Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KEWARGANEGARAAN

PEMIMPIN HASIL PEMILU DI INDONESIA

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

Mata Kuliah Pancasila


Dosen:

Disusun oleh:
Nathasya Sisworo

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2018
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
Rasa syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pemurah, karena atas
berkat dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah ini membahas mengenai pelaksaan Pemilu di Indonesia yang
pelaksaannya sudah sesuai atau belum sesuai dengan nilai sila ke-4 Pancasila,
“Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam pemusyawaratan
perwakilan”.
Saya juga mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen yang telah
membimbing saya, dan orangtua serta teman-teman yang sudah bersedia
membantu saya dalam bentuk materiil maupum formil sehingga saya bisa
menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu dan sesuai harapan saya.
Tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah supaya saya dapat memperdalam
pengetahuan saya tentang kewarganegaraan, melatih saya untuk berani
menuangkan pendapat saya, dan melatih saya berpikir kritis pada suatu perististiwa
yang terjadi.
Demikian makalah ini saya buat, semoga bisa berguna bagi pembacanya.
Mohon saran dan kritik yang membangun, agar saya bisa menjadi lebih baik
dikemudian hari, terima kasih.

Semarang, 17 September 2018


Penyusun,
Nathasya Sisworo

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia pada hakekatnya
merupakan konkritisasi dari perwujudan kedaulatan rakyat dalam rangka partisipasi
politik dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Secara
tegas (explicit)ketentuan pasal 1 ayat (2) Undang – Undang Dasar 1945
menyebutkan,”Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang – Undang Dasar”. Penggunaan hak pilih (aktif) oleh setiap warga negara
Indonesia anggota – anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan
Daerah (DPD), Presiden dan Wakil Presiden, serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) juga sebagai aplikasi hak politik warga negara, sebagaimana ditentukan
dalam pasal 28 Undang – Undang Dasar 1945 yang berbunyi, ”Kemerdekaan
berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan
sebagainya ditetapkan dengan undang – undang”. Kemerdekaan atau kebebasan
mengeluarkan pikiran / menyatakan pendapat merupakan pilar mendasar dalam
pemerintahan yang demokratis, dan dianggap sebagai asas fundamental dalam
pemilihan umum.
Demokrasi yang dianut di Indonesia adalah Demokrasi Pancasila yang
mencakup prinsip – prinsip pokok demokrasi konstitusional yang berdasarkan rule
of law. Pelaksanaan Pemilihan Umum yang bebas untuk mengakomodir hak – hak
politik masyarakat, merupakan salah satu syarat utama pemerintahan yang
demokratis berdasarkan rule of law. Secara lengkap (implicit),   dalam South – East
Asian Conference of Jurists yang diselenggarakan di Bangkok pada tanggal 15 – 19
Pebruari 1965, menyebutkan syarat – syarat dasar untuk
terselenggaranya   pemerintahan yang demokratis dibawah rule of law, sebagai
berikut:
1)  Perlindungan konstitusionil, dalam arti bahwa konstitusi, selain dari menjamin
hak – hak individu, harus menentukan pula cara proseduril untuk memperoleh
perlindungan atas hak – hak yang dijamin.
2)  Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak (independent and impartial
tribunals).
3)  Pemilihan umum yang bebas.
4)  Kebebasan untuk menyatakan pendapat.
5)  Kebebasan untuk berserikat / berorganisasi dan beroposisi.
6)  Pendidikan kewarganegaraan (civic education).
Meskipun penggunaan hak pilih (hak suara) dalam suatu pemilihan umum
adalah hak subyektif warga negara (masyarakat / rakyat) yang telah memenuhi
syarat untuk memilih, akan tetapi dari aspek kepentingan negara dan bangsa  maka
dapat dianggap bahwa penggunaan hak pilih / hak suara warga negara dalam
pemilihan umum, pada hakekatnya adalah sebagai bentuk tanggung jawab untuk
berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui proses pemilihan
umum, rakyat (warga negara) menyerahkan kekuasaannya / kedaulatannya kepada
pemerintah (dalam arti luas yang mencakup Presiden beserta pembantu –
pembantunya yaitu para menteri, serta parlemen baik di tingkat pusat maupun
daerah) untuk mengelola / mengurus organisasi yang dinamakan negara. Pada
umumnya, negara sebagai asosiasi  rakyat / rakyat mempunyai tujuan akhir yaitu
menciptakan kebahagiaan bagi rakyatnya (bonum publicum, common good,
common well).
Dengan demikian, ketentuan mengenai keiikutsertaan setiap warga negara
yang telah memenuhi syarat untuk memilih dalam pemilihan umum, tidak semata –
mata dianggap sebagai hak yang memiliki pengertian boleh dilaksanakan atau tidak
dilaksanakan. Tetapi, ketentuan mengenai partisipasi warga negara  dalam
pemilihan umum harus dilihat sebagai wujud tanggung jawabnya
sebagai pemegang kedaulatan rakyat, terhadap bangsa dan negara.
Sehingga peranan setiap warga negara  dalam pemilihan umum dengan
menggunakan hak pilih / hak suaranya merupakan fenomena sosial – politik yang
sangat urgent dibahas secara sosiologis berkaitan dengan pelaksanaan pemilihan
umum di Indonesia

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sistem Pemilu di Indonesia?
2. Apakah dengan sistem Pemilu yang saat ini digunakan dapat menghasilkan
pemimpin yang sesuai nilai-nilai Pancasila?
3. Bagaimana seharusnya sistem Pemilu yang sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila?

C. Tujuan
1. Mengetahui sistem Pemilu di Indonesia.
2. Mengetahui sikap kepemimpinan yang dihasilkan dari hasil Pemilu
3. Mengetahui sistem Pemilu yang ideal bagi Indonesia
BAB 2

PEMBAHASAN
A. Sistem Pemilu di Indonesia
Sampai tahun 2009 bangsa indonesia sudah sepuluh kali pemilihan umum
diselenggarakan, yaitu dari tahun 1955, 1971,1977, 1982, 1992, 1997, 2004 dan
terakhir 2009. semua pemilihan umum tersebut tidak diselenggarakan dalam
situasi yang vacuum, melainkan berlangsung didalam lingkungan yang turut
menentukan hasil pemilihan umum tersebut. Dari pemilu yang telah dilaksanakan
juga dapat diketahui adanya upaya untuk mencari sistem pemilihan umum yang
cocok untuk Indonesia.

a. Zaman Demokrasi Parlementer (1945-1959)


Pada masa ini pemilu dilaksanakan oleh kabinet Baharuddin Harahap pada tahun
1955. Pada pemilu ini pemungutan suara dilakukan dua kali yaitu yang pertama
untuk memilih anggota DPR pada bulan September dan yang kedua untuk memilih
anggota Konstituante pada bulan Desember. Sistem yang digunakan pada masa ini
adalah sistem proporsional.
Dalam pelaksanaannya berlangsung dengan khidmat dan sangat demokratis
tidak ada pembatasan partai-partai dan tidak ada usaha dari pemerintah
mengadakan intervensi terhadap partai kampanye berjalan seru. Pemilu
menghasilkan 27 partai dan satu perorangan berjumlah total kursi 257 buah.
Namun stabilitas politik yang sangat diharapkan dari pemilu tidak terwujud.
Kabinet Ali (I dan II) yang memerintah selama dua tahun dan yang terdiri atas
koalisi tiga besar: Masyumi, PNI, dan NU ternyata tidak kompak dalam menghadapi
beberapa persoalan terutama yang terkait dengan konsepsi Presiden Soekarno
zaman Demokrasi Parlementer berakhir.
b. Zaman Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Setelah pencabutan Maklumat Pemerintah pada bulan November 1945 tentang
kebebasan untuk mendirikan partai, Presiden Soekarno mengurangi jumlah partai
menjadi 10 buah saja. Di zaman Demokrasi Terpimpin tidak diadakan pemilihan
umum.

c. Zaman Demokrasi Pancasila (1965-1998)


Setelah runtuhnya rezim Demokrasi Terpimpin yang semi-otoriter, masyarakat
menaruh harapan untuk dapat mendirikan suatu sistem politik yang demokrati dan
stabil. Usaha yang dilakukan untuk mencapai harapan tersebut diantaranya
melakukan berbagai forum diskusi yang membicarakan tentang sistem distrik yang
masih baru bagi bangsa Indonesia.
Pendapat yang dihasilkan dari seminar tersebut menyatakan bahwa sistem
distrik dapat mengurangi jumlah partai politik secara alamiah tanpa paksaan,
dengan harapan partai-partai kecil akan merasa berkepentingan untuk bekerjasama
dalam usaha meraih kursi dalam suatu distrik. Berkurangnya jumlah partai politik
diharapkan akan membawa stabilitas politik dan pemerintah akan lebih berdaya
untuk melaksanakan kebijakan-kebijakannya, terutama di bidang ekonomi.
Karena gagal menyederhanakan sistem partai lewat sistem pemilihan umum,
Presiden Soeharto mulai mengadakan beberapa tindakan untuk menguasai
kehidupan kepartaian. Tindakan pertama yang dilakukan adalah mengadakan fusi
diantara partai-partai, mengelompokkan partai-partai dalam tiga golongan yaitu
Golongan Spiritual (PPP), Golongan Nasional (PDI), dan Golongan Karya (Golkar).
Pemilihan umum tahun1977 diselenggarakan dengan menyertakan tiga partai,
dalam perolehan suara terbanyak Golkar selalu memenangkannya.

d. Zaman Reformasi (1998- 2009)


Ada satu lembaga baru di dalam lembaga legislatife, yaitu DPD ( dewan
perwakilan daerah ). Untuk itu pemilihan umum anggota DPD digunakan Sistem
Distrik tetapi dengan wakil banyak ( 4 kursi untuk setiap propinsi). Untuk pemilihan
anggota DPR dan DPRD digunakan system proposional dengan daftar terbuka,
sehingga pemilih dapat memberikan suaranya secara langsung kepada calon yang
dipilih. Dan pada tahun 2004, untuk pertama kalinya diadakan pemilihan presiden
dan wakil presiden secara langsung, bukan melalui MPR lagi.

B. Kepemimpinan yang dihasilkan dari Pemilu


Pemilihan umum sebagai sarana Demokrasi Pancasila dimaksudkan untuk
membentuk sistem kekuasaan berdasarkan kedaulatan rakyat. Pemilihan umum
adalah suatu cara untuk memilih wakil wakil rakyat yang akan duduk di lembaga
perwakilan rakyat serta merupakan salah satu bentuk pelayanan hak-hak asasi
warga negara bidang politik. Untuk itu, sudah menjadi keharusan pemerintahan
demokrasi untuk melaksanakan pemilihan umum dalam waktu-waktu yang telah
ditentukan.
Pelaksanaan pemilu di Indonesia didasarkan pada pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat, antara lain,
menyatakan bahwa, “…disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam
suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu
susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat…”. Perubahan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 Ayat (2)
mengatakan bahwa “kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar”. Perubahan tersebut bermakna bahwa kedaulatan rakyat
tidak lagi dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR, tetapi dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar.
Pemilihan umum di Indonesia dilaksanakan secara langsung di mana rakyat
secara langsung memilih wakil-wakilnya yang akan duduk di badan-badan
perwakilan rakyat, contohnya pemilihan langsung presiden dan wakil presiden
serta pemilu untuk memilih anggota DPRD II, DPRD I, DPR, dan DPD. Pemilu
diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah, serta
untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat, dan memperoleh
dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional berdasarkan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menurut Pasal 22E Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, dan rahasia
(luber) serta jujur dan adil (jurdil). 
 Langsung, menunjukan bahwa rakyat memilih wakilnya secara langsung sesuai
dengan hati nuraninya tanpa perantara. 
 Umum berarti bahwa semua warga negara yang sudah memenuhi persyaratan
untuk memilih berhak mengikuti Pemilu. Kesempatan memilih ini berlaku
untuk semua warga negara tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras,
golongan, jenis kelamin, dan lain-lain. 
 Bebas mengandung arti setiap warga negara bebas menentukan pilihannya
tanpa ada tekanan atau paksaan dari siapapun juga. 
 Rahasia, dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak
akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun.
 Jujur menekankan bahwa setiap penyelenggara pemilu, aparat pemerintah,
peserta pemilu, pengawas pemilu, pemantau pemilu, pemilih serta semua
pihak yang berkaitan harus bersikap dan bertindak jujur. 
 Adil, bahwa dalam penyelenggaraan pemilu setiap peserta dan pemilih
mendapat perlakuan yang sama sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Karena Pemilu yang diterapkan sudah sesuai dengan UU, dan UU berpedoman
pada Pancasila, maka dihasilkan pula pemimpin yang sesuai dengan cita-cita
bangasa. Dimana bangsa adalah rakyat Indonesia itu sendiri.
C. Sistem Pemilu yang ideal bagi Indonesia
Sistem pemilu proporsional terbuka adalah pemilih memilih langsung nama
calon, dan calon terpilih kemudian ditetapkan berdasarkan perolehan suara
terbanyak. Sedangkan sistem pemilu proporsional tertutup adalah pemilih hanya
memilih partai politik, dan calon terpilih kemudian ditentukan berdasarkan nomor
urut yang telah ditetapkan oleh partai politik.
Menurut Direktur Eksekutif Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago, sistem
pemilu proporsional terbuka sudah dilaksanakan dalam dua kali pemilu, yakni
pemilu 2009 dan pemilu 2004. Kelemahan sistem pemilu proporsional terbuka
adalah mmelahirkan wakil rakyat instan yang masih belajar, belum teruji dan
sebagian bukan yang terbaik di partainya, sehingga wakil yang terpilih gagal dalam
melaksanakan tugasnya.
Kelebihannya, dalam istem pemilu proporsional terbuka rakyat berdaulat
penuh. Sistem pemilu proporsional terbuka menjamin dan memastikan suara
rakyat menjadi penentu siapa-siapa saja yang akan duduk di kursi parlemen.
Namun dalam kenyataannya masyarakat Indonesia masih belum bisa memilih
wakilnya dengan tepat. Masyarakat yang masih lapar dan miskin, cenderung
memilih calon yang berduit, dan mengabaikan moralitas.
Indonesia memakai sistem pemilu proporsional tertutup pada masa Orde Baru.
Pada masa itu sistem oligarki kepartian dan partai semakin menguat. Menurut
Pangi, kelemahan sistem proporsional tertutup diantaranya menutup partisipasi
publik yang lebih besar, dan menjauhkan hubungan antara pemilih dan wakil pasca
pemilu.  Sistem pemilu proporsional tertutup juga membuat komunikasi politik
tidak berjalan dan kesempatan calon terpilih lebih tidak adil. Krisis calon anggota
legislatif tidak bisa dihindari karena sedikit yang berminat dan serius menjadi caleg,
mengingat sudah bisa diprediksi siapa yang akan terpilih.
Itu artinya, dalam sistem pemilu proporsional tertutup partai berkuasa penuh,
partai menjadi penentu siapa yang saja yang akan duduk di kursi parlemen.
Sedangkan kelebihannya, sistem pemilu proporsional tertutup memastikan bahwa
masyarakat cukup memilih partai dan biarlah partai yang memilih kadernya, karena
partailah yang tau betul tentang kadernya itu, mulai dari kapasitas, integritas, dan
lainnya.
Indonesia adalah negara berkembang. Indonesai terdiri dari banyak pulau,
budaya masyarakatnya beragam. Rakyat Indonesia juga masih berkembang, maka
dari itu diperlukan seorang pemimpin dan wakil rakyat yang mau mendengar
rakyat, dan bekerja dengan maksimal.
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dengan menjalankan Pemilu sesuai asas, maka rakyat sudah diwujudkan
kedaulatannya, dan berpartisipasi dalam proses politik di Indonesia dengan
memberikan suaranya. Rakyatpun secara langsung memilih, bukan dengan
perantara lembaga perwakilan rakyat daerah, sehingga benar-benar murni suara
rakyat dan bisa memilih pemimpin yang sesuai dengan hati nurani. Pancasila
merupakan cita-cita bangsa Indonesia, dan bangsa Indonesia adalah dimana rakyat
Indonesia sendiri itu berada. Dengan Pemilu yang sudah diterapkan, rakyat sudah
memilih pemimpin yang visi dan misinya sesuai dengan apa yang mereka
kehendaki. Seperti contohnya Presiden Joko Widodo yang sangat dicintai rakyat
karena menjalankan tugasnya sesuai dengan cita-cita rakyat, atau sama saja cita-
cita Bangsa, Pancasila.

B. SARAN
Dari kesimpulan yang dijabarkan diatas, maka dapat diberikan saran berikut ini:
Apapun sistem Pemilu yang diterapkan di Indonesia, sebaiknya tetap
berpegang teguh pada Pancasila sebagai ideologi negara. Tujuannya adalah supaya
dapat terpilih pemimpin yang berjiwa Pancasila, dan dapat memajukan bangsa
Indonesia. Kesadaran diri raykat dan pemimpin juga sangat diperlukan demi
terwujudnya cita-cita bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Chairul Fajar (2014). Apakah Sila ke-4 Bertentangan dengan Pemilihan
Langsung?.https://www.kompasiana.com/chairul.fajar/54f5d97ea3331154528
b47a0/apakah-sila-ke-4-pancasila-bertentangan-dengan-pemilihan-langsung,
17 September 2018

Lidianarahmayanti(2013).PELAKSANAAN PEMILU DI
INDONESIA.https://lidianarahmayanti.wordpress.com/2013/05/20/pelaksanaa
n-pemilihan-umum-di-indonesia/,17 September 2018

Lisa Ananta(2016).Manakah yang Cocok untuk Indonesia,Sistem Proporsional


Terbuka atau Tertutup?.
https://www.kompasiana.com/lisaananta/5837d2cae322bdd804d2b
b10/manakah-yang-cocok-untuk-indonesia-sistem-proporsional-terbuka-atau-t
ertutup, 17 September 2018

HEADER FOOTER TAPI COVER SAMA KATA PENGANTAR SM DAFTAR ISI GA USAH
ADA HEADER FOOTER, GIMANA CARANYA?

Anda mungkin juga menyukai