Anda di halaman 1dari 11

Hukum Pemilu

“ PEMILU DALAM POTRET DEMOKASI “

Disusun Oleh :
Abdurrohim Rimbu (21909121 / VI B)
Ilmu Hukum
Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Kendari
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul " PEMILU DALAM POTRET
DEMOKRASI" ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas dosen pada mata kuliah Hukum PEMILU. Selain itu, makalah
ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang " Mekanisme Penyelesaian Sengketa
Hukum Pemilu " bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Harapan kami, makalah ini bisa
memberikan manfaat sebesar mungkin bagi siapa pun yang membacanya.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak dosen mata kuliah Hukum Laut yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang saya tekuni. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini. Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Kendari, 04 Maret 2022


DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN .................................................................................................................................... 4
II. RUMUSAN MASALAH ....................................................................................................................... 4
III. PEMBAHASAN ................................................................................................................................... 5
IV. KESIMPULAN....................................................................................................................................10
V. PENUTUP........................................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................11
I. PENDAHULUAN
Pemilu dalam negara demokrasi Indonesia merupakan suatu proses pergantian
kekuasaan secara damai yang dilakukan secara berkala sesuai dengan prinsip-
prinsip yang digariskan konstitusi. Prinsip-prinsip dalam pemilihan umum yang
sesuai dengan konstitusi antara lain prinsip kehidupan ketatanegaraan
berkedaulatan rakyat (demokrasi) ditandai bahwa setiap warga negara berhak
ikut aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan kenegaraan
Sebuah negara berbentuk republik memiliki sistem pemerintahan yang tidak
pernah lepas dari pengawasan rakyatnya. Adalah demokrasi, sebuah bentuk
pemerintahan yang terbentuk karena kemauan rakyat dan bertujuan untuk
memenuhi kepentingan rakyat itu sendiri. Demokrasi merupakan sebuah proses,
artinya sebuah republik tidak akan berhenti di satu bentuk pemerintahan selama
rakyat negara tersebut memiliki kemauan yang terus berubah. Ada kalanya
rakyat menginginkan pengawasan yang superketat terhadap pemerintah, tetapi
ada pula saatnya rakyat bosan dengan para wakilnya yang terus bertingkah
karena kekuasaan yang seakan-akan tak ada batasnya. Berbeda dengan monarki
yang menjadikan garis keturunan sebagai landasan untuk memilih pemimpin,
pada republik demokrasi diterapkan azas kesamaan di mana setiap orang yang
memiliki kemampuan untuk memimpin dapat menjadi pemimpin apabila ia
disukai oleh sebagian besar rakyat. Pemerintah telah membuat sebuah perjanjian
dengan rakyatnya yang ia sebut dengan istilah kontrak sosial. Dalam sebuah
republik demokrasi, kontrak sosial atau perjanjian masyarakat ini diwujudkan
dalam sebuah pemilihan umum. Melalui pemilihan umum, rakyat dapat memilih
siapa yang menjadi wakilnya dalam proses penyaluran aspirasi, yang
selanjutnya menentukan masa depan sebuah negara.

II. RUMUSAN MASALAH


A. Apa Pengertian Pemilihan Umum?
B. Bagaimana Sistem Pemilihan Umum?
C. Bagaimana Pelaksanaan Pemilihan Umum di Indonesia?
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Pemilihan Umum
Pemilihan umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan
kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945.[1]
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945
(UUD RI 1945) menentukan : “Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan
dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.” Mana
kedaulatan sama dengan makna kekuasaan tertinggi, yaitu kekuasaan yang
dalam taraf terakhir dan tertinggi wewenang membuat keputusan. Tidak ada
satu pasalpun yang menentukan bahwa negara Republik Indonesia adalah suatu
negara demokrasi. Namun, karena implementasi kedaulatan rakyat itu tidak lain
adalah demokrasi, maka secara implesit dapatlah dikatakan bahwa negara
Republik Indonesia adalah negara demokrasi.
Hal yang demikian wujudnya adalah, manakala negara atau pemerintah
menghadapi masalah besar, yang bersifat nasional, baik di bidang kenegaraan,
hukum, politik, ekonomi, sosial-budaya ekonomi, agama “ semua orang warga
negara diundang untuk berkumpul disuatu tempat guna membicarakan,
merembuk, serta membuat suatu keputusan.” Ini adalah prinsipnya.[2]

B. Sistem Pemilihan Umum


Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum, akan
tetapi umumnya berkisar pada 2 prinsip pokok, yaitu :
a. Single-member constituency (satu daerah memilih atau wakil;
biasanya disebut Sistem Distrik). Sistem yang mendasarkan pada
kesatuan geografis. Jadi setiap kesatuan geografis (yang biasanya
disebut distrik karena kecilnya daerah yang diliputi) mempunyai
satu wakil dalam dewan perwakilan rakyat.
Sistem ini mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya :
1) Kurang memperhitungkan adanya partai kecil dan golongan minoritas,
apalagi jika golongan ini terpencar dalam beberapa distrik.
2) Kurang representatif dalam arti bahwa calon yang kalah dalam suatu
distrik, kehilangan suara-suara yang telah mendukungnya.
Disamping itu sistem ini juga mempunyai kelebihan, antara lain :
1) Wakil yang terpilih dapat dikenal oleh penduduk distrik, sehingga
hubungannya dengan penduduk distrik lebih erat.
2) Lebih mendorong kearah integrasi partai-partai politik karena kursi yang
diperebutkan dalam setiap distrik pemilihan hanya satu. Mendorong partai-
partai untuk menyisihkan perbedaan-perbedaan yang ada dan mengadakan
kerjasama.
3) Berkurangnya partai dan meningkatnya kerjasama antara partai-partai
yang mempermudah terbentuknya pemerintah yang stabil dan meningkatkan
stabilitas nasional
4) Sederhana dan mudah untuk diselenggarakan

b. Multi-member constituency (satu daerah pemilihan memilih


beberapa wakil; biasanya dinamakan Proportional Representation
atau Sistem Perwakilan Berimbang). Gagasan pokok dari sistem ini
adalah bahwa jumlah kursi yang diperoleh oleh sesuatu golongan
atau partai adalah sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya.
Sistem ini ada beberapa kelemahan:
a. Mempermudah fragmentasi partai dan timbulnya partai-partai baru
b. Wakil yang terpilih merasa dirinya lebih terikat kepada partai dan kurang
merasakan loyalitas kepada daerah yang telah memilihnya
c. Mempersukar terbentuknya pemerintah yang stabil, oleh karena umumnya
harus mendasarkan diri atas koalisi dari dua-partai atau lebih.[3]
Keuntungan system Propotional:
a. System propotional di anggap representative, karena jumlah kursi partai
dalm parlemen sesuai dengan jumlah suara masyarakat yang di peroleh dalam
pemilu.
b. System ini di anggap lebih demokatis dalam arti lebih egalitarian, karena
praktis tanpa ada distorsi.[4]
Di Indonesia pada pemilu kali ini, tidak memakai salah satu dari kedua macam
sistem pemilihan diatas, tetapi merupakan kombinasi dari keduanya.
Hal ini terlihat pada satu sisi menggunakan sistem distrik, antara lain pada Bab
VII pasal 65 tentang tata cara Pencalonan Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi,
dan DPRD Kabupaten/Kota dimana setiap partai Politik peserta pemilu dapat
mengajukan calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/
Kota dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya
30%.
Disamping itu juga menggunakan sistem berimbang, hal ini terdapat pada Bab
V pasal 49 tentang Daerah Pemilihan dan Jumlah Kursi Anggota DPR, DPRD
Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dimana : Jumlah kursi anggota DPRD
Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada jumlah
penduduk provinsi yang bersangkutan dengan ketentuan :
a. Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 1000.000 (satu juta)
jiwa mendapat 35 (tiga puluh lima) kursi
b. Provinsi dengan julam penduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) sampai
dengan 3.000.000 (tiga juta) jiwa mendapat 45 (empat puluh lima) kursi;
c. Provinsi dengan jumlah penduduk 3.000.000 (tiga juta) sampai dengan
5.000.000 (lima juta) jiwa mendapat 55 (lima puluh lima) kursi;
d. Provinsi dengan jumlah penduduk 5.000.000 (lima juta) sampai dengan
7.000.000 (tujuh juta) jiwa mendapat 65 (enam puluh lima) kursi;
e. Provinsi dengan jumlah penduduk 7.000.000 (tujuh juta) sampai dengan
9.000.000 (sembilan juta) jiwa mendapat 75 (tujuh puluh lima) kursi;
f. Provinsi dengan jumlah penduduk 9.000.000 (sembilan juta) sampai
dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa mendapat 85 (delapan puluh lima)
kursi;
g. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12.000.000 (dua belas juta)
jiwa mendapat 100 (seratus) kursi.[5]

C. Pelaksanaan pemilihan Umum di Indonesia


Sejak kemerdekaan hingga tahun 2004 bangsa Indonesia telah
menyelenggarakan Sembilan kali pemilhan uum, yaitu pemilihan umum 1955,
1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, dan 2004. Dari pengalaman
sebanyak itu, pemilihan umum 1955 dan 2004 mempunyai kekhususan di
banding dengan yag lain.
Semua pemilihan umum tersebut tidak diselenggarakan dalam situasi yang
vacuum, melainkan berlangsung di dalam lingkungan yang turut menentuka
hasil pemilhan umum yang cocok untuk Indonesia.[6]
Pemilu diselenggarakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang
bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Komisi ini memiliki tanggung jawab
penuh atas penyelenggaraan pemilu, dan dalam menjalankan tugasnya, KPU
menyampaikan laporan kepada Presiden dan DPR.
Menurut Pasal 25 UU No. 12 Tahun 2003, tugas dan wewenang KPU adalah:
a. Merencanakan penyelenggaraan KPU.
b. Menetapkan organisasi dan tata cara semua tahapan pelaksanaan pemilu.
c. Mengkoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua
tahapan pelaksanaan pemilu.
d. Menetapkan peserta pemilu.
e. Menetapkan daerah pemilihan, jumlah kursi, dan calon anggota
DPR,DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
f. menetapkan waktu, tanggal, tata cara pelaksanaan kampanye, dan
pemungutan suara.
g. menetapkan hasil pemilu dan mengumumkan calon terpilih anggota
DPR,DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
h. melakukan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pemilu.
i. melaksanakan tugas dan kewenangan lain yang diatur undang-undang.[7]
Dalam Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) dijelaskan bahwa kedaulatan
rakyat dipegang oleh suatu badan, bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR), sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia (Vertretungsorgan des
Willens des Staatsvolkes). Majelis ini bertugas mempersiapkan Undang-undang
Dasar dan menetapkan garis-garis besar haluan negara. MPR juga mengangkat
Kepala Negara (Presiden) dan wakilnya (Wakil Presiden). MPR adalah
pemegang kekuasaan tertinggi dalam negara, sedangkan Presiden bertugas
menjalankan haluan Negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan
oleh MPR. Di sini, peran Presiden adalah sebagai mandataris MPR, maksudnya
Presiden harus tunduk dan bertanggung jawab kepada MPR.[8]
Menurut Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 hasil Amandemen keempat tahun 2002,
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) terdiri atas anggota Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang dipilih
melalui pemilihan umum. Hal ini juga tercantum dalam Pasal 19 ayat (1) UUD
1945 hasil Amandemen kedua tahun 2000 yang berbunyi: “Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum.” Serta Pasal 22C UUD
1945 hasil Amandemen ketiga tahun 2001 yang berbunyi: “Anggota Dewan
Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum.”
Dalam Pasal 6A UUD 1945 yang merupakan hasil Amandemen ketiga tahun
2001 dijelaskan mengenai pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang
lengkapnya berbunyi:
a. Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung
oleh rakyat.
b. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik
atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan
pemilihan umum.
c. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara
lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan
sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari
setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil
Presiden[9]
UUD 1945 yang merupakan Konstitusi Negara Republik Indonesia mengatur
masalah pemilihan umum dalam Bab VIIB tentang Pemilihan Umum Pasal 22E
sebagai hasil Amandemen ketiga UUD 1945 tahun 2001. Secara lengkap, bunyi
Pasal 22E tersebut adalah:
a. Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
b. Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden,
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
c. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.
d. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah adalah perseorangan.
e. Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum
yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
f. Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-
undang.[10]
IV. KESIMPULAN
Dari materi diatas setidaknya ada beberapa poin yang dapat disarikan dalam
tema singkat tentang “pemilu” ini:
a. Pemilihan umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana
pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945.
b. Dalam pembagian tipe demokrasi modern, saat ini Negara Republik
Indonesia sedang berada dalam tahap demokrasi dengan pengawasan langsung
oleh rakyat. Pengawasan oleh rakyat dalam hal ini, diwujudkan dalam sebuah
penyelenggaraan pemilu yang demokratis.
c. Disusunnya undang-undang tentang pemilu, partai politik, serta susunan
dan kedudukan lembaga legislatif yang baru menjadikan masyarakat kita lebih
mudah untuk memulai belajar berdemokrasi.
d. Cepat atau lambat, rakyat Indonesia akan dapat memahami bagaimana
caranya berdemokrasi yang benar di dalam sebuah republik.
e. Pemahaman ini akan timbul secara bertahap seiring dengan terus
dijalankannya proses pendidikan politik, khususnya demokrasi di Indonesia,
secara konsisten.

V. PENUTUP

Demikian makalah ini kami susun. Punulis menyadari dalam makalah ini masih
banyak sekali kekurangan dan jauh dari kesan “sempurna”. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang kontruktif sangat penulis harapkan demi kesempurnaan
makalah saya selanjutnya. Akhirnya semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi
siapa saja yang membcanya. Amien.
DAFTAR PUSTAKA

Budiardjo,Miriam,2007,Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta:Ikrar Mandidrabadi


,2008,edisi revisi Dasar-dasar Ilmu Politik,Jakarta:Gramedia Pustaka Utama,
Soehino,2010,Hukum Tata Negara Perkembangan Pengaturan dan Pelaksanaan
Pemilihan umum di Indonesia, Yogyakarta:UGM
Tim Eska Media. 2002, Edisi Lengkap UUD 1945. Jakarta: Eska Media.
Undang-undang Politik 2003, UU No. 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum
UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD

Anda mungkin juga menyukai