Anda di halaman 1dari 28

PROPOSAL SKRIPSI

POLITIK HUKUM TERHADAP PRESIDENTIAL THRESHOLD 20% DIKAITKAN


DENGAN PEMILU SERENTAK TERHADAP KEADAAN DEMOKRASI DI
INDONESIA

Proposal Skripsi
Program Sarjana ( S1 )
Program Studi Ilmu Politik

Oleh :
M.Wildan Munawar
2020250071

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK


FAKULTAS KOMUNIKASI SOSIAL POLITIK
UNIVERSITAS SAINS AL QUR’AN
JAWA TENGAH DI WONOSOBO
2022

1
2
NOTA PEMBIMBING

Lamp. :
Hal : Persetujuan Naskah Proposal Skripsi

Kepada.
Yth. Bapak Dekan Fakultas Komunikasi dan Sosial Politik
UNSIQ Jawa Tengah di Wonosobo

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Setelah membaca, mengadakan koreksi, dan perbaikan sebagaimana mestinya,
maka kami menyatakan bahwa proposal skripsi saudara :
Nama : M. WILDAN MUNAWAR
NIM : 2020250071
Program Studi : ILMU POLITIK
Judul Skripsi :
Politik Hukum Terhadap Presidential Threshold 20% Dikaitkan
Dengan Pemilu Serentak Dan Dampak terhadap Demokrasi
Indonesia Dengan ini telah saya setujui dan mohor agar segera
diujikan.
Demikian, atas perhatiannya diucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Wonosobo, April 2022

Pembimbing

3
DAFTAR ISI

A. Latar Belakang ............................................................................................................


1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................................
6
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................................
6
D. Manfaat Penelitian .....................................................................................................
6
1. Manfaat teoritis ................................................................................................. 6
2. Manfaat praktis ................................................................................................. 6
E. Tinjauan Pustaka ........................................................................................................
7
F. Kerangka Teori ........................................................................................................... 7
1. Politik Hukum ...................................................................................................
7
2. Demokrasi .........................................................................................................
8
3. Pemilu Serentak ..............................................................................................
10
4. Presidential Threshold .....................................................................................
12
5. Partai Politik ....................................................................................................
13
G. Metodologi penelitian ...............................................................................................
14
1. Jenis Penelitian ............................................................................................... 14
2. Definisi konseptual ........................................................................................ 14
3. Sumber Dan Jenis Data ..................................................................................
17
4. Teknik pengumpulan Data ..............................................................................
17
5. Teknik Analisis Data .......................................................................................
18
H. Sistematika penulisan ...............................................................................................
18
I. Daftar Pustaka ...........................................................................................................
20
J. Lampiran ................................................................................................................... 22

4
A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang menerapkan prinsip demokrasi dimana ciri


utama negara demokrasi terletak partisipasi rakyat merupakan kunci utama dalam sistem
demokrasi. Indonesia adalah negara hukum sekaligus demokrasi, dalam aktivitas politik
rakyat memiliki kedaulatan tertinggi bahkan bisa dikatakan kedaulatan berada di tangan
rakyat. Pada hakikatnya, kekuasaan suatu negara demokrasi berada di tangan rakyat untuk
kepentingan bersama. Di Indonesia, penerapan demokrasi didasari oleh Pancasila sila
keempat yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan” yang dijiwai oleh sila pertama, kedua, ketiga, dan kelima.1
Bukti normatif bahwasanya Indonesia merupakan negara demokrasi terletak pada
Pembukaan UUD 1945 yang merupakan konstitusi negara, terdapat pada alenia yang ke
empat yang berbunyi “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu

1
Kristina, "Ini bunyi UUD 1945 yang menunjukkan Indonesia adalah negara demokrasi"
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5738322/ini-bunyi-pembukaan-uud-1945-yang-menunjukkan-
indonesia-negara-demokrasi/amp (diakses pada 24 juni 2022, pukul 15.30).

5
dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu
susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia
dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia."2
Dari pernyataan diatas dapat digaris bawahi bahwa negara Indonesia merupakan
negara yang berkedaulatan rakyat termaktub dalam kalimat maka disusunlah
Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat...." (Penggalan alinea keempat Pembukaan UUD 1945). Jadi
Konstitusi membuktikan bahwa telah disepakati bersama Indonesia adalah negara
demokrasi. Ciri negara demokrasi terletak pada kedaulatan berada di tangan rakyat.
Adapun Landasan demokrasi mencakup kebebasan berkumpul, kebebasan
berserikat dan berbicara, inklusivitas dan kesetaraan, kewarganegaraan, persetujuan dari
yang terperintah, hak memilih, kebebasan dari perampasan pemerintah yang tidak
beralasan atas hak untuk hidup, kebebasan, dan hak minoritas. Dari hal tersebut bisa di
ambil garis merahnya bahwa demokrasi adalah keikutsertaan warga negara dalam
partisipasi politik dan kebijakan pemerintahan.
Salah satu ciri mendasar negara tersebut menganut demokrasi adalah adanya
pemilihan umum (pemilu). Sesuai Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pengertian pemilihan umum diuraikan secara detail.
Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. 3Demokrasi
memberikan ruang kebebasan bagi individu. Pemilu dalam konteks ini, artinya konflik
yang terjadi selama proses pemilu diselesaikan melalui lembaga-lembaga demokrasi.

2
Syahidah izzata Sabila “Teks UNDANG UNDANG DASAR 1945 pembukaan hingga maknanya”
https://news.detik.com/berita/d-5993895/teks-undang-undang-dasar-1945-pembukaan-hingga-maknanya
( diakses pada 24 juni 2022 pukul 15.30 )
3
Seraficha Giischa, “Pemilu; pengertian, alasan, asas, tujuan”
https://amp.kompas.com/skola/read/2020/01/15/113000169/pemilu-pengertian-alasan-fungsi-asas-dan-
tujuan (diakses pada 24 juni pukul 15.36)

6
Berdasarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor XIV/MPR/1998 tentang Perubahan dan tambahan Atas Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/1998 tentang Pemilihan
Umum, bahwa Pemilihan Umum diselenggarakan secara demokratis dan transparan,
berdasarkan asas jujur, adil, langsung, umum, bebas, dan rahasia. 4 Pengertian asas
pemilihan umum adalah :
a. Jujur
Dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum; Penyelenggara/ Pelaksana,
Pemerintah dan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum, Pengawas dan
Pemantau Pemilihan Umum, termasuk Pemilih, serta semua pihak yang
terlibat secara tidak langsung, harus bersikap dan bertindak jujur sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku.

b. Adil
Dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum, setiap Pemilih dan Partai Politik
Peserta Pemilihan Umum mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari
kecurangan pihak manapun.
c. Langsung
Rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya
sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara.
d. Umum
Pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan minimal
dalam usia, yaitu sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah/pernah
kawin berhak ikut dalam pemilihan umum Warga negara yang sudah berumur
21 (dua puluh satu) tahun berhak dipilih.Jadi, pemilihan yang bersifat umum
mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi
semua warga negara yang telah memenuhi persyaratan tertentu tanpa
diskriminasi (pengecualian) berdasar acuan suku, agama, ras, golongan, jenis
kelamin, kedaerahan, dan status sosial.

4
Penjelasan atas undang-undang Republik Indonesia nomor 3 tahun 1999 tentang Pemilihan Umum

7
e. Bebas
warga negara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa
tekanan dan paksaan dari siapapun. Di dalam melaksanakan haknya, setiap
warga negara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan
kehendak hati nurani dan kepentingannya.
f. Rahasia
Dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan
diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun. Pemilih memberikan
suaranya pada suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada siapa
suaranya diberikan. Asas rahasia ini tidak berlaku lagi bagi pemilih yang telah
keluar dari tempat pemungutan suara dan secara sukarela bersedia
mengungkapkan pilihannya kepada pihak manapun.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945, Pemilu untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, Anggota
DPR, Anggota DPD, serta anggota DPRD diselenggarakan berlandaskan asas langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. 5 Dalam hal penulis
memfokuskan terhadap Politik Hukum yang dirapatkan DPR terkait kebijakan UU No
222 pasal 7 tahun 2017 tentang pemilu. Praktik pelaksanaan pemilihan Presiden dan
Wakil Presiden yang dimulai pada tahun 2004 hingga 2014 dilakukan secara berkala atau
dilaksanakan setelah adanya pemilihan legislatif. Hal ini dimungkinkan adanya tenggang
waktu yang tercipta untuk menjadikan hasil pemilihan legislatif (parlementary threshold)
menjadi acuan /tiket utuk mengajukkan calon presiden dengan ambang batas yang telah
ditentukan. Akan tetapi di tahun 2017 muncul UU No 222 pasal 7 tahun 2017 tentang
pemilu yang menyatakan bahwa pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau
gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi di
DPR sedikit sedikitnya 20% atau suara sah nasional 25% pada pemilihan legislatif 6. Hal
ini akan berdampak pada intensitas politik adanya faktor kepentingan partai, kepentingan
pemilu, dan akan berdampak terhadap kualitas demokrasi Indonesia relatif mengalami
kemunduran dalam konteks pemilu.

Permasalahan-permasalahan tersebut adalah pertama, diselenggarakannya pemilu


secara serentak yang menggunakan konsep presidential threshold yang tinggi akan

5
UUD 1945 pasal 22E
6
UU No 222 pasal 7 tahun 2017 tentang pemilu

8
menimbulkan ketidakpastian dari mana persentase presidential threshold untuk
mengajukkan calon presiden akan diambil. Jika penentuan ambang batas pencalonan
tersebut adalah berdasarkan pemilihan legislatif tahun sebelumnya maka akan
mengdiskreditkan kemungkinan partai baru atau partai yang sebelumnya tidak masuk
untuk bisa masuk ke dalam parlemen.

Kedua, permasalahan yang akan timbul jika ambang batas yang tinggi diterapkan
dengan pemilu serentak adalah dimungkinkannya koalisi yang dominan terhadap partai
yang calon presidennya memenangkan pemilihan presiden. Dalam artian hilangnya
oposisi sebagai penyeimbang kekuasaan, karena jika pemilu serentak akan secara
otomatis partai-partai akan memilih berkoalisi dengan partai yang menang tersebut.

Ketiga, konsep ini akan memberikan dampak terpecah belahnya pendukung yang
terbagi hanya pada dua kubu saja. Hal ini dikarenakan Dengan adanya ambang batas yang
tinggi secara mutatis mutandis akan menciptakan 2 calon presiden saja dalam kontestasi
pemilu. Lebih jauh lagi, intesitas atau pressure terhadap fanatisme pendukung tidak
dipecah dan difokuskan terhadap dua calon presiden saja. Padahal disinilah peran penting
bagi hukum sebagai alat yang harus bisa menerjemahkan situasi politik dan kepentingan
menjadi gagasan yang baik untuk pembangunan demokrasi.7

Permasalahan tersebut bertentangan dengan semangat keadilan (electoral


justice)8, di mana secara prinsip setiap orang berhak untuk mengusung calon dengan hak-
hak setara (candidacy right)9. untuk itulah berdasarkan problematika-problematika yang
telah disebutkan sebelumnya, Peneliti ingin membahas lebih dalam mengenai politik
hukum penetapan presidential threshold serta relasinya dengan penerapan hukum
presidential threshold dalam penyelenggaran Pemilu serentak di Indonesia. Penelitian
tersebut diangkat dan dibahas ke dalam sebuah penulisan skripsi dengan judul “
POLITIK HUKUM PRESIDENTIAL THRESHOLD 20% TERHADAP
KEADAAN DEMOKRASI DI INDONESIA.

Dari sini penulis mengangkat gagasan seperti apa motif yang terjadi di kalangan
parlemen pada saat itu, seperti apa motif kepentingan politik dari koalisi pemerintahan
7
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002), h. 10
8
Benjamin Relly, Democracy in Decided Societiesn : Electoral Engineering for Conflict Management, (New
York : Cambridge University Press, 2001), h. 35.

9
Fadli, Ramadhanil, “Ambang Batas Pencalonan Presiden dan Pemilu 2019”,

https://rumahpemilu.org/ambang-batas-pencalonan-presiden-dan-pemilu-2019/ diakses pada 23 Juni 2022.

9
dan partai politik yang terlibat. Disini penulis akan berusaha membedah hal tersebut
dengan kacamata politik hukum, serta dampaknya terhadap keadaan demokrasi Indonesia
saat ini dan demokrasi Indonesia dimasa mendatang. Penulis akan menggunakan metode
deduktif dengan pendekatan pendekatan aturan normatif dan pendekatan filosofi akan
demokrasi dan kebebasan. Sistematika penulisan penulis menggunakan deskriptif
kualitatif dengan menjelaskan fenomena yang terjadi terkait presidential Threshold 20%
dan dikaitkan dengan pemilu serentak 2019.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas bisa di simpulkan pertanyaan besar dan rumusan masalah yang
akan di sajikan proposal skripsi ini :
1. Apa motif politik hukum Presidential threshold 20% ?
2. Mungkinkah threshold 0% atau istilah itu dihilangkan ?
3. Bagaimana dampak UU No 222 pasal 7 tahun 2017 tentang pemilu terhadap
demokrasi Indonesia ?

C. Tujuan Penelitian
Dari latar belakang, indentifikasi masalah dan Rumusan masalahnya dapat di garis
bawahi bahwa tujuan dari penelitian ini :
1. Untuk mengetahui dan memahami bentuk dari Politik Hukum yang dirapatkan DPR
soal presidential Threshold terkait kebijakan UU No 222 pasal 7 tahun 2017
2. Untuk mengetahui regulasi atau hubungan presidential threshold 20% dalam pemilu
serentak tahun 2019 yang lalu

10
3. Untuk mengetahui dampak yang dihasilkan dari presidential threshold 20% terhadap
kualitas demokrasi Indonesia.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Manfaat Penelitian ini bisa menjadi sumber ilmu pengetahuan yang perlu di ulas
kembali seperti apa motif politik hukum yang ada, apakah kebijakan itu
menguntungkan rakyat atau oligarki (pemilik modal). Menjadi sumber ilmu
pengetahuan akan pentingnya mengerti akan konsep demokrasi dan pengaruh
presidential Threshold 20% terhadap demokrasi Indonesia.
2. Manfaat Praktis
Diharapkan Menjadi bahan materi, referensi bagi para elit politik dan pemerintahan
supaya berhati-hati dalam membuat keputusan,dan kebijakan. Diharapkan dengan
adanya penelitian ini mengurangi penyelewengan para penguasa dalam menggunakan
kekuasaannya.

E. Tinjauan pustaka
1. Jurnal yang ditulis ayon diniyanto 10
Mengukur Dampak Penerapan Presidential
Threshold Di Pemilu 2019. Jurnal ini membahas soal dampak diterapkannya
presidential Threshold yang dilaksanakan pada pemilu serentak yang pertama kali
pada tahun 2019 dan cenderung arahnya ke dampak dampak yang negatif setelah
berlakunya presidential Threshold 20%. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah
tanggapan atau pandangan terhadap kebijakan UU No 222 pasal 7 tahun 2017 tentang
pemilu berdasarkan perspektif politik hukum dan akibatnya bagi demokrasi Indonesia.
2. Skripsi yang ditulis Lytha Dayanata 11 Relevansi Sistem Dalam penyelenggaraan
pemilihan umum serentak. Isi skripsi ini adalah relevansinya sistem pemilu di

10
Ayon Diniyanto, Mengukur Dampak Penerapan Presidential Threshold di Pemilu Serentak
Tahun 2019, (Semarang: Jurnal UNNES, 2018).
11
Lytha Dayanara, Relevansi Sistem Dalam Model Penyelenggaraan Pemilu Serentak,Skripsi
S1 Kearsipan Fakultas Hukum, UNNES Semarang, 2017.

11
Indonesia dengan diselenggarakan secara serentak. Perbedaannya adalah terletak pada
seperti apa motif atau politik hukum demi kepentingan kekuasaan semata.
3. Skripsi yang ditulis Ahmad Fadoly12 Politik Hukum Penerapan Presidential Threshold
Dalam Penyelenggaraan Pemilu Serentak Di Indonesia. Isi dari skripsi ini adalah
melihat presidential Threshold dari kacamata politik hukum dan dikaitkan dengan
kepentingan pada pemilu 2019.
4. Buku ditulis oleh Mirza Nasution13 Politik Hukum dalam sistem Ketatanegaraan
Indonesia. Buku ini membahas tentang keadaan politik hukum, sistem hukum serta
politik perundang-undangan yang ada di Indonesia. Perbedaan pada buku ini peneliti
lebih mengkhususkan terhadap politik hukum yang timbul dalam pembuatan aturan
terkait presidential threshold. persamaan yang saling terkait dalam penelitian kali ini
adalah mengenai politik hukum yang ada di Indonesia
5. Skripsi yang ditulis Fajar Trileksono 14
Analisis Pertimbangan Mahkamah
Konstitusi Dalam Perkara Nomor 49/PUU-XVI/2018 Tentang Presidential
Treshold. Berisi tentang permohonan akan yudisial review yang diajukan oleh
Muhammad Busyro Muqoddas dkk tahun 2018 serta putusan Mahkamah Konstitusi
Dalam persoalan presidential threshold 20%.

F. Kerangka Teori

1. Politik Dan Hukum


Politik hukum adalah proses pembentukan kebijakan yang terjadi dalam
lembaga negara yang berwenang membentuk kebijakan dan peraturan, guna mencapai
tujuan yang diharapkan dan dikehendaki negara. Proses pembentukan tersebut
nantinya akan menghasilkan suatu produk kebijakan dan peraturan yang bertujuan
untuk kepentingan masyarakat. Sunaryati Hartono berpandangan terkait politik
hukum dan dituangkan dalam bukunya yang berjudul Politik Hukum Menuju Satu
Sistem Hukum Nasional. Dalam buku tersebut politik hukum dilihat sebagai sebuah
alat atau jalan mewujudkan cita-cita bangsa yang disampaikan dan dituangkan dalam
pembentukan hukum nasional melalui pemerintah Lebih dalam lagi Abdul Hakim G
12
Ahmad Fadoly, Politik Hukum penerapan presidential Threshold dalam pemilu serentak, Skripsi (S-1) karsipan
Fakultas syariah Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah 2020.
13
Mirza Nasution, Politik Hukum Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, (Medan: Puspantara, 2015)
14
Fajar Trileksono,

12
Nusantara memfokuskan politik hukum menjadi politik hukum nasional, menurutnya
politik hukum nasional adalah upaya pemerintahan suatu negara yang ingin
menerapkan secara nasional suatu kebijakan hukum (legal policy).15
Politik hukum nasional memiliki beberapa karakteristik diantaranya
Konsistensi pelaksanaan hokum yang ada, revitalisasi hukum yang bertujuan
mengganti hukum yang dianggap usang dengan hukum yang menyesuaikan zaman,
mempertegas fungsi lembaga hukum serta adanya pembinaan anggota, dan
menekankan pandangan pengambil kebijakan menjadi kesadaran hukum di
masyarakat. Berdasarkan faktor-faktor tersebut telah menjelaskan secara nyata yang
mencakup ketentuan berlakunya politik hukum dan proses pembuatan serta
pembaruan hukum, hal ini menjadi suatu penciptaan hukum yang berlandaskan dan
berdimensi terhadap sebuah konsep hukum.

2. Presidential Threshold
Presidential threshold merupakan aturan yang dibentuk oleh lembaga yang
berwenang yang menjadi suatu acuan dalam pencalonan presiden, acuan tersebut
berupa batasan yang didapatkan dari dukungan DPR, dukungan yang didapatkan
berbentuk hasil perolehan suara (ballot) atau hasil perolehan kursi (seat). Batasan
tersebut wajib didapatkan oleh partai politik atau gabungan partai Politik agar bisa
mencalonkan Presiden pada penyelenggaraan Pemilu. Ketentuan Presidential
threshold pada dasarnya tidak terkandung dalam Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun
1945, karena kandungan pasal tersebut.
Dalam konstitusi Menyatakan bahwa “Pasangan calon Presiden dan Wakil
Presiden diusulkan oleh Partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu
sebelum pelaksanaan Pemilu”, sebenarnya presidential threshold adalah ketentuan
tambahan yang Digunakan sebagai bagian dari syarat pencalonan Presiden dan Wakil
Presiden Guna mengatur dan membatasi partai politik dalam mengusung
perwakilannya Dalam penyelenggaraan Pemilu. Karena partai politiklah yang menjadi
Penghubung antara warga negara (the citizens) dengan pemerintahan (the
state).Apabila dikaji secara komprehensif, kebijakan presidential threshold
Sebenarnya berkaitan dengan kebijakan parlementary threshold atau ambang Batas
parlemen sebagai penyempurnaan dari electoral . sistem presidential threshold

15
Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, Dasar-Dasar Politik Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006),
h.30

13
merupakan kebijakan yang bertujuan kepada penguatan Sistem presidensil dengan
cara penyederhanaan partai politik. Hal ini bertujuan Menciptakan stabilitas antara
pemerintah dengan lembaga legislatif agar tidak menemukan kesulitan bagi
pemerintah dalam mengambil arah kebijakan.
Melalui putusan Nomor 3/PUU-VII/2009 mahkamah konstitusi menilai
penerapan presidential threshold bukanlah kebijakan yang dapat menggerus eksistensi
Parpol, justru penerapan presidential threshold adalah upaya nyata dalam optimalisasi
demokrasi. Mahkamah konstitusi pun menilai presidential threshold tidak
bertentangan dengan UUD NRI Tahun 194516 karena pada hakikatnya presidential
threshold tidak menderogasi prinsip kedaulatan rakyat, dan tidak tebang pilih karena
hal tersebut berlaku bagi semua Parpol. Menurut Mahkamah Konstitusi pula melalui
putusan Nomor 14/PUU-XI/2013 ketentuan presidential threshold itu sendiri dianggap
sebagai kebijakan hukum terbuka (open legal policy) dari pembentuk Undang-
Undang. Open legal policy sendiri Dimaknai sebagai kewenangan penuh pembentuk
Undang-Undang dalam Menentukan kebijakan hukum17.
Walaupun penerapan presidential threshold merupakan open legal policy,hal
tersebut tidaklah menafikan akan tercederainya demokrasi. Penerapan presidential
threshold akan menjadi unsur penting betapa kebebasan masyarakat untuk dipilih
tidak terpenuhi. Pada penerapannya presidential threshold harus selalu diiringi dengan
prinsip-prinsip demokrasi terutama pada penentuan presentase yang akan ditetapkan,
presentase tersebut harus memperhatikan seluruh lapisan masyarakat antara golongan
mayoritas dan minoritas, serta harus memperhatikan banyaknya keragaman seluruh
lapisan masyarakat di Indonesia, sehingga dalam penentuannya tidak ada golongan
atau kelompok tertentu yang merasa dirugikan demi terciptanya uinsur demokrasi
yang dalam hal ini adalah Pemenuhan aspirasi politik masyarakat. Penentuan
presentase presidential harus selalu memperhatikan keseimbangan antara politik
Hukum yang bertujuan untuk penyempurnaan sistem presidensil dengan adanya
perlindungan yang bertujuan menjaga keragaman politik di masyarakat. Penentuan
presentasepresidential threshold harus dilakukan berdasarkan asas-asas demokrasi

16
Dewa Made Putra Wijaya, “Mengukur Derajat Demokrasi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden”, Jurnal IUS, Vol. II Nomor 6 Desember 2014, h. 563.
17
Mardian Wibowo, “Menakar Konstitusionalitas sebuah Kebijakan Hukum Terbuka Dalam Pengujian Undang-
Undang”, (Jurnal Konstitusi, Volume 12 Nomor 2, Juni 2015), h. 211.

14
yang seharusnya tanpa memikirkan kerugian atau keuntungan yang akan didapatkan
Parpol .

3. Pemilu serentak
Diselenggarakan dan dilaksanakannya pemilu adalah sebagai wadah atau
Wahana bagi masyarakat mengontrol pemerintah. Terpenuhinya perwujudan
Demokrasi dengan pelaksanaan Pemilu yang baik bertujuan untuk memberikan
Sepenuhnya mandat atau suara rakyat kepada para perwakilan di parlemen pada
Setiap pengambilan kebijakan Hal tersebut adalah suatu perwujudan Pemenuhan hak
yang sama antara masyarakat dengan pemerintahan. Dalam hal Ini memang rakyat
tidak terlibat secara langsung terkait pengambilan keputusan, Tetapi melalui
pelaksanaan Pemilu suara rakyat secara penuh telah diwakilkan Kepada perwakilan
yang dipilih oleh rakyat itu sendiri pada pengambilan keputusan atau kebijakan
politik.
Harris G. Warren berpandangan bahwasannya Pemilu merupakan hak Setiap
warga negara untuk menentukan arah tujuan negara selanjutnya dengan Cara
menetapkan siapa yang pantas membawa negara serta memimpin negara Kedepannya,
dengan harapan arah negara selanjutnya sesuai dengan kehendak Warga negara itu
sendiri. Lebih lanjut lagi A. Sudiharto menjelaskan bahwa Pemilu merupakan wujud
nyata pelaksanaan demokrasi serta menjadi wadah Keterlibatan rakyat dalam
perwujudan cita-cita negara.
Dalam ranah teoritis, konsep Pemilu serentak adalah suatu kebijakan politk
untuk melakukan penggabungan pelaksanaan Pemilu legislatif dan Pemilu eksekutif
dalam satu hari H pemungutan suara. Dalam konteks perbandingan (comparative)
sistem politik yang berkembang, konsep Pemilu serentak hanya dikenal di negara-
negara penganut sistem pemerintahan presidensil. Sebab, sistem ini, baik anggota
legislatif maupun pejabat eksekutif dipilih melalui Pemilu. Berbeda dengan sistem
pemerintahan parlementer, dimana pemilu legislatif dengan sendirinya menghasilkan
pejabat eksekutif. Sebab, Parpol atau koalisi Parpol yang memenangi Pemilu
menguasai mayoritas kursi parlemen sehingga bisa membentuk pemerintahan.
Sebagaimana diutarakan oleh Didik Supriyanto bahwa gagasan Pemilu serentak
mampu mengatasi politik dinasti Dengan dasar argumentasi.
Pertama, bila Pemilu legislatif dan Pemilu eksekutif dilaksanakan bersamaan,
setiap orang (termasuk petahana dan kerabatnya) memiliki peluang terbatas untuk

15
mencalonkan diri. Mereka harus memilih salah satu jabatan yang hendak digapai,
antara anggota legislatif atau jabatan eksekutif, baik yang terpilih Maupun yang tidak
berada dalam posisi sama dalam kurun lima tahun ke depan. Bandingkan dengan
situasi saat ini, pada saat Pemilu legislatif setiap orang memburu kursi DPR, DPD,
dan DPRD. Selang satu atau dua tahun kemudian, mereka yang sudah mendapat kursi
parlemen maupun yang gagal bergerak ke arena eksekutif berebut kursi kepala daerah
dalam Pilkada. Bagi pemilik kursi parlemen yang gagal bisa kembali menduduki
kursinya, sedangkan yang berhasil akan meninggalkan kursinya untuk orang lain,
yang bisa jadi adalah kerabatnya. Kedua, penggabungan Pemilu legislatif dan Pemilu
eksekutif memaksa partaipartai politik membangun koalisi sejak dini. Mereka sadar,
keterpilihan calon pejabat eksekutif yang mereka usung akan memengaruhi
keterpilihan caloncalon anggota legislatif.
Hal ini mendorong partai-partai akan membangun koalisi besar sehingga pasca
pemilu menghasilkan blocking politic di satu pihak, terdapat koalisi besar yang
memenangi jabatan eksekutif sekaligus menguasai kursi parlemen, di pihak lain
terdapat koalisi gagal meraih jabatan eksekutif yang menjadi kelompok minoritas
parlemen sehingga mau tidak mau menjadi oposisi. Dengan demikian melalui gagasan
Pemilu serentak diharapkan menjadikan suatu upaya untuk membangun kualitas
demokrasi yang terkonsolidasi sehingga secara otomatis akan berdampak pada
menguatnya sistem Presidensil di Indonesia.
Pada intinya Pemilu merupakan perwujudan dari negara atas kedaulatan rakyat
banyak, dan Indonesia pada Pemilu 2019 memiliki konsep Pemilu yang berbeda dari
biasanya yaitu Pemilu serentak, yang mana Pemilu serentak atau yang disebut dengan
concurrent elections didefinisikan sebagai sistem Pemilu yang melangsungkan
beberapa pemilihan pada satu waktu yang bersamaan. Lebih spesifiknya Pemilu
serentak adalah pelaksanaan pemilihan legislatif Dengan pemilihan presiden dan
wakil presiden diadakan dalam waktu yang bersamaan atau bisa disebut juga secara
serentak. Hal ini Berdasarkan putusan Mahkamah konstitusi Nomor 14/ PUU-XI/
2013 tentang pemilu serentak, diterapkannya aturan ini bertujuan untuk
meminimalkan pembiayaan negara dalam pelaksanaan Pemilu, meminimalisir politik
biaya tinggi bagi peserta Pemilu, serta politik uang yang melibatkan pemilih,
penyalahgunaan kekuasaan atau mencegah politisasi birokrasi, dan merampingkan
skema kerja pemerintah18.
18
Putusan Mahkamah konstitusi Nomor 14/ PUU-XI/ 2013

16
4. Demokrasi
Sebagai paham mayoritas yang dianut oleh berbagai negara di dunia. Seperti
hasil penelitian Amos J. Peaslee, pada tahun 1950, sebanyak 90 % negara Menganut
prinsip kedaulatan rakyat (people power) terbukti dari 83 konstitusi Negara-negara
yang diperbandingkan, terdapat 74 negara yang Paradigma sistem Pemerintahan dan
politik modern, telah menasbihkan demokrasi sebagai suatu Konsep ideal 19. Konsep
demokrasi juga diterjemahkan oleh Ni‟matul Huda Sebagai asas dan sistem yang
paling baik di dalam sistem politik dan Ketatanegaraan 20. Dalam perkembangan tata
negara modern, secara superiorDemokrasi menjelma konstitusinya secara resmi
menganut prinsip kedaulatan Rakyat21.
Pada dasarnya, proses kompetisi untuk mencapai kekuasaan tersebut tetaplah
dibingkai oleh etika normatif yang mengarah pada terjadinya equlibrium sosial.
Kesantunan politik dan etika politik dalam paham demokrasi harus tetap dijaga.
Mengingat konsep liberalisasi dalam paham ideologi demokrasi harus diartikan
sebagai sebuah masyarakat yang bebas dan tetap bertanggung jawab. Masyarakat
diatur dalam skema aturan main yang jelas sehingga si kuat tidak menindas si lemah
tidak akan tercipta. Konsepsi ini memerlukan hukum yang mengatur segala bentuk
aturan main, baik dalam sosiopolitik, ekonomi, dan kebudayaan. Berbicara terkait
demokrasi, kita juga perlu membicarakan nilai-nilai yang Terkandung dalam
demokrasi itu sendiri, secara komprehensif Henry B. Mayo Mengklasifikasikan nilai-
nilai yang terdapat dalam sistem demokrasi, antara lain22 :
a) Pertama, demokrasi adalah sistem dengan ciri menyelesaikan masalah
Dengan damai dan melembaga serta menggunakan paksaan sedikit
mungkin. Demokrasi, sejatinya merupakan satu-satunya sistem yang
mengakomodir sahnya ekspresi politik dari pertikaian kepentingan dan
pendapat, tetapi mengatur penyelesaiannya secara damai (kompromi)
yang melembaga melalui perundingan politik, sebagai alternatif dari
penyelesaian berdasarkan kekerasan atau dekrit seperti dalam skema
pemerintahan diktator.

19
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme, (Jakarta: Konstitusi Press, 2005), h. 141.
20
Ni‟matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), h. 259.
21
Amos J. Peaslee, Constitutions of Nation, Vol. I, Concord, The Rumford Press, New
22
Henry. B. Mayo, Nilai-nilai Demokrasi, dalam Miriam Budiardjo (Ed.), Masalah Kenegaraan, (Jakarta:
Gramedia, 1975), h. 159-196.

17
b) Kedua demokrasi adalah sistem yang mengakui dinamisnya
masyarakat Yang dapat selalu berubah. Karena itu, proses
perkembangan teknologi dan Industri dunia modern, berdasarkan nilai
demokrasi, tidak dapat dilakukan lewat “operasi darurat” atau cara-
cara yang dipaksakan, despotis, dan dikerahkan dari Pusat secara ketat
karena ketidaksabaran, seperti yang terjadi pada kebanyakan negara-
negara berkembang.
c) Ketiga, dinamisnya pergantian peimpin dalam tempo yang teratur dan
damai lewat Pemilihan umum yang jujur dan adil serta kompetitif.
d) Keempat, nilai keanekaragaman, maksudnya demokrasi dalam hal ini
melihat keanekaragaman bukan saja sebagai sesuatu yang ada dan sah,
tetapi Sebagai sesuatu yang baik sebagaimana kebebasan. Untuk itu
diperlukan masyarakat yang saling memahami serta mengerti berbagai
macam bentuk keanekaragaman.
e) Kelima, demokrasi memiliki pandangan yang terbuka bahwa tidak
terdapat nila-nilai yang dapat ditarik sampai pada batas yang mutlak.
Dalam masyarakat demikian, karena posisinya sama, kesempatan
untuk prakarsa dan pengembangan bakat paling tidak kondisi yang
memungkinkan diberikan.
f) Keenam, demokrasi menjunjung tinggi supremasi keadilan sebagai inti
dari Moralitas politik. Demokrasi merupakan sistem terbaik untuk
menegakkan keadilan. memberikan kesempatan yang adil pada tiap-
tiap masyarakat agar mengajukan perwakilan dan cara-cara damai
apabila diperlukan penyelesaian pertikaian politik akan melahirkan
keadilan relatif. Partisipasi rakyat berarti memperluas jumlah orang
yang akan diliputi keadilan dan karena adanya pengawasan dan kontrol
rakyat sebagai esensi demokrasi kemudian akan mendatangkan
pemerintahan yang adil serta bertanggung jawab.

G. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian

18
Jenis penelitian menggunakan penelitian deskriptif atas nilai normatif yang ada.
Penelitian ini Menggunakan beberapa pendekatan untuk menganalisis permasalahan
yaitu:
a. Pendekatan (historical approach) yaitu pendekatan yang dilakukan Dengan
menganalisa argumentasi perdebatan yang terjadi dalam rapat Panitia khusus
(Pansus) RUU Penyelenggaraan Pemilu, hal tersebutDilakukan untuk
memahami dasar argumentasi serta pemikiran para pansus yang melandasi
terbentuknya undang-undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
khususnya yang berkaitan dengan pembentukan presidential threshold dengan
besaran angka 20%. Pendekatan historis ini ditujukkan agar lebih memahami
tujuan serta isi argumentasi suatu objek Yang diteliti.
b. Pendekatan Undang-undang (statute approach) yaitu pendekatan dengan
Menggunakan undang-undang yang berkaitan dengan pemilihan umum dan
Aturan dalam pembuatan undang-undang.
2. Definisi konseptual
1) Politik Hukum
Secara esensial, ada beberapa landasan atau poin penting yang menjadi dasar
terlaksananya pembangunan politik hukum nasional. Pertama landasan
berdasarkan norma kehidupan berbangsa dan bernegara serta hukum yang
berjiwa Pancasila (landasan idiil). Kedua adalah landasan operasional,
landasan
ini memiliki bebrapa ciri yaitu:
a) Hukum yang memberikan keadilan dan kesejahterakan, maksudnya
hukum itu harus dijadikan alat atau sarana pembaruan untuk
kepentingan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu dalam
pembentukan hukum haruslah harmonis serta menyesuaikan dengan
konsep negara kesejahteraan, karena pada dasarnya hukum adalah
untuk manusia23.
b) demokrasi yang kuat karena hukum, disini diartikan hukum dibentuk
untuk memperkokoh demokrasi dan harus berlandaskan konsep yang
mementingkan keberlangsungan demokrasi serta berpola pikir
membumikan idealisme demokrasi pada kehidupan politik, oleh karena

23
Satjipto Rahardjo, menggagas Hukum Progresif Indonesia, (Semarang: Kerjasama Pustaka Pelajar, IAIN
Walisongo dan Program Doktor Ilmu Hukum UNDIP, 2006), h. 1

19
itu diperlukan pondasi hukum yang berpegang teguh terhadap tujuan
demokrasi dengan dukungan muatan moral yang kuat.
c) Hukum yang menjamin hak-hak dasar warga negara. Maksudnya
adalah hukum yang dibentuk harus mementingkan hak asasi manusia.
d) hukum bertujuan merkokoh NKRI. Dalam pembentukan hukum
terciptanya NKRI yang semakin kuat adalah landasan dasar yang harus
ada yang dalam perancangan undang undang
e) Hukum yang berbhineka tunggal ika, dalam pembentukan hukum
harus memperhatikan berbagai macam perbedaan, seperti keberagaman
sosial serta banyaknya kelompok-kelompok yang ada, dengan tetap
berpegang pada dasar negara dan keutamaan persatuan bangsa.
f) Hukum diciptakan guna melindungi bangsa dan tumpah darah
Indonesia.

Keikutsertaan negara pada hukum maksudnya adalah dalam hal penciptaan


hukum, ini diartikan negara memiliki kewajiban dalam pemeliharaan
keadilan dan ketertiban. Keikutsertaan negara selanjutnya adalah pada
pelaksanaan hukum, hal ini mewajibkan negara membentuk alat-alat
sebagai pelaksanaan dan penegakan hukum menurut ketentuan yang telah
ditetapkan negara. Keikutsertaan selanjutnya adalah pada berkembangnya
hukum, yaitu kesadaran masyarakat menjadi dasar pembentukan hukum,
dalam hal ini negara berusaha meyakinkan kesadaran masyarakat pada
perkembangan hukum yang seharusnya.

2) Presidential threshold 20%


Merujuk pada UU no 7 pasal 222 tentang pemilu yang dibuat pada tahun 2017
disebutkan bahwa pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan
partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi di
DPR sedikit sedikitnya 20% atau suara sah nasional 25% pada pemilihan
legislatif. Undang undang tentang pemilu menjelaskan bahwa ambang batas
pencalonan presiden ditentukan oleh jumlah kursi parlemen atau komposisi
suara yang disitu dianggapnya sebagai suatu sistem pemilu yang memperkuat
sistem presidensiil. Dalam sejarahnya presidential threshold ditetapkan pada
pemilu pertama kali di Indonesia yaitu tahun 2004 dimana Partai politik atau
gabungan partai politik harus memperoleh sekurang-kurangnya 15 persen

20
jumlah kursi DPR atau 20 persen dari perolehan suara sah nasional dalam
Pemilu anggota DPR.24Pada pemilihan presiden (Pilpres) secara langsung di
tahun 2009 terdapat perubahan ketentuan besaran presidential threshold
seiring dikeluarkannya UU Pemilu terbaru. Hal ini tercantum dalam Undang
Undang Nomor 42 Tahun 2008 Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden pasal 9 yang berbunyi Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik
atau Gabungan Partai Politik peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan
perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR
atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah nasional dalam
Pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden25. Pemilihan presiden (Pilpres) secara langsung di tahun 2014 tidak
terdapat perubahan ketentuan besaran presidential threshold. Pemilihan
presiden (Pilpres) secara langsung di tahun 2014 kembali terdapat perubahan
yang kerap disebut dengan presidential threshold 20 persen.Ketentuan baru
pada Pilpres 2019 untuk partai politik atau gabungan partai politik bisa
mengajukan nama pasangan calon presiden dan wakil presiden adalah harus
memperoleh sekurang-kurangnya 20 persen jumlah kursi DPR atau 25 persen
dari perolehan suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR.Hal ini
tercantum dalam Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 222 tentang
Pemilihan Umum yang berbunyi Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik
atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan
perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR
atau memperoLeh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional
pada Pemilu anggota DPR sebelumnya26. Sementara nilai presidential
threshold 2024 masih menjadi perbincangan jelang Pemilu yang akan datang.
3) Pemilu serentak
Pemilu serentak dimulai dari tahun 2019 dimana presidential threshold
ditetapkan 20% demgan UU no 7 pasal 222 tahun 2017. Logika dari sistem
presidensiil adalah pemilihan terpisah dari legislatif terlebih dahulu baru
kemudian pemilihan presiden dan wakil presiden. Di pasangnya Threshold
20% dikaitkan dengan pemilu serentak sangatlah tidak tepat menurut penulis.

24
Undang Undang Nomor 23 Tahun 2003 pasal 5 ayat 4
25
Undang undang Nomor 42 Tahun 2008 pasal 9
26
Undang undang nomor 7 pasal 22 tahun 2017

21
Seperti yang tertulis di latar belakang bahwa presidential threshold yang tinggi
akan menimbulkan ketidakpastian dari mana persentase presidential threshold
untuk mengajukkan calon presiden akan diambil. Jika penentuan ambang batas
pencalonan tersebut adalah berdasarkan pemilihan legislatif tahun sebelumnya
maka akan mengdiskreditkan kemungkinan partai baru atau partai yang
sebelumnya tidak masuk untuk bisa masuk ke dalam parlemen. Permasalahan
yang akan timbul jika ambang batas yang tinggi diterapkan dengan pemilu
serentak adalah dimungkinkannya koalisi yang dominan terhadap partai yang
calon presidennya memenangkan pemilihan presiden.konsep ini akan
memberikan dampak terpecah belahnya pendukung yang terbagi hanya pada
dua kubu saja. Hal ini dikarenakan Dengan adanya ambang batas yang tinggi
secara mutatis mutandis akan menciptakan 2 calon presiden saja dalam
kontestasi pemilu. Dan dengan konsep presidential threshold ditetapkan
dengan pemilu serentak maka banyak partai politik yang hak halnya
dihilangkan dalam artian partai Politik yang tidak memiliki kursi di parlemen
dan tidak memiliki suara.
4) Demokrasi
Dalam demokrasi terdapat konsep konstitusionalisme yaitu suatu konsep atau
gagasan yang berpendapat bahwa kekuasaan pemerintah perlu dibatasi, agar
penyelenggaraan negara tidak sewenang-wenang. Konstitusionalisme
mengatur pelaksanaan rule of law dalam hubungan individu dengan
pemerintah. Konstitusionalisme menghadirkan situasi yang dapat memupuk
rasa aman, karena adanya pembatasan terhadap wewenang pemerintah yang
telah ditentukan terlebih dahulu, kata Richard Kay27 Constitutionalism atau
Konstitusionalisme mengemban the limited state, agar penyelenggaraan
negara dan pemerintahan tidak sewenang-wenang. Pada Pasal 1 ayat 2
UndangUndang Dasar 1945, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang–Undang Dasar”. Pasal konstitusi dimaksud
memuat paham konstitusionalisme. Rakyat pemegang kedaulatan tertinggi
terikat pada konsititusi. Kedaulatan rakyat dilaksanakan menurut Undang-
Undang Dasar. Oleh karenanya Demokrasi harus sejalan dengan kehendak
rakyat tidak bisa disederhanakan hanya menjadi kehendak partai Politik saja.

27
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustala Utama, 2008), hlm. 170.

22
3. Sumber Dan Jenis Data .
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan Menggunakan studi
dokumentasi sedangkan alat penelitian yang digunakan Dalam penelitian ini adalah
studi kepustakaan atau studi dokumen terhadap bahan Pustaka. Pencarian dan
dilakukan dengan cara mencari bahan-bahan hukum, Baik dengan penelusura
kepustakaan maupun melalui penelusuran internet.
Sumber Data dalam penelitian ini dibagi menjadi 3 Data :
• Primer Data primer dalam penelitian ini adalah UUD 1945, Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum, risalah rapat
panitia Khusus (PANSUS) RUU penyelenggaraan Pemilu dan risalah
sidang DPR terkait undang-undang Pemilu.
• Sekunder Data sekunder dalam penelitian ini adalah semua publikasi
secara online Maupun terbitan penerbit tentang dokumen-dokumen
sejarah. Publikasi mengenai dokumen-dokumen dibidang politik dan
hukum tentang pemilihan umum dan presidential threshold, jurnal-
jurnal hukum, kamus hukum, maupun komentar-komentar atau
pandangan hukum tentang presidential threshold. Penelitian
kepustakaan dalam data sekunder ini dilakukan dengan cara riset dan
menggutip pendapat yang dapat mendukung.
• Tersier Yaitu bahan berupa sumber-sumber yang digunakan sebagai
tambahan Atau pelengkap dari bahan primer maupun sekunder, yaitu
kamus maupun Ensiklopedia dan bahan dari inernet.

4. Teknik pengumpulan Data


Setelah data diperoleh, maka yang dilakukan selanjutnya adalah mengolah Data,
melalui tahap-tahap sebagai berikut:
1) Seleksi data, yaitu pemerikasaan data untuk mengetahui apakah data Tersebut
sudah lengkap sesuai dengan keperluan penelitian.
2) Klasifikasi data, yaitu menempatkan data sesuai dengan bidang atau pokok
Bahasan agar mempermudah dalam menganalisisnya.
3) Sistematika data, yaitu penyusunan data menurut sistematika yang telah
Ditetapkan dalam penelitian sehingga mempermudah dalam Menganalisisnya.

5. Teknik Analisis Data

23
Teknik analisis dari penelitian ini menggunakan analisis deskriptif yang Menjelaskan
secara historis dan perbandingan argumentasi dalam beberapa fraksi Dan
mendapatkan kesimpulan dengan metode deduktif, arbersifat umum terhadap
permasalahan lalu akan menuju kepada permasalahan.

H. Sistematika Penulisan

Dalam pembahasan skripsi ini penulis akan menguraikan isi dari setiap Bab.
Penulis membagi akan ada 5 bab prosedur yang dilakukan mulai dari latar belakang
orientasi dari pemikiran penulis, rumusan masalah, tujuan penelitian manfaatnya,
dilanjutkan dengan mempelajari tentang presidential threshold dengan memaparkan
landasan teori kerangka Teori berdasarkan tinjauan pustaka yang menjadi refrensi, setelah
itu menganalisis dengan pendekatan politik hukum dan aturan normatif sesuai filosofi
demokrasi. Dilanjutkan dengan memerkirakan apa yang akan terjadi jika presidential
threshold terus berlanjut dan jika dihilangkan, beserta hasil dari penelitian yang telah
lakukan. Yang terakhir adalah bagian penutup yaitu terdapat kesimpulan, kritik saran
terhadap skripsi selanjutnya akan ditampilkan daftar Pustaka dan penulis akan
melampirkan di lembar terakhir sesuai dengan format yang telah ditentukan. Berikut
adalah tahapan sistematika penulisan.
1. Bab Satu
Baib ini merupakan orientasi penulis terhadap observasi masalah dalam bab
ini membahas tentang, latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat Penelitian entah manfaat secara maupun maupun, tinjauan pustaka,
kerangka teori, metodologi penelitian, sistematika penulisan.
2. Bab Dua
Dalam Bab ini penulis menyampaikan landasan teori lebih mendalam motif
politik hukum, dan kepentingan terhadap kebijakan presidential threshold
20%.
3. Bab Tiga
Bab tiga ini penulis akan membahas tentang dampak dari kebijakan
presidential Threshold 20% terhadap keadaan di pemerintahan partai politik
dan prediksi pilpres pada pemilu tahun 2024 Indonesia.
4. Bab Empat

24
Dalam bab empat ini akan tertulis hasil dari penelitian yang telah dilakukan
oleh penulis, yaitu hasil dari politik hukum yang di lakukan oleh parlemen
terkait pembuatan undang-undang nomor 222 pasal 7 tahun 2017 tenntang
pemilu yang mengatur ambang batas pencalonan presiden dengan sistem
Presidential threshold 20% dan dampaknya terhadap keadaan demokrasi
Indonesia.
5. Bab Lima
Bab ini merupakan penutup dari skripsi yang penulis bahas akan ada
kesimpulan kritik saran terhadap karya ilmiah penulis.

I. Daftar Pustaka

Peraturan perundang undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pembukaan Undang-Undang Dasar


Undang Undang Dasar Pasal 22 E

Undang-Uundang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang pemilihan umum.

25
Undang Undang Nomor 222 Pasal 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum.

Buku

Abercrombie, Hill, dan Turner dalam Sukmana Oman, Konsep dan Teori Gerakan Sosial,
Malang: Intrans Publishing, 2016.

Asshiddiqie, Jimly, Konstitusi dan Konstitusionalisme, Jakarta: Konstitusi Press, 2005.…,


Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, Jakarta: BIP, 2008.

Amsari Feri Perubahan UUD 1945: Perubahan Konstitusi NKRI Melalui Putusan
Mahkamah, Jakarta: Konstitusi, Rajawali Pers, 2011.

Budiardjo, Miriam, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002.

Benjamin, Relly, Democracy in Decided Societiesn : Electoral Engineering for Conflict


Management, New York : Cambridge University Press, 2001.

Dayanara, Lytha, Relevansi Sistem Dalam Model Penyelenggaraan Pemilu


Serentak,Skripsi S1 Kearsipan Fakultas Hukum, UNNES Semarang, 2017.

Huda, Ni’matul, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2005.

Syaukani, Imam dan A. Ahsin Thohari, Dasar-Dasar Politik Hukum, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2006.

Held, David, dalam suyatno, Menjelajahi Demokrasi, Bandung: Humaniora RI, 2008.

Pamungkas, Sigit, Perihal Pemilu, Yogyakarta: Laboratorium Jurusan Ilmu Pemerintahan


dan Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisipol UGM, 2009.

Ghaffar, Janedri M, Politik Hukum Pemilu, Jakarta: Konstitusi Pres, 2012.

Ibid.

Janda, K, J. Berry, & J. Goldman, The Challenge of Democracy, Boston: Houghton


Mifflin, 1997.

Rahardjo, Satjipto, Beberapa Pemikiran Tentang Ancangan Antar Disiplin Dalam


Pembinaan Hukum Nasional, Bandung: Sinar Baru, 1985.

Jurnal

26
Wijaya, I Dewa Made Putra, Mengukur Derajat Demokrasi Undang-Undang Nomor 42
Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Jurnal IUS,
Vol. II, No. 6 Desember 2014.

Negretto, Gabriel L, Minority Presidents and Democratic Performance in Latin America,


Latin American Politics and Society, Vol. 48, No. 3, 2006.

Web

Fadli, Ramadhanil, “Ambang Batas Pencalonan Presiden dan Pemilu 2019”,


https://rumahpemilu.org/ambang-batas-pencalonan-presiden-dan-pemilu-2019/.

https://nasional.kompas.com/read/19565481/kubu-jokowi-bernama-koalisi-indonesi

https://amp.kompas.com/skola/read/2020/01/15/113000169/pemilu-pengertian-alasan-
fungsi-asas-dan-tujuan

Lampiran

1. Bagaimana politik hukum atas penetapan uu no 7 pasal 222 tahun 2017tentang


pemilu ?
2. Apakah ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden dengan 20 %
komposisi kursi dan 25% komposisi suara itu syarat yang wajar karena apa ?

27
3. Apa alasan Mahkamah Konstitusi menolak yudisial review tentang UU no 7
pasal 222 tahun 2017 ?
4. Apakah yang dimaksud Open legal policy menurut undang ?
5. Apakah yang dimaksud legal standing. ?
6. Apakah presidential Threshold 20 %bisa memperkuat sistem presidensiil ?
7. Bagaimana kita melihat ambang batas pencalonan presiden 20% menurut
perspektif konstitusi ?
8. Bagaimana akibat dari adanya presidential Threshold 20% terhadap dinamika
demokrasi di Indonesia ?
9. Dari hasil pemilu serentak yang menghasilkan 2 pasang calon presiden dan
wakil presiden apakah dampak polarisasi yang dihasilkan ?

28

Anda mungkin juga menyukai