Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

DINAMIKA PENERAPAN DEMOKRASI PANCASILA

Disusun oleh:Kelompok 1

Anggota:-Desy susila darmayanti putri

-Nurazniati

-Ainun jariah

-Firna ristani

-Nurfadilal

-Abimanyu setio bomoyo

-Julfahnur

SMAN 1 SAPE

TAHUN AJARAN 2022-2023


KATA PENGANTARR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat allah swt atas


segala rahmatnya sehingga makalah ini dapat
tersusun sampai dengan selesai tepat pada
waktunya.Adapun judul dari makalah ini yaitu
membahas tentang “Dinamika penerapan demokrasi
pancasila pada tahun 1945-2022”

Pada kesempatan ini kami mengucapkan


terimakasih sebesar-besarnya kepada ibu pengajar
mata pelajaran pkn yang telah memberikan tugas
terhadap kami.kami juga ingin mengucapkan terima
kasih kepada pihak pihak yang turut membantu
dalam pembuatan makalah ini

Bagi penulis makalah ini jauh dari kata


sempurna,masih banyak kekurangan dalam
menyusun makalah ini.untuk ini kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Daftar isi
Halaman judul.............................................
Kata pengantar.............................................

Bab 1 pendahuluan...........
Hakikat demokrasii.....................

Bab 2 pembahasan............
penerapan demokrasi diindonesia...................
pelaksanaan demokrasi diindonesiaa.....................
kemajuan kehidupan demokrasi di tahun 2021..........

Bab 3 penutup....................
A.kesimpulan
B. Saran
Perumusan masalah.......
1) jelaskan apa pengertian demokrasi?
2) Bagaimana penerapan demokrasi diindonesia?
3) Bagaimana pelaksanaan demokrasi diindonesia
sejak orde lama,orde baru,masa transisi dan masa
reformasi?
BAB 1
PENDAHULUAN

1. Hakikat Demokrasi

Demokrasi berasal dari kata Yunani, demos yang berarti rakyat


dan kratos yang berarti pemerintahan. Demokrasi berarti pemerintahan rakyat,
maksudnya sistem pemerintahan yang rakyatnya memegang perenan yang
menentukan, krena pemerintahan itu merupakan pemerintahan dari rakyat,
oleh rakyat, dan untuk rakyat. Abraham Lincoln menyatakan demokrasi
adalah suatu pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, oleh rakyat
dan untuk rakyat.

Henry B. Mayo sebagaimana dikutip oleh Miriam Budiardjo dalam bukunya


yang berjudul Dasar-dasar Ilmu Politik(2008:118-119)mengungkapkan prinsip
dari demokrasi yang akan mewujudkan suatu sistem politik yang demokratis.

Adapun prinsip-prinsip tersebut antara lain adalah :

1. Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara


melembaga.
2. Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu
masyarakat yang sedang berubah.
3. Menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur.
4. Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum.
5. Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman.
6. Menjamin tegaknya keadilan.
Kemudian, menurut menurut Alamudi sebagaimana dikutip oleh Sri Wuryan
dan Syaifullah dalam bukunya yang berjudul Ilmu Kewarganegaraan(2006:84),
suatu negara dapat disebut berbudaya demokrasi apabila memiliki soko guru
demokrasi sebagai berikut:

1. Kedaulatan rakyat.
2. Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah.
3. Kekuasaan mayoritas.
4. Hak-hak minoritas.
5. Jaminan hak-hak asasi manusia.
6. Pemilihan yang bebas dan jujur.
7. Persamaan di depan hukum.
8. Proses hukum yang wajar.
9. Pembatasan pemerintahan secara konstitusional.
10. Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik.
11. Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja sama dan mufakat
BAB 2
Pembahasan
1. Penerapan Demokrasi di Indonesia

Menurut Ahmad Sanusi dalam tulisannya yang berjudul Memberdayakan


Masyarakat dalam Pelaksanaan 10 Pilar Demokrasi (2006: 193-205),
mengutarakan 10 pilar demokrasi konstitusional Indonesia menurut Pancasila
dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu:

1. Demokrasi yang Berketuhanan Yang Maha Esa. Artinya, seluk


beluk sistem serta perilaku dalam menyelenggarakan kenegaraan RI
harus taat asas, konsisten, atau sesuai dengan nilai-nilai dan
kaidah-kaidah dasar Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Demokrasi dengan kecerdasan. Artinya, mengatur dan
menyelenggarakan demokrasi menurut Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 itu bukan dengan kekuatan naluri,
kekuatan otot, atau kekuatan massa semata-mata. Pelaksanaan
demokrasi itu justru lebih menuntut kecerdasan rohaniah, kecerdasan
aqliyah, kecerdasan rasional, dan kecerdasan emosional.
3. Demokrasi yang berkedaulatan rakyat. Artinya, Kekuasaan
tertinggi ada di tangan rakyat. Secara prinsip, rakyatlah yang
memiliki/memegang kedaulatan itu. Dalam batas-batas tertentu
kedaulatan rakyat itu dipercayakan kepada wakil-wakil rakyat di MPR
(DPR/DPD) dan DPRD.
4. Demokrasi dengan rule of law. Hal ini mempunyai empat makna
penting.
Pertama, kekuasaan negara Republik Indonesia itu harus mengandung,
melindungi, serta mengembangkan kebenaran hukum (legal truth) bukan
demokrasi ugal-ugalan, demokrasi dagelan, atau demokrasi manipulatif.

Kedua, kekuasaan negara itu memberikan keadilan hukum (legal justice)


bukan demokrasi yang terbatas pada keadilan formal dan pura-pura.

Ketiga, kekuasaan negara itu menjamin kepastian hukum (legal security)


bukan demokrasi yang membiarkan kesemrawutan atau anarki.

Keempat, kekuasaan negara itu mengembangkan manfaat atau kepentingan


hukum

(legal interest), seperti kedamaian dan pembangunan, bukan demokrasi yang


justru mempopulerkan fitnah dan hujatan atau menciptakan perpecah
an, permusuhan, dan kerusakan.

1. Demokrasi dengan pemisahan kekuasaan negara.

Artinya, demokrasi menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia


Tahun 1945 bukan saja mengakui kekuasaan negara Republik Indonesia yang tidak tak
terbatas secara hukum, melainkan juga demokrasi itu dikuatkan dengan pemisahan
kekuasaan negara dan diserahkan kepada badan-badan negara yang bertanggung
jawab.

1. Demokrasi dengan hak asasi manusia,

Artinya, demokrasi menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia


Tahun 1945 mengakui hak asasi manusia yang tujuannya bukan saja menghormati
hak-hak asas

tersebut, melainkan terlebih-lebih untuk meningkatkan martabat dan derajat manusia


seutuhnya.
1. Demokrasi dengan pengadilan yang merdeka.

Artinya, demokrasi menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945 menghendaki diberlakukannya sistem pengadilan yang
merdeka (independen)yang

memberi peluang seluas-luasnya kepada semua pihak yang berkepentingan


untuk mencari dan menemukan hukum yang seadil-adilnya.

1. Demokrasi dengan otonomi daerah.

Artinya, otonomi daerah merupakan pembatasan terhadap kekuasaan negara,


khususnya kekuasaan legislatif dan eksekutif di tingkat pusat, dan lebih
khusus lagi pembatasan atas kekuasaan Presiden. Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945

secara jelas memerintahkan dibentuknya daerah-daerah otonom pada


propinsi dan kabupaten/kota. Dengan Peraturan Pemerintah, daerah-daerah
otonom itu dibangun dan disiapkan untuk mampu mengatur dan
menyelenggarakan urusan-urusan pemerintahan sebagai urusan rumah
tangganya sendiri yang diserahkan oleh Pemerintah Pusat kepadanya.

1. Demokrasi dengan kemakmuran.

Artinya, demokrasi itu bukan hanya soal kebebasan dan hak, bukan hanya
soal kewajiban dan tanggung jawab, bukan pula hanya soal mengorganisir
kedaulatan rakyat atau pembagian kekuasaan kenegaraan. Demokrasi itu
bukan pula hanya soal otonomi daerah

dan keadilan hukum. Sebab bersamaan dengan itu semua, demokrasi


menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 itu
ternyata ditujukan untuk membangun negara kemakmuran (welfare state)
oleh dan untuk sebesar-besarnya rakyat Indonesia.

1. Demokrasi yang berkeadilan sosial.

Artinya, Demokrasi menurut UndangUndang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945 menggariskan keadilan sosial di antara berbagai
kelompok, golongan, dan lapisan masyarakat.
C. Pelaksanaan Demokrasi Di Indonesia Sejak Orde Lama,
Orde Baru, Masa Transisi Dan Masa Reformasi

1. Masa Orde Lama

Dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, UUD 1945 berlaku kembali di negara
Republik Indonesia. Sekalipun UUD 1945 secara yuridis formal sebagai hukum
dasar tertulis yang berlaku di Indonesia namun realisasi ketatanegaraan
Indonesia tidak melaksanakan makna dari UUD 1945 itu sendiri. Sejak itu
mulai berkuasa Orde Lama yang secara ideologis banyak dipengaruhi oleh
paham komunisme. Hal ini nampak berbagai macam penyimpangan ideologis
yang dituangkan dalam berbagai bidang kebijaksanaan dalam negara.
Dikukuhkannya ideologi Nasakom, dipaksakannya doktrin negara dalam
keadaan revolusi. Oleh karena revolusi adalah permanen, maka Presiden
sebagai kepala negara yang sekaligus juga sebagai pemimpin besar revolusi
diangkat menjadi pemimpin besar revolusi, sehingga Presiden masa
jabatannya seumur hidup. penyimpangan ideologis maupun konstitusional ini
berakibat pada penyimpangan-penyimpangan konstitusional lainnya sebagai
berikut:

1945. Demokrasi Indonesia diarahkan manjadi demokrasi terpimpin, yang


dipimpin oleh Presiden. Sehingga praktis bersifat otoriter. Padahal
sebenarnya di negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila
berasaskan kerakyatan, sehingga seharusnya rakyatlah sebagai pemegang
serta asal mula kekuasaan negara. Demikian juga sebagaimana tercantum
dalam UUD 1945.

1946. Presiden sebagai pemimpin besar revolusi , maka memiliki wewenang


yang melebihi sebagaimana ditentukan oleh Undang-Undang Dasar 1945,
yaitu mengeluarkan produk hukum yang setingkat Undang-Undang tanpa
melalui persetujuan DPR dalam bentuk penetapan presiden.

1947. Dalam tahun 1960, karena DPR tidak dapat menyetujui Rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diajukan oleh Pemerintah,
kemudian Presiden waktu itu membubarkan DPR hasil Pemilu 1955 dan
kemudian membentuk DPR Gotong Royong. Hal ini jelas-jelas sebagai
pelanggaran konstitusional yaitu kekuasaan eksekutif di atas kekuasaan
legislatif.

1948. Pimpinan lembaga tertinggi dan tinggi negara dijadikan menteri


negara, yang berarti sebagai pembantu Presiden.

Karena pelaksanaan yang inkonstitusional itulah, maka berakibat pada


ketidakstabilan dalam bidang politik, ekonomi terutama dalam bidang
keamanan. Puncak kekuasaan Orde Lama tersebut ditandai dengan
pemberontakan G 30 S PKI akhirnya pemberotakan itu dapat digagalkan oleh
rakyat Indonesia terutama oleh generasui muda.

Dengan dipelopori oleh pemuda, pelajar dan mahapeserta didik rakyat


Indonesia menyampaikan Tritura (Tiga Tuntutan Rakyat) yang meliputi:

1. Bubarkan PKI.
2. Bersihkan Kabinet dari unsur PKI.
3. Turunkan harga/perbaikan ekonomi.

Gelombang gerakan rakyat semakin besar, sehingga Presiden tidak mampu


lagi mengendalikannya, maka keluarlah Surat Perintah 11 Maret 1966 yang
memberikan wewenang kepada Letnan Jendral Soeharto untuk mengambil
langkah-langkah dalam mengembalikan keamanan negara. Sejak peristiwa
inilah seharah ketatanegaraan Indonesia dukuasai oleh kekuasaan Orde Baru
(Darmodiharjo, 1979).
2. Masa Orde Baru

Orde Baru pada awalnya bertujuan mengembalikan keadaan setelah


pemberontakan PKI bertekad untuk mempelopori pembangunan nasional
Indonesia sehingga Orde Baru juga sering diistilahkan dengan Orde
Pembangunan. Untuk itu MPRS mengeluarkan berbagai macam keputusan
antara lain sebagai berikut:

1. Tap MPRS No. XIII/MPRS/1966 tentang kabinet ampera, yang


isinya menyatakan agar Presiden menugasi pengemban Supersemar,
Jenderal Soeharto, untuk segara membentuk Kabinet Ampera.
2. Tap MPRS No. XVIII/MPRS/1966 yang dengan permintaan maaf,
menarik kembali Pemimpin Besar Revolusi menhadi Presiden Seumur
Hidup.
3. Tap MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPRGR
mengenai sumber tertib hukum Republik Indonesia dan tata urutan
perundang-undangan.
4. Tap MPRS No. XXXII/MPRS/1966 mengenai penyederhanaan
kepartaian, keormasan dan kekaryaan.
5. Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966 tentang pembubaran Partai
Komunis Indonesia dan pernyataan tentang partai tersebut sebagai
partai terlarang di seluruh wilayah negara Indonesia, dan larangan
pada setiap kegiatan untuk menyebarluaskan atau mengembangkan
ajaran Komunisme, Marxisme dan Leninisme.

Pada bulan Februari 1967 DPRDGR mengeluarkan suatu revolusi yaitu


meminta MPRS agar mengadakan sidang istimewa untuk meminta
pertanggungjawaban Presiden.
Menanggapi resolusi DPRGR inilah MPRS kemudian mengadakan sidang
istimewa pada bulan Maret 1967. Sidang Istmewa tersebut mengambil
keputusan sebagai berikut:

1. Presiden Soekarno telah tidak dapat memenuhi


pertanggungjawaban konstitusional dan tidak dapat menjalankan
haluan dan putusan MPRS sebagaimana layaknya kewajiban seorang
Mandataris terhadap MPRS, sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Dasar 1945.
2. Sidang menetapkan berlakunya Tap. No. XV/MPRS/1966 tentang
pemilihan/ penunjukan Wakil Presiden dan tata cara pengangkatan
Pejabat Presiden dan menganglat Jenderal Soeharto. Pengemban Tap.
No. IX/MPRS/1966, sebagai Pejabat Presiden berdasarkan Pasal 8
Undang-Undang Dasar 1945 hingga dipilihnya Presiden oleh MPR hasil
Pemilih Umum.

Pada masa awal kekuasaan Orde Baru berupaya untuk memperbaiki nasib
bangsa dan berbagai bidang antara lain dalam bidang politik, ekonomi, sosial,
budaya maupun keamanan. Dalam kaitan dengan itu di bidang politik
dilaksanakanlah pemilu yang dituangkan dalam Undang-Undang No. 15
Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum, Undang-Undang No. 16 tentang
Susunan dan kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Atas dasar ketentuan undang-undang tersebut kemudian pemerintah Orde


Baru berhasil mengadakan Pemilu pertama. Dengan hasil pemilu pertama
tersebut pemerintah bertekad untuk memperbaiki nasib bangsa dalam
berbagai bidang melalui suatu program negara yang dituangkan dalam GBHN
yang disebut Pelita (Pembangunan Lima Tahun). Hal ini wajar dirasakan oleh
bangsa Indonesia karena sejak tahun 1945 setelah kemerdekaan nasib
bangsa Indonesia senantiasa dalam kesulitan dan kemiskinan.
3. Masa Reformasi

Kekuasaan Orde Baru sampai tahun 1998 membawa ketatanegaraan


Indonesia tidak mengamalkan nilai-nilai demokrasi sebagaimana terkandung
dalam Pancasila yang menasarkan pada kerakyatan di mana rakyat yang
memiliki kekuasaan tertinggi dalam negara, bahkan juga sebenarnya tidak
mencerminkan demokrasi atas dasar norma-norma pasal-pasal UUD 1945.

Membangun Demokrasi untuk Indonesia suatu sistem pemerintahan adalah


sistem yang demokratis atau tidak, dapat dilihat dari indikator-indikator yang
dirumuskan oleh Affan Gaffar dalam bukunya yang berjudul
Politik Indonesia;Transisi Menuju Demokrasi (2004:7-9) berikut ini:

1. Akuntabilitas.Dalam demokrasi, setiap pemegang jabatan yang


dipilih oleh rakyat harus dapat mempertanggungjawabkan
kebijaksanaan yang hendak dan telah ditempuhnya. Tidak hanya itu, ia
juga harus dapat mempertanggungjawabkan ucapan atau
kata-katanya, serta yang tidak kalah pentingnya adalah perilaku dalam
kehidupan yang pernah, sedang, bahkan yang akan dijalaninya.
Pertanggungjawaban itu tidak hanya menyangkut dirinya, tetapi juga
menyangkut keluarganya dalam arti luas, yaitu perilaku anak dan
isterinya, juga sanak keluarganya terutama yang berkaitan dengan
jabatannya.
2. Rotasi kekuasaan.Dalam demokrasi, peluang akan terjadinya
rotasi kekuasaan harus ada, dan dilakukan secara teratur dan damai.
Jadi tidak hanya satu orang yang selalu memegang jabatan, sementara
peluang orang lain tertutup sama sekali.
3. Rekruitmen politik yang terbuka.Untuk memungkinkan
terjadinya rotasi kekuasaan, diperlukan satu sistem rekruitmen politik
yang terbuka.
Artinya, setiap orang yang memenuhi syarat untuk mengisi suatu jabatan
politik yang dipilih rakyat mempunyai peluang yang sama dalam melakukan
kompetisi untuk mengisi jabatan politik tersebut.

1. Pemilihan Umum. Dalam suatu negara demokrasi, pemilu


dilaksanakan secara teratur. Pemilu merupakan sarana untuk
melaksanakan rotasi kekuasaan dan rekruitmen politik. Setiap warga
negara yang sudah dewasa mempunyai hak untuk memilih dan dipilih
dan bebas menggunakan haknya tersebut sesuai dengan kehendak
hati nuraninya. Dia bebas untuk menentukan partai atau calon mana
yang akan didukungnya, tanpa ada rasa takut atau paksaan dari orang
lain. Pemilih juga bebas mengikuti segala macam akitivitas pemilihan
seperti kampanye dan menyaksikan penghitungan suara.
2. Pemenuhan hak-hak dasar. Dalam suatu negara yang
demokratis, setiap warga negara dapat menikmati hak-hak dasar
mereka secara bebas, termasuk didalamnya hak untuk menyatakan
pendapat, hak untuk berkumpul dan berserikat serta hak untuk
menikmati pers yang bebas.
Kehidupan Demokrasi Indonesia 2021
Mengalami Kemajuan

Dalam peringkat global, indeks demokrasi Indonesia bertengger di posisi


52, naik 12 tingkat dari 2020. Sejak 2006, indeks demokrasi Indonesia
bergerak di kisaran 6,30–7,03.

Indonesia mencatat kemajuan dalam kehidupan demokrasi di sepanjang 2021.


Kemajuan itu ditunjukkan oleh kenaikan Indeks Demokrasi Indonesia dari
6,30 pada 2020 menjadi 6,71 pada 2021. Peningkatan itu membawa Indonesia
kini bertengger pada peringkat 52 dunia, terkerek setinggi 12 anak tangga
dibanding posisi ke-64 pada 2020.

Perihal kenaikan indeks demokrasi itu diumumkan pada Rabu, 9 Februari


2021 oleh The Economist Intelligence Unit (EIU), sebuah lembaga observer
dan analis politik-ekonomi global yang berbasis di London. EIU itu adalah
bagian dari grup media terkemuka The Economist, dan dia telah melakukan
pemeringkatan indeks demokrasi itu sejak 2006.

Dari 167 negara yang diobservasi, EIU mengelompokkan ke dalam empat


kategori. Ada 23 negara dengan indeks demokrasi tertinggi yang
dikategorikan sebagai negara demokrasi penuh (full democracies), 52
negara tergolong demokrasi yang tak sempurna (flawed democracies), 31
negara hybrid regimes (rezim hibrida), dan 57 negara lainnya masuk
kelompok negara otoritarian (authoritation regimes).

Indonesia berada di kelompok dua, yang di dalamnya ada Prancis


(peringkat 22), Amerika Serikat (26), Belgia (36), Malaysia (39), India (46),
Singapura (66), Thailand (72), dan banyak lainnya. Sedangkan negara yang
masuk kampiun demokrasi, antara lain, adalah Norwegia, Swedia, Selandia
Baru, Belanda, dan banyak lainnya. Meksiko di peringkat 86 dan Turki di
posisi 103 termasuk rezim hibrida.
Negara yang tergolong rezim otoritarian, menurut observasi EIU, antara lain,
Republik Rusia di peringkat 124, Vietnam (131), dan Tiongkok (148). Toh, yang
terburuk dari kaca mata demokrasi adalah Korea Utara, Myanmar, dan
Afganistan, yang masing-masing di peringkat 165, 166, dan 167.

Penilaian indeks demokrasi ini berdasarkan pada hasil observasi atas lima
indikator demokrasi, yakni proses pemilihan umum dan pluralisme,
kebebasan sipil, berfungsinya pemerintahan dan partisipasi politik, serta
budaya politik. Kelima indikator itu lantas diuraikan dalam 60 kuisioner yang
dijawab oleh tim ahli. Survei-survei domestik yang terkait atas ke-60 isu itu
akan memandu tim ahli memberikan jawaban atas semua pertanyaan itu.
Masing-masing jawaban punya standar nilai dan bobot sendiri.

Khusus bagi Indonesia, kenaikan signifikan pada 2021 ada pada indikator
‘fungsi pemerintahan’ yang skornya naik dari 7,17 ke 7,86. Indikator
‘partisipasi politik’ naik dari 6,11 ke 7,22 dan ‘kebebasan sipil’ meningkat dari
5,59 ke 6,18. Yang jeblok adalah ‘budaya politik’ dengan skornya turun dari
5,63 ke 4,38. Sedangkan untuk isu ‘pemilu dan pluralisme’, skor stabil di
angka 7,92.

Budaya politik memang selalu menjadi isu rumit di Indonesia. Ia merujuk


perilaku masyarakat dalam kehidupan bernegara, yang di dalamnya ada
unsur hukum, norma, dan terkait pula penyelenggaraan negara dalam
keseharian. Unsur kepatuhan warga pada hukum dan norma, dan
kepercayaan kepada aparatur negara menentukan nilai budaya politik. EIU
memberikan nilai yang relatif rendah pada unsur itu.

Toh, pada sisi lain, EIU yang merupakan lembaga kajian yang berwibawa
dari London itu menilai ada perbaikan dalam hal fungsi pemerintahan dan
partisipasi politik. Dalam laporan tahunan 2021, EIU mencatat setidaknya ada
dua hal yang menaikkan kualitas demokrasi di Indonesia.

Pertama, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) November 2021, yang dalam


posisinya sebagai badan penyeimbang bagi kekuasaan eksekutif dan
legislatif, menyatakan UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja itu
inkonstitusional, dan pemerintah diminta merevisinya. Pemerintah pun
mematuhinya.
Kedua, keputusan Presiden Joko Widodo yang mengakomodasi berbagai
kelompok politik, termasuk partai politik yang lebih kecil, eksprajurit militer,
dan tokoh agama, terlibat dalam Kabinet Indonesia Maju. Hal itu dianggap
berhasil membangun kompromi antara kekuatan politik.

Indeks demokrasi itu, sebagaimana sejumlah indeks yang lain, seperti indeks
pembangunan manusia (IPM), indeks daya saing, indeks persepsi korupsi,
indeks terorisme, dan sejumlah lainnya, diperlukan oleh masyarakat
internasional untuk mengetahui kondisi sebuah negara. Banyak lembaga
yang telah melakukan pengukuran indeks-indeks tersebut, namun pada akhir
hanya indeks dari lembaga yang kredibel dan akuntabel yang digunakan
sebagai acuan.

EIU merupakan salah satu lembaga yang kredibel. Ia dianggap sebagai


lembaga yang kompeten untuk memberikan penilaian atas kondisi sosial,
politik, dan ekonomi pada sebuah negara. EIU tumbuh di lingkungan media
ekonomi besar, The Economist, dan telah berkiprah sejak 1946 seusai Perang
Dunia II. Kajian-kajiannya menjadi rujukan global.

Dalam pemeringkatan indeks demokrasi itu ada skor 0–10. Sebuah negara
masuk dalam kelompok full democracies bila skornya sama atau di atas 8.
Yang memiliki skor antara 6 sampai 8 tergolong pada kelompok flawed
democracies, demokrasi yang tidak sempurna. Sebutan rezim hibrida
disematkan ke negara dengan indeks demokrasi 4--6. Yang di bawah 4
disebut negara otoritarian.

Indonesia sendiri sejak 2006 selalu ada di peringkat menengah-bawah dalam


klaster negara flawed democracies. Skornya bergerak di antara 6,30 yang
terendah (2020) hingga yang tertinggi 7,03 (2015). Indikator budaya politik
dan kebebasan sipil masih menjadi unsur yang tertinggal di Indonesia. Toh,
dengan segala kekurangannya, indeks demokrasi di Indonesia dianggap
masih lebih baik dibandingkan negara tetangga, seperti Thailand, Singapura,
atau Filipina.
BAB 3
Penutup
A. kesimpulan
adanya suatu demokrasi yang baik (baik di sistemnya) maka akan
terciptanya kesejahteraan,keharmonisan,dan ketentraman antar pemerintahan juga antar rakyat
yang sebagai warga negara.Dengan perkataan lain,deomkrasi itu untuk semua.Demokrasi menuju
ke arah yang lebih baik yang memberikan manfaat sebesar-besarnya.Keadilan dalam kemakmuran
rakyat harus menjadi tujuan utama dari proses demkrasi.Tidak ada manfaatnya Indonesia menjadi
negara demokrasi kalua kemkamuran rakyat tidak meningkat dan hanya ada perpecahan dalam
pertahanan.

Mempersoalkan demokrasi sebagai suatu system politik dalam Negara hukum sesungguhnya tidak
sekedar terfokus pada dimensi tujuannya saja. Namun, penting diperhatikan juga tentang cara
berdemokrasi yang benar.Problem utama setelah reformasi bergulir adalah adanya kebebasan tanpa
arah yang kebablasan sebagai dasar dari demokrasi.Padahal dalam pelaksanaannya sendiri
seharusnya dibatasi oleh kebebasan orang lain.Namun jika kita Bersama dengan keyakinan bahwa
kita pasti bisa,bisa mengubah negara kita ini menjadi lebih baik sudah jelasnya pasti nantinya aka
nada perwujudan dari semangat kita untuk negara kita.

Dengan demikian telah kita lihat bahwa demokrasi di Indonesia telah


berjalan dari waktu ke waktu. Namun kita harus mengetahui bahwa
pengertian Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang dihayati
oleh bangsa dan negara Indonesia yang dijiwai dan diintegrasikan
oleh nilai-nilai luhur Pancasila. Adapun aspek dari Demokrasi
Pancasila antara lain di bidang aspek Aspek Material (Segi
Isi/Subsrtansi), Aspek Formal, Aspek Normatif, Aspek Optatif,
Aspek Organisasi, Aspek Kejiwaan. Namun hal tersebut juga harus
didasari dengan prinsip pancasila dan dengan tujuan nilai yang
terkandung di dalamnya. Oleh karena itu, kita dapat merasakan
demokrasi dalam istilah yang sebenarnya.
a. Dalam pandangan Abraham Lincoln, demokrasi adalah suatu
sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Artinya, rakyat dengan serta merta mempunyai kebebasan untuk
melakukan semua aktivitas kehidupan termasuk aktivitas politik
tanpa adanya tekanan dari pihak mana pun, karena pada hakikatnya
yang berkuasa adalah rakyat untuk kepentingan bersama.
b. Pada umumnya menurut Henry B. Mayo demokrasi mengandung
prinsip-prinsip sebagai berikut, menyelesaikan perselisihan dengan
damai dan melembaga; menjamin terselenggaranya perubahan
secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah;
menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur; menghindari
penggunaan kekerasan; mengakui serta menganggap wajar adanya
keanekaragaman; dan menjamin tegaknya keadilan.
c. Inti dari Demokrasi Pancasila adalah sila keempat, yaitu
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan. Jadi, Demokrasi Pancasila adalah
demokrasi yang dikendalikan oleh dua nilai yaitu nilai hikmat dan
nilai bijak.

d. Pada hakikatnya sebuah negara dapat disebut sebagai negara


yang demokratis apabila di dalam pemerintahan tersebut rakyat
memiliki persamaan di muka hukum, memiliki kesempatan untuk
berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, dan memperoleh
pendapatan yang layak melalui distribusi pendapatan yang adil.
B. Saran

1. Pelaksanaan Demokrasi Pancasila di Indonesia ini harus benar-benar berjalan Luber dan jurdil,
tidak adanya diskriminasi terhadap salah salu partai pada saat Pemilu, dan tidak adanya Money
Politik. Karen Money politik itu berarti tidak demokrasi, hak untuk memberikan pendapat maupun
hak suara tidak dari hati nurani tetapi melainkan dari uang sogokan.

2. Pelaksanaan pemilu yang merupakan salah satu bentuk Demokrasi, harus berjalan sesua
konsep-konsep demokrasi itu sendiri. Konsep-konsep demokrasi harus benar-benar dilaksanakan
dengan baik. Agar tidak adanya masyarakat yang protes dan melakukan hal-hal yang tidak benar
seperti unjuk rasa, pembakaran alat-alat peraga kampanye, ancaman-ancaman bagi kader-kader
partai-partai politik itu sendiri.

3. Pemerintah pusat dan daerah harus tegas dalam menjalankan sistem demokrasi di Indonesia.
Harus tegas mengambil sikap dan menjadi penengah saat berlangsungnya pesta demokrasi yaitu
pemilu legislative bahkan pemilu presiden harus juga menjadi sikap independen tidak memihak
kepada salah satu calon atau partai politik. Baik lembaga-lembaga pemerintahan baik dari derah
maupun pusat harus bersikap netral. Bahkan penyelenggara pemilu, pemantau pemilu dan komite
pengawas pemilu yang notabenenya harus bersikap netral tetap harus berjalan sesuai prosedur yang
berlaku jangan melakukan hal kecurangan.

4. Bagi masyarakat Indonesia yang juga melaksanakan sistem demokrasi juga harus jujur dan adil.
Laksanakan hak dan kewajiban sebagai bangsa Indonesia dengan baik dan besar. Ketika
memberikan hak pendapat dan suara dengan hati nurani sendiri dan tidak terpengaruh hanya
dengan selembar uang. Masyarakat harus membantu agar terlaksanakan sistem demokrasi di
Indonesia berjalan dengan Azas-azasnya yang benar dan jangan menjadi pihak-pihak yang tidak
seharusnya merusak sistem demokrasi Indonesia itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai