ِ َو َم ْن يُبَدِّلْ نِ ْع َمةَ هَّللا ِ ِم ْن بَ ْع ِد َما َجا َء ْتهُ فَإ ِ َّن هَّللا َ َش ِدي ُد ْال ِعقَا َۗسلْ بَنِي إِ ْس َرائِي َل َك ْم آتَ ْينَاهُ ْم ِم ْن آيَ ٍة بَيِّنَ ٍة
]٢:٢١١[ ب
ُوس ٰى َوآ ُل هَ ارُونَ تَحْ ِملُ ه ُ َوقَ ا َل لَهُ ْم نَبِيُّهُ ْم إِ َّن آيَ ةَ ُم ْل ِك ِه أَ ْن يَ أْتِيَ ُك ُم التَّاب
َ ُوت فِي ِه َس ِكينَةٌ ِم ْن َربِّ ُك ْم َوبَقِيَّةٌ ِم َّما تَ َر
َ ك آ ُل ُم
]٢:٢٤٨[ َك آَل يَةً لَ ُك ْم إِ ْن ُك ْنتُ ْم ُم ْؤ ِمنِين َ ِ إِ َّن فِي ٰ َذل ُْۚال َماَل ئِ َكة
Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya tanda ia akan menjadi
raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan
sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa malaikat.
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman.
Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minimuman yang memabukkan dan rezeki
yang baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran
Allah) bagi orang yang memikirkan. (QS. An-Nahl: 67)
d. Al-Amr al-‘ajib (suatu hal yang mengagumkan), seperti dalam firman Allah SWT:
ِ َو َج َع ْلنَا ا ْبنَ َمرْ يَ َم َوأُ َّمهُ آيَةً َوآ َو ْينَاهُ َما إِلَ ٰى َر ْب َو ٍة َذا
ٍ ت قَ َر
]٢٣:٥٠[ ار َو َم ِعي ٍن
Dan telah Kami jadikan (Isa) putera Maryam beserta ibunya suatu bukti yang nyata bagi
(kekuasaan Kami), dan Kami melindungi mereka di suatu tanah tinggi yang datar yang banyak
terdapat padang-padang rumput dan sumber-sumber air bersih yang mengalir.
e. Al-Burhan wa ad-Dalil ( bukti dan dalil), seperti daam firman Allah SWT:
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan
berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.
Setidaknya ada empat pendapat yang berkembang tentang ini.Pendapat pertama, yang
dipandang oleh Manna’ al-Qaththan sebagai pendapat yang terkuat, mengatakan bahwa ayat al-
Qur’an yang pertama kalinya diturunkan adalah ayat 1 sampai 5 surat al-‘Alaq, yang turun di
Gua Hira. Pendapat ini didukung oleh hadis Aisyah yang diriwayatkan oleh dua syaikh ahli hadis
—Bukhari dan Muslim—serta ahli hadis lainnya. Pendapat kedua, ayat yang pertama kali turun
adalah ayat-ayat surat al-Mudatsir.
Pendapat ini juga berdasarkan hadis, yakni hadis dari Abu Salamah bin Abdurrahman
dari Jabir ketika ia ditanya tentang ayat yang pertama diturunkan. Ia menjawab al-Mudatsir.
Hadis ini juga diriwayatkan oleh dua syaikh ahli hadis. Pendapat ketiga menyatakan ayat yang
pertama kali turun adalah surat al-Fatihah. Sedangkan pendapat keempat menyatakan basmalah
sebagai ayat yang pertama sekali turun, dengan alasan karena basmalah turun mendahului setiap
surah.Pendapat pertama tampaknya memang lebih kuat sebab boleh jadi Jabir tidak mendengar
kisah permulaan turunnya wahyu sehingga ia menyangka bahwa surat al-Mudatstsir adalah ayat
al-Qur’an yang pertama turun. Sebab surat al-Mudatstsir adalah surat yang turun setelah ayat 1-5
surat al-‘Alaq setelah wahyu terhenti beberapa lama. Di samping itu, hadis Jabir sendiri juga
mengindikasikan bahwa al-Mudatstsir turun setelah peristiwa yang terjadi di Gua Hira. Nabi
melihat malaikat yang pernah datang kepadanya di langit. Karena ketakutan ia segera pulang dan
meminta Khadijah untuk menyelimutinya dan kemudian turunlah ayat: “Wahai orang berselimut;
bangkitlah, lalu berilah peringatan”. Sedangkan dalam menetapkan ayat yang terakhir turun para
ulama juga tidak sepakat. Dari beberapa pendapat yang banyak berkembang dapat dicatat bahwa
ayat yang terakhir turun adalah: surat al-Baqarah ayat 278, 281, 282; Ali Imran ayat 190; al-
Nisa’ ayat 93, 176; al-Maidah ayat 3; al-Tawbah ayat 128 dan surat al-Nashr.Menarik untuk
diamati bahwa komentar-komentar sekitar ayat yang terakhir turun disandarkan kepada hadis-
hadis sahabat (hadis mawquf). Mungkin sekali ini adalah apa yang mereka dengar dari Rasul,
tetapi juga mungkin ijtihad mereka sendiri.
Tak berbeda dengan pembahasan surat yang pertama turun, yang terakhir turun pun
banyak khilafiyyah. Ada beberapa pendapat, yaitu :
1. Al-Maidah ayat 3
2. Al-Baqarah ayat 281
3. Al-Baqarah 282
4. Ali Imron 195
5. An-Nisa 93
6. An-Nisa 176
7. Akhir surah At-Taubah 128-129
8. Al-Kahfi 110
9. dan masih ada beberapa pendapat lagi, namun dipandang lemah
Dan dari beberapa pendapat diatas, yang paling masyhur adalah Al-Maidah ayat 3, yang
turun 9 Dzulhijjah, saat nabi melaksanakan haji wada’. Namun dilihat dari waktu turunnya, Al-
Baqarah ayat 281 lebih akhir dari pada Al-Maidah ayat 3, karena ayat ini turun 9 hari sebelum
Nabi SAW wafat.
Dalam Alquran, pembagian ayat dibagi menjadi dua: muhkam dan mutasyabih. Menurut
Allamah Thabathabai muhkamat adalah ayat-ayat yang maknanya jelas dan tidak akan keliru
dengan makna selainnya. Ayat-ayat muhkamat ini harus diyakini dan diamalkan. Mutasyabihat
adalah ayat-ayat yang memiliki makna samar dan bermakna lain dari apa yang yang nampak
secara lahir. Tiada yang mengetahui makna hakiki dari ayat-ayat mutsayabih ini selain Allah swt.
Ulama Syiah berpendapat bahwa Nabi Muhammad saw dan para Imam juga mengetahui takwil
ayat-ayat mutasyabih.
Kebanyakan ayat-ayat mutasyabih adalah ayat-ayat yang berkaitan dengan sifat-sifat dan
perbuatan (af'āl) Tuhan. Dengan menyandarkan kepada ayat-ayat muhkamat, maka ayat-ayat
mutasyabih ini akan memiliki makna-makna yang kuat dan jelas. Dari sisi jumlah, ayat-ayat
mutasyabih tidak lebih dari 200 ayat.
Para pakar Ulumul Quran mengklasifikasikan ayat dalam pembagian yang beragam
seperti: ayat ahkam, ayat istidraj, ayat nasikh dan ayat mansukh.
a. Ayat Makiyah
Seperti yang telah kita ketahui sebelumnya bahwa ayat makkiyah merupakan ayat-ayat
Al-Qur’an yang diturunkan oleh Allah SWT di kota Mekkah, yaitu sebelum Rosulullah
Sholallahu Alaihi Wassalam berhijrah ke Madinah. Beberapa ayat tersebut di antaranya adalah
Al- fatihah, Al- A’raf, Yunus, Al- An’am, Ar- Rad, Yusuf, An- Nahl, Al- Isro, Al- Hajj, dan
masih banyak lagi ayat-ayat al-Qur’an lainnya. Berikut ini adalah beberapa ciri-ciri yang
menandakan Al- Makiyyah, seperti :
Ada beberapa hal yang terkait dengan kata-kata atau kalimat yang menjadi ciri dari ayat-
ayat Al-Qur’an yang diturunkan di Mekkah (Al- Makkiyyah), di antaranya :
Selain beberapa ciri di atas, kita juga bisa mengetahui ayat-ayat Al- Makiyyah dengan
melihat dan memperhatikan dari isi yang terkandung di dalam surat atau ayat-ayat tersebut,
seperti :
b. Ayat Madaniyyah
Ini merupakan wahyu dari Allah SWT kepada umatnya dalam bentuk ayat atau surat-surat
yang diturunkan oleh Allah SWT tepatnya ketika Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam telah
berhijrah ke Madinah. Beberapa surat-surat dalam Al-Qur’an yang tergolong sebagai Al-
Madaniyyah di antaranya adalah QS. Al- Baqarah, QS. An-Nisa’, QS. Ali Imron, QS. Al-
Maidah, QS. At- Taubah, QS. Al- Hujurat, dan beberapa surat lainnya. Adapun ciri-ciri dari ayat
atau surat yang tergolong Al- Madaniyyah di antaranya adalah :
Ayat atau surat-surat yang tergolong Al- Madaniyyah mempergunakan kata-kata atau
kalimat yang bermakna mendalam, kuat, dan juga kokoh.
Mempergunakan kalimat-kalimat ushul serta ungkapan syariah.
Terkandung seruan “Ya ayyuhalladzina aamanuu”
Ayatnya panjang-panjang dan menggunakan gaya bahasa yang dapat menjelaskan
tujuan dari ayat tersebut serta dapat memantapkan syariat,
Penting bagi kita sebagai umat muslim untuk mengetahui perbedaan antara ayat-ayat Al-
Qur’an yang diturunkan di Mekkah dan ayat-ayat yang diturunkan oleh Allah SWT di Madinah.
Mengapa demikian? Ada beberapa alasan, di antaranya :
1. Agar kita dapar lebih memahami ayat-ayat Al-qur’an dan dapat mentafsirkannya dengan
tafsiran yang benar, meskipun pada dasarnya yang menjadi pegangan adalah pengertian
umum dari lafadz tersebut.
2. Membantu kita untuk bisa lebih meresapi gaya bahasa dalam Al-Qur’an serta dapat
mempergunakannya di dalam berbagai metode berdakwah untuk menuju jalan yang
diridhoi Allah SWT.
3. Membantu kita untuk mengetahui mana saja ayat Al-Qur’an yang turun lebih dulu dan
yang turun selanjutnya.
4. Dapat membantu kita untuk mengetahui dan lebih memahami tentang sejarah
pensyariatan hukum-hukum islam
5. Dapat meningkatkan keyakinan kita kepada Allah SWT, khususnya terhadap kesucian,
kemurnian, serta keaslian Al-Qur’an.
F. KOHERENSI AYAT-AYAT
Koherensi (kesesuaian) antara ayat-ayat dalam satu surah atau mempunyai satu kesamaan
konteks yang menjadi kesepakatan ahli tafsir atau korelasi antara beberapa ayat dalam satu surah
yang mempunyai tujuan atau tujuan yang beraneka -macam dan setelah mencapai tujuan itu,
maka surah itu akan berakhir. Panjang atau pendeknya surat kembali kepada sebab ini.
Sekelompok ulama yang berkeyakinan bahwa urutan surat secara tauqifi, menandaskan
pentingnya membahas munasabah ini. Allamah Thabarsi (lahir 548/1153) adalah ahli tafsir yang
paling menaruh perhatian terhadap koherensi (munasabah) ayat-ayat dan surah-surah. Ia
menjelaskan munasabah dalam setiap permulaan surah dan kaitan atau hubungannya dengan
surah sebelumnya. Ia ketika menafsirkan setiap ayat dengan nama "al-nazhm" menjelaskan
keterkaitan maknawi ayat yang sedang dibahas dengan ayat sebelum dan setelahnya. Mufasir-
mufasir yang juga menaruh perhatian dalam hal munasabah adalah Zamakhsyari dalam Al-
Kasyaf, Fahr Razi dalam Tafsir Al-Kabir, Alusi dalam Ruh al-Ma'ani, Muhammad Rasyid Ridha
dalam Tafsir al-Manar, Syaikh Mahmud Syaltut dalam Tafsir Alquran al-karim.
Sebagian mufassir yang lain, walaupun meyakini adanya koherensi antara ayat, namun
mereka berkata, "Alquran bukan merupakan kitab ilmu eksak dan pelajaran sehingga mempunyai
bagian-bagian dan keteraturan yang khusus dalam penulisannya. Namun koherensi ini harus
berdasarkan hubungan antara bagian awal dan akhir surah yang harus berkaitan. Oleh itu, tidak
seharusnya memberi penyandaran-penyandaran yang keliru terhadap Alquran. [34]
Menurut Allamah Thabathabai, boleh jadi beberapa ayat dalam bentuk kalimat sisipan
yang merupakan penjelas bagi ayat-ayat lain, di antara dua ayat juga memiliki konteks yang
sama. Oleh itu tidak perlu untuk bersusah payah mencari korelasi dan hubungan antara ayat yang
satu dengan yang lainnya dan tidak ada dalil untuk mencari korelasi antara, kecuali pada surah-
surah yang turun pada satu tempat atau ayat-ayat yang memiliki koherensi jelas dan terang. [35]