NAMA : AKMALUDDIN
KELAS : 19 IP B
NIM : 1930403043
CONTOH HADITS yang Telah di TAFSIRKAN
صاَل ِة ِّ ِّب إِلَ َّي ِم َن ال ُّد ْنيَا النِّ َسا ُء َوال
َّ َو ُج ِع َل قُ َّرةُ َع ْينِي فِي ال، ُطيب َ ُحب
Artinya: dijadikan kesenanganku dari dunia berupa wanita dan minyak wangi. Dan dijadikan
lah penyejuk hatiku dalam ibadah shalat. (hadits riwayat An-Nasa'i dan Ahmad)
علم يعرف به فهم كتاب هللا المنزل على نبيه محمد صلى هللا عليه وسلم وبيان معانيه واستخراج أحكامه
وحكمه
“Ilmu yang dengannya dapat diiketahui (kandungan) Kitabullah yang diturunkan kepada Nabi-
Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dapat diketahui penjelasan makna-maknanya
serta bisa dikeluarkan hukum dan hikmah yang terkandung didalamnya” (Al-Burhan fi
‘Ulumul Qur`an, hal. 22).
ُ يَوْ َم يُ ْك َش
ٍ ف ع َْن َسا
ق
“Pada hari betis disingkapkan.” (QS.Al-Qalam [68]:42) dengan, “Disingkap dari kekerasan (kegentingan).”
makna (takwil)nya (ayat al-Qalam:42) ialah, “Hari dimana disingkap (diangkat) perkara yang genting.”
ََوال َّس َما َء بَنَ ْينَاهَا بِأ َ ْي ٍد َّو إِنَّا لَ ُموْ ٍسعُوْ ن
‘Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan Sesungguhnya Kami benar-benar
berkuasa.’(QS Ad-Dzariyat [51]: 47). Ibnu Abbas r.a. mentakwil arti kata tangan dalam ayat Ad-Dzariyat ini
dengan ب***و ٍة َّ ُ ِ قartinya dengan kekuatan.
فَاليَ ْو َم نَ ْن َساهُ ْم َك َما نَس ُْوا لِقَا َء يَ ْو ِم ِهم هَ َذا
‘Maka pada hari ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan
mereka dengan hari ini…’ (QS.al-A’raf [7]:51) Disini, ibnu Jarir mentakwil kata melupakan
dengan membiarkan.
Menurut Az-Zuhaili (2001: 314), di antara contoh takwil ialah taqyîd al-muthlaq (pemberian
batasan/syarat pada nash yang mutlak), takhshîsh al-‘âmm (pengkhususan nash yang
umum), dan pengalihan nash umum dari maknanya yang umum ke makna khusus. Az-
Zuhaili (2001: 317) lalu mencontohkan takwil Imam Asy-Syafi’i terhadap firman Allah Swt.:
ين ِزينَتَه َُّن إِالَّ َما ظَهَ َر ِم ْنهَا
َ َوالَ يُ ْب ِد
Janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak darinya. (QS
an-Nur [24]: 31).
Frasa illâ mâ zhahara minhâ asalnya bermakna umum (kecuali yang tampak darinya). Lalu
Imam Asy-Syafi’i menakwilkannya dengan, “illâ al-wajh wa al-kaffayn” (kecuali wajah dan
dua telapak tangannya). Takwil ini berdasarkan hadis yanhg dituturkan Aisyah ra. bahwa
Nabi saw. pernah berkata kepada Asma’ binti Abu Bakar:
يض لَ ْم تَصْ لُحْ أَ ْن يُ َرى ِم ْنهَا إِالَّ هَ َذا َوهَ َذا َوأَ َشا َر إِلَى َوجْ ِه ِه َو َكفَّ ْي ِه
َ ت ْال َم ِح
ِ يَا أَ ْس َما ُء إِ َّن ْال َمرْ أَةَ إِ َذا بَلَ َغ
Hai Asma’, sesungguhnya wanita itu, jika sudah haid, tidak pantas dilihat darinya kecuali ini
dan ini (Nabi saw. menunjuk pada wajah dan kedua telapak tangannya). (HR Abu Dawud).
فانكحو ما طاب لكمم من النساء مثنى و*ثالث ورباع فإ ن خفتم أال تعد لو فواحدة
Maka kawinkanlah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut
tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seoran saja. (Q.S. 04: 03)
Bermakna jelas dalam memperoleh kawin dengan wanita yang halal. Makna inilah yang langsung dipahami
dari kata fankihuu maa thaaba lakum minhunna, dengan tidak menggunakan alasan. Makna ini bukan
menjadi tujuan dari suatu ayat, karena maksud asalnya adalah membatasi jumlah istri maksimal empat atau
hanya satu,
Apa yang diberi rasul kepadamu, maka terimalah ia, dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.
(Q.S. 59: 07)
Bermakna jelas dalam mewajibkan taat kepada rasulallah Saw. Dalam segala perintah dan larangannya.
Karena makna inilah yang langsung dipahami dari ayat di atas, dan dia bukan maksud asal dari susunan ayat.
…Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba… (Q.S. 02: 275)
Disebut nash dalam arti meniadakan persamaan antara jual beli dan riba. Karena ia adalah makna yang
langsung dari lafal dan makna asal yang dimaksud dari susunan katanya.
Ditinjau dari segi hukum, lafal nash sama dengan lafal zhahir, yaitu wajib diamalkan sesuai dengan maknanya,
selama tidak ada dalil lain yang mentakhsis-nya atu men-ta’wil-nya, atau me-naskh-nya