Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PANCASILA

“ PEMILU ”

Makalah disusun untuk memenuhi tugas individu pada mata kuliah Pancasila yang
diampu oleh dosen : Bp. Agam Cendekia, SH., M . KN.

Disusun Oleh :

NAMA : NINDI DWI JAYANTI

NO.ABSEN : 26

NIM : 215221228

PRODI : AKUNTANSI SYARIAH

FAKULTAS : EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS NEGERI ISLAM RADEN MAS SAID SURAKARTA 2021


KATA PENGANTAR
 Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayahnya karena saya dapat menyelesaikan makalah tentang “ Pemilu ” ini dengan
baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Tak lupa pada nabi junjungan dan baginda Rasullullahkita yaitu Nabi Muhammad SAW.
Dan juga saya berterima kasih pada Bp. Agam Cendekia, SH., M . KN. selaku dosen mata
kuliah Pancasila yang telah memberikan tugas ini kepada saya.
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenaiPemilu di negara Indonesia. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa
dalam makalah ini terdapat kekurangan yang jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saya
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah saya buat dimasa
yang akan datang,mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.

Klaten, 15 November 2021

Nindi Dwi Jayanti


DAFTAR ISI

Kata Pengantar                                                                                                       i

Daftar Isi                                                                                                                ii

BAB I        PENDAHULUAN                                        _                                     4

                   1.1.  Latar Belakang                                                                            4

                   1.2.  Rumusan Masalah                                                                       5

                   1.3.  Tujuan Penulisan                                                                         5

1.4. Manfaat                                                                          5

BAB II       PEMBAHASAN                                                                                6

                   2.1   Sistem Pemilu  6

                   2.2   Sifat-Sifat pemilu      8

2.3 Pelaksanaan pemilu            10

         BAB III     PENUTUP                                                                      _                    12


                   Kesimpulan                                                                                          12

                   Saran                                                                                                    12

Daftar Pustaka                                                                                                        13


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemilihan umum (Pemilu) merupakan bentuk implementasi dari sistem demokkrasi juga dari
penerapan sila keempat Pancasila dan pasal 1 (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemilu merupakan mekanisme untuk memilih wakil rakyat di badan Eksekutif maupun Legislatif
di tingkat pusat maupun daerah.Pemilihan umum di Indonesia sejak 1955 hingga saat ini yang
terakhir di Pemilu serentak 2019 mengalami banyak sekali perubahan dari aspek kerangka
hukum, penyelenggara, tahapan, peserta, kelembagaan, Pelanggaran, maupun manajemen
pelaksaannya. Salah satu ukuran dalam menilai sukses nya penyelenggaraan pemilihan umum
adalah partispasi politik yang diwujudkan dengan pemberian hak suara oleh masyarakat yang
telah mempunyai hak pilih.

Pasca orde Baru sistem pemilu Indonesia mengalami berbagai pergeseran. Sistem pemilu
yang dianut di Indonesia saat ini adalah sistem pemilu yang dilakukan dalam tahapan pemilu
legislatif (pileg), pemilu presiden (pilpres) serta pemilihan kepala daerah provinsi dan
kabupaten/kota (pilkada).

Komisi Pemilihan Umum yang terstruktur mulai dari tingkat Komisi Pemilihan Umum
(KPU), KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota, diberi kewenangan untuk melaksanakan
pemilihan umum. Sebagai persiapannya adalah melakukan pendataan untuk calon pemilih.Dalam
pendataan pemilih diharapkan seluruh masyarakat yang memenuhi syarat yaitu yang telah
berumur 17 ke atas atau telah menikah harus terdaftar sebagai pemilih dan memberikan hak
pilihnya. Agar tercapainya kinerja awal yang optimal, KPU Kabupaten/Kota membentuk paniia
pemungutan Kecamatan (PPK) ditingkat kecamatan dan Panitian Pemungutan Suara (PPS)
ditingkat desa/kelurahan. Baik buruknya kinerja PPK dan PPS menentukan implementasi hak
masyarakat dalam memberikatn hak pilihnya.Terdapat beberapa kemungkinan masyarakat tidak
bisa memberikan hak pilihnya, antara lain karena calon pemilih berpindah domisili dan tidak
terlapordi TPS setempat sebagai pemilih.
Pertama kali dilaksanakan Pemilihan Umum adalah pada bulan Desember 1955, sebagai
payung hukum undang undang No 7 Tahun 1953.Pemilihan umum berdasarkan undang undang
No 7 Tahun 1953 dimaksudkan adalah untuk memilih anggota DPR dan memilih anggota dewan
konstituante. Hasil dan proses pemilihan umum Tahun 1955, patut dijadikan sebagai landasan
demokratisasi di Indonesia, sebab Indonesia baru pertama kali melaksanakan pemilihan umum
dan hasilnya adalah sangat baik; aman, jujur, dan adil.

Kekecewaan masyarakat terhadap proses demokrasi dalam pemilihan umum yang lalu
karena banyaknya janji-janji politik yang dilakukan oleh politisi, masyarakat sudah sadar akan
janjI politik sehingga memutuskan untuk tidak memilih (golput). Ekspresi golongan putih
(golput), juga telah menjadi bagian demokrasi, tentu tidak bisa dielakkan dalam setiap momen
pemilihan umum.Menurut persepsi ahli-ahli politik, golput itu sendiri adalah sebagai bentuk
menifestasi dari demokrasi.

1.2 Rumusan Masalah


Masalah yang nantinya akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Sistem Pemilu
2. Sifat-Sifat Pemilu
3. Pelaksanaan Pemilu
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui dan memahami Sistem Pemilu di Indonesia
2. Untuk mengetahui dan memahami Sifat-Sifat Pemilu di Indonesia
3. Untuk mengetahui dan memahami Pelaksanaan Pemilu di Indonesia
1.4 Manfaat
Diharapkan akan menambah literatur tentang perkembangan Hukum Tata Negara terutama
dalam bidang Pemilu serentak di Indonesia dan diharapkan dapat memberikan kontribusi
pemikiran atau memberikan solusi dalam bidang Hukum Tata Negara kepada masyarakat,
pemerintah dan para akademis di Indonesia terkait dengan Sistem pemilihan umum di indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sistem Pemilu

Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam system Pemilihan Umum dengan


berbagai variasinya, akan tetapi pada umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu:
o Single-member Constituency (satu daerah pemilihan memilih satu wakil, biasanya disebut
system Distrik)
o Multy-member Constituency (satu daerah memilih beberapa wakil, biasanya dinamakan
system perwakilan berimbang atau system proporsional).
1. Sistem Distrik
Sistem ini merupakan sistem pemilihan umum yang paling tua dan didasarkan atas kesatuan
geografis. Setiap kesatuan geografis (yang biasanya disebut distrik karena kecilnya daerah
yang diliputi) mempunyai satu wakil dalam dewan perwakilan rakyat. Untuk keperluan itu,
negara dibagi dalam sejumlah besar distrik dan jumlah wakil rakyat dalam dewan perwakilan
rakyat ditentukan oleh jumlah distrik. Calon yang di dalam satu distrik memperoleh suara
terbanyak dikatakan pemenang, sedangkan suarasuara yang ditujukan kepada calon-calon lain
dianggap hilang dan tidak diperhitungkan lagi, bagaimanapun kecilnya selisih kekalahannya.
A. Keuntungan dan Kelemahan Sistem Distrik
1) Keuntungan Sistem Distrik
 Sistem ini lebih mendorong ke arah integrasi partai-partai politik karena kursi yang
diperebutkan dalam setiap distrik pemilihan hanya satu. Hal ini akan mendorong partai-
partai untuk menyisihkan perbedaan-perbedaan yang ada dan mengadakan kerja
sama, sekurang-kurangnya menjelang pemilihan umum, antara lain melalui stembus
accord.
 Fragmentasi partai dan kecenderungan membentuk partai baru dapat dibendung;
malahan sistem ini bisa mendorong ke arah penyederhanaan partai secara alami dan
tanpa paksaan.
 Karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih dapat dikenal oleh komunitasnya,
sehingga hubungan denga konstituen lebih erat. Dengan demikian si wakil akan lebih
cenderung untuk memperjuangkan kepentingan distriknya.
 Bagi partai besar system ini menguntungkan karena melalui distortion effect dapat
meraih suara dari pemilih-pemilih lain, sehingga memperoleh kedudukan mayoritas.
Dengan demikian, sedikit banyak partai pemenang dapat mengendalikan parlemen.
 Lebih mudah bagi suatu partai untuk mencapai kedudukan mayoritas dalam
parlemen, sehingga tidak perlu diadakan koalisi dengan partai lain. hal ini mendukung
stabilitas nasional.
 Sistem ini sederhana dan mudah untuk diselenggarakan.
2) Kelemahan Sistem Distrik
System ini kurang memperhatikan kepentingan partai-partai kecil dan golongan minoritas,
apalagi jika golongan-golongan ini terpencar dalam berbagai distrik. Sistem ini kurang
representatif dalam arti bahwa partai yang calonnya kalah dalam suatu distrik kehilangan
suara yang telah mendukungnya. Hal ini berarti bahwa ada sejumlah suara yang tidak
diperhitungkan sama sekali, atau terbuang sia-sia. Dan jika banyak partai mengadu kekuatan,
maka jumlah suara yang hilang dapat mencapai jumlah yang besar. Hal ini akan dianggap
tidak adil terhadap partai dan golongan yang dirugikan.
Sistem distrik dan dianggap kurang efektif dalam masyarakat yang plural karena terbagi
dalam kelompok etnis, religius, dan tribal, sehingga menimbulkan anggapan bahwa
kebudayaan nasional yang terpadu secara ideologis dan etnis mungkin merupakan prasyarat
bagi suksesnya sistem ini.
Ada kemungkinan si wakil cenderung untuk lebih memperhatikan kepentingan distrik serta
warga distriknya, daripada kepentingan nasional.
2. Sistem Perwakilan Berimbang atau Sistem proporsional
Sistem ini dianut oleh Indonesia. Pemilu tidaklah langsung memilih calon yang
didukungnya, karena para calon ditentukan berdasarkan nomor urut calon-calon dari masing-
masing parpol atau organisasi social politik (orsospol). Para pemilih adalah memilih tanda
gambar atau lambing sustu orsospol. Perhitungan suara untuk menentukan jumlah kursi raihan
masing-m,asing orsospol, ditentukan melalui pejumlahan suara secara nasional atau
penjumlahan pada suatu daerah (provinsi). Masing-masing daerah diberi jatah kursi berdasarkan
jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di daerah yang bersagkutan. Banyak atau sedikitnya
kursi yang diraih adalah ditentukan oleh jumlah suara yang diraih masing-masing parpol atau
orsospol peserta pemilihan umum. Calon terpilih untuk menjadi wakil rakyat duitenukan
berdasarkan nomor urut calon yang disusun guna mewakili orsospol pada masing-masing
daerah. Inilah yang disebut perhitungan suara secara proporsional, bukan menurut distrik
pemilihan (yang pada setiap distrik hanya aka nada satu calon yang terpilih).
A. Keuntungan dan Kelemahan Sistem Proporsional
1) Keuntungan Sistem Proporsional
 Dianggap lebih representative karena persentase perolehan suara setiap partai sesuai
dengan persentase perolehan kursinya di parlemen. Tidak ada distorsi antara perolehan
suara dan perolehan kursi.
 Setiap suara dihitung dan tidak ada yang hilang. Partai kecil dan golongan minoritas
diberi kesempatan untuk menempatkan wakilnya di parlemen. Karena itu masyarakat
yang heterogen dan pluralis lebih tertarik pada system ini.
2) Kelemahan Sistem Proporsional
 Kurang mendorong partai-partai yang berintegrasi satu sama lain, malah sebaliknya
cenderung mempertajam perbedaan-perbedaan diantara mereka. Bertambahnya jumlah
partai dapat menghambat proses integrasi diantara berbagai golongan di masyarakat
yang sifatnya pluralis. Hal ini mempermudah fragmenrasi dan berdirinya partai baru
yang pluralis.
 Wakil rakyat kurang erat hubungannya dengan konstituennya, tetapi lebih erat dengan
partainya (termasuk dalam hal akuntabilitas). Peranan partai lebih menonjol daripada
kepribadian seorang wakil rakyat. Akibatnya, system ini member kedudukan kuat
kepada pimpinan partai untuk menentukan wakilnya di parlemen melaluin Stelsel daftar
(List System).
 Banyaknya partai yang bersaing mempersukar satu partai untuk mencapai mayoritas di
parlemen. Dalam system pemerintahan parlementer, hal ini mempersulit terbentuknya
pemerintahan yang stabil karena harus mendasarkan diri pada koalisi.
2.2 Sifat-Sifat Pemilu
Pemilihan umum di Indonesia menganut asas "LUBER" yang merupakan singkatan dari
"Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia". Asas "Luber" sudah ada sejak zaman Orde Baru.
Asas pemilu dalam pasal 22 E di jelaskan pada ayat 1. Pemilu di laksanakan dengan
langsung, umum, bebas, rahasia, adil, dan jujur.
1. Langsung, artinya pemilih secara langsung memberikan suara tanpa perantara.
2. Umum, berarti pemilihan itu berlaku bagi seluruh warga negara.
3. Bebas, artinya setiap pemilih dapat menggunakan haknya sesuai dengan hati nuraninya
tanpa ada tekanan dan paksaan dari siapapun.
4. Rahasia, berarti pilihan yang di pilih oleh pemilih tidak akan di ketahui oleh siapa pun.
5. Jujur, berarti semua pihak yang terlibat dalam pemilihan umum harus bersikap dengan
jujur.
6.  Adil, berarti setiap pemilih dan partai politik peserta pemilu harus mendapatkan
perlakuan adil , bebas dari kecurangan manapun.

Penyelenggaraan pemilihan umum secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil
hanya dapat terwujud apabila dilaksanakan oleh penyelenggara pemilihan umum yang
mempunyai integritas, profesionalitas, dan akuntabilitas. Berdasarkan penyelenggaraan
pemilihan umum sebelumnya, diperlukan penyempurnaan terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur penyelenggara pemilihan umum sehingga perlu membentuk
Undang-Undang tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.

Rancangan Undang-Undang ini mengatur tentang : penyelenggara pemilihan umum yang


bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Sifat nasional mencerminkan bahwa wilayah kerja dan
tanggung jawab KPU sebagai penyelenggara pemilihan umum mencakup seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sifat tetap menunjukkan KPU sebagai lembaga yang
menjalankan tugas secara berkesinambungan meskipun dibatasi oleh masa jabatan tertentu. Sifat
mandiri menegaskan KPU dalam menyelenggarakan dan melaksanakan pemilihan umum bebas
dari pengaruh pihak mana pun. Rancangan Undang-Undang ini disahkan pada rapat Paripurna
DPR RI tanggal 20 Maret 2007.

Kemudian di era reformasi berkembang pula asas "Jurdil" yang merupakan singkatan dari
"Jujur dan Adil". Asas "jujur" mengandung arti bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan
sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hak dapat
memilih sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama untuk
menentukan wakil rakyat yang akan terpilih. Asas "adil" adalah perlakuan yang sama terhadap
peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta
atau pemilih tertentu. Asas jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta
pemilu, tetapi juga penyelenggara pemilu.
2.3 Pelaksanaan Pemilu

PEMILU ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD

Tahapan Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD berdasarkan Undang-Undang Nomor 8
tahun 2012 yaitu:

1. Perencanaan Program, dan Anggaran, serta Penyusunan Peraturan Pelaksanaan


Penyelenggaraan Pemilu.
2. Pemutakhiran Data Pemilih dan penyusunan Daftar pemilih.
3. Pendaftaran dan verifikasi Peserta Pemilu.
4. Penetapan Peserta Pemilu.
5. penetapan jumlah kursi dan Penetapan daerah pemilihan.
6. Pencalonan Anggota DPR, DPD, dan DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
7. Masa kampanye pemilu.
8. Masa tenang.
9. Pemungutan dan Penghitungan Suara.
10. Penetapan Hasil Pemilu.
11. Pengucapan Sumpah/Janji Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD
Kabupaten/Kota.

PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

Tahapan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden diatur dalam Undang-Undang Nomor 42
tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, adapun tahapannya meliputi:

1. Penyusunan Daftar pemilih.


2. Pendaftaran Bakal Pasangan Calon.
3. Penetapan Pasangan calon.
4. Masa kampanye.
5. Masa tenang.
6. Pemungutan dan Penghitungan Suara.
7. Penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
8. Pengucapan sumpah/janji Presiden dan Wakil Presiden.
PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR, BUPATI DAN WAKIL BUPATI
SERTA WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA

Tahapan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota
dan Wakil Walikota di atur dalam Undang-Undang nomor 8 tahun 2015 sebagaimana telah
diubah terakhir dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016. Tahapannya meliputi:

Tahap Persiapan :

1. Perencanaan Program dan Anggaran.


2. Penyusunan Peraturan Penyelenggaraan Pemilihan.
3. Perencanaan Penyelenggaraan meliputi penetapan tata cara dan Jadwal Tahapan
Pelaksanaan Pemilihan.
4. Pembentukan PPK, PPS dan KPPS.
5. Pembentukan Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL dan Pengawas TPS.
6. Pemberitahuan dan Pendaftaran Pemantau Pemilihan.
7. Penyerahan Daftar Penduduk Potensial Pemilihan.
8. Pemutakhiran dan Penyusunan Daftar Pemilih.

Tahap penyelenggaraan :

1. Pengumuman Pendaftaran Pasangan Calon.


2. Pendaftaran Pasangan Calon.
3. Penelitian Persyaratan Calon.
4. Penetapan Pasangan Calon.
5. Pelaksanaan Kampanye.
6. Pelaksanaan Pemungutan Suara.
7. Penghitungan Suara dan Rekapitulasi.
8. Penetapan Calon Terpilih.
9. Penyelesaian Pelanggaran dan Sengketa Hasil Pemilihan.
10. Pengusulan Pengesahan dan Pengangkatan Pasangan Calon Terpilih.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Pemilihan umum (PEMILU) merupakan salah satu sarana bagi partisipasi masyarakat,
karena masyarakat diberikan kesempatan untuk menentukan siapa yang akan mereka pilih dalam
lembaga legislatif dan eksekutif, baik ditingkat daerah maupun tingkat nasional. Dalam
pemilihan umum, calon yang akan dipilih oleh masyarakat berasal dari partai politik. Partai
politik meruapkan salah satu ciri pada sebuah negara demokrasi, selain ciri lainnya, yani
pemilihan umum yang langsung, umum, bebas dan rahasia serta jujur dan adil. Melalui partai
politik, aspirasi rakyat diformulasikan sistematis dan diartikulasikan untuk menjadi keputusan-
keputusan politik yang memperoleh penyelenggaraan negara atau kebijakan publik lainnya.

Pemilihan umum merupakan wujud dari demokrasi yang diselenggarakan oleh pemerintah
guna kepentingan rakyat. Dengan adanya pemilihan umum, rayat turut serta memberikan aspirasi
politiknya yang diperuntukan memilih para wakilnya di pemerintahan. Pemilihan umum adalah
langkah yang tepat dilaukan oleh pemerintah untuk melaksanakan asas kedaulatan rakyat yang
telah tercantum dalam undang-undang dasar sementara. Untuk menyempurnakan undang-undang
dasar yang masih bersifat sementara dan untuk memilih wail-wakil yang akan duduk di
Parlemen, maka pemerintahan Indonesia melaksanakan pemilihan umum yang pertama di tahun
1955.

SARAN

Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk kemajuan
ilmu politik khusunya kajian tentang pemilihan umum (PEMILU) di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

 https://id.scribd.com/doc/188627127/MAKALAH-SISTEM-PEMILIHAN-
UMUM-doc
 https://indonesiabaik.id/motion_grafis/mengenal-sistem-pemilihan-umum
 https://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_di_Indonesia
 https://kab-belu.kpu.go.id/halaman/detail/tahapan-pemilu

Anda mungkin juga menyukai