Dosen Pengampu :
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 10
KELAS D SEMESTER I
SUMATERA UTARA
MEDAN
2023
KATA PENGANTAR
Tidak lupa, tim penyusun atau kelompok 10 mengucapkan terima kasih kepada ibu
Lailatus Sururiyah, M.H selaku dosen Ilmu Negara yang sudah membantu kami
dalam proses pembuatan makalah ini.
Kami pun menyadari jika isi makalah ini jauh dari sempurna karena keterbatasan
kami. Oleh sebab itu, kami harapkan adanya umpan balik berupa kritik dan saran
yang membangun agar dikemudian hari kami sanggup membuat makalah yang
lebih maksimal.
Semoga makalah yang sudah kami susun bersama-sama bias bermanfaat bagi dunia
pendidikan.
Kelompok 10
i
DAFTAR ISI
BAB I .................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
C. Tujuan ....................................................................................................... 2
BAB II ................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN .................................................................................................. 3
BAB III.............................................................................................................. 28
PENUTUP ......................................................................................................... 28
A. Kesimpulan ............................................................................................. 28
B. Saran ....................................................................................................... 29
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Untuk lebih jelasnya disini pemakalah akan membahas ,pengertian
pemilu dan pilkada, sejarah pemilu dan pilkada di indonesia, asas-asas
pemilu dan pilkada, dan penyelenggaraan pemilu dan pilkada.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini ialah agar kita mengetahui dan memahami tentang
Pemilihan Umum dan Partai Partai Politik.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pemilihan Umum
1
Buku Hukum Partai Politik dan Sistem Pemilu, Dr. Isharyanto, S.H., M.H.
(Jakarta, Agustus 2016)
3
Pemilihan umum tidak dapat dikatakan terlaksana secara berhasil
apabila dalam prosesnya melalui cara-cara yang penuh dengan pelanggaran
dan kecurangan yang bertentangan dengan asas Luber dan Jurdil. Asas
Luber Jurdil ini terdiri dari asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan
adil. Pemilih menyampaikan suaranya secara langsung tanpa diwakilkan,
berlaku umum bagi semua warga negara, dilakukan secara bebas tanpa
adanya paksaan dan secara rahasia. Asas jujur memiliki makna bahwa
pemilihan umum dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan
bahwa setiap warga negara yang berhak dapat memilih sesuai dengan
kehendaknya dan setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama untuk
menentukan wakil rakyat yang terpilih. Perlakuan yang sama terhadap
peserta pemilihan umum dan pemilih, tanpa pengistimewaaan maupun
diskriminasi terhadap peserta pemilihan umum dan pemilih tersebut.2
Lembaga legislatif adalah lembaga yang mewakili seluruh rakyat
untuk menyusun undang-undang dan ikut serta dalam mengawasi atas
penerapan undang-undang oleh lembaga eksekutif. Lembaga legislatif
terdiri dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD).
Secara teknis operasional, para ahli memberikan pandangan yang
berbeda-beda terhadap pengertian dari pemilu ini. Hal tersebut terlihat dari
definisi yang diungkapkan oleh Umaruddin Masdar yang mengaftikan
pemilu dari sudut pandang teknis pelaksanaannya. Ia mengungkapkan
bahwa pemilu adalah pemberian suara oleh rakyat melalui pencoblosan
tanda gambar untuk memilih wakil-wakil rakyat.3
2
Buku Hukum Partai Politik dan Sistem Pemilu, Dr. Isharyanto, S.H., M.H.
(Jakarta, Agustus 2016)
3
Buku Partai Politik dan Sistem pemilihan Umum di Indonesia: Teori, Konsep
dan lsu Strategis/Muhadam Labolo, Teguh llham, (Jakarta: Rajawali pers, 2015).
4
Agak lebih luas dari definisi tersebut, Andrew Reynolds
menyatakan bahwa pemilu adalah metode yang di dalamnya suara-suara
yang diperoleh dalam pemilihan diterjemahkan menjadi kursi-kursi yang
dimenangkan dalam parlemen oleh partai-partai dan para kandidat.
Pemilihan umum merupakan sarana penting untuk memilih wakil-wakil
rakyat yang benar-benar akan bekerja mewakili mereka dalam proses
pembuatan kebijakan negara. Hal serupa juga diungkapkan oleh Pratikno
yang menyatakan bahwa pemilu merupakan mekanisme politik untuk
mengkonversi suara rakyat (votes) menjadi wakil rakyat (sears).
Pemilu merupakan suatu arena kompetisi. Menang atau kalahnya
suatu kandidat akan ditentukan oleh rakyat dengan menggunakan
mekanisme pemungutan suara. Menentukan pilihan dalam pemilu
merupakan hak setiap warganegara. Sebagai instrumen yang sangat penting
dalam rangka untuk memilih dan ikut menentukan para wakil sekaligus
pemimpin rakyat yang akan duduk dalam pemerintahan, pemilu
memberikan kesempatan bagi warga negara untuk memilih pejabat-pejabat
pemerintah yang benarbenar dianggap mampu untuk mengaspirasikan
kehendak mereka.
Dalam kehidupan berdemokrasi, pemilu adalah suatu proses yang
substansial dalam penyegaran suatu pemerintahan. Dikatakan suatu
penyegaran karena pemilu yang dilakukan secara berkala merupakan suatu
sarana untuk meregenerasi kepemimpinan sehingga dapat mencegah
munculnya kepemimpinan yang otoriter. Melalui pemilu rakyat menilai
kinerja pejabat yang telah mereka pilih sebelumnya dan menghukumnya
dengan cara tidak memilihnya pada pemilu berikutnya jika kinerja selama
menjadi pejabat dinilai buruk. Dengan demikian, para pemimpin rakyat
yang menjadi anggota badan legislatif maupun yang menduduki jabatan
eksekutif diseleksi dan diawasi sendiri oleh rakyat. 4
4
Buku Partai Politik dan Sistem pemilihan Umum di Indonesia: Teori, Konsep
dan lsu Strategis/Muhadam Labolo, Teguh llham, (Jakarta: Rajawali pers, 2015).
5
Wakil rakyat yang dihasilkan dari pemilu diharapkan mampu untuk
merepresentasikan suara rakyat. Selain untuk menghasilkan pemerintahan
yang representatif dan bertanggungjawab, pemilu juga digunakan sebagai
parameter penting dari proses transisi menuju konsolidasi demokrasi seperti
yang sudah dijelaskan sebelumnya. Dengan demikian, pemilu yang
dilaksanakan haruslah merupakan cerminan dari pelaksanaan demokrasi
dengan baik sehingga dapat dikatakan "democracy astheonly gameintown".
Sedangkan jika kita tinjau makna pemilu dalam konteks negara hukum
adalah bahwa Indonesiayang merupakan negara hukum (rechstaat) dengan
landasan Pancasila dan UUD 1945 bermakna bahwa segala aktivitas dalam
kehidupan bernegara haruslah bisa dipertanggungjawabkan di hadapan
hukum. Hal ini berarti bahwa pemilu yang merupakan jalur resmi untuk
menyeleksi pada calon pejabat, baik eksekutif maupun legislatif, berfungsi
sebagai wadah bagi masyarakat untuk menentukan pendapatnya. Selain itu
pemerintah wajib untuk menjamin kebebasan setiap warganegara dalam
menyampaikan pendapat dan aspirasinya sepanjang masih berada dalam
koridor hukum yang telah ditentukan. 5
5
Buku Partai Politik dan Sistem pemilihan Umum di Indonesia: Teori, Konsep
dan lsu Strategis/Muhadam Labolo, Teguh llham, (Jakarta: Rajawali pers, 2015).
6
Buku Ilmu Negara, Sri Kusriyah, Semarang: UNISSULA Press, 2017
6
Berdasarkan pemaparan mengenai sistem pemilihan umum diatas,
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian dari sistem pemilihan
umum adalah seperangkat aturan yang mengatur mengenai pemilihan
peserta pemilu sebagai perwakilan rakyat untuk menghasilkan
kebijakan yang berorientasi pada kepentingan rakyat.
Sistem mekanis dapat dilakukan dengan dua cara yakni sistem
distrik dan sistem proporsional. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh
Miriam Budiardjo, bahwa sistem Pemilu dalam ilmu politik dikenal ada
bermacam-macam dengan berbagai variasinya, namun umumnya
berkisar pada dua prinsip yakni:
a) Single member constituency , yakni satu daerah pemilihan untuk
memilih satu wakil biasanya disebut sistem distrik
b) Multi member constituency, yakni satu daerah pemilihan untuk
memilih beberapa orang wakil, biasanya dinamakan sistem pemilihan
berimbang atau sistem proporsional7
7
Buku Ilmu Negara, Sri Kusriyah, Semarang: UNISSULA Press, 2017
7
Pelaksanaan dari sistem distrik ini dibagi lagi menjadi beberapa
jenis, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. First Past the Post Satu distrik menjadi bagian dari suatu daerah
pemilihan, satu distrik hanya berhak atas satu kursi dan
kontestan yang memperoleh suara terbanyak menjadi pemenang
tunggal, suara calon lain yang kalah dianggap hilang dan tidak
dapat membantu partainya untuk menambah jumlah suara partai
di distrik lain. Secara operasional, pada setiap distrik, masing-
masing peserta pemilu akan mengajukan calon tunggal,
kemudian para pemilih akan memilih satu dari nama-nama
kandidat yang diajukan. Pemenangnya adalah kandidat yang
mendapatkan suara terbanyak, sekalipun kurang dari 50%+1
suara.8
b. Block Vote
Sistem Block Vote ini adalah sistem dimana pada satu distrik
memiliki beberapa anggota perwakilan, sehingga pemilih akan
memberikan pilihan sebanyak jumlah kursi yang diperebutkan
dan kandidat yang memperoleh suara terbanyak menjadi
pemenang. Para pemilih memberikan pilihan pada 2 (dua)
orang calon dari 10 (sepuluh) calon yang tersedia.
Pemenangnya adalah calon yang memperoleh suara terbanyak
pada urutan pertama dan kedua.
c. Party Block Vote
Sistem Party Block Vote merupakan sistem dimana satu distrik
memiliki beberapa anggota perwakilan dalam bentuk partai dan
bukan kandidat seperti kedua sistem diatas, kemudian pemilih
memberikan pilihan sebanyak jumlah kursi yang ada. Apabila
di satu distrik terdapat 10 (sepuluh) partai yang menjadi peserta
8
Buku Hukum Partai Politik dan Sistem Pemilu, Dr. Isharyanto, S.H., M.H.
(Jakarta, Agustus 2016)
8
pemilu dan terdapat 2 (dua) kursi, maka pemilih akan memilih
2 (dua) dari 10 (sepuluh) partai. Partai yang ditetapkan sebagai
pemenang adalah partai yang memperoleh suara terbanyak
pertama dan kedua.
d. Alternative Vote
Alternative Vote memiliki ciri dimana para pemilih memiliki
preferensi untuk merangking sejumlah kandidat yang mereka
sukai . Apabila setelah proses perangkingan dihitung tidak ada
seorang pun yang memperoleh suara lebih dari 50%, maka
calon dengan jumlah suara paling rendah akan dihapus dan
suara mereka akan dibagikan kepada calon-calon lainnya. 9
e. Two Round System
Sistem distrik ini hampir sama dengan jenis First Past the Post
namun yang membedakan adalah pada calon yang
memperoleh suara mayoritas dengan tidak ada pembatasan
minimal perolehan suara. Calon pada Two Round System yang
terpilih belum bisa ditetapkan apabila belum ada calon yang
memenuhi perolehan suara minimal. Setelah dilaksanakannya
pemilu pertama belum ada kandidat yang memperoleh suara
mayoritas absolut, maka diadakan pemilihan putaran kedua
yang pesertanya diambil dari dua kontestan yang mendapatkan
suara terbanyak pada pemilu putaran pertama.
Sistem Proporsional
Wilayah negara tidak dibagi menjadi beberapa daerah yang
didasarkan pada jumlah kursi yang diperebutkan, tetapi dibagi
menjadi beberapa daerah pemilihan besar, dimana masing-masing
wilayah pemilihan akan dipilih beberapa orang wakil.
9
Buku Hukum Partai Politik dan Sistem Pemilu, Dr. Isharyanto, S.H., M.H.
(Jakarta, Agustus 2016)
9
Satu daerah pemilihan diwakili oleh beberapa orang wakil rakyat
yang pembagian kursi didasarkan pada imbangan jumlah penduduk
Sistem proporsional memiliki beberapa macamnya, terdiri dari 2
(dua) macam.
Berikut adalah penjelasan dari kedua macam tersebut:
a. Proporsional Representation
Sistem ini memiliki kondisi dimana setiap partai menyajikan
daftar kandidat dengan jumlah yang lebih banyak dibandingkan
dengan jumlah kursi yang dialokasikan untuk satu daerah
pemilihan.10
Partai memperoleh kursi sebanding dengan jumlah suara yang
diperolah dari pemilih dengan ketentuan bahwa kandidat yang
dapat mewakili adalah yang berhasil melampaui ambang batas
suara. Sistem ini dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) varian, yaitu
daftar tertutup, daftar terbuka dan daftar bebas. Daftar tertutup
kursi yang dimenangkan partai politik diisi oleh kandidat yang
telah ditentukan partai. Pemilih dalam daftar terbuka memilih
partai sekaligus dengan kandidat yang mereka inginkan.
Sementara pada daftar bebas, partai menentukan daftar
kandidatnya dan tiap-tiap kandidat ditampilkan secara terpisah
dalam surat suara.
b. Single Transferable
Vote Sistem Single Transferable Vote ini memiliki beberapa ciri
yang diantaranya adalah menggunakan distrik-distrik bersuara
banyak, pemilih melakukan ranking kandidat secara preferensial,
kemudian kandidat dinyatakan sebagai wakil terpilih dan yang
terakhir jika ada yang melebihi kuota kandidat, maka kandidat
yang preferensinya paling sedikit akan disingkirkan.
10
Buku Hukum Partai Politik dan Sistem Pemilu, Dr. Isharyanto, S.H., M.H.
(Jakarta, Agustus 2016)
10
Masing-masing sistem tersebut mengandung segi positfi dan
negatifnya sebagai berikut:
1.Segi positif sistem proporsional adalah:
Suara yang terbuang sangat sedikit,
Partai-partai kecil/ minoritas ada kemungkinan mendapatkan
kursi di parlemen.11
2.Adapun segi negatifnya adalah:
sistem ini mempermudah fragmentasi partai politik dan
timbulnya partai politik baru,
setiap calon yang terpilih menjadi anggota parlemen merasa
dirinya terikat pada partai politik yang mencalonkannya dan
kurang loyalitas kepada rakyat yang telah memilihnya,
banyaknya partai politik mempersulit dalam membentuk
pemerinah yang stabil, lebih-lebih dalam sistem parlementer.
3.Sistem distrik segi positifnya adalah:
hubungan antara pemilih dengan wakilnya sangat dekat,
sehingga partai politik tidak berani mencalonkan orang yang
tidak populer dalam distrik tersebut,
sistem ini mendorong bersatunya partai-partai politik, karena
kursi yang diperebutkan dan calonnya hanya satu, sehingga
beberapa partai politik terpaksa mencalonkan orang yang paling
popular.
4.Adapun segi negatifnya adalah:
kemungkinan ada suara yang terbuang,
menyulitkan partai-partai kecil/ minoritas.
11
Buku Ilmu Negara, Sri Kusriyah, Semarang: UNISSULA Press, 2017
11
2. Pemilihan Umum di Indonesia
12
Buku Ilmu Negara, Sri Kusriyah, Semarang: UNISSULA Press, 2017
13
Buku Prihal Pemilu, Sigit Pamungkas (Yogyakarta,2009)
12
a. Pemilu Orde lama
Pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) di Indonesia harus
melalui jalan panjang. Cita-cita terselenggaranya pemilihan
umum Indonesia yang pertama kali, muncul segera setelah
kemerdekaan Indonesia diproklamasikan. Pemilu pertama
direncanakan akan diselenggarakan pada tahun 1946. Agar
terselenggara, maka dibentuklah sebuah lembaga yang bertugas
menyelenggarakan pemilihan umum (pemilu). Lembaga tersebut
didirikan untuk mengisi keanggotaan Komite Nasional Indonesia
Pusat (KNIP). KNIP ialah badan perwakilan rakyat pertama yang
dimiliki Indonesia sejak kemerdekaannya. KNIP dibentuk aras
dasar Maklumat Wakil Presiden No. X 16 Oktober 7945.
Pemerintah berencana mengadakan pemilu untuk memilih wakil-
wakil rakyat yang akan mengisi lembaga tersebut yang
disampaikan melalui maklumat tersebut. Pada Maklumat
Pemerintah Indonesia 3 November 7945 yang ditandatangani
Wakil Presiden Mohammad Hatta, disebutkan bahwa pemilihan
pemilu rersebut akan diadakan pada bulan Januari 7946.
Persiapan untuk penyelenggaraan pemilu ini mulai diinisiasi
oleh Kabinet Ali Sastroamijoyo (31 Juli 1953- 1 2 Agustus 1 955).
Berbagai macaln persiapan telah dilaksanakan mulai dari
pembentukan panitia pemilihan baik di pusat maupun di daerah
hingga penetapan daerah pemilihan. 14
14
Buku Partai Politik dan Sistem pemilihan Umum di Indonesia: Teori, Konsep
dan lsu Strategis/Muhadam Labolo, Teguh llham, (Jakarta: Rajawali pers, 2015).
13
pengumuman tersebut partai politik mulai melaksanakan
kampanye untuk menarik simpati rakyat. Belum sampai pada hari
pelaksanaan pemilu, Kabinet Ali jatuh pada tanggal 24Juli 1955.
walaupun demikian, pemilu tetap dilaksanakan pada masa
Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955-3 Maret 1956)
dengan tidak mengalami perubahan jadwal pemilu.
15
Buku Partai Politik dan Sistem pemilihan Umum di Indonesia: Teori, Konsep
dan lsu Strategis/Muhadam Labolo, Teguh llham, (Jakarta: Rajawali pers, 2015).
16
Buku Partai Politik dan Sistem pemilihan Umum di Indonesia: Teori, Konsep
dan lsu Strategis/Muhadam Labolo, Teguh llham, (Jakarta: Rajawali pers, 2015).
14
Komisi Pemilihan Umum (KPU) terbebas dari unsur pemerintah
dan partai politik sekaligus tidak menjadi bawahan atau sub
organisasi dari lembaga atau departemen lain yang ada dalam
pemerintahan. Mereka terutama berasal dari unsur perguruan
tinggi dan aktivis. KPU bersifat tetap dalam arti keberadaannya
tidak bersifat sementara (ad hoc). Berbeda dengan pemilu-pemilu
sebelumnya, keberadaan KPU pada umumnya bersifat ad hoc.
Sementara itu KPU bersifat nasional dalam arti KPU berada di
seluruh Indonesia.
Ketiga, pemilu dilaksanakan dengan mengerahkan sumber
daya yang sangat besar. Sumberdaya itu terutama berkaitan
dengan pembiayaan pemilu. Penyelenggaraan pemilu sendiri
membutuhkan dana sebesar 6,988 triliun sementara itu dari partai
politik untuk kebutuhan kampanye lebih besar lagi. Dari 12 partai
politik yang melaporkan keuangannya, dana kampanye mereka
lebih dari 312 milyar dengan Golkar, PDIP, dan PKS sebagai tiga
partai politik dengan pengeluaran terbesar dalam pemilu. 17
Keempat, inovasi kombinasi perwakilan politik dan ruang.
Pada hasil amandemen keempat UUD 1945 desain perwakilan
Indonesia adalah bikameralisme. Perwakilan kepentingan politik
diartikulasikan melalui DPR, sedangkan artikulasi perwakilan
ruang melalui DPD. Peserta pemilu DPR adalah partai politik,
sedangkan DPD adalah perseorangan yang tidak memiliki afiliasi
kepada partai politik. Kelima, pemilihan presiden secara
langsung. Pertama kalinya dalam sejarah Indonesia, presiden-
wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat. Berbeda dengan
masa sebelumnya, presiden dan wakil presiden adalah dipilih
17
Buku Prihal Pemilu, Sigit Pamungkas (Yogyakarta,2009)
15
melalui MPR. Dengan dipilih langsung oleh rakyat, presiden
terpilih memiliki legitimasi yang kuat dalam pemerintahan.
Terakhir, masifikasi penggunaan instrumen survei untuk jajak
pendapat dan quick count. Pemilu 2004 merupakan tonggak
penggunaan instrumen survei dimulai dalam perhelatan pemilu
secara besar-besaran. Penggunaan instrumen survei untuk
kepentingan pemilu sebenarnya juga sudah dimulai pada pemilu
1999 tetapi tidak sebesar pada pemilu 2004. 18
c. Pemilu Reformasi
Pemilu tahun 1999 dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan
Umum (KPU). Komisi Pemilihan Umum (KPU) merupakan
lembaga penyelenggara pemilu pengganti Lembaga Pemilihan
Umum (LPU) yang dibentuk oleh presiden. KPU telah
menyelenggarakan pemilu mulai tahun 1971 sampai pemilu
1997.
Dasar pembentukan KPU pertama ini adalah Ketetapan
MPR RI Nomor XIVIMPR/1998 tentang Perubahan dan
Tambahan atas Ketetapan MPR RI Nomor IIIIMPR/1988
tentang Pemilihan Umum. Pada Pasal 1 Poin 5 Tap MPR RI
No. XIV/MPR1998 disebutkan bahwa: Pemilihan umum
diselenggarakan oleh badan penyelenggara pemilihan umum
yang bebas dan mandiri, yang terdiri atas unsur-unsur partai-
partai politik peserta pemilu dan pemerintah, yang bertanggung
jawab kepada presiden. KPU sebagai penyelenggara pemilu
bersifat bebas dan mandiri, yang pembentukannya diresmikan
dengan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 1999.
Dalam pelaksanaan pemilu, KPU hanya bertindak sebagai
penyelenggara, sedangkan yang menjadi penanggung jawab
adalah presiden. KPU berkedudukan di ibukota negara. KPU
18
Buku Prihal Pemilu, Sigit Pamungkas (Yogyakarta,2009)
16
mempunyai anggota sebanyak 48 orang dari unsur partai politik
dan 5 (lima) orang wakil pemerintah. KPU dibantu oleh
Sekretariat Umum KPU dalam menyelenggarakan pemilu.
Penyelenggara pemilu tingkat pusat adalah Panitia Pemilihan
Indonesia (PPI) yang memiliki jumlah dan unsur anggota sama
dengan KPU. Sedangkan penyelenggaraan di tingkat daerah
dilaksanakan oleh PPD I, PPD II, Panitia Pemilihan Kecamatan
(PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok
Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Untuk
penyelenggaraan di luar negeri dilaksanakan oleh Panitia
Pemilihan Luar Negeri (PPLN), dan Kelompok Penyelenggara
Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN) yang
beranggotakan atas wakil-wakil parpol peserta pemilu
ditambah beberapa orang wakil dari pemerintah dan tokoh-
tokoh masyarakat.19
Pemungutan suara pada pemilu pertama di era reformasi
dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 1999 secara serentak di
seluruh wilayah Indonesia. Sistem pemilu 1999 sama dengan
pemilu 1997, yaitu sistem perwakilan berimbang
(proporsional) dengan stelsel daftar. Sebagaimana termaktub
pada Pasal 1 Ayat (7) UU Nomor 3 Thhun 1999 tentang
Pemilihan Umum yang menyebutkan bahwa "pemilihan umum
dilaksanakan dengan menggunakan sistem proporsional
berdasarkan stelsel daftar.
19
Buku Prihal Pemilu, Sigit Pamungkas (Yogyakarta,2009)
17
1) Penetapan hasil penghitungan suara untuk anggota
DPRD II dilakukan oleh PPD II.
2) Penetapan hasil penghitungan suara untuk anggota
DPRD I dilakukan oleh PPD I.
3) Penetapan hasil penghitungan suara untuk anggota DPR
dilakukan oleh PPI.
4) Penetapan keseluruhan hasil penghitungan suara untuk
DPR, DPRD I, dan DPRD II secara nasional dilakukan
oleh KPU.
B. Partai Politik
20
Buku Prihal Pemilu, Sigit Pamungkas (Yogyakarta,2009)
18
bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan tersebut memberikan
manfaat secara idiil dan materiil bagi anggota partainya.
Pengertian partai politik menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2008 tentang Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional
dan dibentuk oleh sekelompok warga Negara Indonesia secara sukarela atas
dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkandan
membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta
memeliharakeutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun
1945. 21
a. Tujuan Umum
Tujuan umum dari didirikannya suatu partai politik adalah
tujuan yang berkaitan dengan tujuan negara.
Mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia yang tercantum
dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
Menjaga dan memelihara keutuhan bangsa;
Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan
Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat; dan
Mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Tujuan Khusus
21
Buku Hukum Partai Politik dan Sistem Pemilu, Dr. Isharyanto, S.H., M.H.
(Jakarta, Agustus 2016)
19
Tujuan khusus dari partai politik adalah tujuan yang hendak
dicapai dimana tujuan tersebut berasal dari dalam partai
politik:
Meningkatkan partisipasi politik dari anggota dan
masyarakat dalam kegiatan penyelenggaraan pada bidang
politik dan pemerintahan;
Memperjuangkan cita-cita partai politik dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; dan
Membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 22
22
Buku Hukum Partai Politik dan Sistem Pemilu, Dr. Isharyanto, S.H., M.H.
(Jakarta, Agustus 2016)
20
Pada masa pemerintahan presiden pertama ini dikenal
adanyadua sistem pemerintahan yang berbeda. Yang pertama, yaitu
masa ketika kita menganut Sistem Parlementer yangbiasa dikenal juga
dengan Masa Demokrasi Liberal dan ketika kita menganut Sistem
Presidensial atau dikenal juga dengan Masa Demokrasi rerpimpin atau
sering disebut sebagai Masa Orde Lama.
a. Partai Politik pada Masa Demokrasi Liberal
Pada masa Demokrasi Liberal Indonesia (1950-1959) menganut
sistem pemerintahan parlementer, pada masa ini jumlah partai
politik cukup banyak. Pada masa tersebut suhu politik sering
memanas. Hal ini dapat dilihat dari seringnya pergantian kabinet
yang diakibatkan mosi dari lawan politik. semasa pemerintahan
demokrasi liberal ini, Indonesia menganut sistem multipartai.
Secara keseluruhan jumlah partai yang ada sebanyak 29 partai
politik.
oleh karena itu, sistem multipartai yang kita adopsi ternyata
menyebabkan ketidakstabilan politik dan pemerintahan.
Ketidakstabilan politik tersebut ditandai dengan jatuh
bangunnya kabinet karena kuatnya persaingan antarpartai
politik. Karena pada waktu itu kita menganut sistem
parlementer, maka anggota DPR dengan gampangnya untuk
mengeluarkan mosi tidak percaya kepada pemerintah sehingga
menyebabkan umur kabinet tidak berlangsung lama. 23
23
Buku Partai Politik dan Sistem pemilihan Umum di Indonesia: Teori, Konsep
dan lsu Strategis/Muhadam Labolo, Teguh llham, (Jakarta: Rajawali pers, 2015)
21
d. Kabinet Ali Sastroamijoyo I (|uli 1953 - Agustus 1955).
e. Kabinet Burhanuddin Harahap (Agustus 1955 - Maret
1956.
f. Kabinet Ali Sastroamijoyo II (Maret 1956 - Maret 1957).
g. KabinetJuanda (Maret 1957 -Juli 1959).
22
Partai yang Beraliran Kristen/Nasrani Partai politik yang
beraliran Kristen/Nasrani adalah partai Kristen Indonesia
(Parkindo) dan partai Katholik. 24
b. DemokrasiTerpimpin
Masa Demokrasi rerpimpin atau orde Lama berlangsung
tahun 1959 sampai dengan 1965. Miriam Budiardjo membagi
sejarah perkembangan demokrasi Indonesia menjadi tiga bagian
dan menetapkan tahun 1959-1965 sebagai masa demokrasi
terpimpin yang ditandai dengan dominasi presiden, terbatasnya
peranan partai politik, berkembangnya pengaruh komunis, serta
meluasnya peranan ABRI sebagai unsur politik.Di luar kekuatan
tersebut, yaitu partai politik tidak memiliki peranan yang begitu
penting. partai-partai lain yang memiliki ideologi keagamaan
mengalami marginalisasi dan hanya dipajang sebagai pelengkap
bagi jargon kerja sama yang dipaksakan yaitu NASAKOM.
sehingga seolah-olah pemerintah pada masa itu juga merangkul
aliran agamapadahal sebetulnya hal tersebut adalah permainan
politik.
selain hal tersebut ada beberapa hal yang diyakini menjadi
penyebab munculnya tiga kekuatan yang mendominasi
Demokrasi Terpimpin (presiden, TNI AD, dan pKI) yaitu:
Ketidakmampuan partai poritik yang berjumrah banyak untuk
membendung percekcokan antarsesama mereka yang berakhir
pada ketidakstabilan politik Indonesia.
Keinginan soekarno sebagai presiden untuk memainkan peranan
yang lebih besar dan berarti dalam poritik, tidak hanya sekadar
lambang seperti yang dikehendaki UUDS 1950.
24
Buku Partai Politik dan Sistem pemilihan Umum di Indonesia: Teori, Konsep
dan lsu Strategis/Muhadam Labolo, Teguh llham, (Jakarta: Rajawali pers, 2015).
23
Keinginan tokoh militer untuk ikut serta dalam peran politik
dikarenakan menurunnya kepercayaan mereka terhadap partai
politik.25
25
Buku Partai Politik dan Sistem pemilihan Umum di Indonesia: Teori, Konsep
dan lsu Strategis/Muhadam Labolo, Teguh llham, (Jakarta: Rajawali pers, 2015).
24
sebagian besar pimpinan Golongan Karyadipimpin oleh ABRI yang
masih aktif di satuannya masing-masing. Meskipun belakangan
mereka diharuskan non aktifatau dipensiunkan sebelum bergabung
dengan Golkar.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Golongan
Karya didominasi oleh ABRI. Pada tahun 1973 terjadi peleburan
partai politik atau fusi. Melalui UU No. 3 Tahun 1973 pemerintah
menyederhanakan jumlah partai dengan kebijakan fusi partai.
Empat partai politik Islam yaitu NU, parmusi, partai Sarikat Islam,
dan Perti bergabung menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Lima partai lainnya yaitu PNI, Partai Kristen Indonesia, partai
Katholik, Partai Murba, dan IPKI bergabung menjadi Partai
Demokrasi Indonesia. Sehingga pada tahun 1977 hanya ada tiga
organisasi politik yaitu PPf; PDI, dan GOLKAR dan hal ini terus
berrahan sampai dengan pemilu pada tahun 1997. 26
26
Buku Partai Politik dan Sistem pemilihan Umum di Indonesia: Teori, Konsep
dan lsu Strategis/Muhadam Labolo, Teguh llham, (Jakarta: Rajawali pers, 2015).
25
terbatas, demokrasi hanya sebatas wacana dan retorika belaka, serta
gencarnya penyeragaman segala aspek demi alasan stabilitas yang
semu.
Setelah mengalami pengkerdilan partai pada masa Orde
Baru, partai politik kembali bergeliat pada era reformasi yang
membawa angin segar. Runtuhnya pemerintahan Soeharto
mengubah tatanan politik di Indonesia, termasuk di dalamnya
sistem kepartaian. Jika pada masa Orde Baru Indonesia dikuasai
oleh pemerintahan yang otoritarian dengan sistem partai
tunggalnya, maka pada era reformasi demokrasi langsunglah yang
berkuasa.
Akhirnya, setiap individu di Indonesia memiliki hak yang
sama untuk mengeluarkan pendapat, berserikat, dan berekspresi.
Euforia politik ditandai dengan kemunculan begitu banyak partai
politik. Kemunculan banyak parpol pada era Reformasi ini ditandai
dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintahan interregnum BJ.
Habibie untuk menerapkan kembali sistem multipartai. Dengan
kebijakan ini, euforia politik, demokrasi dan kebebasan juga
menghasilkan penghapusan kewajiban parpol untuk menjadikan
pancasila sebagai satu-satunya asas, seperti ditetapkan pada UU
keormasan 1985.27
Masyarakat secara beramai-rarnai mempersiapkan partai
politik untuk ikut serta dalam pesta demokrasi atau pemilu yang
akan berlangsung pada tahun 1999. Jika pada masa Orde Baru
hanya terdapat 2 (dua) partai dan 1 (satu) golongan karya, pada
tahun 1999 tercatat ada 141 partai politik dan 48 di antaranya
dinyatakan memenuhi syarat untuk dapat mengikuti Pemilu
Anggota DPR, DPRD I, dan DPRD II yang jatuh pada bulan Juni
27
Buku Partai Politik dan Sistem pemilihan Umum di Indonesia: Teori, Konsep
dan lsu Strategis/Muhadam Labolo, Teguh llham, (Jakarta: Rajawali pers, 2015).
26
1999. Banyaknya partai politik pada masa ini membuat Indonesia
secara mutlak menganut sistem kepartaian multipartai. Jumlah
partai yang meningkat menunjukkan peningkatan partisipasi aktif
dari masyarakat. Akan tetapi peningkatan tersebut merupakan
tantangan tersendiri bagi partai politik dan para politisi untuk dapat
bertahan dalam persaingan politik. Karena di masa ini terdapat
begitu banyak partai politik sehingga masyarakat akan lebih
kesulitan dalam menentukan pilihan. Selain itu partai politik harus
berkembang sesuai tuntutan reformasiOleh karena itu, partai harus
selektif dalam menyeleksi kader partainya dan lebih pintar dalam
'menjual' visi dan misi partai untuk memperoleh dukungan dari
masyarakat.
Fenomena munculnya partai baru juga perlu menjadi
perhatian. Sering kali lahirnya partai baru tersebut dilatarbelakangi
oleh ketidakpuasan dari elite partai lama karena tidak mendapatkan
posisi strategis pada partai yang lama ataupun karena terhalang oleh
aturan yang semakin ketat seperti tidak lolos verifikasi parpol
ataupun terganjal PT sehingga melakukan fusi dengan partai lain.17
Peserta Pemilu tahun 1999 berjumlah 48 paxtd, dan yang
mendaparkan kursi di DPR sebanyak 2I partai.
Jumlah partai politik yang mengikuti pemilu 2004 adalah
sebanyak 24 partai politik dan partai politik yang berhasil
memperoleh kursi di DPR sebanyak 16 partai politik. sedangkan
pada pemilu tahun 2009, jumlah partai politik yang mengikuti
pemilu sebanyak 38 partai nasional dan 6 partai politik lokal di
Aceh dan partai yang mendapatkan kursi di DPR 9 partai politik. 28
28
Buku Partai Politik dan Sistem pemilihan Umum di Indonesia: Teori, Konsep
dan lsu Strategis/Muhadam Labolo, Teguh llham, (Jakarta: Rajawali pers, 2015).
27
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
28
B. Saran
Pemilu wajib kita ikut sertai agar kita sebagai rakyat Indonesia bias
memilih pemimpin yang amanah dan bijaksana seperti yang kita harapkan
bersama, agar Indonesia menjadi Negara yang adil dan makmur. Untuk
itu, kita sebagai rakyat Indonesia jangan salah pilih dan jangan sampai
juga tidak memilih, karena semua yang bersangkutan dengan Negara ialah
dari rakyat untuk rakyat.
Dalam partai politik pasti selalu ada perbedaan pendapat, maka
dari itu kita sebagai rakyat Indonesia harus pandai dalam melihat dan
mencerna pendapat-pendapat tersebut, jangan sampai malah menjadi
perpecahan antar pendapat tersebut.
Kita adalah Negara hukum yang mempunyai semboyang “Bhineka
Tunggal Ika” yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua, walaupun
kita berbeda-beda apapun itu ras, golongan, suku, agama, pendapat, dan
lain-lain tetapi kita tetap satu tujuan.
29
DAFTAR PUSTAKA
Buku Hukum Partai Politik dan Sistem Pemilu, Dr. Isharyanto, S.H., M.H.
(Jakarta, Agustus 2016)
Buku Partai Politik dan Sistem pemilihan Umum di Indonesia: Teori, Konsep dan
lsu Strategis/Muhadam Labolo, Teguh llham, (Jakarta: Rajawali pers, 2015).
30