Anda di halaman 1dari 41

TUGAS MAKALAH

PEMILU DAN SISTEM PEMILU

O
L
E
H

KELOMPOK 3
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji serta syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT.


Atas rahmat dan izin-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini
dengan mudah guna memenuhi tugas kelompok dengan materi Pemilu dan Sistem
Pemilu di Indonesia.

Shalawat serta salam kami haturkan kepada nabi kita, Nabi Muhammad
SAW. Terima kasih kepada anggota kelompok kami yang telah berkontribusi
dalam bentuk pikiran atau materi dalam menyelesaikan makalah ini. Kami sangat
berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat serta menambah
pengetahuan bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah
ini bias dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari khususnya bagi penulis,
umumnya bagi pembaca.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan


makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Maka dari itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Banda Aceh, Oktober 2023

Kelompok 3
DAFTAR ISI

Table of Contents
KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................................3
BAB I...................................................................................................................................4
PENDAHULUAN..................................................................................................................4
1.1. Latar Belakang....................................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah............................................................................................13
1.3. Tujuan..............................................................................................................13
BAB II................................................................................................................................14
PEMBAHASAN..................................................................................................................14
2.1. Pengertian Pemilu.................................................................................................14
2.2. Tujuan Pemilu........................................................................................................16
2.3. Dasar Pemikiran Pemilu di Indonesia....................................................................17
2.4. Dasar Hukum dan Landasan Pemilu......................................................................18
2.5. Asas-asas dan Prinsip Pemilu................................................................................19
2.6. Sistem Pemilu dan Pelaksanaan Pemilu di Indonesia............................................20
2.7. Peserta Pemilu dan Macam-macam Hak Pilih.......................................................27
2.8. Penyelenggaraan Pemilu di Indonesia...................................................................28
2.9. Periodesasi Sistem Pemilu Indonesia....................................................................32
2.10. Sistem Pemilihan Umum Yang Cocok Untuk Indonesia.......................................36
BAB III...............................................................................................................................37
PENUTUP..........................................................................................................................37
3.1. Kesimpulan............................................................................................................37
3.2. Saran.....................................................................................................................38
LAMPIRAN........................................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................40
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pada dasarnya pembuatan makalah yang berjudul Pemilu dan Sistem
Pemilu ini adalah untuk memperdalam pengetahuan tentang pelaksanaan pemilu
dan melengkapi tugas. Pengetahuan tentang pemilu sangat penting sebab pemilu
merupakan wujud pelaksanaan demokrasi Pancasila di Indonesia. Jika kita
mempunyai pengetahuan tentang pemilu maka kita telah melestarikan demokrasi
Pancasila yaitu demokrasi yang paling cocok dengan kepribadian bangsa
Indonesia, hal ini telah dibuktikan oleh sejarah sejak kemerdekaan RI sampai
dengan sekarang. Sebagai warga negara Indonesia yang bermoral Pancasila mari
kita laksanakan pemilu bagi yang memenuhi syarat sesuai yang telah diamanatkan
pasal 28 UUD 1945 : “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul mengeluarkan
piliran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya.”
Di kebanyakan negara demokrasi, pemilihan umum dianggap lambang,
sekaligus tolak ukur dari sebuah demokrasi. Hasil pemilihan umum yang
diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan
kebebasan berserikat, dianggap mencerminkan walaupun tidak begitu akurat,
partisipasi dan kebebasan masyarakat. Sekalipun demikian, disadari bahwa
pemilihan umum (PEMILU) tidak merupakan satu-satunya tolak ukur dan perlu
dilengkapi dengan pengukuran beberapa kegiatan lain yang lebih bersifat
berkesinambungan, seperti partisipasi dalam kegiatan partai, lobbying, dan
sebagainya.
Di banyak negara berkembang beberapa kebebasan seperti yang dikenal
di dunia barat kurang diindahkan. Seperti Indonesia, perkembangan demokrasi di
Indonesia telah mengalami pasang surut. Selama 67 tahun berdirinya Republik
Indonesia ternyata masalah pokok yang kita hadapi adalah bagaimana dalam
masyarakat yang beraneka ragam pola budayanya dapat mempertinggi tingkat
kehidupan ekonomi disamping membina suatu kehidupan sosial dan politik yang
demokratis.pada pokok masalah ini berkisar pada penyusunan suatu sistem politik
dimana kepemimpinaan cukup kuat untuk melaksanakan pembangunan ekonomi
serta nation building, dengan partisipasi rakyat seraya menghindarkan timbulnya
diktator.
Pemilihan umum juga menunjukkan seberapa besar partisipasi politik
masyarakat, terutama di negara berkembang. Kebanyakan negara ini ingin cepat
mengadakan pembangunan untuk mengejar keterbelakangannya, karena dianggap
bahwa berhasil-tidaknya pembangunan banyak bergantung pada partisipasi rakyat.
Ikut sertanya masyarakat akan membantu penanganan masalah-masalah yang
ditimbulkan oleh perbedaan-perbedaan etnis, budaya, status sosial, ekonomi,
budaya, dan sebagainya. Integritas nasional, pembentukan identitas nasional, serta
loyalitas terhadap negara diharapkan akan ditunjang pertumbuhannya melalui
partisipasi politik.
Di beberapa negara berkembang partisipasi yang bersifat otonom, artinya
lahir dari mereka sendiri, masih terbatas. Di beberapa negara yang rakyatnya
apatis, pemerintah menghadapi masalah bagaimana meningkatkan partisipasi itu,
sebab jika partisipasi mengalami jalan buntu , dapat terjadi dua hal yaitu “anomi”
atau justru “ revolusi”. Maka melalui pemilihan umum yang sering didefenisikan
sebagai “ pesta kedaulatan rakyat”, masyarakat dapat secara aktif menyuarakan
aspirasi mereka baik itu ikut berpartisipasi dalam kegiatan partai, ataupun
“menitipkan” dan “mempercayakan” aspirasi mereka pada salah satu partai
peserta PEMILU yang dianggap dapat memenuhi , serta menjalankan aspirasi
masyarakat tyang telah dipercayakan pada partai tersebut.
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dan juga sebagai
demokrasi yang sedang berusaha mencapai stabilitas nasional dan memantapkan
kehidupan politik juga mengalami gejolak-gejolak sosial dan politikdalam proses
pemilihan umum. Hal inilah yang menjadi latar belakang penulis dalam menulis
makalah (papers) ini, selain sebagai pemenuhan tugas sistem politik indonesia.
Dalam perkembangan kehidupan politiknya, indonesia selalu berusaha
memperbaharui sistem pemlihan umumbaik itu dengan mengadopsi sistem yang
ada di dunia barat ( walaupun tidak semuanya bekerja efektif di dalam negeri kita)
untuk mencapai stabilitas nasional dan politik.
Pemilu dalamnegara-negara demokrasi termasuk di Indonesia, merupakan
suatu proses yang meletakkan kedaulatan rakyat sepenuhnya ditangan rakyat itu
sendiri melalui sistim pergantian kekuasaan secara damai yang dilakukan secara
berkala sesuai dengan prinsip-prinsip yang digariskan oleh konstitusi. Prinsip-
prinsip dalam pemilihan umum yang sesuai dengan konstitusi antara lain prinsip
kehidupan ketatanegaraan yang berkedaulatan rakyat (demokrasi) ditandai bahwa
setiap warga negara berhak ikut serta dan aktif dalam setiap proses pengambilan
keputusan kenegaraan.
Sebuah negara berbentuk republik yang berarti kekuasaan dikembalikan ke
masyarakyat (publik) untuk menentukan arah dan substansi roda pemerintahan
yang tidak lepas dari pengawasan rakyat itu sendiri. Bentuk pemerintahan yang
terbentuk karena kemauan rakyat dan bertujuan untuk memenuhi kepentingan
rakyat itu sendiri disebut demokrasi. Demokrasi merupakan sebuah proses, artinya
sebuah republik tidak akan berhenti di satu bentuk pemerintahan selama rakyat
negara tersebut memiliki kemauan yang terus berubah. Ada kalanya rakyat
menginginkan pengawasan yang superketat terhadap pemerintah, tetapi ada pula
saatnya rakyat bosan dengan para wakilnya yang terus bertingkah karena
kekuasaan yang seakan-akan tak ada batasnya. Berbeda dengan bentuk
pemerintah negara monarki yang menjadikan garis keturunan sebagai landasan
untuk memilih pemimpin, pada republik demokrasi diterapkan azas kesamaan dan
persamaan di mana setiap orang yang memiliki kemampuan untuk memimpin
dapat menjadi pemimpin apabila ia disukai oleh sebagian besar rakyat.
Melalui sistim demokrasi, pemerintah membuat kontrak atau perjanjian
dengan rakyat yang disebut dengan istilah kontrak sosial. Dalam sebuah republik
demokrasi, kontrak sosial atau perjanjian masyarakat ini diwujudkan dalam
sebuah pemilihan umum. Melalui pemilihan umum, rakyat dapat memilih secara
langsung siapa yang menjadi perwakilannya di lembaga legislatif dan memilih
langsung atau melalui perwakilannya untuk memilih pemerintah dilembaga
eksekutif untuk penyaluran aspirasi atau kehendak rakyat yang selanjutnya akan
menentukan masa depan sebuah negara.
Pemilihan Umum (Pemilu) adalah dasar dari salah satu instrumen
demokrasi. Melalui pemilu, kedaulatan rakyat dapat dirubah menjadi sebuah
kekuasaan politik di parlemen maupun eksekutif.1 Pemilihan Umum yang
selanjutnya disingkat Pemilu menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017
tentang Pemilihan Umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang
diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UndangUndang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilu merupakan institusi pokok
pemerintah perwakilan yang demokratis, karena dalam suatu negara demokrasi,
wewenang pemerintah hanya diperoleh atas persetujuan dari mereka yang
diperintah. Mekanisme utama untuk melaksanakan persetujuan tadi menjadi
wewenang pemerintah adalah melalui penyelenggaraan Pemilu yang bebas, jujur
dan adil, terutama untuk memilih Presiden/Kepala Daerah
Untuk menyelenggarakan pemilu dibentuk badan-badan penyelenggaraan
pemilu di Ibukota, di tiap daerah pemilihan dan di tiap Kabupaten. Panitia ini
terdiri dari pejabat-pejabat pemerintah yang dibantu oleh partai politik, yang
tanggung jawab pelaksanaannya berada di menteri dalam negeri, tetapi kekuasaan
yang luas berada pada Panitia Pemilihan Indonesia atau partai-partai.
Pemilu merupakan salah satu sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat
serta merupakan tempat berkompetisi yang paling adil untuk sebuah partai politik,
sejauh mana mereka telah menjalankan fungsi dan perannya serta
pertanggungjawabannya terhadap kinerja yang telah dilakukan selama ini kepada
rakyat yang telah memilihnya sesuai dengan apa yang rakyat anggap paling
dipercayai dan mampu melaksanakan berbagai aspirasi rakyat. Partai politik
sebagai peserta pemilu dinilai akuntabilitasnya setiap 5 (lima) tahun oleh rakyat
secara jujur dan adil, sehingga partai politik tersebut dapat membuktikan
eksistensinya dengan cara diuji melalui penyelenggaraan pemilu
Disisi lain pemilu dijadikan sebagai sarana yang paling adil untuk
menentukan partai mana yang masih tetap ada dan berhak mewujudkan
kesejahteraan bagi rakyat. Secara alamiah akan terjadi seleksi terhadap suatu
partai politik untuk dapat terus mengikuti pemilu baik untuk pemilihan presiden
maupun untuk pemilihan anggota parlemen. Oleh karena itu, karena merupakan
tempat untuk berkompetisi yang paling adil, sepatutnya pemilu hanya bisa diikuti
oleh partai politik yang dianggap mampu menjalankan aspirasi rakyat, sehingga
efektivitas pemilu dapat terus terpelihara dengan baik.
Pemilihan umum (pemilu) telah menjadi sebuah fenomena global. Baik
negara maju maupun berkembang, pemilu menjadi sarana terbaik untuk
memfasilitasi pergantian kekuasaan yang damai. Namun demikian, praktek
pemilu di berbagai negara di dunia menunjukkan variasi pelaksanaan yang
beragam, dari yang dilaksanakan secara bebas dan adil sampai kepada
penyelenggaraan pemilu yang penuh dengan pelanggaran dan kecurangan (Ham,
2015; Levin & Alvarez, 2012). Dari beragam fenomena empirik pelaksanaan
pemilu tersebut, isu terkait integritas pemilu mengemuka dan menjadi perhatian
banyak pihak (Levin & Alvarez, 2012). Dalam konteks ini, artikel ini hendak
membahas tentang makna strategis integritas pemilu dalam kerangka membangun
sistem demokrasi yang efektif.
Pada bagian selanjutnya, akan diuraikan beragam pemaknaan konsep
integritas pemilu. Bagian selanjutnya mendiskusikan tentang berbagai alasan
pentingnya integritas pemilu. Uraian tentang berbagai faktor yang dapat
mempengaruhi interitas pemilu, menjadi topik diskusi pada bagian selanjutnya.
Bagian akhir dari tulisan ini ditutup dengan uraian singkat mengenai strategi yang
dapat diadopsi untuk penguatan pemilu yang berintegritas.
Salah satu ciri negara demokrasi adalah diselenggarakannya pemilihan
umum (Pemilu) yang terjadwal dan berkala. Oleh karenanya, tanpa
terselenggaranya Pemilu maka hilanglah sifat demokratis suatu negara. Demikian
pula, agar sifat negara demokratis tersebut dapat terjamin oleh adanya Pemilu,
maka penyelenggaraan Pemilu harus dilaksanakan secara berkualitas
Sistem pemilihan adalah seperangkat metode yang mengatur warga negara
memilih para wakilnya. Dalam suatu lembaga perwakilan rakyat, seperti DPR
atau DPRD, sistem pemilihan ini bisa berupa seperangkat metode untuk
mentransfer suara pemilih kedalam suatu kursi di lembaga legislatif atau
parlemen. Namun, ketika pemilihan itu terjadi pada seorang calon anggota
legislatif, sistem pemilihan itu bisa berwujud seperangkat metode untuk
menentukan seorang pemenang berdasarkan jumlah suara yang diperolehnya.
Dalam bahasa yang sederhana, sistem pemilihan ini pada dasarnya berkaitan
dengan cara pemberian suara, perhitungan suara dan pembagian kursi.
Pada hakikatnya, Pemilu merupakan realisasi fungsi rekruitmen politik
yang seharusnya ada dalam sistem yang demokratis. Sehingga secara teoritis, pada
sebuah sistem Pemilu biasanya berisikan pola pemberian suara, yang memberikan
kemungkinan bagi pemilih untuk menentukan preferensinya, memilih partai atau
individu yang menjadi calon dalam Pemilu.
Dari penetapan pola pemberian suara akan menentukan mandat dari si
pemilih kepada yang dipilih, sehingga akan muncul preferensi pemilihan apakah
pada partai atau pada individu yang mencalonkan. Sementara untuk
merealisasikan fungsi rekruitmen politik yang biasanya terutama dalam
aturanaturan main Pemilu seperti pembagian daerah pemilihan, pola kampanye,
cara pemberian dan penghitungan suara akan menentukan kecenderungan dari
sebuah sistem Pemilu. Sistem Pemilu dalam ilmu politik digeneralisasikan
menjadi dua bagian yaitu sistem distrik dan sistem proporsional.
Perbedaan sistem distrik dan proporsional terletak pada perbedaan prinsip
pola rekruitmen untuk pembentukan perwakilan di parlemen dengan mengabaikan
kemungkinan terjadinya ketidakseimbangan antara jumlah suara total dan mandat
yang diterima wakil partai untuk duduk di parlemen. Sistem proporsional lebih
mengutamakan perimbangan perolehan suara dalam Pemilu dan mandat yang
diterima oleh partai untuk duduk di parlemen. Sebenarnya ada resiko kesulitan
untuk membentuk suara mayoritas di parlemen sehingga harus diperhatikan
bahwa secara teoritis kedua sistem ini mempunyai kelebihan dan kekurangan yang
akan membawa konsekuensi tertentu untuk suatu sistem politik.
Sistem distrik membawa konsekuensi minimnya peran partai, karena
dalam sistem ini yang paling berperan dalam Pemilu adalah para politikus yang
menjadi calon. Oleh karena itu, kekalahan dan kemenangan sebenarnya lebih
tergantung pada kemampuan politikus untuk menarik hati konstituennya.
Kelebihannya bahwa dengan sistem distrik seorang wakil yang terpilih adalah
orang yang dikenal di wilayah pemilihannya dan cenderung akan
memperjuangkan kepentingan masyarakat di wilayahnya. Kelemahannya, ada
kecenderungan politikus yang terpilih akan membawa kepentingan lokal di forum
nasional. Sehingga ada kemungkinan terjadi pertarungan kepentingan daerah di
forum nasional. Penggunaan sistem distrik juga cenderung akan menghasilkan
sistem dua partai dengan mayoritas di parlemen yang kuat, meskipun mungkin
mayoritas tersebut tidak mencerminkan kehendak mayoritas masyarakat.
Kecenderungan akan lebih mungkin terjadi pada negara besar dengan penyebaran
penduduk yang tidak merata.
Kelemahan sistem proporsional, partai politik lebih berperan dalam
Pemilu, sehingga partai mempunyai peran penting dalam menentukan wakilnya
untuk duduk di parlemen. Kelebihan sistem proporsional, ada perimbangan antara
jumlah suara dan jumlah mandat yang diterima oleh partai. Hal ini tentunya
mencerminkan kehendak rakyat yang sesungguhnya. Kelemahan penggunaan
sistem proporsional akan menyulitkan terbentuknya sebuah kekuatan mayoritas di
parlemen yang pada gilirannya mengakibatkan rapuhnya pemerintahan. Karena
pada sistem proporsional yang dipilih adalah partai, maka bisa saja terjadi seorang
wakil rakyat kurang dikenal di daerah pemilihannya. Sehingga tanggungjawab
wakil rakyat di daerah pemilihannya cenderung lebih rendah. Karena ia akan lebih
bertanggungjawab kepada partai daripada rakyat yang memilihnya.
Berdasarkan kelebihan dan kekurangan kedua sistem Pemilu ini timbul
pertanyaan sistem apa yang sebenarnya yang paling cocok untuk Indonesia? Terus
terang sulit untuk menjawab pertanyaan ini. Dalam konteks perjalanan demokrasi
di Indonesia, tidak ada jaminan bahwa sistem proporsional atau sistem distrik
yang cocok untuk kita, sebab pembagian dua sistem ini sebenarnya hanya bersifat
teoritis untuk memudahkan orang untuk mempelajari ilmu politik termasuk sistem
Pemilu.
Sejak 2014, pemilihan presiden didominasi oleh dua kandidat
calon presiden dan calon wakil presiden. Mereka adalah Prabowo Subianto-Hatta
Rajasa yang diusung oleh partai-partai pendukung pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono dan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang mayoritasnya didukung oleh
oposisi. Mengulangi kemenangan yang sama, Jokowi yang merupakan rival
Prabowo pada 2014 dan 2019 kembali memenangkan pemilu presiden dengan
meraih 55,5% suara.

Namun, berbeda dengan Pemilu Presiden 2004 dan 2009 yang diikuti oleh
lebih dari dua kandidat. Pada 2004, pemilihan presiden diikuti lima kandidat di
putaran pertama dengan berbagai latar belakang, di antaranya militer, sipil, ulama
hingga mantan presiden dan mantan wakil presiden. Sedangkan di 2009,
pemilihan presiden diikuti oleh tiga kandidat yang salah satunya adalah calon
petahana Susilo Bambang Yudhoyono. Pengangkatan sumpah jabatan presiden
dan wakil presiden terpilih hasil Pilpres 2019.

Presiden Indonesia dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan


umum setiap lima tahun sekali. Secara konstitusi yang tertuang dalam Pasal 7
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
maka Presiden petahana Joko Widodo dan mantan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono tidak dapat mengikuti kontestasi politik dalam pemilihan presiden
pada 2024. Oleh karenanya, Indonesia mengadakan pemilihan umum secara
serentak untuk memilih eksekutif dan legislatif untuk masa bakti 2024–2029.
Pemilihan presiden selayaknya digelar sebelum transisi kepemimpinan negara
pada 20 Oktober 2024.
Pada pilpres sebelumnya, Joko Widodo terpilih kembali menduduki
jabatan yang sama bersama dengan Ma'ruf Amin sebagai pendampingnya.
Kandidat lainnya, Prabowo Subianto oleh Joko Widodo diberi mandat
sebagai Menteri Pertahanan pasca rekonsiliasi pada Juli 2019.[6][7] Pertemuan
tersebut mengakhiri perseturuan politik antara Joko Widodo dan Prabowo
Subianto dalam pemilihan presiden, sehingga terjadi dinamika politik dengan
bergabungnya Gerindra dan PAN ke Koalisi Indonesia Maju. Ketika perombakan
kabinet pada 2020, wakil Prabowo saat pilpres, Sandiaga Uno menyusulnya di
kabinet sebagai menteri yang membidangi pariwisata dan ekonomi kreatif.

Masa Pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden diatur dalam Pasal
6A dan Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden dilakukan dengan dua
putaran apabila pada putaran pertama tidak ada pasangan calon yang memperoleh
lebih dari 50% suara dengan sedikitnya 20% suara yang tersebar di lebih dari
setengah provinsi di Indonesia. Hingga saat ini, pemilihan umum Presiden dan
Wakil Presiden dua putaran hanya pernah terjadi pada Pemilihan Umum Presiden
dan Wakil Presiden 2004.

Pemilihan Umum Presiden Indonesia 2024, disebut juga Pilpres 2024,


adalah sebuah pemilihan presiden kelima secara demokratis di Indonesia untuk
memilih Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia masa bakti 2024–
2029 yang akan dilaksanakan pada Rabu, 14 Februari 2024. Pemilihan ini menjadi
kontestasi politik untuk memilih presiden baru menggantikan Joko Widodo yang
purna tugas dari jabatannya setelah menjabat dua periode sebagai presiden.

Pemilihan umum ini akan dilaksanakan bersamaan dengan Pemilihan


Umum Anggota DPR RI, DPD RI, dan DPRD di seluruh Indonesia.
Sementara Pemilihan Umum Kepala Daerah baru akan dilaksanakan pada Rabu,
27 November 2024.
1.2. Rumusan Masalah
2. Apakah yang dimaksud dengan pemilihan umum ?
3. Apa itu Sistem Pemilihan Umum ?
4. Bagaimanakah jalannya sistem pemilihan umum di Indonesia ?
5. Apa sistem pemilihan umum yang cocok di terapkan di Indonesia ?

1.3. Tujuan
2. Untuk Mengetahui tentang pemilihan umum.
3. Untuk Mengetahui tentang sistem pemilihan umum.
4. Untuk Mengetahui jalannya sistem pemilu di Indonesia.
5. Untuk Mengetahui sistem pemilihan umum yang cocok di terapkan di
Indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Pemilu


Pemilihan umum adalah salah satu cara untuk memilih wakil-wakil rakyat
yang sekaligus merupakan perwujudan dari negara demokrasi atau suatu cara
untuk menyalurkan aspirasi atau kehendak rakyat. Dalam UU RI No. 12 tahun
2003 tentang pemilu anggota DPR, DPP dan DPRD pasal 1 berbunyi “Pemilihan
umum yang selanjutnya disebut pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD
1945.” Dan UU NO. 23 tahun 2003 mengatur pemilu untuk presiden dan wakil
presiden negara RI yang dipilih langsung oleh rakyat. Pemilu merupakan syarat
mutlak bagi negara demokrasi untuk melaksanakan kedaulatan rakyat karena
dengan banyaknya jumlah penduduk demi seorang dalam menentukan jalannya
pemerintahan oleh sebab itu kedaulatan rakyat dilaksanakan dengan cara
perwakilan.
Menurut teori demokrasi klasik pemilu merupakan suatu Transmission of
Belt sehingga kekuasaan yang berasal dari rakyat dapat beralih menjadi kekuasaan
negara yang kemudian menjelma dalam bentuk wewenang pemerintah untuk
memerintah dan mengatur rakyat.
Berikut beberapa pernyataan beberapa para ahli mengenai pemilu:
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim: pemilihan umum tidak lain adalah suatu
cara untuk memilih wakil-wakil rakyat. Dan karenanya bagi suatu negara yang
menyebut dirinya sebagai negara demokrasi, pemilihan umum itu harus
dilaksanakan dalam wakru-waktu tertentu.
Bagir Manan: Pemilhan umum yang diadakan dalam siklus lima (5) tahun sekali
merupakan saat atau momentum memperlihatkan secara nyata dan langsung
pemerintahan oleh rakyat. Pada saat pemilihan umum itulah semua calon yang
diingin duduk sebagai penyelenggara negara dan pemerintahan bergantung
sepenuhnya pada keinginan atau kehendak rakyat.
Salah satu wujud demokrasi adalah dengan Pemilihan Umum. Dalam kata
lain, Pemilu adalah pengejawantahan penting dari “demokrasi prosedural”.
Berkaitan dengan ini, Samuel P. Huntington dalam Sahid gatara (2008: 207)
menyebutkan bahwa prosedur utama demokrasi adalah pemilihan para pemimpin
secara kompetitif oleh rakyat yang bakal mereka pimpin. Selain itu, Pemilu sangat
sejalan dengan semangat demokrasi secara subtansi atau “demokrasi subtansial”,
yakni demokrasi dalam pengertian pemerintah yang diselenggarakan dari rakyat,
oleh rakyat dan untuk rakyat. Artinya, rakyatlah yang memegang kekuasaan
tertinggi.

Pemilu adalah lembaga sekaligus prosedur praktik politik untuk


mewujudkan kedaulatan rakyat yang memungkinkan terbentuknya sebuah
pemerintahan perwakilan (representative government). Secara sederhana,
Pemilihan Umum didefinisikan sebagai suatu cara atau sarana untuk menentukan
orang-orang yang akan mewakili rakyat dalam menjalankan pemerintahan.

Dalam pemilihan umum, biasanya para kandidat akan


melakukan kampanye sebelum pemungutan suara dilakukan selama selang waktu
yang telah dientukan. Dalam kampanye tersebut para kandidat akan berusaha
menarik perhatian masyarakat secara persuasif, menyatakan visi dan misinya
untuk memajukan dan memperjuangkan kesejahteraan rakyat.
2.2. Tujuan Pemilu
Tujuan diselenggarkannya Pemilihan Umum adalah untuk memilih wakil
rakyat dan wakil daerah untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat
dan memperoleh dukungan dari rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan
nasional.
Pemilu dipandang sebagai bentuk paling nyata dari kedaulatan yang
berada di tangan rakyat serta wujud paling konkret partisipasi rakyat dalam
penyelenggaraan negara. Oleh karena itu,sistem dan penyelenggaraan pemilu
selalu menjadi perhatian utama karena melalui penataan, sistem dan kualitas
penyelenggaraan pemilu diharapkan dapat benar-benar mewujudkan pemerintahan
dari, oleh, dan untuk rakyat.

Pada dasarnya ada beberapa tujuan yang mendasari pelaksanaan pemilu di


Indonesia diantaranya :
a. Untuk memilih anggotar DPR, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten / kota
b. Melaksanakan demokrasi Pancasila
c. Untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
d. Untuk mempertahankan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia
e. Melaksanakan hak politik warga negara Indonesia
f. Menjamin kesinambungan pembangunan
g. Memungkinkan terjadinya peralihan pemerintahan secara aman dan tertib
h. Untuk melaksanakan kedaulatan rakyat dalam Negara
2.3. Dasar Pemikiran Pemilu di Indonesia

Ada beberapa hal yang menjadi dasar pemikiran dilaksanakan pemilu di


Indonesia, diantaranya adalah :
a. Sebagai sarana untuk dapat melaksanakan reformasi dalam berbagai bidang
kehidupan, khususnya reformasi dalam bidang politik
b. Membentuk lembaga permusyawarah / perwakilan rakyat agar dapat
berpartisipasi dalam pemerintahan
c. Melaksanakan asas kedaulatan rakyat sesuai sila keempat Pancasila yaitu
kerakyatan yang dimpimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
dan perwakilan
d. Melaksanakan hak politik warga negara Indonesia

Pemilu yang demokratis merupakan suatu cara untuk menyatakan diri


sebagai negara demokrasi karena suatu negara dikatakan demokratis apabila
memenuhi dua asas pokok pemerintahan demokrasi yaitu :
1. Adanya pengakuan hak asasi manusia
2. Adanya partisipasi rakyat dalam pemerintahan yang diwujudkan dalam bentuk
pemilu yang demokratis
2.4. Dasar Hukum dan Landasan Pemilu

Dasar hukum pemilihan umum adalah


a. Pancasila
b. Undang-Undang Dasar 1945
c. Ketetapan MPR tentang GBHN
d. Ketetapan MPR tentang Pemilu
e. Undang-Undang Nomor 31 tahun 2002 tentang partai politik
f. Undang-Undang Nomor 12 tahun 2003 tentang pemilu

Landasan pemilu di Indonesia meliputi :


1. Landasan Idiil pemilu adalah Pancasila
2. Landasan konstitusional adalah Undang-Undang Dasar 1945
3. Landasan Operasional adalah
a. Ketetapan MPR NO. III / MPR / 1998
b. UU No. 31 tahun 2002 tentang partai politik
c. UU No. 12 tahun 2003 tentang pemilu
2.5. Asas-asas dan Prinsip Pemilu

Dalam melaksanakan pemilu suatu negara demokrasi harus berprinsip pada


kebebasan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2003 tentang pemilu
pada pasal 2 disebutkan bahwa : Pemilu dilaksanakan berdasarkan asas langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
Meskipun Undang-Undang Politik tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dari
Pemilu ke Pemilu beberapa kali mengalami perubahan, perubahan itu ternyata
tidak bersifat mendasar. Secara umum, asas-asas dari Pemilu ke Pemilu di
Indonesia dapat digambarkan sebagai berikut.
a) Langsung, yaitu rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan
suaranya secara langsung, sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa
perantara.
b) Umum, yaitu pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi
persyaratan sesuai dengan undang-undang berhak mengikuti Pemilu. Pemilihan
yang bersifat umum menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua
warga negara, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis
kelamin, kedaerahan, pekerjaan dan status sosial.
c) Bebas, yaitu setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan
pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari pihak manapun. Di dalam
melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya, sehingga dapat
memilih sesuai kehendak hati nuarani dan kepentingannya.
d) Rahasia, yaitu dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa
pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun.
Pemilih memberikan suaranya pada surat suara tanpa dapat diketahui oleh orang
lain kepada siapa pun suaranya diberikan.
e) Jujur, yaitu setiap penyelenggara Pemilu, aparat pemerintah, peserta Pemilu,
pengawas Pemilu, pemantau Pemilu, pemilih, serta semua pihak yang terkait
harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
f) Adil, yaitu setiap pemilih dan peserta Pemilu mendapat perlakuan yang
sama, serta bebas dari kecurangan pihak mana pun.
Syarat pemilu berlangsung secara bebas

1. Aman, kalau negara tidak aman maka tidak dapat dilakukan pemilu
2. Tertib, kalau tidak tertib, tidak menjamin suatu hasil yang baik
3. Adil, negara demokrasi harus menjunjung tinggi keadilan
4. Kemerdekaan masyarakat
5. Kesejahteraan masyarakat
6. Pendidikan
7. Terdapat partai politik lebih dari satu
8. Terdapat media pers yang bebas
9. Terdapat open mangement
10. Terdapat rule of law yang baik pemerintah atau rakyat harus menjalankan
Undang-Undang.

2.6. Sistem Pemilu dan Pelaksanaan Pemilu di Indonesia

Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem Pemilihan Umum


dengan berbagai variasinya, akan tetapi pada umumnya berkisar pada dua prinsip
pokok, yaitu:
a. Sistem Distrk
Sistem ini merupakan sistem pemilihan umum yang paling tua dan
didasarkan atas kesatuan geografis. Setiap kesatuan geografis (yang biasanya
disebut distrik karena kecilnya daerah yang diliputi) mempunyai satu wakil dalam
dewan perwakilan rakyat. Untuk keperluan itu, negara dibagi dalam sejumlah
besar distrik dan jumlah wakil rakyat dalam dewan perwakilan rakyat ditentukan
oleh jumlah distrik. Calon yang di dalam satu distrik memperoleh suara terbanyak
dikatakan pemenang, sedangkan suara-suara yang ditujukan kepada calon-calon
lain dianggap hilang dan tidak diperhitungkan lagi, bagaimanapun kecilnya selisih
kekalahannya.
1) Keuntungan Sistem Distrik
· Sistem ini lebih mendorong ke arah integrasi partai-partai politik karena
kursi yang diperebutkan dalam setiap distrik pemilihan hanya satu. Hal ini akan
mendorong partai-partai untuk menyisihkan perbedaan-perbedaan yang ada dan
mengadakan kerja sama, sekurang-kurangnya menjelang pemilihan umum, antara
lain melalui stembus accord.
· Fragmentasi partai dan kecenderungan membentuk partai baru dapat
dibendung; malahan sistem ini bisa mendorong ke arah penyederhanaan partai
secara alami dan tanpa paksaan.
· Karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih dapat dikenal oleh
komunitasnya, sehingga hubungan denga konstituen lebih erat. Dengan demikian
si wakil akan lebih cenderung untuk memperjuangkan kepentingan distriknya.
· Bagi partai besar system ini menguntungkan karena melalui distortion
effect dapat meraih suara dari pemilih-pemilih lain, sehingga memperoleh
kedudukan mayoritas. Dengan demikian, sedikit banyak partai pemenang dapat
mengendalikan parlemen.
· Lebih mudah bagi suatu partai untuk mencapai kedudukan mayoritas
dalam parlemen, sehingga tidak perlu diadakan koalisi dengan partai lain. hal ini
mendukung stabilitas nasional.
· Sistem ini sederhana dan mudah untuk diselenggarakan.
2) Kelemahan Sistem Distrik
· System ini kurang memperhatikan kepentingan partai-partai kecil dan
golongan minoritas, apalagi jika golongan-golongan ini terpencar dalam berbagai
distrik.
· Sistem ini kurang representatif dalam arti bahwa partai yang calonnya
kalah dalam suatu distrik kehilangan suara yang telah mendukungnya. Hal ini
berarti bahwa ada sejumlah suara yang tidak diperhitungkan sama sekali, atau
terbuang sia-sia. Dan jika banyak partai mengadu kekuatan, maka jumlah suara
yang hilang dapat mencapai jumlah yang besar. Hal ini akan dianggap tidak adil
terhadap partai dan golongan yang dirugikan.
·
Sistem distrik dian ggap kurang efektif dalam masyarakat yang plural
karena terbagi dalam kelompok etnis, religius, dan tribal, sehingga menimbulkan
anggapan bahwa kebudayaan nasional yang terpadu secara ideologis dan etnis
mungkin merupakan prasyarat bagi suksesnya sistem ini.
· Ada kemungkinan si wakil cenderung untuk lebih memperhatikan
kepentingan distrik serta warga distriknya, daripada kepentingan nasional.

b. Sistem Perwakilan Berimbang atau Sistem proporsional


Sistem ini dianut oleh Indonesia. Pemilu tidaklah langsung memilih calon
yang didukungnya, karena para calon ditentukan berdasarkan nomor urut calon-
calon dari masing-masing parpol atau organisasi social politik (orsospol). Para
pemilih adalah memilih tanda gambar atau lambing sustu orsospol. Perhitungan
suara untuk menentukan jumlah kursi raihan masing-m,asing orsospol, ditentukan
melalui pejumlahan suara secara nasional atau penjumlahan pada suatu daerah
(provinsi). Masing-masing daerah diberi jatah kursi berdasarkan jumlah penduduk
dan kepadatan penduduk di daerah yang bersagkutan.
Banyak atau sedikitnya kursi yang diraih adalah ditentukan oleh jumlah
suara yang diraih masing-masing parpol atau orsospol peserta pemilihan umum.
Calon terpilih untuk menjadi wakil rakyat duitenukan berdasarkan nomor urut
calon yang disusun guna mewakili orsospol pada masing-masing daerah. Inilah
yang disebut perhitungan suara secara proporsional, bukan menurut distrik
pemilihan (yang pada setiap distrik hanya aka nada satu calon yang terpilih).
1) Keuntungan sistem proporsional
· Dianggap lebih representative karena persentase perolehan suara setiap
partai sesuai dengan persentase perolehan kursinya di parlemen. Tidak ada distorsi
antara perolehan suara dan perolehan kursi.
· Setiap suara dihitung dan tidak ada yang hilang. Partai kecil dan golongan
minoritas diberi kesempatan untuk menempatkan wakilnya di parlemen. Karena
itu masyarakat yang heterogen dan pluralis lebih tertarik pada system ini.
2) Kelemahan
· Kurang mendorong partai-partai yang berintegrasi satu sama lain, malah
sebaliknya cenderung mempertajam perbedaan-perbedaan diantara mereka.
Bertambahnya jumlah partai dapat menghambat proses integrasi diantara berbagai
golongan di masyarakat yang sifatnya pluralis. Hal ini mempermudah fragmenrasi
dan berdirinya partai baru yang pluralis.
· Wakil rakyat kurang erat hubungannya dengan konstituennya, tetapi lebih
erat dengan partainya (termasuk dalam hal akuntabilitas). Peranan partai lebih
menonjol daripada kepribadian seorang wakil rakyat. Akibatnya, system ini
member kedudukan kuat kepada pimpinan partai untuk menentukan wakilnya di
parlemen melaluin Stelsel daftar (List System).
· Banyaknya partai yang bersaing mempersukar satu partai untuk
mencapai mayoritas di parlemen. Dalam system pemerintahan parlementer, hal ini
mempersulit terbentuknya pemerintahan yang stabil karena harus mendasarkan
diri pada koalisi.
Sistem Pemilihan Umum adalah metode yang mengatur dan memungkin
warga negara memilih para wakil rakyat diantara mereka sendiri. Metode
berhubungan dengan prosedur dan aturan merubah ( mentransformasi ) suara ke
kursi dilembaga perwakilan. Mereka sendiri maksudnya yang memilih maupun
yang hendak dipilih merupakan bagian dari satu entitas yang sama.
Terdapat komponen-komponen atau bagian-bagian yang merupakan
sistem tersendiri dalam melaksanakan pemilihan umum, antara lain:
- Sistem pemilihan.
- Sistem pembagian daerah pemilihan.
- Sistem hak pilih.
- Sistem pencalonan.
Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan
umum,dengan berbagai variasinya. Akan tetapi, umumnya berkisar pada dua
prinsip pokok, yaitu:

Sistem Pemilihan Mekanis


Dalam sistem ini, rakyat dipandang sebagai suatu massa individu-individu yang
sama. Individu-individu inilah sebagai pengendali hak pilih dalam masing-masing
mengeluarkan satu suara dalam tiap pemilihan umum untuk satu lembaga
perwakilan.

Sistem pemilihan Organis


Dalam sistem organis, rakyat dipandang sebagai sejumlah individu yang hidup
bersama-sama dalam beraneka warna persekutuan hidup. Jadi persekuuan-
persekutuan itulah yang diutamakan sebagai pengendali hak pilih.
Berdasarkan daftar peserta partai politik
Sistem pemilihan umum terbagi 2 jenis yaitu

1. sistem terbuka, yaitu pemilih mencoblos/mencontreng nama dan foto peserta


partai politik.
2. sistem tertutup, yaitu pemilih mencoblos/mencontreng nama partai politik
tertentu.

Berdasarkan perhitungan
Sistem pemilihan umum terbagi 3 jenis yaitu

1. sistem distrik (plurality system), yaitu perhitungan sederhana yaitu calon peserta
politik mengumpulkan dalam jumlah suara terbanyak. Jenis sistemnya:
1. Mayoritas multak (First Past The Post/FPTP)
2. Suara alternatif (Alternative Vote/AV)
3. Suara blok (Block Vote/BV)
4. Sistem putaran dua (Two Round System/TRS)
2. sistem semi proporsional (semi proportional system), yaitu perhitungan sistem
distrik yang menjembatani proporsional. Jenis sistemnya:
1. Suara non dipindahtangankan tunggal (Single Non Transferable Vote/SNTV)
2. Sistem paralel (Parallel system)
3. Suara terbatas (Limited vote)
4. Suara kumulatif (Cumulative vote)
3. sistem proporsional (proportional system), yaitu perhitungan rumit yaitu calon
peserta politik mengumpulkan dengan menggunakan bilangan pembagi pemilih.
Jenis sistemnya:
1. Suara dipindahtangankan tunggal (Single Transferable Vote/STV)
2. Perwakilan proporsional (Proportional Representative/PR)
3. Daftar partai (Party-list)
1. Daftar terbuka (Open-list)
2. Daftar tertutup (Close-list)
3. Daftar lokal (Local-list)
4. Anggota proporsional campuran (Mixed Member Proportional/MMP)
Sistem pemilu yang dianut negara Indonesia ada 2 yaitu :
a. Sistem proporsional dengan daftar calon terbuka
- Sistem untuk memilih anggota DPR, DPRD, Provinsi, DPRD Kabupaten / Kota
- Dibagi dalam daerah-daerah pemilihan
- Pemilih memilih tandai gambar partai dan gambar / nama calon anggota
DPR/DPRD
- Jumlah DPR 550 orang, DPR Provinsi 35 s/d 100 orang, DPRD Kabupaten /
Kota 20 s/d 45 orang yang dihitung berdasarkan jumlah penduduk
b. Sistem distrik berwakil banyak
- Sistem ini untuk memilih anggota Dewa Perwakilan Daerah (DPD)
- Daerah pemilihannya adalah provinsi
- Pemilih memilih tanda gambar / nama calon anggota DPD
- Jumlah anggota DPD di setiap provinsi 4 orang
Pelaksanaan pemilu di Indonesia dengan sistem demokrasi perwakilan.
Sistem ini mengharuskan suatu negara mempunyai lembaga perwakilan rakyat
yang fungsinya sebagai wakil rakyat yang mana wakil-wakil rakyat ditentukan
sendiri oleh rakyat melalui pemilu. Dengan adanya pemilu rakyat dapat
melakukan koreksi terhadap pemerintahan lama sekaligus membentuk
pemerintahan baru dan juga untuk mengisi keanggotaan lembaga perwakilan
rakyat yang diadakan berkala dan rutinitas. Dengan pemilu negara telah
melaksakana hak asasinyadi bidang politik.
2.7. Peserta Pemilu dan Macam-macam Hak Pilih

Peserta pemilihan umum adalah


a. Peserta pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD
Kabupaten / Kota adalah partai politik
b. Peserta pemilu untuk memilih anggota DPR adalah perseorangan

Hak pilih terbagi dua macam yaitu :


1. Hak pilih aktif adalah hak untuk memilih wakil-wakil rayakt yang akan duduk di
badan permusyawaratan / perwakilan (MPR/DPR) dalam pemilu
Syarat-syarat hak pilih aktif :
- WNRI yang pada hari pemungutan suara sudah berumur 17 tahun atau sudah /
pernah menikah
- Terdaftar sebagai pemilih
- Nyata-nyata tidak sedang terganggu jiwa / ingatannya
- Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan tetap
2. Hak pilih pasif adalah hak untuk dipilih menjadi anggota permusyawaratan
perwakilan (MPR/DPR) dalam pemilu
Syarat-syarat hak pilih pasif adalah :
- WNRI yang berumur 21 tahun atau lebih
- Berdomisili di wilayah NKRI
- Cakap berbicara, membaca dan menulis dalam Bahasa Indonesia
- Berpendidikan serendah-rendahnya SLTA atau sederajat
- Setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negera, UUD 1945, dan cita-cita
Proklamasi 17 Agustus 1945
- Bukan bekas anggota organisasi terlarang PKI, termasuk organisasi massanya
atau bukan orang yang terlibat langsung dalam G 30 S / PKI atau organisasi
terlarang lainnya.
- Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap
- Tidak sedang menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih
- Sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan dan dokter
yang berkompeten
- Terdaftar sebagai pemilih

2.8. Penyelenggaraan Pemilu di Indonesia

a. Pemilu 1995
Pemilihan Umum Indonesia 1955 adalah pemilihan umum pertama di
Indonesia dan diadakan pada tahun 1955. Pemilu ini sering dikatakan sebagai
pemilu Indonesia yangpaling demokratis.
Pemilu tahun 1955 ini dilaksanakan saat keamanan negara masih kurang
kondusif; beberapa daerah dirundung kekacauan oleh DI/TII (Darul Islam/Tentara
Islam Indonesia) khususnya pimpinan Kartosuwiryo. Dalam keadaan seperti ini,
anggota angkatan bersenjata dan polisi juga memilih. Mereka yang bertugas di
daerah rawan digilir datang ke tempat pemilihan. Pemilu akhirnya pun
berlangsung aman.
Pemilu ini bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante.
Jumlah kursi DPR yang diperebutkan berjumlah 260, sedangkan kursi
Konstituante berjumlah 520 (dua kali lipat kursi DPR) ditambah 14 wakil
golongan minoritas yang diangkat pemerintah.
Pemilu ini dipersiapkan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali
Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo mengundurkan diri dan pada saat
pemungutan suara, kepala pemerintahan telah dipegang oleh Perdana Menteri
Burhanuddin Harahap.
b. Pemilu 1971
Pemilihan Umum pertama sejak orde baru atau Pemilu kedua sejak Indonesia
merdeka, yakni Pemilu 1971 diikuti oleh 10 Organisasi Peserta Pemilu (OPP),
yakni 9 partai politik dan satu Golongan Karya. Undang-undang yang menjadi
landasan hukumnya adalah UU No. 15 tahun 1969 tentang Pemilihan Umum dan
UU No. 16 tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan PR, DPR dan DPRD.

c. Pemilu 1977
Pemilu 1977 diselenggarkan dengan berlandaskan pada Undang-Undang No. 4
tahun1975 tentang Pemilihan Umum pengganti UU No. 15 tahun 1969, dan UU
No. 5 tahun 1975 pengganti UU No. 16 tahun 1969 tentang Susunan dan
Kedudukan PR, DPR dan DPRD. Selain kedua UU tersebut, Pemilu 1977 juga
menggunakan UU No. 3 tahun 1975 tentangv Partai Politik dan Golongan karya.
Berdasarkan ketiga UU itulah diselenggarakan Pemilihan Umum pada tanggal 3
Mei 1977 dengan diikuti oleh 3 Organisasi Peserta Pemilu (OPP), yakni dua
Partai Politik dan satu Golongan Karya.

d. Pemilu 1982
Dengan UU No. 2 tahun 1980 pengganti UU No. 4 tahun 1975 tentang
Pemilihan Umum, Indonesia kembali menyelenggarakan Pemilihan Umumnya
yang keempat pada tanggal 4 Mei 1982.

e. Pemilu 1987
Dengan UU No. 1 tahun 1985 penggantinUU No. 2 tahun 1980, Indonesia
menyelenggarakan Pemilihan Umum yang kelima tahun 1987. Pemungutan suara
Pemilu 1987 secara serentak dilaksanakan pada tanggal 23 April 1987.

f. Pemilu 1992
Mengingat UU No. 1 yahun 1985 ini dianggap masih sesuai dengan
perkebangan politik Orde Baru, tahun 1992 diselenggarakan Pemilu keenam di
Indonesia berdasarkan paying hokum yang sama dengan paying hokum Pemilu
sebelumnya. Pemungutan suara diselenggarakan secara serentak pada tanggal 9
Juni 1992.

g. Pemilu 1997
Dengan paying hokum (undang-undang Pemilu) yang sama dengan Pemilun
sebelumnya, Indonesia kembalinmenyelenggarakan Pemilu yang ketujuh.

h. Pemilu 1999
Pemilihan Umum 1999 ditujukan untuk memilih anggota DPR dan DPRD.
Pemungutan suaranya dilaksanakan pada taggal 7 Juni 1999. Pemilu ini diikuti
oleh 48 Partai dengan berlandaskan UU No. 2 tahun 1999 tentang Partai Politik
dan Ubdang-Undang No. 3 tahun 1999 tentang Pemilihan Umum. Pemilu 1999 ini
disebut oleh banyak kalangan sebagai Pemilu paling Demokratis setelah Pemilu
1955. Cara pembagian kursi hasil Pemilu kali ini tetap menggunakan system
proporsional dengan mengikuti Varian Roget. Dalam system ini, sebuah partai
memperoleh kursi seimbang dengan suara yang diperolehnya di daerah pemilihan,
termasuk perolehan kursi berdasarkan the largest remainder.

i. Pemilu 2004
Pemilu ini berbeda dengan pemilu sebelumnya, termasuk Pemilu 1999. Hal
ini dikarenakan selain demokratis dan bertujuan memilih anggota DPR dan
DORD, Pemilu 2004 juga memilih Dewan Perwakilan daerah (DPD) dan memilih
Presiden dan Wakil Presiden tidak dilakukan secara terpisah. Pada Pemilu ini,
yang terpilih adalah pasangan calon (pasangan calon Presiden dan Wakil
Presiden). Bukan calon Presiden dan calon Wakil Presiden secara terpisah.
j. Pemilu 2009
Sama halnya dengan Pemilihan Umum 2004, Pemilihan Umum 2009 juga
dibagi menjadi tiga tahapan.
a) Tahap pertama merupakan Pemilihan Umum yang ditujuan untuk
memilih anggota DPR, DPD dan DPRD, atau biasa disebut Pemilu Legislatif
2009. Pemilu ini diikuti oleh 38 partai yang memenuhi criteria untuk ikut serta
dalam Pemilihan Umum 2009. Pemilu ini diselenggarakan secara serentak di
hamper seluruh wilayah Indonesia pada Tanggal 9 April 2009, yang seharusnya
dijadwalkan berlangsung tanggal 5 April 2009.
b) Tahap kedua atau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden putaran pertama
adalah untuk memilih pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden secara
langsung. Tahap kedua ini dilaksanakan pada tanggal 8 Juli 2009.
c) Tahap ketiga atau Pemilu Presidan dan Wakil Presiden tahap puturan
kedua adalah babak terakir yang dilaksanakan hanya apabila pada tahap kedua,
belum ada pasangan calon yang mendapatkan suara lebih dari 50% (bila
keadaannya demikian, dua pasangan calon yang mendapatkan suara terbanyak
akan diikutsertakan pada Pemilu Presiden putaran kedua. Akan tetapi apabila pada
Pemilu Presiden putaran pertama sudah ada pasangan calon yang mendapatkan
suara lebih dari 50 persen, pasangan calon tersebut akan langsung diangkat
menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Tahap ketiga ini dilaksanakan pada taggal 8
September 2009.
2.9. Periodesasi Sistem Pemilu Indonesia

a. Zaman Demokrasi Parlementer (1945-1958)


Sebenarnya pemilu sudah direncanakan sejak bulan oktober 1945, tetapi
baru dilaksanakan oleh kabinet Burhanuddin Harahap pada tahun 1955. Sistem
pemilu yang digunakan adalah sistem proporsional. Pada waktu sistem itu,
sebagaimana yang dicontohkan oleh Belanda, merupakan satu-satunya sistem
pemilu yang dikenal dan dimengerti oleh para pemimpin negara. Pada pemilu ini
pemungutan suara dilakukan dua kali yaitu yang pertama untuk memilih anggota
DPR pada bulan September dan yang kedua untuk memilih anggota Konstituante
pada bulan Desember. Sistem yang digunakan pada masa ini adalah sistem
proporsional.

Pemilihan umum dilakukan dalam suasana khidmat, karena merupakan


pemilihan pertama sejak awal kemerdekaan. Pemilihan umum berlangsung secara
demokratis, tidak ada pembatasan partai, dan tidak ada usaha interversi dari
pemerintah terhadap partai-partai sekalipun kampanye berlangsung seru, terutama
antara Masyumi dan PNI. Serta administrasi teknis berjalan lancar dan jujur.
Pemilihan umum menghasilkan 27 partai dan satu partai perseorangan,
dengan jumlah total 257 kursi. Namun stabilitas politik yang diharapkan dari
pemilihan umum tidak terwujud. Kabinet Ali (I dan II) yang memerinth selama 2
tahun dan yang terdiri atas koalisi tga besar ,namun ternyata tidak kompak dalam
menghadapi persoalan, terutama yang terkait dengan konsepsi presiden yang
diumumkan pada tanggal 21 Februari 1957.

Namun stabilitas politik yang sangat diharapkan dari pemilu tidak


terwujud. Kabinet Ali (I dan II) yang memerintah selama dua tahun dan yang
terdiri atas koalisi tiga besar: Masyumi, PNI, dan NU ternyata tidak kompak
dalam menghadapi beberapa persoalan terutama yang terkait dengan konsepsi
Presiden Soekarno zaman Demokrasi Parlementer berakhir.

b. Zaman Demokrasi Terpimpin (1959-1965)


Sesudah mencabut maklumat pemerintah November 1945 tentang
kebebasan mendirikan partai , presiden soekarno mengurangi jumlah partai
menjadi 10. Kesepuluh ini antara lain : PNI, Masyumi,NU,PKI, Partai Katolik,
Partindo,Partai Murba, PSIIArudji, IPKI, dan Partai Islam, kemudian ikut dalam
pemilu 1971 di masa orde baru. Di zaman demokrasi terpimpintidak diadakan
pemilihan umum.

c. Zaman Demokrasi Pancasila (1965-1998)


Sesudah runtuhnya rezim demokrasi terpimpin yang semi otoriter ada
harapan besar dikalangan masyarakat untuk dapat mendirikansuatu sistem politik
yang demokratis dan stabil. Salah satu caranya ialah melalui sistem pemilihan
umum . pada saat itu diperbincangkan tidak hanya sistem proporsional yang sudah
dikenal lama, tetapi juga sistem distrik yang di Indonesia masih sangat baru.
Pendapat yang dihasilkan dari seminar tersebut menyatakan bahwa sistem
distrik dapat mengurangi jumlah partai politik secara alamiah tanpa paksaan,
dengan harapan partai-partai kecil akan merasa berkepentingan untuk bekerjasama
dalam usaha meraih kursi dalam suatu distrik. Berkurangnya jumlah partai politik
diharapkan akan membawa stabilitas politik dan pemerintah akan lebih berdaya
untuk melaksanakan kebijakan-kebijakannya, terutama di bidang ekonomi.
Jika meninjau sistem pemilihan umum di Indonesia dapat ditarik
berbagai kesimpulan. Pertama, keputusan untuk tetap menggunakan sistem
proporsional pada tahun 1967 adalah keputusan yang tepat karena tidak ada
distorsi atau kesenjangan antara perolehan suara nasional dengan jumlah kursi
dalam DPR. Kedua, ketentuan di dalam UUD 12945 bahwa DPR dan presiden
tidak dapat saling menjatuhkan merupakan keuntungan, karena tidak ada lagi
fragmentasi karena yang dibenarkan eksistensinya hanya tiga partai saja. Usaha
untuk mendirikan partai baru tidak bermanfaat dan tidak diperbolehkan. Dengan
demikian sejumlah kelemahan dari sistem proporsional telah teratasi.
Namun beberapa kelemahan masih melekat pada sistem politik ini.
Pertama, masih kurang dekatnya hubungan antara wakil pemerintah dan
konstituennya tetap ada. Kedua, dengan dibatasinya jumlah partai menjadi tiga
telah terjadi penyempitan dalam kesempatan untuk memilih menurut selera dan
pendapat masing-masing sehingga dapat dipertanyakan apakah sipemilih benar-
benar mencerminkan, kecenderungan, atau ada pertimbangan lain yang menjadi
pedomannya. Ditambah lagi masalah golput, bagaimanapun juga gerakan golput
telah menunjukkan salah satu kelemahan dari sistem otoriter orde dan hal itu patut
dihargai.

Karena gagal menyederhanakan sistem partai lewat sistem pemilihan


umum, Presiden Soeharto mulai mengadakan beberapa tindakan untuk menguasai
kehidupan kepartaian. Tindakan pertama yang dilakukan adalah mengadakan fusi
diantara partai-partai, mengelompokkan partai-partai dalam tiga golongan yaitu
Golongan Spiritual (PPP), Golongan Nasional (PDI), dan Golongan Karya
(Golkar). Pemilihan umum tahun1977 diselenggarakan dengan menyertakan tiga
partai, dalam perolehan suara terbanyak Golkar selalu memenangkannya.

d. Zaman Reformasi (1998-sekarang)


Seperti dibidang-bidang lain, reformasi membawa beberapa perubahan
fundamental. Pertama, dibukanya kesempatan kembali untuk bergeraknya partai
politik secara bebas, termasuk medirikan partai baru. Kedua, pada pemilu 2004
untuk pertama kalinya dalam sejarah indonesiadiadakan pemilihan presiden dan
wakil presiden dipilih melaluiMPR. Ketiga, diadakannya pemilihan umum untuk
suatu badan baru, yaitu Dewan Perwakilan Daerah yang akan mewakili
kepentingan daerah secara khusus. Keempat, diadakannya “electoral thresold “ ,
yaitu ketentuan bahwa untuk pememilihan legislatif setiap partai harus meraih
minimal 3% jumlah kursi anggota badan legislatif pusat.
Ada satu lembaga baru di dalam lembaga legislatife, yaitu DPD ( dewan
perwakilan daerah ). Untuk itu pemilihan umum anggota DPD digunakan Sistem
Distrik tetapi dengan wakil banyak ( 4 kursi untuk setiap propinsi). Untuk
pemilihan anggota DPR dan DPRD digunakan system proposional dengan daftar
terbuka, sehingga pemilih dapat memberikan suaranya secara langsung kepada
calon yang dipilih. Dan pada tahun 2004, untuk pertama kalinya diadakan
pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung, bukan melalui MPR lagi.

a. UU No. 12 tahun 2004 Berisi Prinsip-Prinsip Yang Harus Dilaksanakan


1. Menentukan asas pemilu
2. Menentukan sistem pemilu dan tujuan pemilu
3. Menentukan daerah pemilihan anggota DPR, DPRD dan DPD
4. Menentukan jumlah kursi anggota DPR, DPRD, DPD
5. Mengatur pencalonan dan prosedur pencalonan anggota
6. Mengadakan pendaftaran pemilih dalam daftar pemilih sementera (PPS) dan
daftar pemilih tetap (DPT)
7. Mengatur pelaksanaan kegiatan kampanye
8. Menentukan waktu pemungutan suara dan perhitungan suara
9. Penetapan dan pengumuman hasil pemilu
10. Penetapan kursi dan calon pemilih
11. Melaksanakan sumpah / janji anggota terpilih
12. Mengatur panwastu, pemantau pemilu
13. Mententukan sanksi bagi pelanggar pemilu, berdasar hukum yang berlaku

b. UU No. 23 tahun 2003 untuk memilih presiden dan wapres. Prinsip yang
harus dilaksanakan
1. Menentukan asas pemilu
2. Menentukan sistem pemilu, tujuan pemilu, peserta pemilu
3. Mengadakan pendaftaran pemilu
4. Pencalonan dan mengatur kegiatan kampanye
5. Mengatur pelaksanaan kegiatan kampanya
6. Menentukan waktu pemungutan suara dan perhitungan suara
7. Penetapan dan pengumuman hasil pemilu
8. Melaksanakan sumpah / janji calon presiden & wapres
9. Mengatur panwastu pemantau pemilu
10. Menentukan sanksi bagi pelanggar hokum
2.10. Sistem Pemilihan Umum Yang Cocok Untuk Indonesia

Pemilihan umum merupakan proses politik yang secara konstitusional


bersifat nyata bagi negara demokrasi. Sebagai sistem, demokrasi nyata-nyatanya
telah teruji dan diakui paling realistik san rasional untuyk mewujudkan tatanan
soaial, politik, ekonomi yang populalis, adil dan beradab, kendati bukan tanpa
kelemahan. Begitu tak terbantahkannya tesis-tesis demokrasi sehingga hampir
semua penguasa otoriter dan tiran menyebut sitem yang digunakannya sebagai
sistem demokratis.

Disamping menjadi prasyarat demokrasi, pemilu juga menjadi pintu


masuk atau tahap awal dari proses perkembangan demokratis. Perjalanan panjang
Indonesia dalam menyelenggarakan pemilu sejak tahun 1955 memberi pelajaran
berharga untuk menata kehidupan bangsa kedepan menuju kehidupan yang lebih
baik. Bangsa Indonesia mempunyai komitmen yang kuat untuk
menyelenggarakan pemilu 2004 dengan format berbeda dengan sebelumnya,
sehingga azas langsung umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dapat dilaksanakan
secara benar, konsekuen dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara hukum,
moral, maupun politis.

Dilihat dari sisi keanekaragaman masyarakat Indonesia dan kondisinya saat


ini sistem proporsional tertutup lebih cocok. Mengutip pendapat dari Direktur
Eksekutif Perkumpulan untuk pemilu dan demokrasi (PERLUDEM) bahwa sistem
pemilu proprosional untuk fenomena politik Indonesia saat ini lebih
menguntungkan. Walaupun sistem pemilu tidak ada yang terbaik untuk suatu
negara, yang terpernting adalah mencari sistem pemilu yang cocok dan pas
dengan suatu negara. Sebelum memutuskan hal tersebut , juga harus pas dengan
instrumen yang lain. Dengan sistem proprosional tertutup nanti biaya bisa ditekan
karena partai politik menjadi satu-satunya pengendali dana kampanye. Selain itu
juga bisa menutup terbukanya peluang persaingan yang tidak sehat antara para
caleg. Bukan berarti sistem proporsional tertutup itu tanpa prasyarat, kalau tidak
nantinya akan terjadi oligarkhi.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Di kebanyakan negara demokrasi, pemilu dianggap sebagai lambang dan
tolak ukur demokrasi. Pemilu yang terbuka, bebas berpendapat dan bebas
berserikat mencerminkan demokrasi walaupun tidak beguitu akurat. Pemilihan
umum ialah suatu proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan
politik tertentu. Dalam ilmu politik dikenal berbagai macam sistem pemilu dengan
berbagai variasi, tetapi umumnya berkisdar pada dua prinsip pokok, yaitu : sistem
distrik dan sistem proprosional.
Sejak awal kemerdekaan Indonesia telah mengalami pasang surut dalam
sistem pemilu. Dari pemilu terdahulu hingga sekarang dapat diketahui bahwa
adanya upaya untuk mencari sistem pemilihan umum yang cocok untuk Indonesia
. sejak awal pemerintahan yaitu demokrasi parlementer, terpimpin, pancasila dan
reformasi, dalam kurun waktu itulah Indonesia telah banyak mengalami
transformasi politik dan sistem pemilu.
Melihat fenomena politik Indonesia, sistem pemilihan umum proprosinal
tertutup memang lebih menguntungkan , tetapi harus diikuti dengan transparansi
terhadap publik kalau tidak akan menimbulkan oligarki pemerintahan.
Pada akhirnya konsilidasi partai politik dan sistem pemilihan umum sudsah
berjalan denganm baik. Akan tetapi, itu belum berarti kehidupan kepartaian
Indonesia juga sudah benar-benar siap untuk memasuki zaman global. Sejumlah
kelemahan yang bisa diinventarisir dari kepartaian kita adalah rekrutmen politik,
kemandirian secara pendanaan, kohesivitas internal,dan kepemimpinan.
3.2. Saran
Seiring dengan perkembangan zaman, perkembangan kehidupan politik
Indonesia semakin kompleks. Diharapkan dengan semakin banyaknya
pengalaman dan perkembangan politik Indonesia dapat menciptakan stabilitas
nasional. Tugas pembangunan kehidupan politik pada masa yang akan datang
bukan hanya tugas partai politik saja, tetapi semua elemen pemerintahan dan tidak
ketinggalan masyarakat juga harus ikut berpartisipasi mengembangkan
perpolitikan di Indonesia. Manejemen dan kepemimpinan juga haruis terus
ditingkatkan, ongkos politik yang tidak terlalu mahal dan transparansi terhadap
publik harus dekembangkan dan ditumbuhkan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara agar stabilitas nasional dan politik kita semakin kokoh

Bagi pemerintah, hendaknya merumuskan kebijakan mengenai Pemilu


dengan sebaik-baiknya, menyeleksi jumlah partai dengan ketat, dan melakukan
sosialisasi politik secara maksimal kepada masyarakat dan sebaiknya pemerintah
membuat pembenahan misalnya pendidikan dan pemberian informasi yang
lengkap terhadap masyarakat sebagai pemilih.
· Bagi partai politik, hendaknnya memaksimalkan fungsi-fungsi partai yang
berkaitan dengan komunikasi, partisipasi, dan sosialisasi untuk melakukan
pendidikan politik kepada masyarakatdan tidak melakukan praktek money politic.
Bagi masyarakat, supaya tidak mau menerima praktek money politic yang
dilakukan oleh partai politik, agar tidak menyesal untuk kedepannya dan tidak
golput dalam pemilihan dan juga harus peka terhadap partai politik.

· Bagi praja, seharusnya praja lebih peduli terhadap informasi terkait dengan
perkembangan perpolitikan di Indonesia untuk meningkatkan pandangan dan
pemikiran aktual mengenai kondisi bangsa sehingga dapat menularkan ilmu yang
didapat kepada orang-orang yang disekitarnya yang belum mengerti tentang
pemilu.
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA

https://makalahterkini.blogspot.com/2016/02/makalah-sistem-pemilu-di-
indonesia.html?m=1

http://www.makalah.my.id/2019/05/makalah-tentang-pemilu-di-indonesia.html?
m=1

http://repository.upi.edu/34913/3/S_SEJ_1304331_Chapter1.pdf

https://www.mkri.id/public/content/infoumum/ejurnal/pdf/ejurnal_Jurnal
%20Konstitusi%20KANJURUHAN%20Vol%202%20no%201.pdf#page=37

https://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_Presiden_Indonesia_2024

https://newstempo.github.io/su/post/sejarah-pemilu-di-indonesia/

https://jakartautara.bawaslu.go.id/sejarah-pengawasan-pemilu/

https://www.puskapol.ui.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/Makalah-Djayadi-
Hanan.pdf

http://eprints.ipdn.ac.id/16/2/Isi.pdf

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/public/content/infoumum/ejurnal/pdf/
ejurnal_Jurnal%20Konstitusi%20KANJURUHAN%20Vol%202%20no
%201.pdf#page=37

http://library.stik-ptik.ac.id/detail?id=7363&lokasi=lokal

https://www.academia.edu/download/33692638/
Pemilu_Indonesia_Fakta_Angka_Analisis_dan_Studi_Banding.pdf

https://ejournal.iaingorontalo.ac.id/index.php/jaspol/article/view/582

http://rechtsvinding.bphn.go.id/ejournal/index.php/jrv/article/view/58

https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/moderat/article/view/2676

Anda mungkin juga menyukai