Anda di halaman 1dari 36

PROPOSAL SKRIPSI

HALAMAN UTAMA

KEWENANGAN BAWASLU DALAM PENGAWASAN PEMILU 2024

BERDASARKAN UNDANG - UNDANG

07 TAHUN 2017

(Studi Kasus di Bawaslu Kabupaten Merangin)

LINA FARDA

2020150009

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA

UNIVERSITAS MERANGIN

YAYASAN PENDIDIKAN MERANGIN

2023
DAFTAR ISI

HALAMAN UTAMA.......................................................................................... 0
DAFTAR ISI ........................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
B. Kewenangan Bawaslu ............................................................................. 10
C. Rumusan Masalah ................................................................................... 13
D. Tujuan Penelitian .................................................................................... 13
E. Manfaat Penelitian .................................................................................. 14
1. Manfaat Teoritis .................................................................................. 14
2. Manfaat Praktis .................................................................................... 14
F. Kerangka Konseptual .............................................................................. 14
1. Kewenangan ........................................................................................ 14
2. Pengawasan ......................................................................................... 15
3. Pemilu ................................................................................................. 16
G. Landasan Teori........................................................................................ 18
1. Teori Demokrasi .................................................................................. 18
2. Teori Kewenangan .............................................................................. 19
3. Teori Pengawasan ................................................................................ 23
H. Metode Penelitian.................................................................................... 26
1. Tipe Penelitian ..................................................................................... 26
2. Bahan hukum primer ........................................................................... 27
3. Pendekatan .......................................................................................... 27
4. Pengumpulan bahan hukum ................................................................. 28
5. Analisis Bahan Hukum ........................................................................ 29
I. Sistematika Penulisan .............................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 32

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatnya

dan meningkatkan derajat orang-orang yang beriman serta berilmu

pengetahuan, atas berkat rahmat dan karunianya, penulis dapat menyelesaikan

pembuatan proposal skripsi dengan judul “KEWENANGAN BAWASLU

DALAM PENGAWASAN PEMILU 2024 BERDASARKAN UNDANG-

UNDANG 07 TAHUN 2017 (STUDI KASUS DI BAWASLU KABUPATEN

MERANGIN)”. Shalawat beserta salam semoga tersampaikan kepada Nabi

Muhammad SAW yang telah mengantarkan umat manusia kepada zaman

sekarang ini dengan ilmu pengetahuan yang sudah sangat berkembang.

Selama menyelesaikan proposal skripsi ini, tidak sedikit hambatan yang

penulis temui. Namun berkat bantuan moril dan materil yang penulis terima

dari berbagai pihak, maka hambatan tersebut dapat penulis lalui.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal kepada semua

yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan proposal skripsi ini,

dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa proposal skripsi ini

masih jauh dari kesempurnaan untuk masa mendatang.

Akhir kata penulis berharap agar proposal skripsi ini dapat memberikan

manfaat bagi penulis dan semua yang berkepentingan pada umumnya, amin.

Penulis

LINA FARDA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Demokrasi adalah adanya pemilihan umum yang dilakukan secara

regular guna membentuk pemerintahan yang demokratis, dalam mewujudkan

Demokrasi dikenal dua pendekatan yang sejalan beriringan yaitu pertama

pendekatan yang menekankan pada prosedur, legalitas dan kelembagaaan, serta

pendekatan kedua yang menekankan pada sisi substansi, idealis dan esensi.

Demokrasi benar-benar akan terwujud jika kedua pendekatan tersebut berjalan

secara beriringan, artinya prosedur dan mekanisme dalam mewujudkan

demokrasi harus sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai dari demokrasi

itu sendiri, dalam konteks demokrasi Indonesia tujuan demokrasi adalah untuk

membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap

bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan

ketertiban dunia.1

Perkembangan demokrasi di Indonesia pasca runtuhnya orde baru hingga

saat ini telah mengembangkan pemikiran dari rakyat untuk mengimplementasikan

asas kedaulatan rakyat dengan berbagai cara, sehingga dalam setiap sendi

kehidupan bernegara nilai-nilai kedaulatan rakyat selalu menjadi jantung yang

memompa darah keseluruh tubuh kenegaraan Republik Indonesia, selama ini rakyat

merasa bahwa kedaulatan mereka hanya terbatas pada partisipasi mereka dalam

1
Salman, Laporan Akhir Divisi Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kabupaten Merangin,
Bangko: Alber Trisman, 21 sep 2020, hlm. 1

1
2

pemilu untuk memilih anggota legislatif yang merupakan perwujudan wakil rakyat,

sehingga rakyat menuntut agar peranan rakyat tidak hanya terbatas pada lingkup

pemilihan legislatif saja melainkan juga lingkup pemilihan lembaga eksekutif mulai

dari lingkup lembaga eksekutif tertinggi yaitu Presiden, sampai pemilihan kepala

daerah.

Konsep Demokrasi Bangsa dan negara merupakan konsep riil yang

memberikan pola bagi masyarakat sosial di dalamnya untuk menjalankan

kehidupan bernegara titik tatanan sosial masyarakat tentunya diatur secara paralel

dengan ketentuan dan peraturan yang mengikat dan saling terikat antara kehidupan

masyarakat secara individu atau sebagai masyarakat sosial. Peraturan dalam

kehidupan sosial merupakan sebuah norma yang harus dijunjung keberadaannya

dan ditaati sebagai konsekuensinya. Keberadaan norma dalam kehidupan sosial

masyarakat tentunya menjadi tanggung jawab bersama dalam mempertahankan

nilai-nilai moral dan etika yang berkelanjutan sesuai dengan kondisi lingkungan

masyarakat itu sendiri, tujuannya untuk membangun masyarakat yang bertahta nilai

dengan prinsip keadilan dan kebaikan.

Pemilihan umum secara Keteraturan hidup berdasarkan norma dibangun

berdasarkan ketaatan terhadap hukum yang melingkupinya, baik hukum agama,

sosial, dan negara Plato mendefinisikan hukum sebagai suatu sistem aturan-aturan

positif yang terorganisir atau terformulasi, mengikat pada keseluruhan individu

dalam negara.2 langsung oleh rakyat merupakan sarana perwujudan kedaulatan

2
Herman Bakir, Filsafat Hukum Desain dan Arsitektur Kesejarahan, Bandung:
Refika Aditama, 2007, hlm. 175.
3

rakyat guna menghasilkan pemerintahan Negara yang demokratis berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Undang- Undang Dasar 1945 dalam

Pasal 1 ayat (2) menyatakan bahwa “kedaulatan berada ditangan rakyat dan

dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Penyelenggaraan pemilihan umum

secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dapat terwujud apabila

dilaksanakan oleh penyelenggara pemilihan umum yang mempunyai integritas,

profesionalisme dan akuntabilitas.

Akuntabiltas berarti setiap pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan

Pemilu harus mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugas dan kewenangannya

kepada publik baik secara politik maupun secara hukum. Bertanggung jawab secara

politik berarti setiap unsur yang terlibat dalam penyelenggaraan Pemilu mempunyai

kewajiban menjelaskan kepada masyarakat fungsinya dan alasan tindakan yang

diambil. Bertanggungjawab secara hukum berarti setiap pihak yang diduga

melakukan pelanggaran hukum perihal asas-asas Pemilu yang demokratik wajib

tunduk pada proses penegakan hukum berdasarkan asas praduga tak bersalah dan

asas due process of law yang diatur dalam KUHAP Oleh karena itu salah satu

prasyarat penting dalam penyelenggaraan Pemiludi Negara demokrasi adalah

bahwa penyelenggaraan Pemilu dilaksanakan oleh lembaga yang mandiri dari

pemerintah.3

Pemilihan umum dapat disebut juga dengan “political market” yaitu pasar

politik, wadah atau tempat individu dan masyarakat saling berinteraksi dengan

melakukan kontrak sosial (perjanjian masyarakat) di antara peserta pemilihan

3
Ahmad Nadir, metode penelitian, Jakarta: Rumus Cifta, 2022, hal. 1
4

umum (partai politiik) bersama pemilih (rakyat) yang memiliki hak pilih setelah

terlebih dahulu melakukan aktivitas politik. Pemilu membawa dampak yang massif

terhadap system politik atau negara. Melalui pemilu masyarakat berkesempatan,

berpartisipasi, dengan menghadirkan para calon pemimpin rakyat dan penyaringan

calon-calon tersebut. Pada hakikatnya pemilu di berbagai negara manapun hamper

mempunyai hal pokok yang sama. Pemilu, yakni rakyat yang melakukan kegiatan

memilih calon pemimpin atau sekelompok orang, agar menjadi teladan bagi rakyat

atau pemimpin negara. Calon pemimpin yang telah dipilih, akan menjalankan

amanah rakyat yang memilihnya.

Sistem pemilu adalah seperangkat metode atau aturan untuk mentransfer

suara pemilih ke dalam satu lembaga perwakilan. Dalam demokrasi perwakilan,

sistem pemiilu menjadi elemen penting yang turut mengkonstruksi struktur

system politik. Perubahan sebuah sistem pemilu kepada sistem pemilu yang

lain akan berpengaruh pula pada struktur sistem politik yang ada seperti

dalam sistem kepartaian dan spectrum representasi. Karenanya, sartori

mengatakan sistem pemilu sebagai sebuah bagian yang paling esensial dari

kerja sistem politik. Sistem pemilu bukan hanya instrument politik yang paling

mudah dimanipulasi; ia juga membentuk sistem kepartaian dan mempengaruhi

spectrum representasi’.4

Bedasarkan undang-undang No. 15 Tahun 2011, bahwasanya Komisi

pemilihan umum adalah lembaga penyelenggara pemilihan umum yang bersifat

nasional, tetap, dan mandir. Yang mempunyai integritas melaksanakan pemilu.

4
Sigit pamungkas, Perihal Pemilu, Yogyakarta: Megatama, 2009, hal. 86
5

Penyelenggara pemilu yang tertuang pada pasal 2 UU No. 15 Tahun 2011 tentang

penyelenggara pemilu, berpedoman kepada asas: mandiri, jujur, adil, kepastian

hukum, tertib, kepentingan umum, keterbukaan, proposionalitas, akuntabilitas,

efesiensi, dan efektivitas.

Dalam mewujudkan terselenggaranya pemilihan umum yang baik, Bersih

dan berwibawa, itu menjadi cita-cita dan harapan setiap bangsa. Yang tertuang

dalam pasal 2 UU No. 15 Tahun 2011 tentang penyelenggaraan pemilu, yakni pada

asas akuntabilitas yang dipandang Bahwa, akuntabilitas merupakan mekanisme

untuk menjalankan pengendalian terhadap organisasi. Namun,, pada praktiknya,

acapkali masih mendapati praktik-praktik organisasi pemerintah yang tidak

mencerminkan akuntabilitas.

Akuntabilitas merupakan refleksi dari pemerintah yang memiliki misi yang

jelas dan menarik serta berfokus pada kebutuhan masyarakat.Persamaan kata yang

tepat untuk akuntabilitas adalah memberi jawaban Answerability konsep ini

menegaskan bahwa lembaga atau organisasi pada sector public dituntut untuk

memberikan sikap atau menanggapi, Persoalan terhadap pihak-pihak yang

berkepentingan dengan organisasi tersebut.5

Pemilihan umum (Pemilu) adalah proses memilih orang untuk mengisi

jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai

dari presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala

desa.Pada konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi

5
https://journal.unismuh.ac.id/index.php/kimap/index Volume 1, Nomor 3,
Desember 2020, Hlm. 864. Diakses pada 10. 30 wib, sen 9 okt 2023.
6

jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini kata

‘pemilihan’ lebih sering digunakan.

Pemilu merupakan salah satu usaha untuk mempengaruhi rakyat secara

persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, hubungan publik,

komunikasi massa, lobi dan lain-lain kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda di

negara demokrasi sangat dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum,

teknik agitasi dan teknik propaganda banyak juga dipakai oleh para kandidat atau

politikus sebagai komunikator politik.

Para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah

para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program- programnya pada masa

kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang

hari pemungutan suara.Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan

dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan

pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan

disosialisasikan kepada para pemilih.

Sejarah pelaksanaan pemilu di Indonesia, istilah pengawasan pemilu

sebenarnya baru muncul pada era 1980-an. Pada pelaksanaan Pemilu yang pertama

kali dilaksanakan di Indonesia pada 1955 belum dikenal istilah pengawasan Pemilu.

Pada era tersebut terbangun trust di seluruh peserta dan warga negara tentang

penyelenggaraan Pemilu yang dimaksudkan untuk membentuk lembaga parlemen

yang saat itu disebut sebagai Konstituante.6

6
https://batamkota.bawaslu.go.id/sejarah-pengawas-pemilihan-umum/ Diakses pada
10.50 wib, sen 9 okt 2023.
7

Walaupun pertentangan ideologi pada saat itu cukup kuat, dapat dikatakan

sangat minim terjadi kecurangan dalam pelaksanaan tahapan. Kalaupun ada

gesekan, itu terjadi di luar wilayah pelaksanaan Pemilu. Gesekan yang muncul

merupakan konsekuensi logis pertarungan ideologi pada saat itu. Hingga saat ini

masih muncul keyakinan bahwa Pemilu 1955 merupakan Pemilu di Indonesia yang

paling ideal.Kelembagaan Pengawas Pemilu baru muncul pada pelaksanaan Pemilu

1982, dengan nama Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilu (Panwaslak Pemilu).

Pada saat itu sudah mulai muncul distrust terhadap pelaksanaan Pemilu

yang mulai dikooptasi oleh kekuatan rezim penguasa. Pembentukan Panwaslak

Pemilu pada Pemilu 1982 dilatari oleh protes-protes atas banyaknya pelanggaran

dan manipulasi penghitungan suara yang dilakukan oleh para petugas pemilu pada

Pemilu 1971. Karena palanggaran dan kecurangan pemilu yang terjadi pada Pemilu

1977 jauh lebih masif, protes-protes ini lantas direspon pemerintah dan DPR yang

didominasi Golkar dan ABRI. Akhirnya muncullah gagasan memperbaiki undang-

undang yang bertujuan meningkatkan 'kualitas' Pemilu 1982. Demi memenuhi

tuntutan PPP dan PDI, pemerintah setuju untuk menempatkan wakil peserta pemilu

ke dalam kepanitiaan pemilu. Selain itu, pemerintah juga mengintroduksi adanya

badan baru yang akan terlibat dalam urusan pemilu untuk mendampingi Lembaga

Pemilihan Umum (LPU).7

Pada era reformasi, tuntutan pembentukan penyelenggara Pemilu yang

bersifat mandiri dan bebas dari kooptasi penguasa semakin menguat. Untuk itulah

dibentuk sebuah lembaga penyelenggara Pemilu yang bersifat independen yang

7
https://batamkota.bawaslu.go.id/sejarah-pengawas-pemilihan-umum/ Diakses pada
10.55 wib, sen, 9 okt 2023.
8

diberi nama Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hal ini dimaksudkan untuk

meminimalisasi campur tangan penguasa dalam pelaksanaan Pemilu mengingat

penyelenggara Pemilu sebelumnya, yakni LPU, merupakan bagian dari

Kementerian Dalam Negeri (sebelumnya Departemen Dalam Negeri). Di sisi lain

lembaga pengawas pemilu juga berubah nomenklatur dari Panwaslak Pemilu

menjadi Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu).

Perubahan mendasar terkait dengan kelembagaan Pengawas Pemilu baru

dilakukan melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003. Menurut UU ini dalam

pelaksanaan pengawasan Pemilu dibentuk sebuah lembaga adhoc terlepas dari

struktur KPU yang terdiri dari Panitia Pengawas Pemilu, Panitia Pengawas Pemilu

Provinsi, Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, dan Panitia Pengawas Pemilu

Kecamatan. Selanjutnya kelembagaan pengawas Pemilu dikuatkan melalui

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu dengan

dibentuknya sebuah lembaga tetap yang dinamakan Badan Pengawas Pemilu

(Bawaslu).

Adapun aparatur Bawaslu dalam pelaksanaan pengawasan berada sampai

dengan tingkat kelurahan/desa dengan urutan Panitia Pengawas Pemilu Provinsi,

Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan,

dan Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) di tingkat kelurahan/desa. Berdasarkan

ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, sebagian kewenangan dalam

pembentukan Pengawas Pemilu merupakan kewenangan dari KPU. Namun

selanjutnya berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi terhadap judicial review

yang dilakukan oleh Bawaslu terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007,


9

rekrutmen pengawas Pemilu sepenuhnya menjadi kewenangan dari Bawaslu.

Kewenangan utama dari Pengawas Pemilu menurut Undang-Undang Nomor 22

Tahun 2007 adalah untuk mengawasi pelaksanaan tahapan pemilu, menerima

pengaduan, serta menangani kasus-kasus pelanggaran administrasi, pelanggaran

pidana pemilu, serta kode etik.8

Dinamika kelembagaan pengawas Pemilu ternyata masih berjalan dengan

terbitnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu.

Secara kelembagaan pengawas Pemilu dikuatkan kembali dengan dibentuknya

lembaga tetap Pengawas Pemilu di tingkat provinsi dengan nama Badan Pengawas

Pemilu Provinsi (Bawaslu Provinsi). Selain itu pada bagian kesekretariatan

Bawaslu juga didukung oleh unit kesekretariatan eselon I dengan nomenklatur

Sekretariat Jenderal Bawaslu. Selain itu pada konteks kewenangan, selain

kewenangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007,

Bawaslu berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 juga memiliki

kewenangan untuk menangani sengketa Pemilu.9

Sederhananya Ada dua alasan mengapa Pemilu itu harus diawasi:

Pertama,Guna mewujudkan Pemilihan Umum yang memiliki integritas dan

kredibilitas yang berasaskan langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil, dan

demokratis. Kedua, adalah untuk mewujudkan terselenggaranya tahapan

pencalonan secara demokratis, berkualitas, tepat prosedur, dan mewujudkan

integritas penyelenggara Pemilu.

8
https://batamkota.bawaslu.go.id/sejarah-pengawas-pemilihan-umum/ Diakses pada
11.02 wib, sen 9 0kt 2023.
9
https://www.bawaslu.go.id/id/profil/sejarah-pengawasan-pemil. Diakses pada sen 9
okt 2023, pukul 11.05 wib.
10

Dalam konteks penanganan pelanggaran pemilu, bawaslu dan bawaslu

provinsi diberikan kewenangan untuk mengadili pelanggaran serius yang dapat

mengakibatkan pada diskualifikasi peserta pemilu. Udnang-undang nantiya harus

menyebutkan jenis-jenis pelanggaran serius tersebut. Praktik vote buying, suap

kepada penyelengara pemilu, menerima dan menggunakan dana kampanye dari

sumber yang dilarang, dan candidacy buying dalam konteks pilkada, penggunaan

dokumen palsu, masuk kedalam katagori pelanggaran serius tersebut. Dengan

begitu bagan penanganan pelanggaran pemilu akan menjadi sebagai berikut:

Table 1 Penanganan pelanggaran pemilu apabila bawaslu menjadi badan

penyelesaian sengketa dan pelanggaran pemilu

No Jenis Pelanggaran Pumuts/Penyelesaian/yang menanggapi

1 Pelanggaran Pidana Polisi, Jaksa, hakim PN, Hakim PT

2 Pelanggaran Administrasi KPU dan KPUD

3 Pelanggaran Kode Etik DKPP

4 Pelanggaran Serius Bawaslu, Bawaslu Provinsi

Berdasarkan penjelasan diatas Pemilu mempunyai hubungan erat dengan

prinsip demokrasi dan prinsip hukum Sebagai prinsip-prinsip fundamental yang

banyak dipergunakan di negara-negara Modern.10

B. Kewenangan Bawaslu

Menerima dan menindak lanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan

adanya pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undnagan yang

10
Moh. Mahfud MD, Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi, Yogyakarta: 1999, Ctk.
Pertama, Gama Media hal. 219-220
11

mengatur mengenai Pemilu.

Memeriksa, mengkaji, dan memutus pelanggaran administrasi Pemilu.

Memeriksa, mengkaji, dan memutusa pelanggaran politik uang.

Menerima, memeriksa, memediasi, atau mengajudikasi, dan memutus

penyelesaian sengketa proses Pemilu.

Merekomendasikan kepada instansi yang bersangkutan mengenai hasil

pengawasan terhadap netralitas aparatur sipil negara, netralitas Anggota TNI, dan

netralitas anggota Kepolisian Republik Indonesia. Mengambil alih sementara tugas,

wewenang dan kewajiban Bawaslu Provinsi, Kabupaten/Kota secara berjenjang jila

berhalangan sementara akbiat dikenai sanksi atau akibat lainnta sesuai dengan

ketentuan pertauran perundang-undangan.

Meminta bahan keterangan yang dibutuhkan kepada pihak terkait dalam

rangka pencegahan dan penindakan terkait dalam rangka pencegahan dan

penindakan pelanggaran administrasi, pelanggaran kode etik, dugaan tindak pidana

pemilu, dan sengketa proses Pemilu. Mengoreksi putusan dan rekomendai Bawaslu

Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota apabila terdapat hal yang bertentangan

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Membentuk Bawaslu Provinsi, Kabupaten/Kota dan Panwalsu LN

Mengangkat, membina, dan memberhentikan anggota Bawalsu Provinsi, anggota

Kabupaten/Kota dan Panwaslu LN dan Melaksanakan wewenang lain sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.11

11
Sarah Furqoni Dkk, Politik Hukum Kewenangan Badan Pengawasan Pemilihan
Umum, Jatijajar Law Review, Vol. 1 No. 1 (2022) hal. 20
12

Amanat Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 mengisyaratkan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan

dilaksanakan menurut undang-undang. Pemilihan umum atau pemilihan kepala

daerah merupakan bentuk pengejewantahan pelaksanaan kedaulatan rakyat

berdasarkan pancasila Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945. Hal ini sebagai salah satu model demokrasi secara tidak langsung, yang

mana rakyat sebagai pemilik kedaulatan menyerahkan mandatnya dengan

tindakan memberikan suara pada pemilu/pemilihan kepala daerah untuk

menentukan orang-orang yang memenuhi syarat sebagai pemegang mandat

untuk menjalankan pemerintahan.12

Bawaslu Kabupaten Merangin yang dibentuk berdasarkan Undang-

undang Nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum dan mempunyai tugas

pengawasan terhadap pelaksanaan pemilihan umum termasuk pemilihan kepala

daerah di wilayah Kabupaten Merangin yang meliputi mencegah, mengawasi

dan menindak pelanggaran pemilu/pemilihan serta menyelesaikan sengketa

pemilu/pemilihan.13

Adapun komposisi keanggotaan Bawaslu Kabupaten Merangin periode

2023-2028 adalah sebagai berikut:

Hilmun Zuhri, S.Pd Sebagai Ketua sekaligus Kordinator Divisi pengawasan

dan Hubungan antar Lembaga;

12
Sarah Furqoni Dkk, Politik Hukum Kewenangan Badan Pengawasan Pemilihan
Umum, Jatijajar Law Review, Vol. 1 No. 1 (2022) hal. 18
13
Salman, Laporan Akhir Divisi Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kabupaten
Merangin, Bangko: Alber Trisman, 21 sep 2020, hlm. 2
13

Zamharil, S.Pd Sebagai Anggota sekaligus Kordinator Divisi penyelesaian

Sengketa;

NB Noverminda, S.Pt Sebagai Anggota sekaligus Kordinator Divisi Sumber

Daya manusia dan Organisasi;

Nur Anisah, S.Pd Sebagai Anggota sekaligus Kordinator Divisi penanganan

pelanggaran; dan

Ibnu Jaril, S.Pd.I Sebagai Anggota sekaligus Kordinator Divisi Hukum,

Hubungan Masyarakat, dan Data Informasi.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Kewenangan Bawaslu Dalam Pengawasan Pemilu

2024 berdasarkan Undang-undang 07 Tahun 2017 (Studi Kasus Bawaslu

Kabupaten Merangin)”

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan dari latar belakang diatas, maka penelitian ini akan

membahas mengenai:

1. Bagaimanakah Kewenangan Bawaslu Kabupaten Merangin Dalam

Pengawasan Pemilu 2024 Di Kabupaten Merangin ?

2. Bagaimakah peranan Bawaslu kabupaten merangin dalam pengawasan

pemilu 2024 di Kabupaten Merangin?

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kewenangan Bawaslu Kabupaten Merangin dalam

pembentukan pemilu 2024 di Kabupaten Merangin


14

2. Untuk mengetahui Mengetahui Bawaslu Kabupaten Merangin dalam

pengawasan pemilu 2024 di Kabupaten Merangin

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini terbagi menjadi dua, yaitu :

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan

sumbangan pemikiran, keilmuan, dan bahan kajian dalam studi ilmu pendidikan

pancasila dan kewarganegaraan terkait dengan dinamika politik lokal khususnya

oleh gerakan sosial yang dilakukan masyarakat untuk menciptakan demokrasi

secara sehat.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan masukan bagi Gerakan-

gerakan Sosial lainnya dalam melakukan aktivitas-aktivitas kolektif yang bertujuan

melakukan perubahan sosial.

F. Kerangka Konseptual

Dalam melakukan penelitian ini, ada baiknya diketahui dasar-dasar topik

pembahasan yang akan diteliti. Kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Kewenangan

Bawaslu adalah badan yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu

di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Panitia Pengawas Pemilu

Provinsi dan Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, adalah panitia yang

dibentuk oleh Bawaslu untuk mengawasi penyelenggaraan pemilu di wilayah


15

provinsi dan kabupaten/kota. Panitia pengawas pemilu kecamatan.

selanjutnya disebut Panwaslu Kecamatan, adalah panitia yang dibentuk oleh

Panwaslu Kabupaten/Kota untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah

kecamatan atau nama lain. Pengawas pemilu lapangan adalah petugas yang

dibentuk oleh Panwaslu Kecamatan untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di

desa atau nama lain/kelurahan. Pengawas Pemilu luar negeri adalah petugas yang

dibentuk oleh Bawaslu untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di luar negeri.

Berdasarkan pengertian diatas Pengawas penyelenggaraan Pemilu

dilakukan oleh Bawaslu, Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu

Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri.

Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat tetap. Panwaslu Provinsi,

Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan

Pengawas Pemilu Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) besifat

adhoc.14

2. Pengawasan

Pengawasan Pemilu merupakan proses sadar, sengaja, dan terencana untuk

mewujudkan proses demokratissasi yang hakiki. Pemilu yang dijalankan tanpa

mekanisme dan iklim pengawasan yang bebas dan mandiri, mengakibatkan

penyelenggara pemilu rentan mengalami kecurangan. Hal ini membuiat pemilu

kehilanagan legitimasinya dan pemerintahan yang dihasilkan sesungguhnya tidak

memiliki integritas sekaligus akuntabilitas. Ada dua hal penting terkait sengketa

pemilu bisa dicatat dari konferensi. Pertama, mengani cakupan pengertian sengketa

14
Sarah Furqoni Dkk, Politik Hukum Kewenangan Badan Pengawasan Pemilihan Umum,
Jatijajar Law Review, Vol. 1 No. 1 (2022) hal. 17
16

pemilu. Kedua, terkait kelembagaan yang memutus sengketa pemilu. Sebagai

negara demokrasi terbesar di Asia, Indonesia telah mengatur berbagai macam

bentuk sengketa pemilu. Di sini, sengketa pemilu meliputi pelanggaran

administratisi pemilu, pelanggaran pidana pemilu, dan pereselisihan hasil pemilu.

Namun dari ketiga jenis sengketa tersebut perlu dilakukan beberapa

penyempurnaan. Pertama, untuk pelanggaran administrasi, belum ditentukan

mekanisme peradilan sebagai forum penyelesaian sengketa tersebut. Penyelesaian

sengketa administratif yang tidak terselesaikan, sehingga menjadi sumber karut

marut pelaksanaan tahapan pemilu selanjutnya.15

Berdasarkan pengertian diatas Pengawasan terhadap penyelenggaraan

pemilu sudah saatnya menjadi tugas bersama seluruh pihak yang berkepentingan

dengan pemilu, yaitu baik peserta pemilu (baik parpol maupun kandidat atau tim

kampanye), pemantau pemilu, dan masyarakat luas. Desain Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 2012 menempatkan peran serta masyarakat dalam setiap tahapan

pemilu. Peran serta yang demikian dapat menjadi instrumen pengawasan tahapan

pemilu oleh masyarakat secara partisipasif. Pada saat yang sama, Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 2012 juga menegaskan bahwa masyarakat dapat berperan serta

untuk mendorong terwujudnya suasana yang kondusif bagi penyelenggaraan

pemilu yang aman, damai, tertib, lancar, jujur, dan adil.

3. Pemilu

Penyelenggara Pemilu yang bersifat otonom dan mandiri membuat

kelembagaan penyelenggara Pemilu saat ini berbeda jauh dibanding zaman orde

15
Sarah Furqoni Dkk, Politik Hukum Kewenangan Badan Pengawasan Pemilihan Umum,
Jatijajar Law Review, Vol. 1 No. 1 (2022) hal. 21
17

baru. Saat masa kepemimpinan Presiden Soeharto, penyelenggara Pemilu

dilakukan oleh Departemen Dalam Negeri yang secara penuh di bawah kendali

rezim otoriter. Pasca Soeharto lengser, penyelenggara pemilu sudah diemban

amanahnya oleh KPU. Meski KPU pada saat itu terdiri dari anggota partai dan

perwakilan pemerintah. Model campuran ini mengakibatkan gagalnya KPU pada

Pemilu 1999 melakukan Pleno untuk menetapkan hasil Pemilu. Kepentingan yang

terlalu banyak untuk intervensi proses dan hasil Pemilu dinilai membuat komposisi

campuran KPU dinilai tidak tepat. Penyelenggara Pemilu pada tahun 1971 dan 1977

menuai banyak protes, masyarakat tidak percaya pada kredibilitas pelaksana.

Petugas pemilu dianggap banyak melakukan manipulasi dalam pemnghitungan

suara. Pemilu 1977 semakin parah dibanding Pemilu sebelumnya. Penanganannya

yang dilakukan oleh pemerintah sendiri semakin membuat permasalahan ini

terbengkalai dan jauh dari kata teratasi.16

Berdasarkan pengertian di atas dalam mendorong peningkatan kualitas

penyelenggaran Pemilu inilah embrio lembaga pengawas pemilu lahir Pasca

Reformasi kondisi juga belum membaik. Melalui UU No 3 Tahun 1999 dan PP No.

33 tahun 1999 wewenang dan ruang lingkup lembaga pengawas ini belum detail,

bahkan selama periode itu lembaga ini sekedar menyampaikan peringatan tertulis,

rekomendasi, meneruskan temuan ke penegak hukum atau menjadi mediator juka

diminta pihak yang bersengketa. Kemudian struktur lembaga pengawas yang

berganti nama menjadi Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) melalui UU No. 12

Tahun 2003 dijelaskan terdiri dari Panwaslu Pusat, Panwaslu Provinsi, Panwaslu

16
Sarah Furqoni Dkk, Politik Hukum Kewenangan Badan Pengawasan Pemilihan Umum,
Jatijajar Law Review, Vol. 1 No. 1 (2022) hal. 15
18

Kabupaten/Kota dan sampai kecamatan. Nama Bawaslu seperti yang sekarang ini,

baru sah digunakan setelah UU No. 22 Tahun 2007 diundangkan.17

G. Landasan Teori

1. Teori Demokrasi

Teori Demokrasi Menjelaskan bahwa demokrasi adalah sebuah tahapan

atau sebuah proses yang harus di lalui sebuah negara untuk mendapatkan

kesejahteraan. Pernyataan Rousseau ini seakan mengatakan, bahwa demokrasi bagi

sebuah negara adalah sebuah pembelajaran menuju ke arah perkembangan

ketatanegaraan yang sempurna. Padahal disadari oleh Rousseau, bahwa

kesempurnaan bukanlah milik manusia. Oleh karenanya, yang menjadi ukuran ada

tidaknya sebuah demokrasi dalam sebuah negara bukan ditentukan oleh tujuan

akhir, melainkan lebih melihat pada fakta tahapan yang ada. Demokrasi akan

berjalan sesuai dengan perkembangan zaman dan akan sangat dipengaruhi oleh

faktor budaya sebuah negara. Dengan begitu Rousseau seolah ingin mengatakan

bahwa jika menempatkan demokrasi secara kaku dan ideal, tidak akan pernah ada

demokrasi yang nyata dan tidak akan pernah ada demokrasi.18

Hal inilah yang juga disadari oleh Hans Kelsen. Uraiannya tentang

demokrasi menjadi lebih tertata dan terstruktur. Ini untuk membuktikan, bahwa

demokrasi adalah sebuah proses yang berkelanjutan menuju kesempurnaan. Awal

dari datangnya ide demokrasi menurut Hans Kelsen adalah adanya ide kebebasan

yang berada dalam benak manusia. Pertama kali, kosakata “kebebasan” dinilai

17
Sarah Furqoni Dkk, Politik Hukum Kewenangan Badan Pengawasan Pemilihan Umum,
Jatijajar Law Review, Vol. 1 No. 1 (2022) hal. 16
18
HM.Thalhah, “Teori Demokrasi Dalam Wacana Ketatanegaraan Perspektif Pemikiran Hans
Kelsen” jurnal Hukum, Vol. 3 No. (16 Juli 2009), hal, 415.
19

sebagai sesuatu yang negatif. Pengertian “kebebasan” semula dianggap bebas dari

ikatan-ikatan atau ketiadaan terhadap segala ikatan, ketiadaan terhadap segala

kewajiban. Namun, hal inilah yang ditolak oleh Hans Kelsen. Pasalnya, ketika

manusia berada dalam konstruksi kemasyarakatan, maka ide “kebebasan” tidak bisa

lagi dinilai secara sederhana, tidak lagi semata-mata bebas dari ikatan, namun ide

“kebebasan” dianalogikan menjadi prinsip penentuan kehendak sendiri. Inilah yang

kemudian menjadi dasar pemikiran Hans Kelsen mengenai demokrasi19

Dalam masyarakat, sudah barang tentu akan terbentuk pemilahanpemilahan

ide atau kehendak. Berbagai pendapat mengenai sebuah persoalan akan muncul

secara acak. Dari titik inilah munculnya pola kepentingan yang berujung pada

adanya suara mayoritas dan suara minoritas, yang masing-masing mempunyai hak

dan kewajiban. Dalam pandangan Hans Kelsen, suara mayoritas tidak melahirkan

dominasi absolut atau dengan kata lain, dalam bahasa Hans Kelsen, adalah

kediktatoran mayoritas atas minoritas. Prinsip mayoritas dalam masyarakat

demokratis, hanya dapat dijalankan jika segenap warga masyarakat dalam sebuah

negara diperbolehkan turut serta dalam pembentukan tatanan hukum. Inilah yang

kemudian melahirkan istilah kompromi.20

2. Teori Kewenangan

Kata kewenangan berasal dari kata dasar wewenang, yang diartikan sebagai

hal yang berwenang, hak dan kekuasaan dapat melakukan sesuatu. Kewenangan

atau wewenang memiliki kedudukan penting dalam kajian hukum tata negara,

19
HM.Thalhah, “Teori Demokrasi Dalam Wacana Ketatanegaraan Perspektif Pemikiran Hans
Kelsen” Jurnal Hukum, Vol. 3 No. ( 16 Juli 2009) Hlm, 415.
20
HM. Thalhah, “Teori Demokrasi Dalam Wacana Ketatanegaraan Perspektif Pemikiran Hans
Kelsen” Jurnal Hukum, Vol. 3 No. ( 16 Juli 2009) Hlm, 416.
20

sebagai bentuk implementasi dari undang-undang dalam memberikan legitimasi

pada organ pemerintahan dalam suatu negara. Dengan demikian, substansi asas

legalitas adalah wewenang, yakni "Het vermogen tot het verrichten van bepaalde

rechtshanddeligen" yaitu kemampuan untuk melakukan tindakan hukum tertentu.21

Bawaslu adalah badan yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu

di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Panitia Pengawas Pemilu

Provinsi dan Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, adalah panitia yang

dibentuk oleh Bawaslu untuk mengawasi penyelenggaraan pemilu di wilayah

provinsi dan kabupaten/kota.

Kewenangan Bawaslu dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 Badan Pengawas

Pemilu yang selanjutnya disebut Bawaslu adalah lembaga Penyelenggara Pemilu

yang mengawasi Penyelenggaran Pemilu di sebut wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia. Badan Pengawas Pemilu Provinsi yang selanjutnya disebut

Bawaslu Provinsi adalah badan yang mengawasi Penyelenggaraan Pemilu di

wilayah Provinsi. Badan Pengawasan Pemilu Kabupaten/kota yang selanjutnya

disebut Bawaslu Kabupaten/Kota adalah badan untuk mengawasi Penyelenggaraan

Pemilu di wilayah Kabupaten/Kota. Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan,

selanjutnya disingkat Panwaslu Kecamatan, adalah panitia yang dibentuk oleh

Panwaslu Kabupaten/Kota yang bertugas mengawasi penyelengaraan Pemilu

diwilayah kecamatan atau nama lain. Panitia Pengawas Lapangan adalah petugas

yang dibentuk oleh Panwaslu Kecamatan yang bertugas mengawasi

penyelengaraan Pemilu di desa atau nama lain/kelurahan. Pengawas Pemilu luar

21
Ridwan HR, Hukum Administrasi negara, Jakarta: Cet. Ke – 12, Raja Grafindo persada,
(2016), Hlm. 98
21

negeri adalah petugas yang dibentuk oleh Bawaslu yang bertugas mengawasi

penyelengaraan pemilu di luar negeri.

Pengawasan Penyelenggaraan Pemilu dilakukan oleh Bawaslu. Bawaslu

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: Bawaslu, Bawaslu Provinsi,

Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa,

Panwaslu LN, Pengawas TPS. Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu

Kabupaten/Kota bersifat tetap. Penwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa,

Panwaslu LN, dan Pengawas TPS, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat

adhoc.Tugas Bawaslu Adalah:

1.) Menyusun standar tata laksanan pengawasan penyelengaraan pemilu untuk

pengawas pemiu di setiap tingkatan;

2.) Melakukan pencegahan dan penindakan terhadap;

3.) Mengawasi persiapan penyelenggaraan Pemilu, yang terdiri atas;

4.) Mengawasi pelaksanaan tahapan Penyelengaraan Pemilu, yang terdiri atas;

5.) Mencegah terjadinya praktik politik uang.

6.) Mengawasi netralitas aparatur sipil negara, netralitas anggota Tentara

Republik Indonesia, dan netralitas anggota Kepolisian Republik

Indonesia.22

7.) Mengawasi pelaksanaan putusan/keputusan, yang terdiri atas;

8.) Menyampaikan dugaan pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu

kepada DKPP;

9.) Menyampaikan dugaan tindakan pidana pemilu kepada gakkumdu;

22
Sarah Furqoni Dkk, Politik Hukum Kewenangan Badan Pengawasan Pemilihan Umum,
Jatijajar Law Review, Vol. 1 No. 1 (2022) hal. 19
22

10.) Mengelola, memelihara, dan merawat arsip serta melaksanakan

penyusutannya;

11.) berdasarkan jadwal retensi arsip sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan;

12.) Mengevaluasi pengawsan Pemilu;

13.) Mengawasi pelaksanaan Peraturan KPU dan

14.) Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.23

Dalam melaksanakan pencegahan pelanggaran Pemilu dan pencegahan

sengketa proses Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 huruf b, Bawaslu

bertugas;

1.) mengidentifikasi dan memetakan potensi kerawanan serta pelanggaran

Pemilu;

2.) Mengoordinasikan, menyupervisi, membimbing, memantau, dan

mengevaluasi Pelanggaran Pemilu;

3.) Berkoordinasi dengan instansi pemerintah terkait;

4.) meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan Pemilu

Dalam melakukan penindakan pelanggaran pemilu sebagimana dimaksud

dalam pasal 93 huruf b, bawaslu bertugas;

1.) Menerima, memeriksa, dan mengkaji dugaan pelanggaran pemilu;

2.) Menginvestigasi dugaan pelanggaran pemilu;

23
Sarah Furqoni Dkk, Politik Hukum Kewenangan Badan Pengawasan Pemilihan Umum,
Jatijajar Law Review, Vol. 1 No. 1 (2022) hal. 20
23

3.) Menentukan dugaan pelanggaran administrasi Pemilu; dugaan Pelanggaran

kode etik Penyelenggara Pemilu dan/atau dugaan tindakan pidana pemilu;

dan Memutus pelanggaran administrasi Pemilu.

Kemudian dalam melakukan penindakan sengketa proses Pemilu

sebagimana dimaksud dalam Pasal 93 huruf b, Bawaslu bertugas:

1.) Menerima permohonan penyelesaian sengketa proses pemilu;

2.) memverifikasi secara formal dan materiel permohonan penyelesaian

sengketa proses pemilu;

3.) Melakukan mediasi antarpihak yang bersengketa;

4.) Melakukan proses adjudikasi sengketa proses Pemilu, dan memutus

penyelsaian sengketa proses Pemilu.24

3. Teori Pengawasan

Pengawasan Pemilu merupakan proses sadar, sengaja, dan terencana untuk

mewujudkan proses demokratissasi yang hakiki. Pemilu yang dijalankan tanpa

mekanisme dan iklim pengawasan yang bebas dan mandiri, mengakibatkan

penyelenggara pemilu rentan mengalami kecurangan. Hal ini membuiat pemilu

kehilanagan legitimasinya dan pemerintahan yang dihasilkan sesungguhnya tidak

memiliki integritas sekaligus akuntabilitas. Ada dua hal penting terkait sengketa

pemilu bisa dicatat dari konferensi. Pertama, mengani cakupan pengertian sengketa

pemilu. Kedua, terkait kelembagaan yang memutus sengketa pemilu. Sebagai

negara demokrasi terbesar di Asia, Indonesia telah mengatur berbagai macam

bentuk sengketa pemilu. Di sini, sengketa pemilu meliputi pelanggaran

24
Sarah Furqoni Dkk, Politik Hukum Kewenangan Badan Pengawasan Pemilihan Umum,
Jatijajar Law Review, Vol. 1 No. 1 (2022) hal. 20
24

administratisi pemilu, pelanggaran pidana pemilu, dan pereselisihan hasil pemilu.

Namun dari ketiga jenis sengketa tersebut perlu dilakukan beberapa

penyempurnaan. Pertama, untuk pelanggaran administrasi, belum ditentukan

mekanisme peradilan sebagai forum penyelesaian sengketa tersebut. Penyelesaian

sengketa administratif yang tidak terselesaikan, sehingga menjadi sumber karut

marut pelaksanaan tahapan pemilu selanjutnya.

Kedua, masalah pelanggaran pidana pemilu ditentukan secara limitatif dan

memiliki masa daluarsa. Akibatnya sangat jarang sekali ditemukan pelanggaran

pidana pemilu yang diadili dan dihukum karena waktunya tidak memadai. Dengan

sendirinya banyak pelanggaran pidana yang mencederai pemilu terbiarkan tanpa

sanksi. Bahkan, tidak jarang pelakunya memenangi pemilu walaupun diperoleh

secara curang. Ketiga, penanganan ketiga jenis sengketa belum menunjukan saling

berkaitan, dan cenderung berujung pada sengketa hasil pemilu. Akhirnya titik berat

perhatian sengketa pemilu tetuju pada peradilan MK untuk memutus sengketa hasil

Pemilu. Padahal, apa yang diputus dalam sengketa hasil, dipengaruhi oleh

mekanisme penyelesaian kedua jenis sengketa sebelumnya. Dalam kerangka itulah

sesungguhnya dinamika penyelesaian masalah hukum pemilu layak didiskusikan

untuk terus memperbaiki keadaan demi Pemilihan Umum dilaksanakan secara

langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.

Fungsi pengawasan pemilu secara umum, disertasi Refly Harun

merekomendasikan agar hal tersebut diserahkan saja langsung kepada masyarakat,

dibantu oleh peserta pemilu dan pemantau pemilu. Biarkan ketiga elemen ini saja

yang melakukan pengawasan pemilu. Pengawasan oleh ketiga elemen ini akan lebih
25

murah dan mudah. Mengenai efektivitas pengawasan, sedikit banyak akan

tergantung pada mekanisme penanganan pelanggaran dan penyelesaian sengketa

pemilu nantinya. Bila terjadi pelanggaran, masyarakat, peserta pemilu, dan

pemantau pemilu dapat langsung melaporkannya ke alamat masing-masing, tidak

perlu lagi menggunkan pengawas sebagai perantara “tukang pos”. Bila pelanggaran

terjadi di ranah pidana, pelapor dapat langsung melaporkannya kepada polisi. Untuk

itu, undang-undang pelru memerintahkan kepada polisi untuk menyiapkan personel

khusus dalam menangani pelanggaran pidana pemilu. Demikian pula bila

pelanggaran di ranah etik, langsung saa ke DKPP. Semnetara untuk pelanggaran

administrasi pemilu dapat langsung kepada penyelenggara pemilu (KPU/KPUD).

Pengawasan terhadap penyelenggaraan pemilu sudah saatnya menjadi tugas

bersama seluruh pihak yang berkepentingan dengan pemilu, yaitu baik peserta

pemilu (baik parpol maupun kandidat atau tim kampanye), pemantau pemilu, dan

masyarakat luas. Desain Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 menempatkan

peran serta masyarakat dalam setiap tahapan pemilu. Peran serta yang demikian

dapat menjadi instrumen pengawasan tahapan pemilu oleh masyarakat secara

partisipasif. Pada saat yang sama, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 juga

menegaskan bahwa masyarakat dapat berperan serta untuk mendorong terwujudnya

suasana yang kondusif bagi penyelenggaraan pemilu yang aman, damai, tertib,

lancar, jujur, dan adil.

Dengan demikian, untuk pengawasan dan penanganan pelanggaran, tidak

dibutuhkan lagi kehadiran pengawsan yang bersifat khusus sehingga instusi

pengawas di tingkat bawah bisa dihapuskan, yaitu mulai dari pengawas di tingkat
26

TPS, panitia pengawas Lapangan (PPL), panitia pengawas tingkat kecamatan

(panwascam), hingga panwaslu kabupaten/kota. Yang dipertahankan hanyalah

bawaslu dan bawaslu provinsi. Kedua instansi ini diebrikan fungsi utama untuk

memutuskan pelanggaran berat dan menyelesaiakan sengketa pemilu. Bawaslu

provinsi menjadi lembaga pemutus atas pelanggaran penyelesaian sengketa tingkat

pertama, semnetara tingkat banding atau tingkat akhir berada di bawaslu.25

H. Metode Penelitian

1. Tipe Penelitian

Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini merupakan

penelitian empiris. Penelitian hukum yang disebut juga penelitian hukum sosiologis

dan dapat disebut penelitian lapangan, penelitian hukum sosiologis bertitik tolak

pada data primer. Data primer adalah data yang didapat langsung dari masyarakat

sebagai sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan.

Perolehan data primer dapat dilakukan melalui wawancara, ataupun

kuesioner. Ruang lingkup penelitian hukum yuridis empiris adalah efektifitas

hukum, artinya bahwa sampai sejauh manakah hukum itu benar-benar berlaku

dalam kehidupan. Penelitian hukum empiris tidak hanya menuju pada warga

masyarakat saja, akan tetapi menuju pada penegak hukum juga Metode

Pengumpulan Bahan Hukum Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini

menggunakan studi pustaka, yakni dengan mengkaji dan mempelajari buku - buku,

jurnal, makalah, dokumen, dan peraturan perundang - undangan yang berkaitan

dengan kebutuhan penelitian yang akan dikaji teknik tersebut dilakukan dengan

25
Sarah Furqoni Dkk, Politik Hukum Kewenangan Badan Pengawasan Pemilihan Umum,
Jatijajar Law Review, Vol. 1 No. 1 (2022) hal. 22
27

maksud untuk mempertajam analisis adapun bahan hukum yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

2. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer adalah bahan yang mempunyai kekuatan mengikat

secara yuridis yang terdiri dari peraturan perundang-undangan yang terkait dengan

penelitian ini, Dalam penelitian ini terdiri dari :

undang - undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945(uud 1945).

undang - undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum.

putusan Ma No 46/PHM/2018 tentang uji materil atas peraturan KPU Nomor 20

Tahun 2018.

Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum bersifat

menjelaskan terhadap hukum primer dan tidak mempunyai kekuatan mengikat

secara yuridis yang terdiri dari buku-buku literatur, jurnal, karya ilmiah yang

berhubungan dengan penelitian ini.

3. Pendekatan

1.) Pendekatan undang – undang (Startue aproach)

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan, pendekatan

undang-undang atau statue approach dan sebagai hukum menyebutkan dengan

pendekatan yuridis yaitu penelitian terhadap produk-produk hukum dan wawancara

terhadap narasumber.

2.) Pendekatan Konseptual (Conceptual approach)

Pendekatan ini beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin

yang berkembang di dalam ilmu hukum. Pendekatan ini dapat dijadikan pijakan
28

untuk membangun argumentasi hukum ketika menyelesaikan isu hukum yang

dihadapi. Menurut Bahder Jahon Nasution pendekatan Konseptual yaitu:

“penelitian terhadap konsep - konsep hukum seperti: sumber hukum, Fungsi

hukum, lembaga hukum, dan sebagainya. Konsep hukum ini berada pada tiga ranah

tataran sesuai dngan tingkatan ilmu hukum itu sendiri yaitu: tataran teori hukum

konsep hukumnya konsep umum, tataran filsafat hukum konsep hukumnya konsep

dasar.26

3.) Pendekatan kasus hukum (case law approach)

Pendekatan kasus adalah salah satu jenis pendekatan dalam penelitian

hukum Normatif yang peneliti mencoba membangun argumentasi hukum dalam

Perspektif kasus konkrit yang terjadi dilapangan. Pendekatan ini dilakukan dengan

melakukan telaah pada kasus - kasus yang Berkaitan dengan isu hukum yang

dihadapi.

4. Pengumpulan bahan hukum

Untuk mendapatkan bahan penelitian tersebut, maka penelitian ini akan

dilakukan dengan studi pustaka yang mengkaji bahan hukum. Bahan hukum

sebagai bahan penelitian diambil dari bahan kepustakaan yang berupa bahan hukum

primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

Bahan Hukum Primer yaitu Bahan Hukum yang diperoleh melaui

penelitian lapangan dengan cara wawancara dengan para responden yang telah

ditentukan.

Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang menjelaskan

bahan hukum primer seperti; Undang-Undang. buku-buku, artikel, pendapat pakar


29

hukum maupun makalah yang berhubungan dengan topik penulisan ini.

Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberikan

petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus

hukum, dan kamus bahasa Indonesia.26

5. Analisis Bahan Hukum

Tipe penelitian yang penulis pergunakan dalam penulisan ini adalah yuridis

empiris. Untuk tipe penelitian yuridis empiris memiliki pendekatannya pendekatan

empiris, dimulai dengan pengumpulan fakta-fakta sosial/fakta hukum, pada

umumnya menggunakan hipotesis untuk diuji, menggunakan instrument penelitian

(wawancara, kuesioner), analisnya kualitatif, kuantitatif atau gabungan keduanya,

teorinya kebenaranya korespondensi, dan bebas nilai.27

Selanjutnya melakukan analisis secara prospektif untuk menemukan

jawaban atas permasalahan dengan menggunakan tahapan berpikir secara

sistematis, yaitu penafsiran yang dilakukan dengan cara mengamati dan mengkaji

dengan seksama dan cermat hubungan antara pasal yang satu dengan yang lain.

Penelitian ini dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

Tahap I : Mengindentifikasi fakta hukum dan mengeliminasi hal - hal yang tidak

relevan untuk menetapkan permasalahan hukum yang hendak dipecahkan.

Tahap II : Pengumpulan bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan

yang diteliti.

Tahap III : Melakukan telaah atas permasalahan hukum yang diajukan berdasarkan

26
https://repository.unja.ac.id/54262/2/BAB%20I.pdf Diakses pada 13.29 wib. Rab 8 nov
2023.
27
Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, Mandar Maju, Bandung: (2008)
Hlm.. 124-125
30

bahan-bahan yang telah dikumpulkan.

Tahap IV : Menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi untuk menjawab isu

hukum dan Memberi preskripsi berdasarkan argumentasi yang telah

dibangun dalam kesimpulan.28

I. Sistematika Penulisan

Skripsi ini tersusun atas empat bab dengan sub dan bab pada masing-

masing babnya, dimana masing-masing bab tersebut saling berkaitan satu sama

lain. Adapun sistematika atau penyajian secara keseluruhan skripsi ini adalah

sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini berisikan latar belakang masalah yang mengutaikan

suatu perumusan yang merupakan alas an bagi penulis untuk mengangkatnya

sebagai judul skripsi, lalu perumusan masalah yang memuat tentang apa yang

akan dibahas selanjutnya penulis memberikan gambaran mengenai tujuan

manfaat penulisan dan penelitian, kemudian kerangka konseptual yang

berfungsi memberikan pengertian dari kata-kata yang ada dalam judul skripsi

dilanjutkan dengan landasan teori, metode penelitian dan terakhir sistematika

penulisan yang merupakan gambaran umum dari skripsi.

BAB II KAJIAN TEOROTIS

Bab ini Terkait kajian teori, membahas mengenai penelitian terdahulu dan

landasan teori, tinjauan pustaka membahas mengenai penelitian terdahulu dan

28
Peter Mahmud Marzuki, “Penelitian Hukum”, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta, 2005, hal. 171.
31

landasan teori berisi teori-teori yang digunakan.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini membahas kewenangan Bawaslu dalam pengawasan pemilu tahun

2024 menurut undang – undang 07 tahun 2017.

BAB IV PENUTUP

Bab ini terdiri atas simpulan dan saran-saran dari penulis yang bersifat

membangun terkait dengan permasalahan yang diteliti.

DAFTAR PUSTAKA

OUTLINE SKRIPSI SEMENTARA


DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Soemitro, Ronny Hajinoto, “ Metode Penelitian Hukum dan Jumetri” Ghalia

Indonesia, Jakarta, 1998

Peter Mahmud Marzuki, “Penelitian Hukum”, Kencana Prenada Media Group,

Jakarta, 2005

Moh. Mahfud MD, Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi, Ctk. Pertama, Gama Media,

Yogyakarta, 1999

Ridwan HR, Hukum Administrasi negara, Cet. Ke – 12, Raja Grafindo

persada,Jakarta, 2016

Ahmad Nadir, metode penelitian, rumus cifta Jakarta,, 2022

Herman Bakir, Filsafat Hukum: Desain dan Arsitektur Kesejarahan, Bandung:

Refika Aditama, 2007

Salman, SH,I, M.H, Laporan Akhir Divisi Penyelesaian sengketa, Bawaslu

Kabupaten Merangin, bangko, 2020

Laporan Akhir Divisi Penyelesaian Sengketa, Bawaslu Kabupaten Merangin, 2020

JURNAL

HM. Thalhah, “Teori Demokrasi Dalam Wacana Ketatanegaraan Perspektif

Pemikiran Hans Kelsen” Jurnal Hukum, Vol. 3 No. ( 16 Juli 2009)

Sarah Furqoni , Sahbudi, Annisa Danti Avrilia Ningrum, Politik Hukum

Kewenangan Badan Pengawasan Pemilihan Umum, Jurnal Hukum, Vol. 1

No. 1 ( 1 Maret 2022)

32
33

GOOGLE

https://batamkota.bawaslu.go.id/sejarah-pengawas-pemilihan-umum/

https://www.bawaslu.go.id/id/profil/sejarah-pengawasan-pemil.

https://batamkota.bawaslu.go.id/sejarah-pengawas-pemilihan-umum/

Anda mungkin juga menyukai