Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH PEMILU 1955 DI INDONESIA

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas rahmat dan hidayah-Nyalah kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul “Pemilihan Umum tahun 1995di Indonesia”.

Makalah yang kami susun ini memiliki aspek tujuan.Tujuan kami adalah untuk memenuhi persyaratan
nilai mata kuliah sistem kepemiluan. Selain itu, makalah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk
menambah wawasan bagi penulis dan para pembaca.

Dalam menyelesaikan makalah ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
membantu dalam menyelesaikan makalah ini:

Keluarga dan teman-teman yang memberikan dorongan dan bantuan serta pengertian kepada penulis,
baik selama mengikuti perkuliahan maupun dalam menyelesaikan makalah ini.

Semua pihak yang tidak dapat di sebutkan satu-persatu,yang telah memberikan bantuan dalam
penulisan makalah ini

Kami menyadari bahwa makalah kami masih banyak memiliki kekurangan, Oleh karena itu, kritik dan
saran para pembaca sangat kami harapkan untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat
membangun guna untuk menyempurnakan pembuatan makalah di waktu yang akan datang.

Kendari, 4 Maret 2023

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar isi ii

Bab I Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang Masalah 1

1.2 Perumusan Masalah 1

1.3 Tujuan 2

1.4 Metode Penulisan 2

Bab II Pembahasan

2.1 Sistem Pemilihan Umum Tahun 1955 di Indonesia 3

2.2 Partai Politik Yang Berperan Dalam Pemilihan Umum

Tahun 1955 di Indonesia 6

2.3 Proses Pemilihan Umum Tahun 1955 di Indonesia 9

2.4 Hasil Pemilihan umum Tahun 1955 di Indonesia 10

Bab III Penutup

3.1 Kesimpulan 12

3.2 Saran 12

Daftar Pustaka 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada umumnya bangsa yang baru merdeka biasanya menetapkan pemilihan umum sebagai program
politiknya. Demikian juga Indonesia stelah bebrapa lama berada di bawah kekangan pemerintah
kolonial. Salah satu agenda politik adalah menyelenggarakan pemilihan umum . Hal ini menunjukan
euphoria politik karena sebagai bangsa yang baru merdeka yang ingin menikmati pesta demokrasi yang
belum pernah dialami pada masa- masa sebelumnya.

Pemilihan umum di Indonesia yang pertama diselanggarakan satu setengah bulan setelah terbentuknya
kabinat Burhanuddin Harahap. Sebagai ketua lembaga pemilihan umum adalah Menteri Dalam Negeri
waktu yaitu Mr. Sunaryo, yang berasaskan langsung, umum, bebas dan rahasia. Dalam pelaksanaanya,
puluhan partai politik bersaing memperebutkan kursa dewan Perwakilan rakyat anggota konstituante.
Pada waktu itu wilayah Indonesia dibagi menjadi 16 wilayah pemilihan yang meliputi 208 kabupaten,
2139 ke kecamatan dan 434529 Desa ( Sekretariat NegaraRI, 1986: 88).

1.2 Rumusan Masalah


Agar tidak terjadi kesimpang siuran dalam penyusunan makalah ini, maka kami merumuskan masalah
sebagai berikut :

1. Jelaskan sistem pemilihan umum di Indonesia pada 1955 di Indonesia ?

2. Apa saja partai politik yang berperan dalam pemilihan umum 1955 di Indonesia?

3. Bagaimana proses pemilihan umum di Indonesia pada tahun 1955 di Indonesia ?

4. Bagaimana persentase hasil pemilihan umum tahun 1955 di Indonesia. ?

1.3 Tujuan dan Manfaat

1.3.1 Tujuan Pembuatan makalah ini yaitu :

1. Untuk mengetahui dan memahami sistem pemilu di Indonesia pada 1955 di Indonesia.

2. Untuk mengetahui dan memahami partai politik yang berperan dalam pemilu 1955 di Indonesia.

3. Untuk mengetahui dan memahami proses pemilu di Indonesia pada tahun 1955 di Indonesia.

4. Untuk mengetahui dan memahami persentase hasil pemilihan umum tahun 1955 di Indonesia.

1.3.2 Manfaat pembuatan makalah ini yaitu :

1. Memberikan informasi tentang sistem pemilu di Indonesia pada 1955 di Indonesia.

2. Memberikan informasi tentang partai politik yang berperan dalam pemilu 1955 di Indonesia.

3. Memberikan informasi tentang proses pemilu di Indonesia pada tahun 1955 di Indonesia.

4. Memberikan informasi tentang persentase hasil pemilihan umum tahun 1955 di Indonesia.

1.4 Metode Penulisan

Metode yang digunakan penulis dalam penyusunan makalah ini adalah menggunakan metode
kepustakaan yaitu memberikan gambaran tentang materi-materi yang berhubungan dengan
permasalahan melalui literatur buku dan jurnal yang tersedia di media masa atau internet.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sistem Pemilihan Umum Tahun 1955 di Indonesia

pemilu 1955 yang dilaksanakan pada tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota DPR yang
melibatkan lebih dari 39 juta penduduk Indonesia dalam memberikan suaranya dan tanggal 15
Desember 1955 untuk memilih anggota Dewan Konstituante berada di bawah rezim hukum konstitusi
Pasal 1 Ayat 1, Pasal 35, Pasal 56 s.d. Pasal60, Pasal 134 dan Pasal 135 UUDS 1950 yang kemudian
diderivasi dalamUU Nomor 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Umum. Pemilu tersebut berada dalam
konteks sistem ketatanegaraan kabinet parlementer dengan sistem multi partai (Poesponegoro, dkk.
2008:317).

Pemilihan umum pertama tahun 1955 ini diselenggarakan dengan 100 tanda gambar, hal ini
menunjukan bahwa antosias masyarakat dengan beragam partainya masing-masing cukup tinggi.
Namun setelah diadakan penyederhanaan, akhirnya pemilihan umum ini diikuti 28 partai. Sebagaimana
diketahui bahwa, pemilihan umum ini dapat dilaksanakan sesuai dengan jadual yang telah di tetapkan.
Sejumlah 37.875. 299 penduduk yang berhak menggunakan hak pilihnya, dari jumlah ini 43. 104. 464
menggunakan hak pilihnya, ini berarti 87,65 persen menggunakan hak pilihnya ( Rais, 1986: 183).

Dilihat dari persentase rakyat yang menggunakan hak pilihnya, partisifasi rakyat cukup besar karena
situasi dan kondisi pada waktu itu, dimana saranadan prasarananya masih sulit terutama didaerah
pedesaan, dan juga masih banyaknya gerakan-gerakan pengacau keamanan di berbagai daerah
Indonesia seperti Darul Islam (DI). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pelaksanaan pemilihan
umum. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pelaksanaan pemilihan umum tahun 1955 dapat
berjalan dengan baik.

2.1.1 Sistem Distrik

Sistem ini merupakan sistem penilaian yang paling tua dan didasarkan atas kesatuan geografis. Setiap
kesatuan geografis ini biasa disebut distrik, yang mencakup suatu wilayah kecil yang mempunyai satu
wakil dalam parlemen.

Dalam sistem distrik, yang paling penting diperlukan puralitas suara (suara terbanyak) untuk
membentuk suatu pemerintah, dan bukan mayoritas (50 % plus 1). Oleh karena itu, berapapun suara
yang diperoleh jika ia tampil sebagai pemenang, maka dapat membentuk kabinet tanpa koalisi,
pemerintah semacam ini dinamakan minority government. Ciri khas yang melekat pada sistem distrik ini
yaitu kesenjangan antara jumlah suara yang diperoleh suatu partai secara nasional dan jumlah kursi
yang diperolehnya dalam parlemen.

Beberapa keuntungan sistem distrik :

a. Karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih dapat dikenal oleh penduduk distrik sehingga
hubungannya dengan penduduk distrik lebh erat.

b. Sistem ini lebih mendorong kea rah integrasi partai- partai politik karena kursi yang diperebutkan
dalam sistem distrik pemilihan hanya satu.

c. Fragmentasi partai atau kecenderungan untuk membentuk partai baru dapat dibendung, malah
sistenm ini dapat mendorong kea rah penyederhanaan partai secara alamiah dan tanpa paksaan.
d. Lebih mudah bagi suatu partai untuk mencapai kedudukan mayoritas dalam parlemen , sehingga
tidak perlu diadakan koalisis dengan partai lain.

e. Sistem ini sederhana dan mudah untuk dilksanakan.

Beberapa kelemahan sistem distrik :

a. System ini kurang memperhitungkan adanya partai- partai kecil dan golongan minoritas, apa lagi
jika golongan ini terpencar dalam beberapa distrik.

b. Sistem ini kurang refresentatif dalam arti bahwa partai yang calonya kalah dalam suatu distrik,
kehilangan suara yang telah mendukungnya.

c. Ada kemungkinan seseorang wakil cenderung untuk lebih memperhatikan kepentingan distrik
serta warga distriknya dari pada kepentingan nasional.

d. Umumnya dianggap bahwa system distrik kurang efektif dalam masyarakat yang heterogen karena
terbagi dalam kelompok etnis, religious, sehingga menimbulkan anggapan bahwa suatu kebudayaan
nasional yang terpadu secara ideologis dan etnis mungkin merupakan pra syarat bagi suksesnya sistem
ini.

2.1.2 Sistem Proporsional

Sistem ini biasanya digunakan untuk menghilangkan beberapa kelemahan dari sistem distrik. Dalam
sistem ini jumlah kursi yang diperoleh oleh suatu golongan atau partai adalah sesuai dengan jumlah
suara yang diperolehnya dari masyarakat.

Dalam system proporsional. Suatu kesatuan administratife, misalnya propinsi ditentukan sebagai daerah
pemilihan.

Sistem proporsional sering dikombinasikan dengan beberapa prosedur antara lain dengan sistm daftar
(list sistem).

Sistem proporsional memiliki beberapa kelebihan, diantaranya yaitu :

a. Sistem proporsional dianggap lebih demokratis dalam arti lebih egalitarian karena asas one man
one vote dilaksanakan secara penuh, praktis tanpa ada suara yang hilang.

b. Sistem proporsional diianggap representatife karena jumlah kursi partai dalam parlemen sesuai
dengan jumlah suara yang diperolehnya dari masyarakat dalam pemilihan umum.

c. Tidak ada distorsi.

Sistem proporsional memiliki beberapa kelemahan, diantaranya yaitu :

a. Sistem ini mempermudah fragmentasi partai.


b. Sistem ini kurang mendorong partai-mmpartai untuk berintegrasi satu sama lain dan
memanfaatkan persamaan yang ada.

c. Sistem proporsional member kedudukan yang kuat pada pimpinan partai melalui Sistem daftar.

d. Wakil yang terpilih kemungkinan renggang ikatannya dengan warga yang telah memilihnya.

Karena banyaknya partai yang bersaing, sulit bagi satu partai untuk meraih mayoritas dalam parlemen
yang dperlukan untuk membrntuk pemerintah (Sair, 2005: 46).

2.2 Partai Politik Yang Berperan Dalam Pemilihan Umum Tahun 1955 di Indonesia

Jika diperhatikan perkembangan kehidupan kepartaian di Indoensia, maka segera diketahui bahwa
pengalaman berpartai masyarakat Indonesia berlumlah begitu lama. sebelum tercapainya kemerdekaan,
khususnya pada masa Hindia Belanda, kaum pergerakan mendirikan sejumlah partai yangantara lain
dipakai sebagai wahanan untuk pendidikan politik dan mobilisasi politik dalam rangka perjuangan
kemerdekaan. Sebelum tahun 1930 kehidupan kepartaian dapat dicirikan sebagai radikal dan
konservatif, dengan pengertian yang berani menentang Belanda secara terang-terangandan yang lain
melakukan perjuangan politik melalui cara persuasif dengan pemerintah kolonial. Tetapi setelah partai
komunis dibubarkan pemerintah kolonial Belanda menyusul pmberontakan yang gagal tahun 1926/1927
olehkomunis, kehidupan kepartaian mengalami masa suram. Penyesuaian gayakemudian dilakukan
disana sini dan baru mulai menjadi radikal lagi menjelang Jepang mendarat di Indonesia.

Jika dilihat dari mau tidaknya memasuki institusi-institusi kolonial,maka kehidupan kepartaian pada
masa Hindia Belanda ini dicirikan denga nmereka mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial
(kooperasi) dan yang menolak mamasuki institusi kolonial (non kooperasi). Seirama dengan ekslarasi
perjuangan, beberapa tahun sebelum Jepang mendarat di Indonesia, terlihat pendekatan partai radikal
dengan konservatif atau antara kaum kooperator dengan non kooperator baik dalam ikatan atasdasar
kebangsaan seperti yang terwujud dalam Gabungan Politik Indonesia (GAPI) maupun atas dasar ideologi
keagamaan seperti terlihat pada majelisIslam Ala Indonesia (MIAI).Pada masa pendudukan militer
Jepang, kegiatan kepartaian dilarang, kecuali MIAI yang diperkenankan terus berdiri edngan cara
menyesuaikan AD/ART nya dengan keinginan perang Asia Timur raya. Namun ternyata MIAI juga tidak
dapat bertahan lama, karena kegiatan-kegiatan MIAI dicurigai Jepang. MIAI lalu dibubarkan dan
pemerintah pendudukan Jepang menggantikannya dengan Masyumi (1943).Pada awal proklamasi, PPKI
merencanakan membentuk partai tunggal (partai negara) dengan sebutan Partai Nasional Indonesia
yang sama sekali tidak ada hubungan dengan PNI. Gagasan partai tunggal ini diprakarsai Soekarno
sebetulnya tidak begitu disokong oleh Bung Hatta. Hal itu barangkali karena partai tunggal mirip dengan
bentuk kepartaian di negara komunis, yang dalam aktivitasnya cenderung diktator. Dalam kenyataannya
rencana partai tunggal ini juga terwujud antara lain karena KNIP mampu mengorganisir massa untuk
membela eksistensi proklamasi. Penentangan terhadap gagasan partai tunggal diperlihatkan lagi dengan
usulan politik Badan Pekerja KNIP kepada wakil Presiden. Pemerintah merealisasi usul Badan Pekerja ini
melalui Maklumat Wakil Presiden tanggal 3 November 1945 yang memberi kesempatan kepada
masyarakat untuk mendirikan partai politik. Sejak itu bermunculanlah partai- partai politik yang
jumlahnya tanpa batas. Keadaan ini menjadi runyam karena sebagian partai-partai ini menuntut untuk
diberi tempat dalam pemerintahan dan KNIP.

Jika melihat jumlah partai yang diwakili dalam parlemen. Sekurang- kurangnya terdapat 27 partai politik.
Partai-partai tersebut adalah:

1. Masyumi (kemudian pecah : PSII menjadi partai politik sendiritahun 1947 dan NU tahun 1952).

2. Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII).

3. Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (PERTI).

4. Partai Kristen Indonesia (PARKINDO).

5. Partai Katolik.

6. Partai Nasional Indonesia (PNI).

7. Persatuan Indonesia Raya (PIR).

8. Partai Indonesia Raya (PARINDRA).

9. Partai Rakyat Indonesia (PRI).

10. Partai Demokrasi Rakyat (BANTENG).

11. Partai Rakyat Nasional (PRN)

12. Partai Wanita Rakyat (PWR).

13. Partai Kebangsaan Indonesia (PARKI).

14. Partai Kedaulatan Rakyat (PKR).

15. Serikat Kerakyatan Indonesia (SKI) .

16. Ikatan Nasional Indonesia (INI).

17. Partai Rakyat Djelata (PRD).

18. Partai Tani Indonesia (PTI).

19. Demokrasi Indonesia (WDI.

20. Partai Komunis Indonesia (PKI).

21. Partai Sosialis Indonesia (PSI).

22. Partai Murbaw.


23. Partai Buruh (dua buah).

24. Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (PERMAI).

25. Partai Demokrasi Tionghoa Indonesia (PDTI).

26. Partai Indo Nasional (PIN).

2.3 Proses Pemilihan Umum Tahun 1955 di Indonesia

2.3.1 Kampanye Partai Politik Tahun 1955

Kampanye Pemilu yang sangat sengit pada tahun 1955 berlangsung lama sekali yang memperuncing
konflik sosial di banyak daerah. Ketiadaan konsensus politik yang mencolok pada masa kamanye itu
menjadi jelas lagi pada masa pasca Pemilu, yaitu pada masa kabinet Ali Sastroamidjojo kedua (Maret
1956-Maret 1957). Dari empat partai yang keluar sebagai pemenang dalam Pemilu 1955, PNI, Masyumi,
NU dan PKI, semuanya, kecuali PKI, diwakili dalam kabinet Ali itu. Tetapi, konflik PNI dan Masyumi
berjalan terus di dalam kabinet itu, sehingga kabinet dilihat lemah dan kurang tegas. Hal itu
menyuburkan lahan bagi beberapa aktor politik yang dari dulu merasa diri dikesampingkan oleh sistem
demokrasi parlementer. Yang paling nyata Presiden Soekarno dan pimpinan tentara. Menarik pula
perilaku para politikus saat berkampanye. Semua politikus, termasuk PM Burhanudin Harahap dan para
menteri yang menjadi calon anggota DPR, tidak pernah menggunakan fasilitas negara maupun
memanfaatkan otoritasnya sebagai pejabat negara. Mereka juga tidak pernah meminta pejabat di
bawahnya untuk menggiring masyarakat masyarakat pemilih untuk mengambil sikap yang
menguntungkan partainya. Sebab, mereka tak menganggap sesama pejabat negara sebagai pesaing
yang menakutkan. Selain itu, tak ada gelagat dari pejabat negara tertentu untuk menghalalkan segala
cara selama mengikuti kampanye. Teladan para pejabat pada masa lalu inilah yang kita rindukan
bersama saat ini. Tidak diketahui pasti berapa lama masa kampanye pada Pemilu 1955. Ditinjau dari
pelaksanaannya, pemilihan umum ini dapat dikatakan berjalan secara bersih, jujur, aman dan tertib
(Sair, 2005: 44).

2.3.2 Proses Pemilu

Pada November tahun 1952, Kabinet Wilopo mengajukan rancangan undang-undang pemilihan umum
baru. Sistem perwakilan proporsional diajukan kepada parlemen dan disetujui secara aklamasi. Undang-
undang tersebut membagi Indonesia ke dalam 16 daerah pemilihan. Pendaftaran pemilih mulai
dilaksanakan pada Mei 1994 dan baru selesai pada November. Ada 43.104.464 warga yang memenuhi
syarat masuk bilik suara. Dari jumlah itu, sebanyak 87,65% atau 37.875.299 yang menggunakan hak
pilihnya pada saat itu. Pada Pemilu pertama tahun1955, Indonesia menggunakan sistem proporsional
yang tidak murni. Proposionalitas penduduk dengan kuota 1; 300.000.Tidak kurang dari 80 partai politik,
organisasi massa, dan puluhan perorangan ikut serta mencalonkan diri dalam Pemilu yang pertama ini.
Keseluruhan peserta Pemilu pada saat itu mencapai 172 tanda gambar. Pada Pemilu ini, anggota TNI-
APRI, juga menggunakan hak pilihnya berdasarkan peraturan yang berlaku ketika itu. Pada pelaksanaan
Pemilu pertama, dibagi menjadi 16 daerah pemilihan yang meliputi 208 daerah kabupaten, 2.139
kecamatan, dan 43.429 desa. Dengan perbandingan setiap 300.000 penduduk diwakili seorang wakil.
Pemilu pertama ini diikuti oleh banyak partai politik karena pada saat itu pada saat itu NKRI menganut
kabinet multi partai sehingga DPR hasil Pemilu terbagi kedalam beberapa fraksi (Mustofa, 2013. Dalam
http://www.academia.edu/3623682/Pemilu_1955_ Pesta_ Demokrasi_Pertama_Indonesia, diakses
pada tanggal 17 Maret 2015 Pukul 23.55 WIB).

2.1 Hasil Pemilihan Umum tahun 1955 di Indonesia

2.4.1 Hasil Pemilu Tahap 1 (29 September 1955)

Dari 172 kontestan Pemilu 1955, hanya 28 kontestan (tiga diantaranya perseorangan) yang berhasil
memperoleh kursi. Empat partai besar secara berturut-turut memenangkan kursi: Partai Nasional
Indonesia (57 kursi/22,3%), Masyumi (57 kursi/20,9%), Nahdlatul Ulama (45 kursi/18,4%), dan Partai
Komunis Indonesia (39 kursi/15,4%). Keseluruhan kursi yang diperoleh adalah sebesar 257 kursi. Tiga
kursi sisa diberikan pada wakil Irian Barat yang keanggotaannya diangkat Presiden. Selain itu diangkat
juga 6 anggota parlemen mewakili Tonghoa dan 6 lagi mewakili Eropa. Dengan demikian keseluruhan
anggota DPR hasil Pemilu 1955 adalah 272 orang.

2.4.2 2.4.2 Hasil Pemilu Tahap 2 (15 Desember 1955)

Jumlah kursi anggota Konstituante dipilih sebanyak 520, tetapi diIrian Barat yang memiliki jatah 6 kursi
tidak ada pemilihan. Maka kursi yang dipilih hanya 514. Hasil pemilihan anggota Dewan Konstituante
menunjukkan bahwa PNI, NU dan PKI meningkat dukungannya, sementara Masyumi, meski tetap
menjadi pemenang kedua, perolehan suaranya merosot 114.267 dibanding-kan suara yang diperoleh
dalam pemilihan anggota DPR.

Sebenarnya hasil pemilihan tahun 1955 itu memperlihatkan keampuhan strategi yang dikembangkan
PKI, yang muncul sebagai pemenang no.4, Ini membuktikan, upaya PKI ,meluaskan pengaruhnya melalui
penggalangan masa sangat berhasil. Dari hasil perolehan suara itu, kekuatan PKI ternyata terdapat di
Jawa ( seperti halnya PNI dan NU). Keberhasilan itu juga karena PKI merangkul bung Karno dalam setiap
permasalahan politik. Kebetulan Bung Karno tidak sejalan dengan pemikiran Hatta dalam masalah
politik dan ekonomi sangat menguntungkan PKI yang memandangmaslah itu dari sudut ediologinya
sendiri (Sair, 2005: 44).

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang lahir sejak bulan Agustus 1950 mewarisi sistem multi partai.
Jika melihat jumlah partai yang diwakili dalam parlemen. sekurang-kurangnya terdapat 27 partai politik.
Pemilu 1955 berlansung dengan sistem proporsional (multimember constituency ) yang dikombinasikan
dengan sistem daftar (listsystem) diikuti oleh lebih dari 30 Partai Politik dan lebih dari 100 organisasi
atau perkumpulan dan perseorangan untuk memilih 257 anggota DPR. Dariempat partai yang keluar
sebagai pemenang dalam Pemilu 1955, PNI,Masyumi, NU dan PKI, semuanya, kecuali PKI, diwakili dalam
kabinetAli Sastroamidjojo. Pada November tahun 1952, Kabinet Wilopo mengajukan rancangan undang-
undang pemilihan umum baru. Sistem perwakilan proporsional diajukan kepada parlemen dan disetujui
secara aklamasi. Undang-undang tersebut membagi Indonesia ke dalam 16 daerah pemilihan.
Pendaftaran pemilih dilakukan pada Mei 1954 dan baru selesai pada November. Ada 43.104.464 pemilih
yang sesuai dengan syarat masuk bilik suara.

3.2 Saran

Sebagai manusia yang mempunyai kelebihan dan kekurangan kami yakin para pembaca juga ingin
lebih mengerti tentang pemilihan umun pada tahun 1955 di Indonesia, maka kami menyarankan para
pembaca memperbanyak membaca dari sumber-sumber yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.academia.edu/3623682/Pemilu_1955_ Pesta_ Demokrasi_Pertama_Indonesia, diakses


pada tanggal 17 Maret 2015 Pukul 23.55 WIB

Poesponegoro, Marwati Djoened. 2008. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka, halaman
317.

Sair, Alian. 2005. Sejarah Nasional Indonesia VI. Palembang: Perpustakaan Prodi Sejarah FKIP Universitas
Sriwijaya, halaman 40-50.

Anda mungkin juga menyukai