tempat dalam pemerintahan dan KNIP.

Jika melihat jumlah partai yang diwakili dalam parlemen. Sekurang- kurangnya terdapat 27 partai
politik. Partai-partai tersebut adalah:
1.      Masyumi (kemudian pecah : PSII menjadi partai politik sendiritahun 1947 dan NU tahun 1952).
2.      Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII).
3.      Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (PERTI).

5
4.      Partai Kristen Indonesia (PARKINDO).
5.      Partai Katolik.
6.      Partai Nasional Indonesia (PNI).
7.      Persatuan Indonesia Raya (PIR).
8.      Partai Indonesia Raya (PARINDRA).
9.      Partai Rakyat Indonesia (PRI).
10.  Partai Demokrasi Rakyat (BANTENG).
11.  Partai Rakyat Nasional (PRN)
12.  Partai Wanita Rakyat (PWR).
13.  Partai Kebangsaan Indonesia (PARKI).
14.  Partai Kedaulatan Rakyat (PKR).
15.  Serikat Kerakyatan Indonesia (SKI) .
16.  Ikatan Nasional Indonesia (INI).
17.  Partai Rakyat Djelata (PRD).
18.  Partai Tani Indonesia (PTI).
19.  Demokrasi Indonesia (WDI.
20.  Partai Komunis Indonesia (PKI).
21.  Partai Sosialis Indonesia (PSI).
22.  Partai Murbaw.
23.  Partai Buruh (dua buah).
24.  Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (PERMAI).
25.  Partai Demokrasi Tionghoa Indonesia (PDTI).
26.  Partai Indo Nasional (PIN).

2.3 Proses Pemilihan Umum Tahun 1955 di Indonesia

2.3.1   Kampanye Partai Politik Tahun 1955


Kampanye Pemilu yang sangat sengit pada tahun 1955 berlangsung lama sekali yang
memperuncing konflik sosial di banyak daerah. Ketiadaan konsensus politik yang mencolok pada masa
kamanye itu menjadi jelas lagi pada masa pasca Pemilu, yaitu pada masa kabinet Ali Sastroamidjojo kedua
(Maret 1956-Maret 1957). Dari empat partai yang keluar sebagai pemenang dalam Pemilu 1955, PNI,
Masyumi, NU dan PKI, semuanya, kecuali PKI, diwakili dalam kabinet Ali itu. Tetapi, konflik PNI dan
Masyumi berjalan terus di dalam kabinet itu, sehingga kabinet dilihat lemah dan kurang tegas. Hal
itu menyuburkan lahan bagi beberapa aktor politik yang dari dulu merasa diri dikesampingkan oleh
sistem demokrasi parlementer. Yang paling nyata Presiden Soekarno dan pimpinan tentara. Menarik pula
perilaku para politikus saat berkampanye.
Semua politikus, termasuk PM Burhanudin Harahap dan para menteri yang menjadi calon anggota DPR,
tidak pernah menggunakan fasilitas negara maupun memanfaatkan otoritasnya sebagai
pejabat  negara. Mereka juga tidak pernah meminta pejabat di bawahnya untuk menggiring masyarakat
masyarakat pemilih untuk mengambil sikap yang menguntungkan partainya. Sebab, mereka tak
menganggap sesama pejabat negara sebagai pesaing yang menakutkan. Selain itu, tak  ada gelagat dari
pejabat negara tertentu untuk menghalalkan segala cara selama mengikuti kampanye. Teladan para pejabat
pada masa lalu inilah yang kita rindukan bersama saat ini. Tidak diketahui pasti berapa lama masa

6
kampanye pada Pemilu 1955. Ditinjau dari pelaksanaannya, pemilihan umum ini dapat dikatakan berjalan
secara bersih, jujur, aman dan tertib (Sair, 2005: 44).

2.3.2  Proses Pemilu
Pada November tahun 1952, Kabinet Wilopo mengajukan rancangan undang-undang pemilihan
umum baru. Sistem perwakilan proporsional diajukan kepada parlemen dan disetujui secara aklamasi.
Undang-undang tersebut membagi Indonesia ke dalam 16 daerah pemilihan. Pendaftaran pemilih mulai
dilaksanakan pada Mei 1994 dan baru selesai pada
November.  Ada 43.104.464 warga yang memenuhi syarat masuk bilik suara. Dari jumlah itu, sebanyak
87,65% atau 37.875.299 yang menggunakan hak pilihnya pada saat itu. Pada Pemilu pertama tahun1955,
Indonesia menggunakan sistem proporsional yang tidak murni. Proposionalitas penduduk dengan kuota
1; 300.000.Tidak kurang dari 80 partai politik, organisasi massa, dan
puluhan perorangan ikut serta mencalonkan diri dalam Pemilu yang pertama ini. Keseluruhan peserta
Pemilu pada saat itu mencapai 172 tanda gambar. Pada Pemilu ini, anggota TNI-APRI, juga menggunakan
hak pilihnya berdasarkan peraturan yang berlaku ketika itu. Pada pelaksanaan Pemilu pertama, dibagi
menjadi 16 daerah pemilihan yang meliputi 208 daerah kabupaten, 2.139 kecamatan, dan 43.429 desa.
Dengan perbandingan setiap 300.000 penduduk diwakili seorang wakil. Pemilu  pertama ini diikuti oleh ba
nyak partai politik karena pada saat itu pada saat itu NKRI menganut kabinet multi partai sehingga DPR
hasil Pemilu terbagi kedalam beberapa fraksi .
Dalam http://www.academia.edu/3623682/Pemilu_1955_ Pesta_ Demokrasi_Pertama_Indonesia,

2.4 Hasil Pemilihan Umum tahun 1955 di Indonesia

2.4.1   Hasil Pemilu Tahap 1 (29 September 1955)

Dari 172 kontestan Pemilu 1955, hanya 28 kontestan (tiga diantaranya perseorangan) yang berhasil
memperoleh kursi. Empat partai besar secara berturut-turut memenangkan kursi: Partai Nasional
Indonesia (57 kursi/22,3%), Masyumi (57 kursi/20,9%), Nahdlatul Ulama (45 kursi/18,4%), dan
Partai Komunis Indonesia (39 kursi/15,4%). Keseluruhan kursi yang diperoleh adalah sebesar 257
kursi. Tiga kursi sisa diberikan pada wakil Irian Barat yang keanggotaannya diangkat Presiden.
Selain itu diangkat juga 6 anggota parlemen mewakili Tonghoa dan 6 lagi mewakili Eropa. Dengan
demikian keseluruhan anggota DPR hasil Pemilu 1955 adalah 272 orang. 

2.4.2  Hasil Pemilu Tahap 2 (15 Desember 1955)


Jumlah kursi anggota Konstituante dipilih sebanyak 520, tetapi diIrian Barat yang memiliki
jatah 6 kursi tidak ada pemilihan. Maka kursi yang dipilih hanya 514. Hasil pemilihan anggota
Dewan Konstituante menunjukkan bahwa PNI, NU dan PKI meningkat dukungannya, sementara
Masyumi, meski tetap menjadi pemenang kedua, perolehan suaranya merosot 114.267 dibanding-
kan suara yang diperoleh dalam pemilihan anggota DPR. 
Sebenarnya hasil pemilihan tahun  1955 itu memperlihatkan keampuhan strategi yang
dikembangkan PKI, yang muncul sebagai pemenang no.4, Ini membuktikan, upaya PKI ,meluaskan
pengaruhnya melalui penggalangan masa sangat berhasil. Dari hasil perolehan suara itu, kekuatan
PKI ternyata terdapat di Jawa ( seperti halnya PNI dan NU). Keberhasilan itu juga karena PKI
merangkul bung Karno dalam setiap permasalahan politik. Kebetulan Bung Karno tidak sejalan

7
dengan pemikiran Hatta  dalam masalah politik dan ekonomi sangat menguntungkan PKI yang
memandangmaslah itu dari sudut ediologinya sendiri (Sair, 2005: 44).

8
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang lahir sejak bulan Agustus 1950 mewarisi sistem multi
partai. Jika melihat jumlah partai yang diwakili dalam parlemen. sekurang-kurangnya terdapat 27 partai
politik. Pemilu 1955 berlansung dengan sistem proporsional (multimember constituency ) yang
dikombinasikan dengan sistem daftar (listsystem) diikuti oleh lebih dari 30 Partai Politik dan lebih dari 100
organisasi atau perkumpulan dan perseorangan untuk memilih 257 anggota DPR. Dariempat partai yang
keluar sebagai pemenang dalam Pemilu 1955, PNI,Masyumi, NU dan PKI, semuanya, kecuali PKI, diwakili
dalam kabinetAli Sastroamidjojo. Pada November tahun 1952, Kabinet Wilopo mengajukan rancangan
undang-undang pemilihan umum baru. Sistem perwakilan proporsional diajukan kepada parlemen dan
disetujui secara aklamasi. Undang-undang tersebut membagi Indonesia ke dalam 16 daerah
pemilihan. Pendaftaran pemilih dilakukan pada Mei 1954 dan baru selesai pada November. 
Ada 43.104.464 pemilih yang sesuai dengan syarat masuk bilik suara.

3.2      Saran
        Sebagai manusia yang mempunyai kelebihan dan kekurangan kami yakin para pembaca juga ingin
lebih mengerti tentang Pelaksanaan Pemilihan Umun pada tahun 1955 di Indonesia, maka kami
menyarankan para pembaca memperbanyak membaca dari sumber-sumber yang lain.

9
DAFTAR PUSTAKA

http://www.academia.edu/3623682/Pemilu_1955_ Pesta_ Demokrasi_Pertama_Indonesia,
Poesponegoro, Marwati Djoened. 2008. Sejarah Umum. Jakarta: Balai Pustaka, halaman 317.
Sair, Alian. 2005. Sejarah Umum, Perpustakaan PONPES Darul Ulum.

10

Anda mungkin juga menyukai