Anda di halaman 1dari 8

KELOMPOK 12

 Rizky Ramadhana (19.2600.045)


 Muhammad Eldyas (19.2600.058)

BAB 6: AYAT-AYAT AL-QUR’AN


A. PENGERTIAN AYAT
kata ayat (‫ )االي ات‬merupakan bentuk jamak dari kata (‫)االية‬. Kata ayat adalah bentuk
tunggal dengan pengertian: 1) alamat atau tanda; 2) beberapa kalimat yang merupakan kesatuan
maksud sebagai bagian dari surah di kitab suci al-Qur’an; 3) beberapa kalimat yang merupakan
kesatuan maksud sebagai bagian pasal dalam undang-undang; 4) bukti; kenyataan yang benar.
Sedangkan kata (‫ )االية‬itu sendiri memiliki beberapa arti, yaitu sebagai berikut:
a. al-Mu’jizah, seperti dalam firman Allah SWT;

ِ ‫ َو َم ْن يُبَدِّلْ نِ ْع َمةَ هَّللا ِ ِم ْن بَ ْع ِد َما َجا َء ْتهُ فَإ ِ َّن هَّللا َ َش ِدي ُد ْال ِعقَا‬ ۗ‫َسلْ بَنِي إِ ْس َرائِي َل َك ْم آتَ ْينَاهُ ْم ِم ْن آيَ ٍة بَيِّنَ ٍة‬
]٢:٢١١[ ‫ب‬

Tanyakanlah kepada Bani Israil: "Berapa banyaknya tanda-tanda (kebenaran) yang


nyata, yang telah Kami berikan kepada mereka". Dan barangsiapa yang menukar nikmat Allah
setelah datang nikmat itu kepadanya, maka sesungguhnya Allah sangat keras siksa-Nya. (QS.
Al-Baqarah:211)

b. al-Alamah (tanda), seperti dalam firman Allah SWT:

ُ‫وس ٰى َوآ ُل هَ ارُونَ تَحْ ِملُ ه‬ ُ ‫َوقَ ا َل لَهُ ْم نَبِيُّهُ ْم إِ َّن آيَ ةَ ُم ْل ِك ِه أَ ْن يَ أْتِيَ ُك ُم التَّاب‬
َ ‫ُوت فِي ِه َس ِكينَةٌ ِم ْن َربِّ ُك ْم َوبَقِيَّةٌ ِم َّما تَ َر‬
َ ‫ك آ ُل ُم‬
]٢:٢٤٨[ َ‫ك آَل يَةً لَ ُك ْم إِ ْن ُك ْنتُ ْم ُم ْؤ ِمنِين‬ َ ِ‫ إِ َّن فِي ٰ َذل‬ ُۚ‫ْال َماَل ئِ َكة‬

Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya tanda ia akan menjadi
raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan
sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa malaikat.
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman.

c. Al-‘Ibrah (pelajaran), seperti dalam firman Allah SWT:

َ ِ‫ إِ َّن فِي ٰ َذل‬ ۗ‫ب تَتَّ ِخ ُذونَ ِم ْنهُ َس َكرًا َو ِر ْزقًا َح َسنًا‬


]١٦:٦٧[ َ‫ك آَل يَةً لِقَوْ ٍم يَ ْعقِلُون‬ ِ ‫ت النَّ ِخي ِل َواأْل َ ْعنَا‬
ِ ‫َو ِم ْن ثَ َم َرا‬

Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minimuman yang memabukkan dan rezeki
yang baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran
Allah) bagi orang yang memikirkan. (QS. An-Nahl: 67)

d. Al-Amr al-‘ajib (suatu hal yang mengagumkan), seperti dalam firman Allah SWT:

ِ ‫َو َج َع ْلنَا ا ْبنَ َمرْ يَ َم َوأُ َّمهُ آيَةً َوآ َو ْينَاهُ َما إِلَ ٰى َر ْب َو ٍة َذا‬
ٍ ‫ت قَ َر‬
]٢٣:٥٠[ ‫ار َو َم ِعي ٍن‬
Dan telah Kami jadikan (Isa) putera Maryam beserta ibunya suatu bukti yang nyata bagi
(kekuasaan Kami), dan Kami melindungi mereka di suatu tanah tinggi yang datar yang banyak
terdapat padang-padang rumput dan sumber-sumber air bersih yang mengalir.

e. Al-Burhan wa ad-Dalil ( bukti dan dalil), seperti daam firman Allah SWT:

ٍ ‫ إِ َّن فِي ٰ َذلِكَ آَل يَا‬ ۚ‫اختِاَل فُ أَ ْل ِسنَتِ ُك ْم َوأَ ْل َوانِ ُك ْم‬


]٣٠:٢٢[ َ‫ت لِ ْل َعالِ ِمين‬ ِ ْ‫ت َواأْل َر‬
ْ ‫ض َو‬ ْ ‫َو ِم ْن آيَاتِ ِه‬
ُ ‫خَل‬
ِ ‫ق ال َّس َما َوا‬

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan
berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.

f. Al-Jama’ah (kelompok), seperti dalam ucapan orang Arab:


‫خرج القوم با بتهم‬
“kaum itu keluar dengan kelompok mereka”
Secara terminologis, ayat adalah suatu kelompok kata yang mempunyai awal dan akhir
yang masuk dalam suatu surat al-Qur’an.
Munasabah atau relevansi antara pengertian ayat secara terminologis dengan pengertian
etimologisnya sangat jelas, sebab ayat al-Qur’an adalahmu’jizat meski dengan
menggabungkannya dengan yang lain. Ayat al-Qur’an juga merupakan tanda kebenaran yang
diturunkan kepada nabi Muhammad SAW. Ayat al-Qur’an juga termasuk sesuatu yang
mengagumkan karena ketinggian kedudukan dan mu’jizatnya, juga ada pengertian jamaah,
karena ayat terdiri dari sejumlah huruf dan kalimat. Serta dalam ayat al-Qur’an ada pengertian
Burhan dan dalil karena ayat al-Qur’an mengandung petunjuk dan ilmu , juga mengandung
kekuasaan, ilmu dan kebijaksanaan Allah SWT., serta mengandung kebenaran risalah yang
dibawa oleh Rasulullah SAW.
B. JUMLAH AYAT AL-QUR’AN
Jumlah keseluruhan ayat-ayat al-Qur’an, para ulama sepakat pada angka 6200. Namun,
masih banyak perbedaan dalam angka puluhan dan ratusan, yaitu sebagai berikut:
a. Menurut hitungan ulama Madinah yang pertama jumlahnya 6217 ayat.
b. Menurut hitungan ulama Madinah yang kedua jumlahnya 6214 ayat dan ada juga
yang menyatakan 6210 ayat
c. Menurut hitungan ulama Makkah jumlahnya 6219 ayat, ada pula yang berpendapat
jumlahnya 6220 ayat dan ada pula yang berpendapat 6205.
d. Menurut uama Syam jumlahnya 6226.
Al-Qur’an dan terjemahannya yang diterbitkan oleh Kementrian Agama, dicetak di
Madinah, pada bagian penjelasan tentang mushaf itu, disebutkan bahwa jumlah ayat Mushaf ini
mengikuti metode ulama Kufafh dari Abi ‘Abdirrahman ‘Abdillah ibn Habib as-Sulami dari ‘Ali
ibn Thalib, bahwasannya jumlah ayatnya 6236.
Sebab adanya perbedaan jumlah ayat dalam al-Qur’an adalah bahwa Nabi SAW
membaca waqaf ujung-ujung ayat untuk memberikan pengertian kepada para sahabat, bbahwa
ini adalah ujung ayat, setelah mereka tahu bahwa itu ujung ayat. Kemudian nabi
menyambungnya kembali dengan ayat sesudahnya untuk menyempurnakan maknanya, maka
sebagian mengira bahwa nabi berhenti tadi bukanlah ujung ayat, sehingga tidak dihitung sebagai
satu ayat sendiri. Sementara yang lain menghitungnya sebagai satu ayat sehingga tidak
menyambungnya lagi dengan ayat sesudahnya.
Namun, perbedaan menghitung jumlah ayat ini sama sekali tidak berpengaruh sedikitpun
terhadap eksistensi keseluruhan ayat-ayat al-Qur’an karena secara de facto tidak ada yang
bertambah atau berkurang, jumlah ayat-ayat al-Qur’an tetap sama. Yang berbeda hanyalah
hitungannya saja, bukan keberadaanya.
C. URUTAN AYAT AYAT AL-QUR’AN
Ijma ulama menetapkan bahwa urutan ayat sebagaimana yang kita ketahui sekarang di
dalam mushaf-mushaf adalah berdasarkan “tauqif” nabi SAW dari Allah SWT. Ra’yu dan ijtihad
tidak memiliki kesempatan di dalamnya. Malaikat Jibril membawa ayat-ayat itu kepada
Rasulullah dan memberikan bimbingan letak ayat itu dalam suratnya. Kemudian nabi
membacakannya kepada para sahabatdan memerintahkan kepada para penulis wahyu untuk
menuliskannya dengan menjelaskan surat yang menjadi induk ayat itu, sekaligus tempatnya.
Nabi membacakan membacakannya kepada mereka berkali-kali, baik dalam sholat, pemberian
nasihat, maupun sewaktu memberikan keputusan. Semuanya menurut urutan sebagaimana yang
kita kenal sekarang. Demikian pula setiap orang yang hafal al-Qur’an atau hafal sebagiannya
mesti menggunakan urutan seperti yang kita kenal sekarang. Urutan itu telah tersebar luas, dikaji
diantara mereka, dibaca dalam shalat mereka, sebagian dari sebagian yang lain, dan didengar
oleh sebagian dari sebagian yang lain dengan urutan seperti yang kita kenal sekarang. Tak
seorang sahabat, bahkan khalifah sekali pun memiliki andil dalam pengurutan ayat-ayat
alQur’an. Bahkan penghimpunan yang terjadi pada masa Abu Bakar tidak lebih dari pemindahan
alQur’an dari pelepah-pelepahh kurma, lempengan-lempengan batu dan tulang –belulang ke
dalam shahifah-shahifah. Serta penghimpunan al-Qur’an pada masa utsman juga tidak lebih dari
sekedar penyalinan al-Qur’an dari shahifah-shahifah ke dalam mushaf-mushaf.

D. AYAT PERTAMA DAN TERAKHIR YANG DIWAHYUKAN

Setidaknya ada empat pendapat yang berkembang tentang ini.Pendapat pertama, yang
dipandang oleh Manna’ al-Qaththan sebagai pendapat yang terkuat, mengatakan bahwa ayat al-
Qur’an yang pertama kalinya diturunkan adalah ayat 1 sampai 5 surat al-‘Alaq, yang turun di
Gua Hira. Pendapat ini didukung oleh hadis Aisyah yang diriwayatkan oleh dua syaikh ahli hadis
—Bukhari dan Muslim—serta ahli hadis lainnya. Pendapat kedua, ayat yang pertama kali turun
adalah ayat-ayat surat al-Mudatsir.
Pendapat ini juga berdasarkan hadis, yakni hadis dari Abu Salamah bin Abdurrahman
dari Jabir ketika ia ditanya tentang ayat yang pertama diturunkan. Ia menjawab al-Mudatsir.
Hadis ini juga diriwayatkan oleh dua syaikh ahli hadis. Pendapat ketiga menyatakan ayat yang
pertama kali turun adalah surat al-Fatihah. Sedangkan pendapat keempat menyatakan basmalah
sebagai ayat yang pertama sekali turun, dengan alasan karena basmalah turun mendahului setiap
surah.Pendapat pertama tampaknya memang lebih kuat sebab boleh jadi Jabir tidak mendengar
kisah permulaan turunnya wahyu sehingga ia menyangka bahwa surat al-Mudatstsir adalah ayat
al-Qur’an yang pertama turun. Sebab surat al-Mudatstsir adalah surat yang turun setelah ayat 1-5
surat al-‘Alaq setelah wahyu terhenti beberapa lama. Di samping itu, hadis Jabir sendiri juga
mengindikasikan bahwa al-Mudatstsir turun setelah peristiwa yang terjadi di Gua Hira. Nabi
melihat malaikat yang pernah datang kepadanya di langit. Karena ketakutan ia segera pulang dan
meminta Khadijah untuk menyelimutinya dan kemudian turunlah ayat: “Wahai orang berselimut;
bangkitlah, lalu berilah peringatan”. Sedangkan dalam menetapkan ayat yang terakhir turun para
ulama juga tidak sepakat. Dari beberapa pendapat yang banyak berkembang dapat dicatat bahwa
ayat yang terakhir turun adalah: surat al-Baqarah ayat 278, 281, 282; Ali Imran ayat 190; al-
Nisa’ ayat 93, 176; al-Maidah ayat 3; al-Tawbah ayat 128 dan surat al-Nashr.Menarik untuk
diamati bahwa komentar-komentar sekitar ayat yang terakhir turun disandarkan kepada hadis-
hadis sahabat (hadis mawquf). Mungkin sekali ini adalah apa yang mereka dengar dari Rasul,
tetapi juga mungkin ijtihad mereka sendiri.
Tak berbeda dengan pembahasan surat yang pertama turun, yang terakhir turun pun
banyak khilafiyyah. Ada beberapa pendapat, yaitu :
1. Al-Maidah ayat 3
2. Al-Baqarah ayat 281
3. Al-Baqarah 282
4. Ali Imron 195
5. An-Nisa 93
6. An-Nisa 176
7. Akhir surah At-Taubah 128-129
8. Al-Kahfi 110
9. dan masih ada beberapa pendapat lagi, namun dipandang lemah

Dan dari beberapa pendapat diatas, yang paling masyhur adalah Al-Maidah ayat 3, yang
turun 9 Dzulhijjah, saat nabi melaksanakan haji wada’. Namun dilihat dari waktu turunnya, Al-
Baqarah ayat 281 lebih akhir dari pada Al-Maidah ayat 3, karena ayat ini turun 9 hari sebelum
Nabi SAW wafat.

E. KLASIFIKASI AYAT-AYAT AL-QUR’AN

Dalam Alquran, pembagian ayat dibagi menjadi dua: muhkam dan mutasyabih. Menurut
Allamah Thabathabai muhkamat adalah ayat-ayat yang maknanya jelas dan tidak akan keliru
dengan makna selainnya. Ayat-ayat muhkamat ini harus diyakini dan diamalkan. Mutasyabihat
adalah ayat-ayat yang memiliki makna samar dan bermakna lain dari apa yang yang nampak
secara lahir. Tiada yang mengetahui makna hakiki dari ayat-ayat mutsayabih ini selain Allah swt.
Ulama Syiah berpendapat bahwa Nabi Muhammad saw dan para Imam juga mengetahui takwil
ayat-ayat mutasyabih.

Allamah Thabathabai menambahkan bahwa ayat mutasyabih harus dikembalikan kepada


ayat-ayat muhkamat. Dari riwayat-riwayat yang ada mengenai hal ini, ayat-ayat mutasyabih
tidak dapat menyampaikan maksud ayatnya sendiri secara bebas dan harus dikembalikan ke ayat-
ayat muhkamat supaya memperoleh makna dan arti yang terang. Oleh itu, dalam Alquran, tidak
ada satu ayat pun yang tidak dapat diperoleh makna-makna hakikinya.

Kebanyakan ayat-ayat mutasyabih adalah ayat-ayat yang berkaitan dengan sifat-sifat dan
perbuatan (af'āl) Tuhan. Dengan menyandarkan kepada ayat-ayat muhkamat, maka ayat-ayat
mutasyabih ini akan memiliki makna-makna yang kuat dan jelas. Dari sisi jumlah, ayat-ayat
mutasyabih tidak lebih dari 200 ayat.

Pembagian Lain Ayat

Para pakar Ulumul Quran mengklasifikasikan ayat dalam pembagian yang beragam
seperti: ayat ahkam, ayat istidraj, ayat nasikh dan ayat mansukh.

 Ada juga Ayat Makiyah dan Madaniyyah

a. Ayat Makiyah

Seperti yang telah kita ketahui sebelumnya bahwa ayat makkiyah merupakan ayat-ayat
Al-Qur’an yang diturunkan oleh Allah SWT di kota Mekkah, yaitu sebelum Rosulullah
Sholallahu Alaihi Wassalam berhijrah ke Madinah.  Beberapa ayat tersebut di antaranya adalah
Al- fatihah, Al- A’raf, Yunus, Al- An’am, Ar- Rad, Yusuf, An- Nahl, Al- Isro, Al- Hajj, dan
masih banyak lagi ayat-ayat al-Qur’an lainnya. Berikut ini adalah beberapa ciri-ciri yang
menandakan Al- Makiyyah, seperti :

1. Kata-kata atau kalimat yang dipergunakan

Ada beberapa hal yang terkait dengan kata-kata atau kalimat yang menjadi ciri dari ayat-
ayat Al-Qur’an yang diturunkan di Mekkah (Al- Makkiyyah), di antaranya :

 Memiliki ayat atau suku kata yang pendek-pendek,


 Kata-kata yang dipergunakan dalam ayat tersebut sangat mengesankan (bersajak /
penuh dengan syair serta ungkapan perasaan)
 Kalimat yang dipergunakan juga tergolong fasih dan baligh
 Banyak qasam, tasybih, dan amtsal.
 Gaya bahasa yang dipergunakan jarang sekali bersifat kongkrit maupun realistis
materialis
 Di dalam setiap surat terdapat lafadz kalla dan ya ayyuhannass.

2. Kandungan atau isi

Selain beberapa ciri di atas, kita juga bisa mengetahui ayat-ayat Al- Makiyyah dengan
melihat dan memperhatikan dari isi yang terkandung di dalam surat atau ayat-ayat tersebut,
seperti :

 Ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan di Mekkah berisikan tentang ajakan untuk


bertauhid, beribadah kepada Allah SWT, serta meninggalkan segala bentuk
peribadatan kepada yang selain Allah SWT.
 Ayat-ayat Al- makiyyah juga mengisahkan tentang para nabi dan kehidupan umat-
umat terdahulu,
 Pembuktian tentang risalah Allah SWT,
 Kebenaran akan adanya hari kebangkitan dan hari pembalasan,
 Kedatangan hari kiamat dan segala kengeriannya,
 Penjelasan tentang surga dan segala kenikmatannya, serta neraka dan segala
siksaannya.
 Argumentasi yang ditujukan untuk orang-orang musrik yaitu dengan
mempergunakan bukti-bukti rasional serta ayat-ayat kauniyah.

b. Ayat Madaniyyah

Ini merupakan wahyu dari Allah SWT kepada umatnya dalam bentuk ayat atau surat-surat
yang diturunkan oleh Allah SWT tepatnya ketika Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam telah
berhijrah ke Madinah. Beberapa surat-surat dalam Al-Qur’an yang tergolong sebagai Al-
Madaniyyah di antaranya adalah QS. Al- Baqarah, QS. An-Nisa’, QS. Ali Imron, QS. Al-
Maidah, QS. At- Taubah, QS. Al- Hujurat, dan beberapa surat lainnya. Adapun ciri-ciri dari ayat
atau surat yang tergolong Al- Madaniyyah di antaranya adalah :

1. Kata-kata atau kalimat yang dipergunakan

 Ayat atau surat-surat yang tergolong Al- Madaniyyah mempergunakan kata-kata atau
kalimat yang bermakna mendalam, kuat, dan juga kokoh.
 Mempergunakan kalimat-kalimat ushul serta ungkapan syariah.
 Terkandung seruan “Ya ayyuhalladzina aamanuu”
 Ayatnya panjang-panjang dan menggunakan gaya bahasa yang dapat menjelaskan
tujuan dari ayat tersebut serta dapat memantapkan syariat,

2. Kandungan atau isi

 Di dalamnya berisikan tentang kewajiban bagi setiap makhluk serta sanksi-


sanksinya, seperti perintah untuk beribadah serta beramal sholeh, perintah untuk
berjihad, perintah kepada ahli kitab untuk masuk islam, perintah untuk berdakwah,
dan lain sebagainya
 Di dalam setiap surat yang tergolong Al- Madaniyyah disebutkan tentang orang-
orang munafik, kecuali dalam QS. Al- Ankabut.
 Di dalam surat yang tergolong Al- Madaniyyah terdapat dialog yang terjadi dengan
para ahli kitab
 Berisi tentang hukum dan perundang-undangan

Perbedaan ayat makkiyah dan madaniyah

Penting bagi kita sebagai umat muslim untuk mengetahui perbedaan antara ayat-ayat Al-
Qur’an yang diturunkan di Mekkah dan ayat-ayat yang diturunkan oleh Allah SWT di Madinah.
Mengapa demikian? Ada beberapa alasan, di antaranya :

1. Agar kita dapar lebih memahami ayat-ayat Al-qur’an dan dapat mentafsirkannya dengan
tafsiran yang benar, meskipun pada dasarnya yang menjadi pegangan adalah pengertian
umum dari lafadz tersebut.
2. Membantu kita untuk bisa lebih meresapi gaya bahasa dalam Al-Qur’an serta dapat
mempergunakannya di dalam berbagai metode berdakwah untuk menuju jalan yang
diridhoi Allah SWT.
3. Membantu kita untuk mengetahui mana saja ayat Al-Qur’an yang turun lebih dulu dan
yang turun selanjutnya.
4. Dapat membantu kita untuk mengetahui dan lebih memahami tentang sejarah
pensyariatan hukum-hukum islam
5. Dapat meningkatkan keyakinan kita kepada Allah SWT, khususnya terhadap kesucian,
kemurnian, serta keaslian Al-Qur’an.

 Ayat-ayat yang jelas dan ayat-ayat yang samar


Ayat yang maknanya samar menjadi perhatian para ulama. Ayat yang memiliki lebih dari
satu pengertian dianggap samar. Adapun suatu ayat yang tidak bisa dipahami tanpa bantuan ayat
yang lain dinamakan ayat samar. Dua orang murid Nabi SAW Ikrimah dan Qatadah berpendapat
bahwa ayat yang jelas dan tegas bisa diamalkan isinya, sebaliknya samar tidak bisa diamalkan.
Oleh karena itu, batasan jelas dan samar suatu ayat adalah relatif. Apa yang samar bagi
seseorang belum tentu samar bagi orang lain.
Letak kesamaran sebuah ayat terletak pada tiga aspek, yaitu kata, makna, atau kata dan
maknanya. Kata dianggap samar apabila memiliki lebih dari satu arti. Kesamaran makna sering
terjadi dalam ayat-ayat al-Quran. Huruf-huruf yang dijadikan pembuka surat diyakini sebagai
ayat yang samar, baik kata, susunan kata, maupun maknanya. Untuk itu, para ulama modern
berusaha menjelskan maksudnya, meski tidak tepat. Misalnya tangan Allah diartikan sebagai
kekuasaan Allah.
Pemahaman tentang ayat yang jelas dan samar tidak menyalahi dua golongan ulama yang
menyikapi makna yang samar dari suatu ayat. Golongan pertama diikuti oleh kebanyakan
sahabat, seperti Ubay bin Ka’bah, Ibn Mas’ud, Ibn ‘Abbas dan murid-murid para sahabat.
Golongan kedua berpendapat bahwa ayat-ayat yang samar dapat diketahui maknanya oleh Rasul,
Jibril, para sahabat, dan umat islam. Kedua golongan ini sesungguhnya berupaya hati-hati dalam
menyikapi ayat yang samar. Sepanjang masih dalam ketentuan Allah SWT

F. KOHERENSI AYAT-AYAT

Koherensi (kesesuaian) antara ayat-ayat dalam satu surah atau mempunyai satu kesamaan
konteks yang menjadi kesepakatan ahli tafsir atau korelasi antara beberapa ayat dalam satu surah
yang mempunyai tujuan atau tujuan yang beraneka -macam dan setelah mencapai tujuan itu,
maka surah itu akan berakhir. Panjang atau pendeknya surat kembali kepada sebab ini.

Sekelompok ulama yang berkeyakinan bahwa urutan surat secara tauqifi, menandaskan
pentingnya membahas munasabah ini. Allamah Thabarsi (lahir 548/1153) adalah ahli tafsir yang
paling menaruh perhatian terhadap koherensi (munasabah) ayat-ayat dan surah-surah. Ia
menjelaskan munasabah dalam setiap permulaan surah dan kaitan atau hubungannya dengan
surah sebelumnya. Ia ketika menafsirkan setiap ayat dengan nama "al-nazhm" menjelaskan
keterkaitan maknawi ayat yang sedang dibahas dengan ayat sebelum dan setelahnya. Mufasir-
mufasir yang juga menaruh perhatian dalam hal munasabah adalah Zamakhsyari dalam Al-
Kasyaf, Fahr Razi dalam Tafsir Al-Kabir, Alusi dalam Ruh al-Ma'ani, Muhammad Rasyid Ridha
dalam Tafsir al-Manar, Syaikh Mahmud Syaltut dalam Tafsir Alquran al-karim.

Sebagian mufassir yang lain, walaupun meyakini adanya koherensi antara ayat, namun
mereka berkata, "Alquran bukan merupakan kitab ilmu eksak dan pelajaran sehingga mempunyai
bagian-bagian dan keteraturan yang khusus dalam penulisannya. Namun koherensi ini harus
berdasarkan hubungan antara bagian awal dan akhir surah yang harus berkaitan. Oleh itu, tidak
seharusnya memberi penyandaran-penyandaran yang keliru terhadap Alquran. [34]

Menurut Allamah Thabathabai, boleh jadi beberapa ayat dalam bentuk kalimat sisipan
yang merupakan penjelas bagi ayat-ayat lain, di antara dua ayat juga memiliki konteks yang
sama. Oleh itu tidak perlu untuk bersusah payah mencari korelasi dan hubungan antara ayat yang
satu dengan yang lainnya dan tidak ada dalil untuk mencari korelasi antara, kecuali pada surah-
surah yang turun pada satu tempat atau ayat-ayat yang memiliki koherensi jelas dan terang. [35]

G. FAEDAH MENGETAHUI AYAT


Mengetahui ayat memiliki beberapa faedah, yaitu sebagai berikut: pertama, mengetahui
bahwa setiap tiga ayat pendek merupakan mu’jizat bagi Nabi Muhammad. Kedua, kebaikan
waqaf pada setiap ujung ayat bagi orang yang berpendapat bahwa waqaf pada fashilah-fashilah
hukumnya Sunnah. Ketiga, sahnya sejumlah ayat di dalam shalat dan khutbah.

Anda mungkin juga menyukai