Anda di halaman 1dari 25

PERBANDINGAN SISTEM PEMILU DI

INDONESIA DENGAN SISTEM PEMILU DI


BEBERAPA NEGARA

Diajukan untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Negara Hukum dan Demokrasi
Semester 6
Dosen Pengampu : Indah Fitriani Sukri, MH

Oleh:
QURANIL FIRRIZKY (19.2600.041)
RIZKY RAMADHANA (19.2600.045)
GUSLINDAH (19.2600.050)

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH)


FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PAREPARE
2022

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji dan syukur kehadirat Allah SWT. Yang senantiasa memberi petunjuk serta
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan Makalah
Negara Hukum dan Demokrasi mengenai Perbandingan Sistem Pemilu di Indonesia dengan
Sistem Pemilu di Beberapa Negara Makalah Negara Hukum dan Demokrasi mengenai
Perbandingan Sistem Pemilu di Indonesia dengan Sistem Pemilu di Beberapa Negara .
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Indah Fitriani Sukri, selaku Dosen Mata
Kuliah Negara Hukum dan Demokrasi yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan baru sebagaimana matakuliah yang kami tekuni.
Kami memahami seutuhnya bahwa makalah ini belum dapat dikatakan sempurna baik
darisegi susunan kalimat maupun tata bahasanya.

Sekian, kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan ilmu baru, manfaat
ataupun inspirasi pada pembaca.
 

Pinrang, 27 Mei 2022

Penyusun
Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... i


KATA PENGANTAR ................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 2
C. Tujuan Pembahasan ........................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 3
A. Sistem Pemilihan Umum ................................................................ 3
B. Sistem Pemilihan Umum di Indonesia ............................................ 7
C. Sistem Pemilihan Umum di Beberapa Negara ................................ 10
D. Perbandingan Sistem Pemilu di Indonesia dengan Sistem
Pemilu di Beberapa Negara ............................................................. 17
BAB III PENUTUP ................................................................................................... 19
A. Kesimpulan ...................................................................................... 19
B. Saran ................................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagaimana dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang dasar negara Republik Indonesia
tahun 1945 (UUD RI 1945) menentukan : “Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan
sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.” Kedaulatan bermakna kekuasaan tertinggi,
yakni memilik wewenang tertinggi dalam mengambil keputusan. Didalam konstitusi tidak ada
satupun pasal yang menyatakan bahwa negara Republik Indonesia adalah suatu negara
demokrasi. Namun, karena Indonesia mengimplementasikan kedaulatan rakyat dan tidak lain
merupakan cerminan dari demokrasi, maka secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa negara
Republik Indonesia menganut negara demokrasi.
Pada prinsipnya “semua warga negara diundang untuk berkumpul di satu tempat” untuk
berdiskusi, dan mengambil keputusan ketika suatu negara atau pemerintah menghadapi masalah
besar, baik di bidang kenegaraan, hukum, politik, ekonomi, ekonomi sosial budaya. , agama, dll.
Salah satu bentuknya adalah pelaksanaan pemilihan umum (PEMILU) dengan partisipasi
aktif seluruh warga negara. Pengertian pemilu sendiri tidak diatur dalam undang-undang. Nomor
3 Tahun 1999 tentang Pemilu. Pemilu merupakan sarana untuk menegakkan kedaulatan rakyat
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
Saat ini, konstitusi hampir semua negara di dunia menetapkan bahwa kedaulatan berada di
tangan rakyat. Ini berarti bahwa negara menganut prinsip kedaulatan rakyat, dan bahwa
kekuasaan pemerintah didasarkan pada kehendak rakyat. Prinsip dasar ini kemudian dikenal
sebagai prinsip demokrasi.
Berbagai negara pasti memiliki perbedaan sistem pemilihan umum, pemilihan umum di
negara lain berbeda dengan pemilihan umum yang ada dan berlaku di Indonesia, baik dari segi
sistem pemilihan, jenis pemilihan, tatacara pemilihan, prinsip pemilihan, penyelenggara
pemilihan, dll yang berkaitan dengan pemilihan umum. Maka dalam hal ini, kita akan membahas
bagaimana sistem pemilu Indonesia dibandingkan dengan beberapa negara.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Sistem Pemilihan Umum?
2. Bagaimana Sistem Pemilihan Umum di Indonesia?

1
3. Bagaimana Sistem Pemilihan Umum di Berbagai Negara ?
4. Bagaimana Perbandingan Sistem Pemilu di Indonesia dengan Sistem Pemilu di
Berbagai Negara ?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Pemilihan Umum dan Macam-Macam Sistem
Pemilihan Umum.
2. Untuk Mengetahui Sistem Pemilihan Umum di Indonesia.
3. Untuk Mengetahui Sistem Pemilihan Umum di Berbagai Negara .
4. Untuk Mengetahui Perbandingan Sistem Pemilu di Indonesia dengan Sistem Pemilu
di Berbagai Negara .

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sistem Pemilihan Umum


Sistem pemilu adalah relasi berbagai variabel untuk mengubah suara pemilih menjadi
kursi yang akan diduduki oleh calon terpilih di lembaga legislatif dan eksekutif.Dengan kata lain,
sistem pemilu adalah seperangkat variabel yang mengatur perebutan kekuasaan.1
Seta Basri, yang mengutip pandangan Dieter Nohlen " mendefinisikan sistem pemilihan
umum dalam dua pengertian, dalam arti luas dan dalam arti sempit . Dalam arti luas , sistem
pemilihan umum adalah " segala proses yang berhubungan dengan hak pilih , administrasi
pemilihan dan perilaku pemilih. Dalam arti sempit Nohlen menggambarkan sistem pemilihan
umum adalah suatu proses dimana pemilih dapat mengekspresikan pilihan politiknya melalui
pemberian suara, di mana suara tersebut ditransformasikan menjadi kursi di parlemen atau
pejabat publik. "
Definisi lain diberikan oleh Matias Laryczower dan Andrea Mattozzi dari Caltech, yang
berpendapat bahwa arti sistem pemilu adalah konversi suara selama pemilu menjadi jumlah kursi
yang dimenangkan setiap partai di legislatif nasional. Menjadikan sistem pemilu sebagai institusi
penting dalam demokrasi perwakilan dengan menentukan bagaimana pilihan pemilih dipetakan
dengan baik dalam setiap kebijakan yang dihasilkan. "
Menurut Reynolds " Ada tiga fungsi sistem pemilu : pertama, sebagai institusi untuk
menyeleksi para pengambil keputusan; kedua, sebagai saluran menuntut pertanggungjawaban
para wakil yang terpilih; dan ketiga, membantu menetapkan batasan wacana politik para
pemimpin2

Adapun gambaran ragam sistem pemilu secara umum sebagai berikut:


1
Wasis Susetyo , Laporan Akhir Pengkajian Nakum Tentang Tinjauan Terhadap Efisiensi Pe laksanaan Pemilu Di
Indonesia , Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, 2015 , hlm 28
2
Seta Basri , Pemilihan Umum dan Sistem - Sistem Pemilu , http://setabasri.blogspot.com/2009/02/ pemilihan
umum.html ; Diakses 27 Mei 2022.

3
Bila dijabarkan secara teknis sebagai berikut :

a . Sistem Pluralitas / Mayoritas (Sistem Distrik) ,

Dalam sistem ini di mana transfer perolehan suara lebih didasarkan pada distrik atau
daerah pemilihan. Oleh karena itu model ini pertama-tama akan membagai wilayah negara dalam
beberapa distrik yang mempertimbangka aneka aspek, terutama jumlah penduduk, faktor
sosiologis dan geografis.
Sistem ini mempunyai beberapa variasi diantaranya :

1) First past the post ( FPTP ) .


Merupakan sistem pemilu yang paling sederhana di dalam sistem mayoritas . Sistem ini
menggunakan sigle member district dan pemilihan yang berpusat pada calon yang memiliki
suara terbanyak .

2) Two round system ( TRS ) .


Senada dengan namanya, sistem ini menggunakan putaran kedua sebagai dasar penentuan
pemenang pemilu. Hal ini dilakukan untuk menghasilkan pemenang dengan suara terbanyak.
Jika putaran pertama memiliki pemenang mayoritas, putaran kedua tidak diperlukan. Jika tidak,
akan ada pemilihan putaran kedua. Untuk mendapatkan pemenang mayoritas, tidak semua

4
peserta pemilu mengikuti pemungutan suara putaran kedua. Biasanya hanya dua peserta dengan
jumlah suara tertinggi yang bisa masuk ke babak kedua. Adapun ukuran area, tidak hanya satu
member area, tetapi juga multiple member area;
3 ) The alternative vote ( AV ).
Sama seperti FPTP, sistem ini menggunakan zona anggota tunggal. Bedanya, pemilih
memiliki hak untuk menentukan preferensinya dengan mengurutkan kandidat yang ada, misalnya
preferensi kandidat C "1", preferensi kandidat E "2", preferensi kandidat A "3", dll. Tunggu.
Kandidat dengan preferensi terbanyak dari pemilihan menang.
4 ) Sistem block vote ( BV ) .
Sistem ini menggunakan rumus kompleks di zona multi-anggota. Pemilih pada umumnya
bebas memilih kandidat individu dalam daftar pendek, terlepas dari afiliasi partai kandidat
tersebut.
5 ) Sistem Party block vote ( PBV ).
Prinsipnya sama seperti di dalam BV. Yang membedakan adalah, di dalam PBV yang
menjadi pijakan pilihan adalah daftar partai-partai yang ada, bukan calon individu.3

b . Sistem Proporsional ( Proportional Representation System ) .


Prinsip utama dari sistem tersebut adalah menerjemahkan hasil pemungutan suara para
peserta pemilu dalam pemilu ke dalam pembagian kursi di lembaga perwakilan secara
proporsional. Karena menganut asas proporsionalitas, sistem ini menggunakan zona multi
member. Keluarga ini memiliki dua sistem, yaitu:
Daftar Representasi Proporsional (Daftar PR) Dalam sistem ini, partai-partai peserta pemilu
disajikan daftar calon. Pemilih hanya perlu memilih partai politik. Penugasan kursi untuk partai
yang menerima kursi didasarkan pada daftar urut yang ada.

Surat Suara Tunggal (STV). Dalam sistem ini, pemilih memiliki kekuatan untuk menentukan
preferensi mereka, seperti di AV. Pemenang didasarkan pada penggunaan kuota.

c. Sistem Campuran ( Mixed System ).

3
Agus Riwanto, Hukum Partai Politik dan Hukum Pemilu di Indonesia, (Yogyakarta: Thafamedia, 2016), hlm. 55-
56.

5
Sistem pada dasarnya mencoba menggabungkan yang terbaik dari sistem mayoritas/mayoritas
dan proporsional. Ada dua sistem dalam sistem hybrid ini, yaitu;
Sistem Proporsi Anggota Campuran (MMP).
Dalam sistem ini, sistem proporsional digunakan untuk mengimbangi ketimpangan alokasi kursi
per daerah. Misalnya: ketika ada partai politik yang mendapat 10% suara secara nasional. Di
bawah sistem distrik, bagaimanapun, tidak ada pihak yang memenangkan kursi. Sebagai
kompensasi, sistem proporsional diperkenalkan, memungkinkan partai untuk mendapatkan kursi
tidak jauh dari jumlah suara yang diterimanya.
Sistem paralel,
Dalam sistem ini, sistem proporsional dan sistem regional beroperasi secara bersamaan.
Namun, proses penghitungan suara tidak digabungkan seperti MPP, melainkan berjalan sendiri-
sendiri. Namun, ketika kursi tidak diperoleh melalui sistem distrik, proses penghitungan suara
menggunakan sistem PR.4

d . Sistem - sistem lain .


Diantaranya adalah :
1) Single nontransferable system ( SNTV ), di dalam sistem ini penentuan pemenang di
dalam multimember district berdasarkan calon - calon ( partai ) yang memperoleh suara
terbanyak .

2) Limited Vote ( LV ), di dalam sistem ini juga menggunakan multi member district,
sebagaimana SNTV. Bedanya, di dalam LV, para pemilih memiliki suara lebih dari satu
meskipun lebih kecil dari calon -calon yang bisa dipilih .

3) Borda Count ( BD ), di dalam sistem ini bisa digunakan sigle member district maupun
multimember district. Di dalam menentukan pilihannya, para pemilih menggunakan
sistem preferensial melalui nomor urut. Calon yang memperoleh preferensi tertinggi, itu
yang ditetapkan sebagai pemenang .5

B. Sistem Pemilu di Indonesia


4
Agus Riwanto, Hukum Partai Politik dan Hukum Pemilu di Indonesia, (Yogyakarta: Thafamedia, 2016), hlm. 57.
5
ibid, hlm. 58.

6
Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik,Pemerintahan
presidensial yang berdaulat atas rakyat Ini mempromosikan demokrasi dan semua aspek tunduk
pada hukum yang berlaku. Namun, demokrasi Indonesia tidak bisa dilepaskan dari istilah
pemilihan umum. (Pilihan). Menurut buku Ibnu Tricahyo, pemilihan umum adalah sarana
mewujudkan kedaulatan rakyat yang bermaksud membentuk pemerintahan yang sah serta sarana
aspirasi kepentingan rakyat.6
Pendapat lain yang mendefinisikan pemilu yang lebih luas dan universal dari Ibnu
Trikahyo, Rumidan Ravia, menyatakan bahwa pemilu adalah proses dimana pemilih memilih
orang untuk menduduki posisi politik tertentu.7
Dari tahun 1955 hingga 2019, 12 pemilihan umum diadakan selama periode kemerdekaan
Indonesia. Pertama, pemilihan umum diadakan untuk memilih anggota dari badan perwakilan
seperti DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Setelah Pasal 4 Amandemen UUD
1945 pada tahun 2002, pemilihan presiden dan wakil presiden ditambahkan ke dalam rangkaian
tersebut. Pemilihan umum yang semula diselenggarakan oleh MPR untuk Presiden dan Wakil
Presiden, kini diselenggarakan langsung oleh rakyat Indonesia.8
Ketentuan lebih rinci mengenai pemilu Indonesia dapat ditemukan dalam Pasal 22E ayat
(1) sampai dengan (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Yang
0ada intinya menyatakan Dimana Pemilihan umum diselenggarakan setiap lima tahun sekali
secara langsung, universal, bebas, rahasia, jujur, dan adil.Dan diselenggarakan untuk memilih
anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, dan DPRD. Peserta pemilihan umum untuk
pemilihan anggota Kongres Rakyat dan Kongres Rakyat Nasional adalah partai politik.
pemilihan umum DPRD dan Pemilihan umum diselenggarakan oleh panitia pemilihan yang tetap
dan independen secara nasional dan rincian pemilihan umum diatur dengan undang-undang.9
Selain itu, sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 6A (1) sampai
dengan (5) yang pada intinya menyatakan sebagai berikut. Pasangan calon presiden dan wakil
presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum

6
Ibnu Tricahyo, Reformasi Pemilu Menuju Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal, Malang: In Trans Publishing,
2009, h.6
7
Rumidan Rabi’ah, Lebih Dekat Dengan Pemilu di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo,
2009, h. 46
8
Miriam Budiarjo, dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009, h.461
9
Pasal 22E UUD NRI 1945.

7
sebelum pemilihan umum berlangsung. Dan pasangan calon presiden dan wakil presiden
mendapat paling sedikit 50%. Jumlah suara dalam pemilihan umum, termasuk paling sedikit
20% dari suara setiap negara bagian, yang didistribusikan ke lebih dari setengah negara bagian
Indonesia, akan dipilih sebagai presiden dan wakil presiden jika tidak ada pasangan calon. Jika
mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden terpilih, kedua kandidat akan dipilih
dengan suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum, yang dipilih langsung oleh
rakyat dan pasangan dengan suara terbanyak.Pengambilan sumpah Presiden dan Wakil Presiden
danpenyelenggaraan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan undang-
undang. Berdasarkan Pasal 7 UUD 1945, Presiden dan Wakil Presiden menjabat selama lima
tahun, setelah itu hanya dapat dipilih kembali satu kali untuk jabatan yang sama.10
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan
Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, yang dimaksud pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat
yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagaimana juga ditentukan dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat
(2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tersebut, menyatakan bahwa (1) Pemilu untuk
memilih anggotaDPR, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem
proporsional terbuka, (2) Pemilu untuk memilih anggota DPD dilaksanakan dengan sistem
distrik berwakil banyak.
Sejak Indonesia merdeka, negara ini memperkenalkan berbagai sistem, baik sistem
proporsional daftar tertutup maupun sistem proporsional daftar terbuka, yang saat ini berlaku
atau diterapkan pada sistem pemilihan umum di Indonesia. Keterwakilan proporsional (banyak
daerah pemilihan) adalah sistem pemilihan berimbang di mana setiap daerah pemilihan memilih
banyak anggota. Di bawah sistem ini, persentase kursi di DPR dibagi di antara partai politik
sesuai dengan persentase suara yang diperoleh.

C. Sistem Pemilu di Beberapa Negara


 Argentina

10
Prof. Dr. Marwan Mas, S.H., M.H, Hukum Konstitusi dan Kelembagaan Negara, (Depok: Rajawali Pers, Cet ke-2,
2019), hlm. 233.

8
Sistem presidensial adalah sistem pemerintahan Argentina. Bentuk Pemerintahan Seperti
Amerika Serikat (AS), Federal salah bentuk pemerintahan nya yang terdiri dari Distrik Federal,
Ciudad Autonoma de Buenos Aires atau Ibu Kota Federal, dan 23 negara bagian.
Pemerintahannya dilaksanakan di bawah Konstitusi Argentina 1853, yang diamandemen
pada tahun 1994, mengamanatkan pemisahan kekuasaan antara departemen administratif,
legislatif dan yudikatif di tingkat nasional dan negara bagian. Presiden dan wakil-wakilnya,
cabang eksekutif, dipilih langsung oleh rakyat. Hal ini sesuai dengan karakteristik pemerintahan
presidensial dan republik, yaitu kekuasaan ada di tangan rakyat.
Konstitusi Argentina memberikan kekuasaan besar kepada presiden sebagai kepala
negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan serta diberikan kekusaan untuk melantik anggota
kabinet dan, termasuk kuasa untuk mengubah undang - undang di bawah mandat presiden
dengan syarat " mendesak dan perlu " dan hak veto yang terbatas.
Sistem pemerintahan Argentina juga menetapkan batas masa jabatan presiden dan wakil
presiden , yakni 4 tahun . Jadi setiap 4 tahun sekali.dilakukan pemihan presiden dan wakil
presiden11 dan diizinkan menjabat selama tidak lebih dua kali masa jabatan dan hanya diizinkan
ikut dalam kontestasi untuk kali ketiga setelah tidak aktif selama satu periode . Berdasarkan
Konstitusi Argentina calon presiden langsung terpilih jika meraup 45 persen suara atau 40 persen
suara , asal kan berselisih 10 persen dari saingan terdekatnya .
Anggota parlemen juga dipilih dalam pemilihan Argentina (parlemen nasional/pemilihan
parlemen). Argentina menggunakan 257 kursi DPR atau parlemen bikameral yang terdiri dari
Cámarade Diputados dan Senat atau Senado 72 kursi. Rakyat memilih setengah dari anggota
setiap dua tahun, dan anggota dipilih dengan sistem perwakilan proporsional. Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat yang terpilih menjabat untuk masa jabatan empat tahun
Setiap dia tahun diadakan pemilihan umum, untuk memilih senator. Sepertiga dari Senator,
dengan masing-masing negara bagian dan satu wilayah federal (Buenos Aries) mewakili tiga
orang. Orang yang terpilih sebagai senator akan menjalani masa jabatan enam tahun. .12Terdapat
kaum perempuan dengan jumlah Sepertiga dari semua calon yang diajukan oleh partai .13

11
Radis Bastian, Buku Pintar Terlengkap Sistem-Sistem Pemerintahan Sedunia, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2015), hlm.
120.
12
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia (DKPP RI), Penyelenggara Pemilu di Dunia,
(Jakarta: CV. Net Communication, 2015), hlm. 95-96.
13
Agustinus, Perbandingan Coattail Effect Sistem Pemilihan Umum Serentak di Indonesia dan Argentina, 2019,
hlm. 25.

9
 Afrika Selatan

Bentuk negara Afrika Selatan adalah negara kesatua merupakan negara demokrasi
konstitusional , republik adalah bentuk pemerintahannya dengan sistem semi-presidensial.
Legislatif dan eksekutif masing-masing terbagi menjadi tiga tingkatan yaitu nasional, wilayah
dan pemerintahan lokal.

Pemilihan Umum di Afrika Selatan diadakan untuk Majelis Nasional , legislatif provinsi
dan dewan kota. Pemilihan Umum di Afrika Selatan diselenggarakan dalam lima tahun sekali ,
dengan pemilihan nasional dan provinsi diadakan secara bersamaan dan pemilihan kota diadakan
dua tahun kemudian. Sistem pemilihan didasarkan pada representasi proporsional daftar partai ,
yang berarti bahwa partai-partai diwakili secara proporsional dengan dukungan elektoralnya.
Untuk dewan kotamadya ada sistem anggota campuran di mana distrik memilih anggota dewan
individu di samping mereka yang disebutkan dari daftar partai.

Pemilihan dilakukan menggunakan Sistem Proporsional dengan model List proporsional


representation atau daftar PR dengan setengah (dari 200 anggota) Majelis Nasional dipilih dari
sembilan daftar provinsi dan setengahnya lagi dipilih satu daftar nasional. Bisa dikatakan, negara
ini menggunakan satu konstituensi nasional (dengan 400 anggota) bagi konversi suara menjadi
kursi, dan tidak ada ambang batas formal bagi representasi yang diberlakukan.14.

Presiden Afrika Selatan memiliki dua posisi: Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan.
Dia terpilih ketika Majelis Nasional dan Dewan Nasional Provinsi bergabung. Biasanya,
presiden adalah pemimpin mayoritas parlemen. Majelis Nasional memiliki 400 anggota yang
dipilih oleh perwakilan proporsional. Dewan Provinsi Nasional menggantikan Senat pada tahun
1997 dan terdiri dari 90 anggota yang mewakili masing-masing dari sembilan provinsi, termasuk
kota-kota besar di Afrika Selatan. Selain itu, setiap provinsi di Afrika Selatan memiliki legislator
nasional dan dewan eksekutif yang diketuai oleh premier atau perdana menteri.

Pemilu terakhir terjadi pada Mei 2019, di mana partai ANC berhasil memenangkan
57,5% suara dengan 230 kursi dan partai oposisi utama termasuk Democratic Alliance (DA)

14
Desain sistem pemilu:Buku Panduan Baru Internasional IDEA , Stockholm: Pressens bild, 2016, Hlm 87

10
20,77% suara dengan 84 kursi, dan partai Economic Freedom Fighters (EFF) yang meraup
10,79% suara dengan 44 kursi.

Dalam pemilihan Majelis Nasional, setiap warga negara Afrika Selatan yang berusia 18
tahun ke atas dapat memilih, termasuk (sejak pemilihan 2014) penduduk di luar Afrika Selatan.
Dalam pemilihan legislatif provinsi atau dewan kota, hanya penduduk di provinsi atau
kotamadya yang dapat memberikan suara. Semua pemilihan diselenggarkan oleh Komisi
Pemilihan Afrika Selatan , yang merupakan badan independen yang dibentuk oleh Konstitusi.15

 Mesir

Setelah revolusi, Mesir menjadi republik dengan kepala negara sebagai presiden. Mesir
memiliki seorang perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Namun dalam praktiknya, peran
perdana menteri kurang terlihat, dan banyak yang melihat posisi perdana menteri hanya sebagai
simbolis. Dalam proses pembangunan, Mesir masih mengangkat perdana menteri, namun peran
kepala pemerintahan masih didominasi oleh presiden. Situasi ini mempengaruhi badan
penyelenggara pemilu Mesir. Konstitusi juga mengalami perubahan dari waktu ke waktu dan
dinamika di Mesir. Salah satu faktor yang berdampak besar pada proses pemilu adalah
pembentukan konstitusi baru setelah kudeta.

Konstitusi baru berisi penghapusan Dewan Permusyawaratan (juga dikenal sebagai


Dewan Syura). Selain itu, UUD 2014 menyebabkan beberapa perubahan, seperti 20 anggota
DPR dapat mendukung calon presiden (Pasal 142). Jika republik demokrasi dibubarkan, Presiden
mengucapkan sumpah di hadapan Majelis Umum Mahkamah Konstitusi (Pasal 144), masa
jabatan Presiden adalah 4 tahun, setelah itu hanya dapat dilakukan satu kali pemilihan (Pasal
144). 136), dan Majelis menerima pengunduran diri Presiden (pasal 158) dan mengambil
tindakan untuk mengisi kekosongan di kursi kepresidenan.16

15
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Afrika_Selatan
16
DKPP RI, Praktik Pemilu di Negara Penganut Sistem Pemerintahan Presidensial, Semi-presidensial, dan
Parlementer, (Jakarta: Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, 2015), h. 115.

11
Semi-presidensial, adalah sistem pemerintahan yang dianut Mesir, dengan perdana
menteri sebagai kepala pemerintahan. Kedudukan perdana menteri hanya formalitas karena
dalam praktiknya, peran perdana menteri tidak begitu jelas, .17

Menurut Artikel 139 Dustur Jumhuriat Misr Alearabiat 2014 (Konstitusi Republik Arab
Mesir Tahun 2014):

“Presiden adalah kepala kepala negara dan kepala cabang eksekutif pemerintah..”

Dan menurut Artikel 163 Dustur Jumhuriat Misr Alearabiat 2014 (Konstitusi Republik Arab
Mesir Tahun 2014) bahwa

Perdana menteri mengepalai pemerintah yang merupakan badan eksekutif dan administrasi
tertinggi negara. Pada perkembangannya, Mesir tetap mengangkat seorang perdana menteri
namun peran kepala pemerintahan pun masih didominasi oleh presiden. 18 Sistem unikameral
digunakan oleh parlemen Mesir, dan fungsi legislatif dilakukan oleh Maglis Al-Nowwab (Dewan
Perwakilan Rakyat) di Kairo. Majlis al-Syura (Dewan Tinggi). Kemudian Majlis al-Syura
(Dewan Tinggi) dicopot dan Majlis al-Sha'ab (Dewan Rendah/Rakyat) diganti namanya menjadi
Maglis Al-Nowwab (Dewan Perwakilan Rakyat).19

Mengenai jumlah dukungan, untuk meningkatkan jumlah pendukung yang diperlukan


untuk mencalonkan calon presiden menjadi setidaknya 25.000 di setidaknya 15 provinsi,
dibandingkan dengan 20.000 dari 10 gubernur dalam konstitusi 2012. Mendapatkan setidaknya
1.000 pendukung dari setiap provinsi adalah sama di kedua konstitusi sebagaimana bunyi pasal
142. Anggota Parlemen secara mayoritas "dapat mengusulkan untuk menarik kepercayaan
kepada Presiden Republik (mosi tidak percaya) dan mengadakan pemilihan presiden lebih awal
sebagaimana diatur dalam Pasal 161.20

17
Redaksi Ensiklopedia Indonesia, Ensiklopedia Indonesia Seri Geografi, (Jakarta: PT. Intermasa, 1990), h. 168.
18
DKPP RI, Loc. Cit.
.
19
Middle East and North Africa International Foundation For Election System, Egypt’s
2014 Presidential Election Law, 15 Mei 2014, h. 2.
20
IFES, Egypt’s Presiden Election Law, Briefng Paper, 2014.

12
Pemilihan di Mesir dilakukan dengan menggunakan model two round system ( TRS )
atau sistem dua putaran21 adalah salah satu model sistem pluralitas/mayoritas dimana pemilihan
dilakukan dengan dua putaran jika tidak ada kandidat yang mencapai jumlah suara tertentu.

 Hongaria

Hongaria berbentuk republik menganut negara Kesatuan dengan parlementer adalah


sistem pemerintahannya dan menganut sistem demokrasi. Seperti di negara-negara parlementer
lainnya, kepala negara adalah presiden dan kepala pemerintahan adalah perdana menteri.
Hongaria memilih presiden secara tidak langsung yang dipilih oleh Parlemen Hongaria untuk
masa jabatan lima tahun dan dapat dipilih kembali. Dan presiden dapat merekomendasikan
Perdana Menteri yang kemudian dipilih oleh Parlemen Hongaria,

Untuk melaksanakan tugas kepala pemerintahan, menjalankan kekuasaan eksekutif.


Perdana Menteri Hongaria berasal dari partai yang memegang mayoritas di parlemen. Oleh
karena itu, partai yang menguasai mayoritas kursi di parlemen berhak membentuk pemerintahan
sesuai dengan ide dan konsep partai yang berkuasa.22

Orszaggyules (Majelis Nasional) merupakan nama Parlemen di Hongaria dan terdiri dari
199 kursi untuk masa jabatan 4 tahun. Majelis Nasional (Országgyűlés), sebuah parlemen satu
kamar dengan 386 anggota, adalah otoritas negara bagian tertinggi untuk mengusulkan dan
menyetujui undang-undang yang diprakarsai oleh Perdana Menteri. Pemilihan parlemen nasional
diadakan setiap empat tahun.23

Jangka waktu untuk memilih presiden setiap lima tahun sekali oleh parlemen dan
umumnya hanya memainkan peran seremonial, tetapi kekuasaannya juga termasuk menunjuk
perdana menteri. Menteri kabinet dipilih oleh perdana menteri dan memiliki hak eksklusif untuk
memberhentikannya. Setiap calon kabinet mengadakan dengar pendapat konsultasi publik di
hadapan satu atau lebih komite parlemen dan harus disetujui secara resmi oleh presiden.

Pada tahun 1989 dipertemuan meja bundar Hongaria menjadi negara demokrasi . Meja
bundar ini bertujuan untuk melepaskan diri dari rezim lama dan membangun tatanan

21
https://id.wikipedia.org/wiki/Egyptian_Presidential_Election. Diakses pada tanggal 28 Mei 2022
22
Angga Nurdin , Faktor Domestik Kebijakan Pemerintah Hungaria Dalam Menangani Pengungsi Dan Migran
Dari Timur Tengah Periode 2015-2019, Jurnal Academia Praja Vol 4 No. 1,2021 hlm 33
23
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Hongaria

13
kelembagaan baru dari pemerintahan yang demokratis. Namun transisi tersebut tidak membuat
Hongaria menjadi negara yang sepenuhnya demokratis. Demokrasi tidak sepenuhnya
dilaksanakan di Hongaria karena pada saat itu Hongaria lemah dalam proses negosiasi untuk
berkompromi dengan kelompok komunis Hongaria (Bozóki, 2000).

Sejak menjadi negara demokrasi, Hongaria mulai menjalin hubungan internasional


dengan negara-negara dalam sistem internasional. Hongaria juga mulai menerapkan sistem
pemilihan multipartai untuk parlemennya pada tahun 1990. Sejak tahun 1990, untuk
memutuskan partai mana yang akan memimpinnya, Hongaria masih menggunakan sistem
pemilihan ini.

Pemilihan umum Parlemen Hongaria pada 2018 menggunakan Sistem Campuran


( Mixed System ) untuk memilih 199 anggota Majelis Nasional. 199 anggota Majelis Nasional
dipilih dengan dua cara: 106 dipilih dalam konstituensi satu anggota, menggunakan sistem "satu
suara-pass", sementara 93 dipilih secara nasional menggunakan sistem perwakilan proporsional.
Ambang batas parlemen ditetapkan pada 5 persen, tetapi akan meningkat menjadi 10 persen
untuk koalisi dua partai dan 15 persen atau lebih untuk koalisi tiga partai. Dan menerapkan
metode d'Hondt untuk mengalokasikan kursi.

 Meksiko
Pemerintah pertama Meksiko adalah sebuah kerajaan atau monarki yang dipimpin oleh
Augustin Iturbid dari 21 Juli 1822 hingga 19 Maret 1823. Sebagaimana dijelaskan, Kaisar Iturbid
digulingkan oleh Majelis Nasional. Setelah kehancuran kekaisaran, sistem pemerintahan
Meksiko adalah sistem presidensial, yang secara resmi didirikan pada 10 Oktober 1824. Presiden
pertama dipimpin oleh Guadalupe Victoria, yang mendukung Partai Liberal. Selain itu, dari
tahun 1824 hingga 1861, Meksiko mengalami 40 kali transisi presiden.

Pada Maret 1861 adalah Benito Juárez adalah presiden pertama Meksiko, yang
kemudian digulingkan karena ekspansi Prancis. Sistem pemerintahan berubah menjadi monarki
dan sistem parlementer, tetapi hanya sebentar karena perang saudara yang dilancarkan oleh kaum
liberal melawan kaum konservatif. Perang ini menyebabkan kekalahan kekaisaran Maximilian I

14
dan memulihkan sistem pemerintahan Meksiko menjadi republik presidensial, yang tetap ada
hingga hari ini.

Menurut Konstitusi Meksiko 1917, Bagian III menjelaskan pemilihan umum. Konstitusi
menyatakan bahwa pemilihan adalah satu-satunya cara yang paling legal dan efektif untuk
membentuk dan memperbarui cabang eksekutif legislatif federal dan negara bagian dan dewan
kota. Semua pemilihan di Meksiko bersifat langsung. Hanya dengan tidak adanya presiden yang
berkuasa (baik dengan pengunduran diri, pemakzulan atau kematian) PBB dapat menetapkan
dirinya sebagai badan pemilihan tertinggi yang memilih presiden sementara dengan mayoritas
mutlak.

Diadakan pemilihan presiden setiap enam tahun, kecuali dalam kasus luar biasa di mana
presiden tidak hadir. Pemilihan legislatif untuk Senat dijadwalkan akan diadakan setiap enam
tahun, diperbarui sepenuhnya dalam pemilihan yang bertepatan dengan pemilihan presiden, dan
Dewan Perwakilan diadakan setiap tiga tahun. Gubernur juga dipilih setiap enam tahun,
sementara legislatif negara bagian diperbarui setiap tiga tahun.

Konsep yang tertanam kuat dalam kehidupan politik Meksiko adalah "no reelection."
Teori ini diterapkan setelah Porfirio Díaz berhasil memonopoli kepresidenan selama lebih dari
25 tahun. Sehingga pada saat ini, dilakukan pembatasan untuk masa jabatan presiden selama
enam tahun.

Meksiko mempunyai pelembgaan dimana cabang eksekutif negara dipimpin oleh seorang
gubernur, yang dipilih langsung oleh mayoritas sederhana untuk masa jabatan enam tahun yang,
seperti presiden, tidak dapat diperbarui. Badan Legislatif Negara adalah unikameral, terdiri dari
Dewan Perwakilan Rakyat, yang mengadakan dua sesi reguler setahun, dengan sesi diperpanjang
dan sesi khusus jika diperlukan. Anggota melayani masa jabatan tiga tahun dan tidak dapat
dipilih kembali segera. Pengadilan Negeri dipimpin oleh Pengadilan Tinggi. Hakim Pengadilan
Tinggi diangkat oleh gubernur dan disetujui oleh badan legislatif negara bagian. Pada gilirannya,
hakim pengadilan tinggi mengangkat semua hakim pengadilan negara bagian yang lebih rendah.

15
Dalam masalah legislatif, hak prerogatif dimiliki oleh presiden untuk secara bebas
mengangkat dan memberhentikan pejabat kabinet, hampir semua pegawai eksekutif. Di bawah
persetujuan Senat tradisional dan rutin, Presiden mengangkat duta besar, konsul jenderal, hakim
agung dan walikota Distrik Federal. Presiden juga menunjuk hakim ke Mahkamah Agung distrik
federal, yang harus disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Penunjukan presiden juga meluas
ke bawah melalui birokrasi federal ke berbagai kantor tingkat menengah di Sekretariat, lembaga
tingkat kabinet lainnya, lembaga semi-otonom, dan perusahaan parastatal (lihat Daftar Istilah).

Presiden dipilih dengan suara pluralitas. Presiden menjabat untuk masa jabatan enam
tahun, tidak diangkat dan dipilih kembali. Ini mencegah presiden dari mengakar dalam
kekuasaan, tetapi juga mengurangi akuntabilitas mereka kepada pemilih tidak lagi. Mengingat
akar ideologis dan simbolis di balik larangan pemilihan kembali presiden.

Meksiko memiliki sistem bikameral, dengan masa jabatan tiga tahun di Dewan
Perwakilan Rakyat dan masa jabatan enam tahun di Senat (berdasarkan masa jabatan presiden).
Kedua ruangan tersebut dipilih melalui sistem hybrid, menggunakan daftar FPTP dan PR (Mixed
Membership Proportion (MMP)).

DPR memiliki 500 anggota, 300 di antaranya dipilih oleh FPTP di daerah pemilihan satu
anggota (SMD) dan 200 di lima daerah pemilihan dengan 40 anggota yang dipilih oleh daftar
PR. 300 kursi FPTP dibagi menjadi negara bagian secara proporsional dengan populasi tanpa
batas. Beberapa negara bagian mungkin memiliki kurang dari dua kursi.24

Berdasakan konstitusi Negara bagian Meksiko dibagi menjadi tiga puluh satu negara
bagian, termasuk ibu kota negara bagian atau Mexico City, Aguascalientes, Baja California,
Campeche, Coahuila, Colima, Chiapas, Chihuahua, Durango, Guanajuato, Guerrero, Hidalgo,
Jalisco, Mexico, Michoacán, Morelos , Nayarit, Nuevo Leon, Oaxaca, Puebla, Queretaro, San
Luis Potosi, Sinaloa, Sonora, Tabasco, Tamaulipas, Tlaxcala, Veracruz, Yucca Tanzania,
Zacatecas, Distrik Federal, Baja California Sur dan Quintana Lutheran.25

24
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia (DKPP RI), Penyelenggara Pemilu di Dunia,
(Jakarta: CV. Net Communication, 2015), hlm. 122.
25
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Mexico

16
D. Perbandingan Sistem Pemilu di Indonesia dengan Sistem Pemilu di Negara Lain

Negara Sistem Pemerintahan Sistem Pemilu


Indonesia Presidensial Sistem Proporsional
Argentina Presidensial Sistem Proporsional ( List proporsional
representation) atau daftar PR
Afrika Selatan Semi presidensial Sistem Proporsional ( List proporsional
representation) atau daftar PR
Mesir Semi presidensial Sistem Pluralitas/Mayoritas ( two round
system ( TRS ) )
Hongaria Parlementer Sistem Campuran ( Mixed System )
Dengan menggunakan Fisrt Past the
Post (FPTP) dan Proportional
representation
Meksiko Presidensial Sistem campuran
Mixed member proportional ( MMP ).
Fisrt Past the Post (FPTP) dan daftar
PR

Berdasarkan tabel di atas,bila dijabarkan secara teknis sebagai berikut:

1. Sistem Pemilu di Indonesia dengan Sistem Pemilu di Argentina.

Sistem pemilihan umum yang digunakan di Indonesia ialah sistem Proporsional.


Sama dengan Sistem pemilihan umum yang digunakan di Argentina yaitu Sistem
Proporsional dengan model List proporsional representation atau daftar PR dimana
dalam sistem ini, partai-partai peserta pemilu menunjukkan daftar calon yang diajukan..

2. Sistem Pemilu di Indonesia dengan Sistem Pemilu di Afrika Selatan

Sistem pemilu di Indonesia menggunakan sistem Proporsional, sama dengan


sistem pemilu yang digunakan di Afrika Selatan yakni sistem Proporsional dengan model
17
List proporsional representation atau daftar PR dimana dalam sistem ini, partai-partai
peserta pemilu menunjukkan daftar calon yang diajukan..

3. Sistem Pemilu di Indonesia dengan Sistem Pemilu di Mesir

Sistem pemilu di Indonesia menggunakan sistem Proporsional, sangat berbeda


dengan sistem pemilu yang digunakan di Mesir yakni sistem Sistem Pluralitas/Mayoritas
( two round system ( TRS ) ).

4. Sistem Pemilu di Indonesia dengan Sistem Pemilu di Hongaria

Sistem pemilu di Indonesia menggunakan sistem Proporsional, berbeda dengan


sistem pemilihan umum di Hongaria yang menggunakan sistem campuran Mixed Member
Proportional System yang merupakan kombinasi antara first-past the post system(FPTP)
dengan sistem perwakilan proporsional (proportional representation).

5. Sistem Pemilu di Indonesia dengan Sistem Pemilu di mexico

Sistem Pemilu di Indonesia menggunakan sistem Proporsional., berbeda dengan


sistem pemilihan umum di Meksiko yang menggunakan sistem campuran Mixed
Member Proportional System yang merupakan kombinasi antara first-past the post
system(FPTP) dengan sistem perwakilan proporsional (proportional representation).

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem pemilu merupakan seperangkat variabel yang mengatur kontestasi perebutan
kekuasaan. Beragam Sistem pemilihan umum , antara lain : Pertama, Sistem Pluralitas /
Mayoritas (Sistem Distrik) dengan variasinya yaitu First past the post ( FPTP ), Two round
system ( TRS ), The alternative vote ( AV ), Sistem block vote ( BV ), dan Sistem Party block
vote ( PBV ).; Kedua, Sistem Proporsional dengan variasinya yaitu List proporsional
representation ( List PR ) dan, Single tranferable vote ( STV ) ; Ketiga Sistem Campuran ( Mixed
System ) dengan variasinya yaitu Sistem mixed member proportional ( MMP ) dan, Sistem
Paralel ( paralel system ) ; Keempat Sistem-sistem laiinya antara lain; Single nontransferable
system ( SNTV ), Limited Vote ( LV ) dan, Borda Count ( BD ).
Berdasarkan penjelasan mengenai perbandingan sistem pemilu di indonesia dengan sistem
pemilu di beberapa negara, maka dapat disimpulkan bahwasanya sistem pemilu di Indonesia
dengan sistem pemilu di beberapa negara dalam hal ini ada yang sistemnya sama ada juga yang
berbeda . Sistem pemilihan umum yang digunakan di Indonesia ialah sistem proporsional. Sama
dengan sistem pemilihan umum yang digunakan di Argentina maupun di Afrika selatan. Adapun
sistem pemilu Indonesia dengan Mesir, Hongaria dan Meksiko berbeda, Indonesia menggunakan
sistem proporsional sedangkan Mesir dengan sistem pluralitas/mayoritasnya ( two round
system(TRS ) ), Hongaria dan Meksiko dengan sistem Sistem Campurannya ( Mixed System )
First Past the Post (FPTP) dan Proportional representation.
Dari perbandingan ini kemudian kami menganalisa bahwasanya memang sistem
pemerintahan suatu negara mungkin menjadi salah satu hal yang mempengaruhi sistem pemilu
misalnya saja Indonesia dengan Argenrtina yang keduanya menganut sistem pemerintahan yang
sama dan sistem pemilu yang sama namun, jika kita bandingkan dengan Meksiko yang
menggunakan sistem pemerintahan yang sama yakni presidensial nyatanya sistem pemilu yang
digunakan berbeda, ini menandakan bahwasanya sama atau tidaknya suatu sistem pemerintahan
suatu negara tidak menjadi hal yang mutlak dipilihnya sistem pemilu, menurut kami yang

19
mempengaruhi sama atau tidaknya sistem pemilu suatu negara adalah dari sisi historis,
sosiologis, dan politis

B. Saran
Inilah tulisan kelompok kami, dan walaupun tulisan ini jauh dari kata sempurna,
setidaknya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Masih banyak kesalahan dalam penulisan
kelompok kami karena kami manusia adalah tempat kesalahan dan dosa: dalam hadits “al insanu
minal khotto wannisa” kami juga membutuhkan saran/kritik agar dapat menjadi pendorong untuk
menjadi lebih baik di masa yang akan datang.

20
DAFTAR PUSTAKA

Wasis Susetyo, (2015). Laporan Akhir Pengkajian Nakum Tentang Tinjauan Terhadap Efisiensi
Pelaksanaan Pemilu Di Indonesia , Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum
Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia RI, ,

Seta Basri, Pemilihan Umum dan Sistem-Sistem Pemilu, http://setabasri.blogspot.com/2009/02/


pemilihan umum.html ; Diakses 27 Mei 2022.

Agus Riwanto, (2016). Hukum Partai Politik dan Hukum Pemilu di Indonesia.Yogyakarta:
Thafamedia.

Ibnu Tricahyo, (2009). Reformasi Pemilu Menuju Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal.
Malang: In Trans Publishing.

Rumidan Rabi’ah, (2009). Lebih Dekat Dengan Pemilu di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo.

Miriam Budiarjo, (2009). Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

UUD NRI 1945.

Marwan Mas, (2019). Hukum Konstitusi dan Kelembagaan Negara. Depok: Rajawali Pers..

Mega Putri Rahayu, dkk. (2017). Sistem Proporsional dalam Pemilihan Umum Legislatif di
Indonesia, Diponegoro. Law Journal..

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012.

Moh. Kusnadi dan Harmaily Ibrahim, (1988). Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia.
Jakarta: Sinar Bakti Fakultas Hukum UI.

https://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_di_Indonesia. Diakses pada tanggal 27Mei


2022

Radis Bastian, (2015). Buku Pintar Terlengkap Sistem-Sistem Pemerintahan Sedunia.


Yogyakarta: IRCiSoD.

21
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia (DKPP RI), (2015).
Penyelenggara Pemilu di Dunia. Jakarta: CV. Net Communication.

Agustinus, (2019). Perbandingan Coattail Effect Sistem Pemilihan Umum Serentak di Indonesia
dan Argentina.

Desain sistem pemilu: Buku Panduan Baru Internasional IDEA , (2016). Stockholm: Pressens
bild.

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Afrika_Selatan

DKPP RI, (2015). Praktik Pemilu di Negara Penganut Sistem Pemerintahan Presidensial,
Semi-presidensial, dan Parlementer. Jakarta: Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.

Redaksi Ensiklopedia Indonesia, (1990). Ensiklopedia Indonesia Seri Geografi. Jakarta: PT.
Intermasa.

Middle East and North Africa International Foundation For Election System, Egypt’s

2014 Presidential Election Law.

IFES, (2014). Egypt’s Presiden Election Law, Briefng Paper,.

https://id.wikipedia.org/wiki/Egyptian_Presidential_Election. Diakses pada tanggal 28 Mei


2022

Angga Nurdin , (2021). Faktor Domestik Kebijakan Pemerintah Hungaria Dalam Menangani
Pengungsi Dan Migran Dari Timur Tengah Periode 2015-2019, Jurnal Academia Praja.

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Hongaria

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_Parlemen_Hongaria_2018.

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Mexico

22

Anda mungkin juga menyukai