Anda di halaman 1dari 9

TELAAH KOMPARATIF AYAT AL-QUR’AN DAN HADIS

TENTANG MAYIT DAN KALAM AL-AHYA’

Intan Dinaulya
07020321051@uinsby.ac.id

Isma Zahrotul Fadlilah


07020321052@uinsby.ac.id

Pendahuluan
Al-Qur’an merupakan kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.
melalui malaikat Jibril diriwayatkan secara mutawatir dan membacanya bernilai ibadah.
Al-Qur’an merupakan mukjizat terbesar telah terbukti mampu menampakkan sisi
kemukjizatannya yang luar hiasa, bukan hanya eksistensinya yang tidak pernah rapuh
oleh tantangan zaman, tetapi Al-Qur’an selalu mampu membaca setiap perkembangan
zaman, sehingga membuat kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. ini
sangat absah menjadi referensi kehidupan umat manusia.1 Al-Qur’an adalah kitab
penutup yang menjadi penyempurna kitab-kitab terdahulu.

Al-Qur’an turun dengan memuat pesan-pesan ilahiyah, maka untuk dapat


menggalinya diperlukan pengetahuan penafsiran guna menemukan pesan ideal dari
Allah yang bersifat tersirat. Oleh karena itu, al-Qur’an dan penafsiran merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Metode penafsiran al-Qur’an yang beragam
merupakan salah satu bukti upaya untuk menelaah al-Qur’an secara optimal. Para
mufasiir memiliki kecenderungan yang berbeda antar satu sama lain yang terkadang
menyebabkan adanya perbedaan pendapat.2

Adanya al-Qur’an bertujuan sebagai petunjuk bagi manusia yang ajaran-ajaranya


disampaikan secara variatif. Ada yang berupa perintah, informasi, larangan, maupun
kisah-kisah yang mengandung ibrah bagi manusia itu sendiri. Selain itu, dalam al-
Qur’an terdapat beberapa ayat yang cenderung mengandung makna tersirat sehingga

1
Oom Mukarromah, Ulumul Qur’an, Cetakan 1. (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), 1.
2
Ibid., 1–2.
membuat manusia dituntut untuk berpikir sendiri dalam memaknai ayat tersebut.
Melihat hal ini, kehadiran para mufassir tentu sangat dibutuhkan. Sebagai contoh
adanya ayat yang berkaitan dengan mayit dan kalam al-Ahya’. Tak hanya terdapat
dalam satu ayat, namun pembahasan tersebut sampai mencakup tiga ayat dalam surah
yang berbeda. Selain itu, ada pula hadist yang membahas hal serupa. Hal tersebut
menjadikan alasan penulis untuk menelaah ayat dan hadis mengenai mayit dan kalam
al-Ahya’ secara ringkas sehigga memudahkan pembaca untuk memahami makna ayat
tersebut.

Ayat al-Qur’an tentang Mayit dan Kalam al-Ahya’

A. Surah an-Naml [27]: 80

‫ُّعاۤ َء اِ َذا َولَّ ْوا ُم ْدبِ ِريْ َن‬ ُّ ‫ك اَل تُ ْس ِم ُع ال َْم ْو ٰتى َواَل تُ ْس ِم ُع‬
َ ‫الص َّم الد‬
ِ
َ َّ‫ان‬
Sesungguhnya engkau tidak dapat menjadikan orang yang mati dan orang yang tuli
dapat mendengar seruan apabila mereka telah berpaling ke belakang.3
B. Surah al-Rum [30]: 52

‫ُّعاۤ َءاِذَ َاولَّ ْو ُام ْدبِ ِريْ َن‬ ُّ ُ‫فَِانَّكَاَل تُ ْس ِمعُال َْم ْو ٰت َىواَل تُ ْس ِمع‬
َ ‫الص َّمالد‬
Sesungguhnya engkau (Nabi Muhammad) tidak akan sanggup menjadikan orang-
orang yang mati dan orang-orang yang tuli dapat mendengar seruan apabila mereka
berpaling ke belakang.4
C. Surah Fatir [35]: 22

‫ت بِ ُم ْس ِم ٍع َّم ْن فِى الْ ُقُب ْو ِر‬ ٰ ِ ۗ


َ ْ‫َو َما يَ ْستَ ِوى ااْل َ ْحيَاۤءُ َواَل ااْل َ ْم َواتُ ا َّن اللّهَ يُ ْس ِم ُع َم ْن يَّ َشاۤءُ ۚ َو َمٓا اَن‬
Tidak (pula) sama orang yang hidup dengan orang yang mati. Sesungguhnya Allah
memberikan pendengaran kepada siapa yang Dia kehendaki dan engkau (Nabi
Muhammad) tidak akan sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat
mendengar.5

3
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Surah an-Naml [27]: 80
4
…..Surah al-Rum [30]: 52
5
…..Surah Fatir [35]: 22
Hadis tentang Mayit dan Kalam al-Ahya’
1. Sahih al-Bukhari No. 2874

‫ول اللَّ ِه‬ َّ ‫ك‬ٍ ِ‫ مال‬،‫س بْ ِن‬


ِ َ‫ َع ْن َأن‬،‫ت الُْبنَانِ ِّي‬
ٍ ِ‫ َعن ثَاب‬،َ‫اد بْن سلَمة‬ ٍِ
َ ‫َأن َر ُس‬ َ ْ َ َ ُ ُ ‫ َح َّد َثنَا َح َّم‬،‫َّاب بْ ُن َخالد‬
ُ ‫َح َّد َثنَا َهد‬

‫ال " يَا َأبَا َج ْه ِل بْ َن‬


(َ ‫اه ْم َف َق‬ َ َ‫ام َعلَْي ِه ْم َفن‬
ُ ‫اد‬ ُ َ‫صلى اهلل عليه وسلم َت َر َك َق ْتلَى بَ ْد ٍر ثَالَثًا ثُ َّم َأت‬
(َ ‫اه ْم َف َق‬

‫س قَ ْد َو َج ْدتُ ْم َما َو َع َد َربُّ ُك ْم َح ًّقا فَِإ نِّي‬ ِ ِ ٍ ٍ ِ


َ ‫ه َشام يَا َُأميَّةَ بْ َن َخلَف يَا عُ ْتبَةَ بْ َن َرب َيعةَ يَا َش ْيبَةَ بْ َن َرب َيعةَ َأل َْي‬
‫ول اللَّ ِه‬ (َ ‫ فَ َس ِم َع عُ َم ُر َق ْو َل النَّبِ ِّي صلى اهلل عليه وسلم َف َق‬. " ‫ت َما َو َع َدنِي َربِّي َح ًّقا‬
َ ‫ال يَا َر ُس‬ ُ ‫قَ ْد َو َج ْد‬

‫ول ِم ْن ُه ْم‬
ُ ُ‫َأس َم َع لِ َما َأق‬ ِِ ِ ِ َ َ‫ف يَ ْس َمعُوا َوَأنَّى يُ ِجيبُوا َوقَ ْد َجَّي ُفوا ق‬
ْ ِ‫ال " َوالَّذي َن ْفسي بِيَده َما َأْنتُ ْم ب‬ َ ‫َك ْي‬

ِ ِ‫س ِحبُوا فَُألْ ُقوا فِي قَل‬


‫يب بَ ْد ٍر‬ ِ ِ ِ
ُ َ‫ ثُ َّم ََأم َر ب ِه ْم ف‬. " ‫َّه ْم الَ َي ْقد ُرو َن َأ ْن يُجيبُوا‬
ِ
ُ ‫َولَكن‬
Haddab b. Khalid menceritakan kepada kami, Hammad b. Salamah menceritakan
kepada kami, dari Anas b. Malik, bahwa Rasulullah membiarkan mayat orang-orang
kafir yang berperang di Badar (terbaring tidak terkubur) selama tiga hari. Dia
kemudian mendatangi mereka dan duduk di sisi mereka dan memanggil mereka dan
bersabda: “Wahai Abu Jahal b. Hisham, Umayya b. Khalaf, Utba b. Rab'ila, Shaiba b.
Rabi'ah, bukankah kalian telah menemukan kebenaran janji Tuhan kalian,
sesungguhnya aku telah menemukan kebenaran janji Tuhanku yang dijanjikan
kepadaku.”Umar mendengarkan kata-kata Rasulullah saw. dan berkata: “Wahai
Rasulullah, bagaimana mereka mendengarkan dan menjawab. Mereka sudah mati dan
tubuh mereka telah membusuk.” Kemudian Nabi bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku
berada di Tangan-Nya, apa yang aku katakan kepada mereka, bahkan kamu tidak dapat
mendengar lebih jelas daripada mereka, hanya saja mereka tidak memiliki kekuatan
untuk menjawab.” Setelah itu beliau memerintahkan agar mereka dikuburkan di sumur
Badr.

Kesan Kontradiktif
Berdasarkan surah an-Naml ayat 80, ar-Rum ayat 52, dan juga surah Fatir ayat
22 dijelaskan bahwa yang sudah mati itu tidak dapat mendengar apalagi menjawab
perkataan orang yang masih hidup. Orang yang sudah mati jelas tidak bisa disamakan
dengan orang yang masih hidup. Mereka yang sudah mati indra pendengarnya sudah
pasti tidak lagi berfungsi. Dalam surah Fatir ayat 22 disebutkan bahwa orang sudah mati
itu bisa mendengar atas kehendak Allah swt. Selain atas kehendak Allah swt., mustahil
bagi orang yang sudah mati bisa mendengar. Tidak ada orang satupun di dunia ini yang
bisa membuat orang yang sudah mati bisa mendengar, sekalipun Nabi Muhammad saw.
Sedangkan dalam hadis Muslim no. 2874 dijelaskan bahwa orang yang sudah
mati itu bisa mendengar, namun tidak bisa menjawab. Hal ini berdasarkan perkataan
Nabi Muhammad saw. sendiri pada saat beliau mendatangi mayit korban perang Badar.
Saat itu, sahabat terheran-heran melihat nabi berkata pada mayit seakan-akan mayit
tersebut bisa mendengar. Kemudian saat ditanya Umar beliau menjelaskan bahwa mayit
pun masih bisa mendengar seperti orang yang masih hidup, hanya saja mereka yang
sudah mati tidak bisa menjawab.
Setelah melihat penjelasan dari ayat al-Qur’an dan hadis diatas, dapat diketahui
bahwa tenyata ada kesan kontradiktif antara keduanya. Dalam al-Qur’an disebutkan
bahwa orang yang sudah mati tidak dapat mendengar, sedangkan dalam hadis dijelaskan
sebaliknya. Hal inilah yang perlu ditelaah kembali untuk nanti mendapatkan
penyelesaiannya.

Pandangan Para Mufassir

Kesan kontradiktif yang terkandung dalam makna Surah an-Naml [27]: 80, al-
Rum[30]:52, dan Fatir [35]:22 disebabkan karena adanya perbedaan interpretasi para
mufassir. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Tafsir Ibnu Kathsir


Dalam tafsir ini disebutkan bahwa gambaran orang-orang musyrik yang tidak
dapat diberi seruan hidayah adalah sebagaimana orang-orang matiyang telah berada
di dalam kubur tidak lagi bermanfat bagi mereka seruan hidayah dan dakwah yang
ditujukan kepada mereka, sedang mereka mati dalam keadaan kafir. 6 Dalam surat al-
Rum ayat 52 Allah Swt menegaskan bahwa tidak ada yang bisa memberi
pendengaran kepada orang yang sudah mati selain dirinya. 7 Maka orang-orang-orang
kafir itu benar-benar tidak dapat mendengar manfaat dari seruan hidayah karena
telinga dan hati mereka telah tertutupi oleh penutup kekafiran.8
2. Tafsir al-Munir
Dalam tafsir al-Munir dijelaskan bahwa Nabi Muhammad tidak akan mampu
membuat orang-orang kafir mendengarkan sesuatu yang bermanfaat bagi mereka
yaitu al-Qur’an. Mereka seperti orang mati yang tidak terpengaruh dan tidak
memahami apa yang dibacakan kepada mereka. Mereka juga seperti orang-orang tuli
yang tidak ada harapan untuk bisa mendengar. Mereka seperti orang buta yang tidak
bisa melihat dan menoleh kepada sesuatu. Allah memutus keinginn Nabi untuk
menyerukan kebenaran kepada orang kafir yang sama sekali tidak ada harapan untuk
mendengarkannya karena telinganya telah tertutupi kekufuran. Allah menginginkan
Nabi untuk bertawakal dan berpaling dari apapun selain Allah.9
Allah Swt menghibur Nabi agar tidak bersedih dikarenakan ketidakmampuannya
untuk membawa orang-orang musyrik kedalam kebenaran. Allah telah menyatakan
bahwa Nabi tidak akan sanggup membuat orang yang mati bisa memahami atau
mendengar dengan pendengarannya. Nabi juga tidak akan mampu membuat orang
yang tuli mendengarkan dakwahnya.10

3. Tafsir al-Misbah

6
Abdullah bin Muhammad bin Abdurahman bin Ishaq Al-Sheikh, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 6, trans. M.
Abdul Ghoffar and Abu Ihsan al-Atsari, Cetakan 1. (Bogor: Pustaka Imam asy-Syafi’i, 2004), 606–607.
7
‫يه‬A‫ع حواش‬AA‫ ; وض‬.‫ه‬774 ‫نة‬AA‫وفى س‬A‫قي المت‬AA‫لالمام الحافظ عماد الدين ابي الفداء اسماعيل بن عمر ابن كثير الدمش‬
‫وعلّق عليه محمد حسين شمس الدين‬, Ismāʿīl ibn ʿUmar Ibn Kathīr, and Ibrāhīm. Shams al-Dīn, ‫تفسير‬
‫القران العظيم‬, ed. Muḥammad Ḥusayn Shams al-Dīn, al-Ṭabʻah al-thālithah. (Bayrūt: Dār al-kutub al-
ʻilmīyah, 2019), 291.
8
Ibid., 189–190.
9
Wahbah Az-Zahaili, Tafsir Al-Munir Jilid 10, trans. Abdul Hayyie al-Kattani, Cetakan 1. (Jakarta: Gema
Insani, 2013), 324.
10
Wahbah Az-Zahaili, Tafsir Al-Munir Jilid 11, trans. Abdul Hayyie al-Kattani, Cetakan 1. (Jakarta: Gema
Insani, 2013), 133.
Quraish Shihab memiliki pandangan bahwa al-Qur’an berserta keterangan dan
argumentasi yang disampaikan Nabi sudahlah sangat jelas, Namun orang-orang kafir
tetap enggan beriman dikarenakan tertutupnya mata dan telinga mereka sebagimana
orang yang telah mati. Al-Qur’an memiliki lafadz dan makna yang indah dan
menyejukkan hati. Bangsa Arab saat turunnya al-Qur’an dan mengdengarkan
lafadznyamaka akan timbul ketertarikan, hal itu dapat terjadi karen al-Qur’an
memiliki redaksi yang teliti, indah, dan mempesona. Selain itu, siapa yang
mempelajari kandungan al-Qur’an baik secara lagsung maupun melalui terjemah
maka akan sampai pada keyakinan kebenaran al-Qur’an. Orang-orang kafir pada
masa itu sebenarnya memiliki potensi untuk menemukan kebenaran al-Qur’an, akan
tetapi mereka seperti halnya orang mati yang tidak bisa mendengar. Mereka seakan
tuli saat dibacakan ayat al-Qur’an hingga akhirnya kehadiran al-Qur’an tidak
membawa manfaat bagi mereka karena hati dan pikiran mereka yang tertutup.11
Nabi Muhammad memiliki keinginan yang besar untuk memperdengarkan ayat-
ayat al-Qur’an kepada kaum musyrikin sampai mereka menerima itu dengan baik.
Nabi meragukan keenganan mereka untuk beriman, sehingga Nabi tidak perah
berhenti berdakwah. Namun Allah meyakinkan Nabi jika kaum musyrikin itu mata,
hati, dan pikiran mereka telah tertutup untuk beriman.12
Pandangan Muhaddis
1. Imam an-Nawawi
Dalam kitab al-Minhaj fi Sharh Shahih Muslim b. al-Hajjaj Imam an-Nawawi
menjelaskan bahwa mayit disini ialah kaum musyrikin yang menjadi korban pada
perang Badar. Pada saat itu para sahabat merasa heran terhadap Nabi Muhammad
saw. karena beliau berbicara pada mayit kaum musyrikin tersebut, namun setelah
ditanyai oleh sahabat beliau menjawab bahwa mereka masih bisa mendengar
perkataan orang yang masih hidup. Dalam hal ini an-Nawawi menyebutkan bahwa
kata mayit disini bermakna orang yang sudah mati, bangkai yang akan membusuk.
11
M. Quraish Shihab and Muhammad Quraish Shihab, Surah Fâthir, Surah Yâsîn, Surah ash-Shâffât,
Surah Shâd, Surah az-Zumar, Surah Ghâfir, Cetakan V., Tafsîr Al-Mishbâẖ : Pesan, Kesan, dan
Keserasian al-Qurʾan / M. Quraish Shihab 11 (Jakarta: Lentera Haiti, 2012), 274–275.
12
Ibid., 94.
Jadi, mustahil bagi orang yang sudah mati bisa mendengar perkataan orang yang
masih hidup.13
Penyelesaian Kesan Kontradiktif
Dari penjelasan yang telah dibahas diatas terkait mayit dan kalam al-ahya’,
menurut beberapa penafsiran terhadap ketiga surah yang telah disebutkan diatas serta
hadis Muslim no. 2874 dapat dipahami bahwa kata mayit disini bukan mengandung
makna aslinya, yakni orang yang sudah mati. Kata “mayit” disini merupakan
perumpaan atau kiasan bagi orang-orang kafir yang hatinya sudah mati. Maksudnya
ialah orang-orang kafir yang hatinya seakan-akan mati karena tidak mau mendengarkan
perintah serta seruan dari Allah swt. melalui Nabi Muhammad saw.
Orang-orang kafir di zaman nabi sangat membenci ajaran bahkan membenci
orang yang paling mulia, yakni Nabi Muhammad saw. Orang-orang inilah yang
dianggap mati karena hatinya tertutup tidak mau mendengarkan seruan dakwah nabi.
Dalam beberapa penafsiran mufassir yang telah disebutkan diatas menyebutkan bahwa
orang-orang kafir ini seperti orang di dalam kubur yang tidak dapat mendengar seruan
sehingga tidak bisa diberi hidayah. Mereka diibaratkan seperti orang yang buta karena
tidak bisa melihat kebenaran dari al-Qur’an dan juga seperti orang yang tuli karena
tidak mau mendengarkan dakwah Nabi Muhammad saw.
Nabi Muhammad saw. merasa sedih dan bersalah karena beliau menganggap
dirinya tidak mampu untuk membawa orang-orang kafir ini ke jalan kebenaran. Hingga
turunlah ayat al-Qur’an sebagai penghibur dikala nabi bersedih hati, Allah swt.
menyatakan bahwa kaum kafir tidak akan pernah mau untuk beriman karena hati, mata,
dan juga telinganya sudah mati untuk melihat kebenaran. Allah swt. juga menegaskan
bahwa tidak salah nabi jika kaum kafir tidak mau beriman karena hati mereka sudah
tertutup sehingga tidak bisa menerima hidayah. Dalam usahanya, nabi masih
berkeinginan keras untuk bisa membuat kaum kafir ikut ajaran Islam. Namun pada
akhirnya beliau mendapat wahyu dari Allah swt. bahwasanya tidak ada yang mampu

13
Imam An-Nawawi, Al-Minhāj Fī Sharḥ Ṣaḥīḥ Muslim b. al-Ḥajjāj, Cet.1. (Mesir: pers mesir al-azhar,
1347), 207.
untuk membuat kaum kafir meninggalkan kesesatan untuk kemudian beriman sekalipun
itu Nabi Muhammad saw.
Kesimpulan
Dalam surah an-Naml ayat 80, ar-Rum ayat 52, dan surah Fatir ayat 22
ketiganya kompak menyebutkan bahwa orang yang sudah mati itu tidak bisa
mendengar. Hal ini kemudian menimbulkan kesan kontradiktif dengan hadis nabi
riwayat Muslim no 2874. Yang mana pada hadis tersebut memberikan penjelasan bahwa
orang yang sudah mati itu masih bisa mendengar, hanya saja tidak bisa menjawab.
Setelah ditelaah serta dilihat dari tafsiran-tafsiran ulama, dapat diambil kesimpulan
bahwa yang dimaksud orang yang sudah mati disini bukanlah mayit. Ketiga ayat
tersebut merupakan bentuk pengandaian saja terhadap orang-orang kafir yang sudah
mati hatinya dan tidak mau mendengarkan peringatan dan dakwah Nabi Muhammad
saw. Maksud dari "mendengar" dalam ayat-ayat tersebut adalah penerimaan dan
perumpamaan, sesungguhnya Allah swt. menjadikan orang-orang kafir bagaikan mayit
yang tidak dapat bisa menjawab orang yang menyerunya, sebagaimana hewan ternak
yang mendengar suara tapi tidak memahami maknanya.

Daftar Pustaka

Al-Sheikh, Abdullah bin Muhammad bin Abdurahman bin Ishaq. Tafsir Ibnu Katsir
Jilid 6. Translated by M. Abdul Ghoffar and Abu Ihsan al-Atsari. Cetakan 1.
Bogor: Pustaka Imam asy-Syafi’i, 2004.

An-Nawawi, Imam. Al-Minhāj Fī Sharḥ Ṣaḥīḥ Muslim b. al-Ḥajjāj. Cet.1. Mesir: pers
mesir al-azhar, 1347.

Az-Zahaili, Wahbah. Tafsir Al-Munir Jilid 10. Translated by Abdul Hayyie al-Kattani.
Cetakan 1. Jakarta: Gema Insani, 2013.

———. Tafsir Al-Munir Jilid 11. Translated by Abdul Hayyie al-Kattani. Cetakan 1.
Jakarta: Gema Insani, 2013.

Mukarromah, Oom. Ulumul Qur’an. Cetakan 1. Jakarta: Rajawali Pers, 2013.

Shihab, M. Quraish, and Muhammad Quraish Shihab. Surah Fâthir, Surah Yâsîn, Surah
ash-Shâffât, Surah Shâd, Surah az-Zumar, Surah Ghâfir. Cetakan V. Tafsîr Al-
Mishbâẖ : Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qurʾan / M. Quraish Shihab 11.
Jakarta: Lentera Haiti, 2012.
‫ه‬A‫ق علي‬AAّ‫يه وعل‬A‫ع حواش‬A‫ ; وض‬.‫ه‬774 ‫نة‬AA‫وفى س‬AA‫قي المت‬AA‫ير الدمش‬AA‫ر ابن كث‬AA‫لالمام الحافظ عماد الدين ابي الفداء اسماعيل بن عم‬
‫دين‬A‫محمد حسين شمس ال‬, Ismāʿīl ibn ʿUmar Ibn Kathīr, and Ibrāhīm. Shams al-Dīn.
‫تفسير القران العظيم‬. Edited by Muḥammad Ḥusayn Shams al-Dīn. Al-Ṭabʻah al-
Thālithah. Bayrūt: Dār al-kutub al-ʻilmīyah, 2019.

Anda mungkin juga menyukai