Anda di halaman 1dari 26

TINJAUAN YURIDIS AMBANG BATAS PENGAJUAN GUGATAN

PERSELISIHAN HASIL PILKADA DI MAHKAMAH KONSTITUSI (MK)


DI KAITKAN DENGAN PASAL 158 UNDANG-UNDANG PEMILIHAN
KEPALA DAERAH NO. 10 TAHUN 2016

USULAN PENELITIAN

Diajukan Guna memenuhi salah satu syarat prosedur administrasi dan akademik
untuk mengadakan penelitian dalam rangka penyusunan Skripsi

Oleh:
Rangga Ramadhan
NPM: 41033300171172

Pembimbing:

Diane Prihastuti, S.H., M.H.


Ida Kurniasih, S.H., M.Kn.

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan kasih sayang dan keridhoannya sehingga saya bisa menyusun

proposal usulan penelitian skripsi ini. Akhirnya proposal usulan penelitian skripsi

yang berjudul: “Tinjauan Yuridis Ambang Batas Pengajuan Gugatan

Perselisihan Hasil Pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK) Dikaitkan dengan

Pasal 158 Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah No. 10 Tahun 2016”.

Penulis menyadari bahwa usulan penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan

karena terbatasnya pengetahuan, kemampuan dan pengalaman, sehingga dalam

penyusunan tugas usulan penelitian ini penulis banyak mendapat dorongan dan

bantuan dari berbagi pihak bimbingan. Dalam kesempatan ini saya mengucapkan

terima kasih kepada Diane Prihastuti, S.H., M.H., dan Ida Kurniasih, S.H., M. Kn.,

selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingannya

kepada saya.

Saya menyadari dalam penulisan proposal usulan penelitian skripsi ini masih

jauh dari kesempurnaan baik dari segi isi maupun penyajian. teman teman lainnya

yang senantiasa membantu dan tidak bisa saya sebut satupersatu. Lalu kepada alam

yang selalu mendukung atas kondisi dan afirmasi terhadap penulis, serta mulia

lestari

Bandung, Januari 2022

Penyusun

Rangga Ramadha

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

A. Latar Belakang Masalah ......................................................................................1

B. Identifikasi Masalah ............................................................................................7

C. Tujuan Peneltian ..................................................................................................8

D. Kegunaan Penelitian ............................................................................................8

E. Kerangka Pemikiran ............................................................................................9

F. Metode Peneltian ...............................................................................................14

G. Sistematika Penulisan........................................................................................19

ii
TINJAUAN YURIDIS AMBANG BATAS PENGAJUAN GUGATAN
PERSELISIHAN HASIL PILKADA DI MAHKAMAH KONSTITUSI (MK)
DI KAITKAN DENGAN PASAL 158 UNDANG-UNDANG
PEMILIHAN KEPALA DAERAH NO.10 TAHUN 2016

A. Latar Belakang Masalah


KBBI mendefinisikan demokrasi dalam dua arti. Pertama, demokrasi

adalah bentuk atau sistem pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta

memerintah dengan perantaraan wakilnya; pemerintahan rakyat. Kedua, gagasan

atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta

perlakuan yang sama bagi semua warga negara.1

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu

negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara)

atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.2

Demokrasi itu berasal dari kata latin yang secara harfiah berarti Kekuasaan

Untuk Rakyat. Atau oleh pendukungnya disebutkan sebagai: Dari Rakyat, Oleh

Rakyat, dan Untuk Rakyat. Setiap orang, siapa pun dia, memiliki satu suara yang

sama nilainya. Jadi, dalam demokrasi, yang dipresentasikan dalam bentuk

Pemilihan Umum, suara seorang pelacur, suara seorang perampok, suara seorang

penzina, suara seorang pembunuh, suara seorang munafik, dan suara seorang

musuh Allah itu dianggap senilai dan sederajat dengan suara seorang ustadz yang

benar-benar ustadz, atau dianggap sama dan sederajat dengan suara orang yang

sungguh-sungguh memperjuangkan Islam.3

1
https://kbbi.kemdikbud.go.id. Diakses 4 Februari 2022 pukul. 11.00 WIB.
2
Allan Fatchan GW, dkk. Gagasan Negara Hukum Yang Demokratis, Ctk. Pertama, FH UII
Press, Yogyakarta, 2016. hlm. 6.
3
PKK Fakultas Syariah IAIN Antasari. Jurnal Konstitusi IAIN Vol. 2 No, 1. Diakses 4

1
2

Konsep Trias Politica pertama kali dikemukakan oleh John Locke,

seorang filsuf Inggris yang kemudian dikembangkan oleh Montesquieu dalam

bukunya yang berjudul “L’Esprit des Lois”. Adapun konsep ini membagi suatu

pemerintahan negara menjadi 3 jenis kekuasaan, yakni eksekutif, legislative, dan

yudikatif. Tanah air tercinta kita, Indonesia sebagai negara demokrasi termasuk

salah satu negara yang menganut konsep tersebut.4

Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau biasa

disebut dengan Pilkada atau Pemilukada adalah Pemilihan Umum untuk memilih

pasangan calon Kepala Daerah yang diusulkan oleh Partai Politik (Parpol) atau

gabungan parpol dan perseorangan.5

Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) merupakan sebuah pemilihan yang

dilakukan secara langsung oleh para penduduk daerah administratif setempat

yang telah memenuhi persyaratan. Di Indonesia, saat ini pemilihan kepala

daerah dapat dilakukan secara langsung oleh penduduk daerah administratif

setempat yang sudah memenuhi syarat. Pemilihan Gubernur dan Wakil

Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota

yang selanjutnya disebut Pemilihan, adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di

wilayah provinsi dan kabupaten/kota untuk memilih Gubernur dan Wakil

Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota

secara langsung dan demokratis.6

Februari 2022 pukul. 11.02 WIB.


4
W. E. Nugroho. Implementasi Trias Politica dalam Sistem Pemerintahan di Indonesia.
Gema Keadilan. Vol. 1, No. 1, Oktober 2014, hlm. 66.
5
Hasanuddin, H. Jurnal Ilmiah Seputar Ilmu Pilkada Adalah hlm.1.
https://nahkoda.ejournal.unri.ac.id. Diakses 4 Februari 2022 pukul. 11.23 WIB.
6
Undang-Undang PKPU Nomor 3 Tahun 2017 hlm.2, Diakses 4 Februari 2022 Pukul. 11.28
3

Selain itu, pilkada juga dapat diartikan sebagai Pemilihan Gubernur dan

pemilihan Bupati atau Walikota yang merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan

rakyat di provinsi dan Kabupaten atau Kota untuk memilih Gubernur dan Bupati

atau Walikota berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

1. Undang-Undang yang mengatur tentang Dasar Hukum Penyelenggaraan

PILKADA adalah sebagai berikut.

2. Undang-undang (UU) Nomor: 32 tentang Pemerintah Daerah.

3. Undang-undang (UU) Nomor: 32 tentang Penjelasan Pemerintahan Daerah.

4. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 17 tentang Perubahan atas Peraturan

Pemerintah nomor 6 tahun 2005tentang pemilihan, pengesahan

pengangkatan, dan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah.

5. PP Pengganti UU Nomor: 3 tentang PERPU NO 3 TAHUN 2005.7

Salah satu tiang utama dalam penyelenggaraan pemerintahan suatu negara

adalah pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, harmonis dan

mudah di terapkan dalam masyarakat. Sebagai suatu wacana untuk

melaksanakan peraturan perundang-undangan. Yang baik diperlukan adanya

suatu peraturan yang dapat di jadikan pedoman dan acuan bagi para pihak yang

berhubungan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, baik di

tingkat pusat maupun di tingkat daerah.

WIB.
7
Abdullah, H. Rozali. Mewujudkan Pemilu yang Lebih Berkualitas (Pemilu Legislatif).
Rajawali Pers, Jakarta, 2009, hlm. 4.
4

Peraturan yang memberikan pedoman tentang pembentukan peraturan

perundang-undangan tersebut selama ini selalu di tunggu dan di harapkan dapat

memberikan suatu arahan dan panduan, sehingga proses pembentukan

peraturan perundang-undangan yang meliputi tahap perencanaan, persiapan,

perumusan, pembahasan, pengesahan atau penetapan dan pengundangannya.8

Peserta pilkada adalah pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik

atau gabungan partai politik, hal ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2004. Ketentuan ini kemudian sudah diubah oleh Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa para peserta pilkada juga bisa

berasal dari pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang.

Undang-undang ini menindaklanjuti sebuah keputusan Mahkamah Konstitusi

(MK) yang membatalkan beberapa pasal menyangkut para peserta Pilkada

dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.9

Beranjak dari peristiwa-peristiwa pelanggaran kode etik dan pedoman

perilaku hakim di Mahkamah Konstitusi, upaya untuk memperkuat system

pengawasan etik terhadap hakim konstitusi di Mahkamah Konstitusi tidak

pernah surut dan menjadi keinginan Sebagian besar masyarakat Indonesia,

yang di suarakan melalui Lembaga swadaya masyarakat yang peduli terhadap

system peradilan yang bersih dan berwibawa, serta mampu menegakan hukum

dan keadilan sesuai Pancasila dan UUD NRI 1945.10

8
Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-undangan (Proses dan Teknik Pembentukannya),
PT. Kanisius, Yogyakarta, 2007, hlm. 1.
9
Undang-Undang JDIH Kemenkeu. Diakses 4 Februari 2022 pukul. 11.40 WIB.
10
Wiryanto, Etik Hakim Konstitusi, PT. Raja Grafindo Persada, Depok, 2019, hlm. 102.
5

Namun dalam pelaksaan Pilkada sering terjadi permasalahan dari segi

formil maupun materiil, sehingga tidak jarang terdapat pihak-pihak yang tidak

puas termasuk pasangan calon terhadap hasil yang ditetapkan oleh Komisi

Pemilihan Umum (KPU). Ketidakpuasan itu tentu dilandasi dengan dasar

berbagai macam kecurangan yang dilakukan oleh pihak lawan. Seperti politik

uang, jual beli suara, intimidasi, pengerahan massa, serta manipulasi suara dari

hasil suara baik yang terjadi sebelum pemilihan, pada saat pemilihan, maupun

pada saat selesai pemilihan, sehingga pihak-pihak yang merasa dirugikan

menyelesaikan permasalahan tersebut kepada lembaga yang berwenang yaitu

Mahkamah Konstitusi.11

Indeks kerawanan pemilu 2019 yang di keluarkan oleh Bawaslu

menyebutkan isu politik uang menempati isu paling strategis ketiga dengan

bobot 29 persen setelah isu hak pilih (74 persen) dan isu logistic pemilu (47

persen). Isu politik uang ini terekam terjadi di 150 kabupaten/kota dari 514

kabupaten/kota di Indonesia. Boleh jadi kasus-kasus serupa terjadi di lebih dari

150 kabupaten/kota tersebut. Maraknya politik uang juga dapat dilihat dari

hasil penindakan oleh Bawaslu berdasarkan data penindakan putusan berikut:

- DKI Jakarta : 3 putusan - Jawa Tengah : 2 putusan

- Kepulauan Riau : 1 putusan - Gorontalo : 5 putusan

- Sulawesi Selatan : 1 putusan - Sulawesi Utara : 1 putusan

- Sumatera Barat : 1 putusan - Kalimantan Barat : 1. putusan

- NTB : 2 Putusan - Kalimantan Utara : 1 putusan

11
Lihat Pasal 24C ayat (1) UUD NRI 1945. Diakses 5 Februari 14.03 WIB.
6

- Jawa Barat : 1 putusan - Papua Barat : 1 putusan

- Sulawesi Tengah : 2 putusan - Bangka Belitung : 1 putusan

- DIY : 1 putusan - NTT : 1 putusan

Berdasarkan 25 putusan politik uang pada pemilu 2019 terlihat bahwa

politik uang masih marak terjadi di setiap provinsi. Politik uang atau politik

transaksional di Indonesia menjadi salah satu yang tertinggi di dunia. Hal ini di

ungkap oleh 2 penulis politik Indonesia, Edward Aspinall dan Ward Berenschot.

Mereka mengungkapkannya dalam bukunya yang berjudul Democracy For

Sale: Elections, clientelism, and the state in Indonesia. Aspinall mengatakan

politik uang di Indonesia hampir menyamai filipina. Greg Fealy menyatakan

Indonesia berada di peringkat ke 3 dunia untuk kasus jual beli suara.12

Pemilu, layaknya sebuah kompetisi tak semua peserta menghargai aturan

fair play. Berbagai kecurangan, trik kotor, hingga saling sikut, kerap mewarnai

proses pemilu, sehingga persoalan pemilu tak selesai Ketika hasil rekapitulasi

akhir di umumkan. Pihak yang kalah atau merasa di curangi akan membawa

persoalan tersebut ke ranah hukum. Karena itu diperlukan system yang kokoh

untuk tidak hanya menjamin stabilitas pemerintahan yang terbentuk tetapi juga

minim akan kecurangan. Alur pikir Arendt Lijphart yang mengonstruksi bahwa

system konstitusi menentukan system pemerintahan, dan system pemerintahan

menentukan system pemilu yang di praktikan oleh sebuah negara demokrasi.13

12
Gunawan Suswantoro, Arah Baru Sistem Pemilu: Sistem Paralel dalam Skema Pemilu
Serentak di Indonesia, Esensi Erlangga Group, Jakarta,2020, hlm. 20-21.
13
Gunawan Suswantoro, Op.cit, hlm. 20-21.
7

Syarat ambang batas selisih suara dalam mengajukan permohonan gugatan

ke MK diatur pada Pasal 158 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 10

Tahun 2016 tentang Pilkada serta Pasal 7 ayat (1) dan (2) Peraturan MK.

Dijelaskan selisih suara antarperoleh suara terbanyak dengan pemohon berkisar

antara 0,5 persen hingga 2 persen dari total suara sah hasil penghitungan suara

tahap akhir sesuai jumlah penduduk dalam wilayah daerah tersebut yang

ditetapkan oleh KPU setempat.14

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas penulis tertarik untuk

melakukan penelitian hukum dalam bentuk skripsi dengan judul : “Tinjauan

Yuridis Ambang Batas Pengajuan Gugatan Perselisihan Hasil Pilkada di

Mahkamah Konstitusi (MK) Dikaitkan dengan Pasal 158 Undang-Undang

Pemilihan Kepala Daerah No. 10 tahun 2016”.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas,

maka terdapat permasalahan yang dapat diidentifikasi untuk diteliti atau dikaji

dalam skripsi ini, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana dasar penetapan ambang batas selisih gugatan sengketa pemilihan

kepala daerah di Mahkamah Konstitusi?

2. Kendala-kendala apa saja yang di hadapi dalam pengajuan gugatan hasil

pemilihan kepala daerah berdasarkan pasal 158 UU No. 10 Tahun 2016

tentang pemilihan kepala daerah?

14
https://new.hukumonline.com/pilkada/news-pilkada/4baYPe2b-25-permohonan-
sengketa-pilkada-penuhi-syarat-ambang-batas. Diakses 5 Februari 2022, pukul. 14.15 WIB.
8

C. Tujuan Peneltian

Berdasarkan latar belakang masalah dan permasalahan tersebut di atas,

maka tujuan penelitian ini, adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dasar penetapan terhadap perselisihan hasil pilkada

menurut pasal 158 UU Pilkada No. 10 Tahun 2016.

2. Untuk mengetahui kendala-kendala apa saja yang di hadapi mengenai

pengajuan gugatan perselisihan hasil pilkada menurut pasal 158 UU

PILKADA No. 10 Tahun 2016.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan, baik secara teoritis

maupun praktis, adalah sebagai berikut:

1. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan teoritis yaitu

diantaranya sebagai berikut :

a. Dapat menambah bahan-bahan penelitian, pengembangan ilmu hukum,

wawasan penulis, khusunya mengenai permasalahan dalam penelitian ini.

b. Dapat menambah kepustakaan bidang hukum, khususnya yang berkenaan

dengan masalah yang dibahas dan dikaji dalam penelitian ini.

2. Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan praktis, yaitu

diantaranya memberikan suatu informasi, konstribusi pemikiran dan

wawasan hukum bagi penulis sendiri umumnya masyarakat yang dibahasa

dan dikaji dalam penelitian ini.


9

E. Kerangka Pemikiran

1. Kerangka Teori

Berkenaan dengan teori-teori yang dikumpulkan dari berbagai pendapat

ahli hukum yang dipakai sebagai landasan penulisan skripsi ini, yang

uraiannya sebagai berikut:

a. Teori Kewenangan

Substansi asas legalitas adalah wewenang, Prajudi Atmosudirjo

menyatakan : “wewenang merupakan kekuasaan untuk melakukan semua

tindakan didalam dalam lapangan hukum public, sedangkan kekuasaan

untuk melakukan tindakan dalam lapangan hukum private disebut hak”.15

Kemampuan untuk melakukan tindak-tindakan hukum tertentu.

Mengenai wewenang itu, H.D Stout mengatakan bahwa "wewenang

adalah pengertian yang berasal dari hukum organisasi pemerintahan, yang

dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang berkenan dengan

perolehan dan penggunaan wewenang pemerintahan oleh subyek hukum

publik didalam hubungan publik”. 16

b. Teori Keadilan

Menurut Carl Joachim Friedrich

Teori Hukum Alam sejak Socrates hingga Francois Geny, tetap

mempertahankan keadilan sebagai mahkota hukum. Teori hukum Alam

mengutamakan “the search for justice”.17 Berbagai macam teori mengenai

15
Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Galia Indonesia, Cetakan 9, Jakarta,
1998, hlm. 76.
16
Prajudi Atmosudirdjo, Op Cit, hlm. 98.
17
Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, Nuansa dan Nusamedia,
10

keadilan dan masyarakat yang adil. Teori-teori ini menyangkut hak dan

kebebasan, peluang kekuasaan, pendapatan dan kemakmuran. Diantara

teori-teori itu dapat disebut: teori keadilan Aristoteles dalam bukunya

nicomachean ethics dan teori keadilan sosial John Rawl dalam bukunya a

theory of justice dan teori hukum dan keadilan Hans Kelsen dalam

bukunya general theory of law and state.

c. Teori Demokrasi

1) Menurut H. Harris Soche

Demokrasi merupakan suatu bentuk pemerintahan rakyat.

Artinya rakyat atau orang banyak merupakan pemegang kekuasaan

dalam pemerintahan. Mereka memiliki hak untuk mengatur,

mempertahankan, serta melindungi diri mereka dari adanya paksaan

dari wakil-wakil mereka, yaitu orang-orang atau badan yang diserahi

wewenang untuk memerintah Menurut Charles Costello.

Dalam kontek kontemporer, demokrasi merupakan suatu sistem

sosial serta politik pemerintahan diri dengan kekuasaan-kekuasaan

pemerintah yang dibatasi oleh hukum serta kebiasaan dalam

melindungi hak-hak individu warga negara. Dalam demokrasi, terdapat

pengakuan terhadap kehendak rakyat yang dijadikan sebagai landasan

dalam legitimasi serta kewenangan pemerintahan (kedaulatan rakyat).

Kehendak tersebut nantinya akan dituangkan dalam suatu iklim politik

terbuka, yaitu dengan melaksanakan pemilihan umum yang diadakan

Bandung, 2004, hlm. 24.


11

secara bebas dan berkala. Tiap-tiap warga negara memiliki hak untuk

memilih pihak-pihak yang akan memerintah serta juga dapat

menurunkan pemerintahan yang sedang berjalan kapanpun mereka

mau.

2) Menurut Charles Costello

Dalam kontek kontemporer, demokrasi merupakan suatu sistem

sosial serta politik pemerintahan diri dengan kekuasaan-kekuasaan

pemerintah yang dibatasi oleh hukum serta kebiasaan dalam

melindungi hak-hak individu warga negara.

Dalam demokrasi, terdapat pengakuan terhadap kehendak rakyat

yang dijadikan sebagai landasan dalam legitimasi serta kewenangan

pemerintahan (kedaulatan rakyat). Kehendak tersebut nantinya akan

dituangkan dalam suatu iklim politik terbuka, yaitu dengan

melaksanakan pemilihan umum yang diadakan secara bebas dan

berkala. Tiap-tiap warga negara memiliki hak untuk memilih pihak-

pihak yang akan memerintah serta juga dapat menurunkan

pemerintahan yang sedang berjalan kapanpun mereka mau.18

F. Kerangka Konseptual

Konseptual adalah merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan

antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan arti-arti yang berkaitan

dengan istilah yang akan diteliti agar tidak terajdi kesalah pahaman dalam

18
Charles Costello, Demokrasi, Jurnal Ilmiah, Diakses 5 Februari 2022 pukul. 15.00 WIB.
12

penulisan ini, maka penulis memberikan konsep yang bertujuan untuk

menjelaskan istilahg dimaksud antara lain sebagai berikut:

1. Pengertian Gugatan menurut Sudikno Mertokusumo

Gugatan adalah tuntutan hak yaitu tindakan yang bertujuan

memberikan perlindungan yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah

perbuatan main hakim sendiri (eigenrichting). 19

2. Kecurangan Pemilu

Kecurangan pemilihan umum atau manipulasi pemilihan umum adalah

interferensi ilegal dalam proses pemilihan umum, entah dengan

meningkatkan pembagian suara dari kandidat yang disukai, menurunkan

pembagian suara dari kandidat lawan, atau keduanya. Penindakan kecurangan

pemilu bervariasi dari negara ke negara.20

3. Pemilu

Pemilu merupakan pengetahuan penting bagi warga Indonesia. Definisi

Pemilu bisa dilihat dari berbagai aspek, seperti pengertian pemilu menurut

para ahli (pakar), menurut Undang-undang (UU) serta dilihat secara umum.

Pemilu adalah singkatan dari “Pemilihan Lima Tahun” yang digelar oleh

rakyat Indonesia guna memilih anggota legislatif (DPR dan DPRD/DPD),

baik tingkat kabupaten/kota dan propinsi sampai pusat. Sedangkan DPD

adalah Dewan Pimpinan Daerah yang dipilih untuk mewakili daerah bukan

partai politik. Lembaga yang diamanatkan oleh UU adalah Komisi Pemilihan

19
Mertokusumo, Sudikno, Hukum Acara Perdata Indonesia. Liberty, Yogyakarta, 2009,
hlm.4.
20
https://ejournal.politik.lipi.go.id. Jurnal Ilmiah, Kecurangan Pemilihan Umum atau
Manipulasi Pemilihan Umum. hlm,1. Diakses 8 Februari 2022 Pukul. 19.27 WIB.
13

Umum (KPU).

4. Pilkada

Sebuah Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada merupakan rekrutmen

politik yaitu penyeleksian rakyat terhadap tokoh-tokoh yang mencalonkan

diri sebagai Kepala Daerah, baik Gubernur/Wakil Gubernur maupun

Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/ Wakil Walikota.

Kepala Daerah adalah jabatan politik atau jabatan publik yang bertugas

memimpin birokrasi menggerakkan jalannya roda pemerintahan. Memiliki

fungsi terbagi menjadi perlindungan, pelayanan publik, dan pembangunan.

Para Kepala Daerah menjalankan fungsi pengambilan kebijakan atas ketiga

fungsi pemerintahan tersebut. Di dalam konteks struktur kekuasaan, Kepala

Daerah adalah kepala eksekutif di daerah.

5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 sebagai penyempurnaan dari

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati,

dan Walikota. Hal ini dikarenakan mengingat betapa pentingnya Pilkada ini

sebagai pewujudan demokrasi serta penerapan asas kedaulatan rakyat untuk

menentukan pemimpin pemerintahan di daerahnya.

Pemerintahan dalam hal ini bertindak sebagai alat untuk bertindak demi

kepentingan rakyat mencapai tujuan daerah antara lain adalah kesejahteraan,

keamanan, ketertiban, kesehatan, pendidikan, dan lain- lain.21 Selain itu

otonomi daerah yang diberlakukan di Indonesia telah memberikan wewenang

21
Nomensen Sinamo, Hukum Tata Negara Indonesia, Permata Aksara, Jakarta, 2014, hlm.
155.
14

yang besar bagi daerah-daerah untuk mengurus urusan rumah tangganya

sendiri, sehinga disini peranan kepala daerah sangat dominan dalam

penentuan arah pembangunan suatu daerah. Oleh karena, saat ini banyak

sekali pihak-pihak yang berlomba-lomba untuk menjadi kepala daerah baik

melalui jalur partai politik maupun jalur perseorangan. Oleh karenanya, tidak

jarang dalam pelaksanaan penyelenggaraan Pilkada terjadi permasalahan

yang berujung sengketa. Karena keberhasilan penyelenggaraan Pilkada

langsung di Indonesia sangat tergantung pada kinerja Komisi Pemilihan

Umum (KPU) Provinsi dan Kabupaten/Kota.22

G. Metode Peneltian

1. Spesifikasi Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif (penelitian

yuridis), atau seringkali disebut sebagai penelitian hukum yang normatif.

Muslan Abdurrahman mengemukakan bahwa. Penelitian hukum normatif

atau disebut juga penelitian hukum doktrinal. Penelitian hukum doktrinal

hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis di dalam peraturan perundang-

undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma

yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas23

22
Muchamad Isnaeni Ramdhan, Kompendium Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), Badan
Pembina Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Jakarta, 2009, hlm. 67.
23
Muslan Abdurrahman, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, Malang: UMM Press,
2009, hlm 127.
15

Hadin Muhjad dan Nunuk Nuswardani mengemukakan bahwa:

penelitian hukum yang normatif, adalah penelitian yang mengkaji persoalan

hukum dari sudut pandang ilmu hukum secara mendalam terhadap norma

hukum yang dibentuk.24 Berkenaan dengan jenis penelitian skripsi ini, yaitu

penelitian hukum normatif, maka spesifikasi penelitian yang digunakan

adalah deskriptif analitis. Ronny Hanitijo Soemitro mengemukakan bahwa:

Deskriptif analitis yaitu menggambarkan berbagai peraturan perundang-

undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan prakte

pelaksanaan hukum positif yang terkait dengan permasalahan yang diteliti.25

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

ini, adalah. Menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Soerjono Soekanto

dan Sri Mamudji bahwa metode pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian

yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan

perundang-undangan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka

atau data sekunder melalui pendekatan undang- undang atau statuta approach

atau pendekatan yuridis, yaitu penelitian terhadap produk-produk hukum dan

pendekatan asas-asas hukum.26

Metode pendekatan yuridis normatif, yaitu suatu metode dalam

penelitian hukum normatif dengan menggunakan sumber utama data

24
Hadin Muhjad dan Nunuk Nuswardani, Penelitian Hukum Indonesia Kontemporer, Genta
Publishing, Yogyakarta, 2012, hlm. 9.
25
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia,
Cetakan Keempat, Jakarta, 1990, hlm 97-98.
26
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat,
Jakarta.
16

sekunder atau bahan pustaka29.

Data sekunder dimaksud meliputi:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yang

terdiri atas peraturan perundang-undangan, yurisprudensi atau keputusan

pengadilan (lebih-lebih bagi penelitian yang berupa studi kasus). Bahan

hukum primer yang digunakan dalam skripsi ini, diantaranya adalah:

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2) Undang-Undang Pemillihan Umum

3) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU)

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-

undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya ilmiah dari kalangan hukum, dan

lain-lain.27

c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus,

ensiklopedia, indeks kumulatif dan lain-lain. Data sekunder tersebut di

atas, dalam penulisan ini diolah secara selektif.

3. Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan jenis penelitian, yaitu penelitian hukum normatif, maka

teknik pengumpulan data penelitian yang digunakan dalam penelitian hukum

normative adalah studi/kajian kepustakaan (library research). Sejalan dengan

yang dikemukakan oleh Mukti Fajar dan Yulianto Achmad bahwa: “teknik

27
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta, hlm. 45.
17

pengumpulan data dalam penelitian hukum normatif dilakukan dengan studi

pustaka terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan

hukum sekunder, maupun bahan hukum tersier”.28

Data sekunder untuk mendapatkan landasan teoritis berupa pendapat-

pendapat atau tulisan-tulisan para ahli atau pihak lain berupa informasi baik

dalam bentuk formal maupun data melalui naskah resmi. Disamping

melakukan penelitian kepustakaan, teknik pengumpulan data juga dilakukan

melalui wawancara dan browsing di internet untuk mencari data dan bahan

hukum aktual yang tidak diperoleh dari bahan tertulis atau hard copy di

perpustakaan konvensional.

Jenis wawancara yang dipakai dalam penilitian ini adalah jenis

wawancara bebas terpimpin. Jenis wawancara ini gabungan antara

wawancara bebas (si pewawancara tidak mempergunakan pedoman

wawancara) dan wawancara terpimpin (si pewawancara mempergunakan

pedoman wawancara) atau wawancara semi terstruktur yaitu suatu

wawancara yang disertai dengan suatu daftar pertanyaan yang disusun

sebelumnya dan pertanyaannya dapat berkembang dengan jalannya

wawancara.29

Wawancara dilakukan dengan mengadakan tanya jawab dengan

narasumber, yaitu seperti dengan beberapa Satpol PP dan Advokat, baik

secara tatap muka ataupun tidak dengan tatap muka, yaitu dengan

28
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (UI- Press), 2006,
Jakarta, hlm 52.
29
Amiruddin, dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo,
Jakarta, 2012.
18

menggunakan alat bantu handphone atau melaui internet lewat e-mail, yang

pada initinya adalah dalam rangka memperoleh data primer sebagai data

pendukun data sekunder.

4. Analisis Data

Setelah data tersebut terkumpul, kemudian diinventarisi, lalu dianalisis

secara yuridis kualitatif. Yuridis artinya menurut hukum; secara hukum.30

Dengan demikian, penelitian ini bertitik tolak pada hukum, khusunya

peraturan perundang-undangan yang ada sebagai hukum positif. Kualitatif,

yakni analisis data dengan tidak menggunakan angka-angka dan rumus-

rumus statistik.31

Selain itu, dalam melakukan analisis data sekunder atau bahan hukum,

penulis menggunakan teknik berpikir, deduktif. Teknik berpikir deduktif

dilakukan dengan berpijak pada hal-hal bersifat abstrak untuk diterapkan

pada proposisi-proposisi konkrit.32

Disamping itu, bahwa analisis dilakukan pula terhadap pendapat para

ahli (doktrine) yang bertujuan untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan

yang diteliti.

5. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian untuk mendapatkan data sekunder berupa bahan

30
Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, PT Gramedia Pustaka Utama, 2008,
Jakarta, hlm. 1567.
31
Munir Fuady, Metode Riset Hukum: Pendekatan Teori dan Konsep, Rajawali Press, 2018,
Depok, hlm. 95
32
Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Rajawali, Jakarta, 1982,
hlm. 144.
19

hukum primer, sekunder dan tersier berlokasi di beberapa perpustakaan,

sebagai berikut:

a. Perpustakaan Pusat Universitas Islam Nusantara (Uninus), Perpustakaan

Fakultas Hukum Uninus, dan Perpustakaan Sekolah Pascasarjana Uninus,

Jl. Soekarno-Hatta No. 530, Kota Bandung.

b. Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Jalan Dipati Ukur

No. 35, Kota Bandung.

c. Perpustakaan Program Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran,

Jl. Dipati Ukur No. 46, Kota Bandung; dan

d. Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Jawa Barat (Bapusibda,

Perpustakaan Daerah-Perpusda), Jl. Kawaluyaan Indah II No. 4, Soekarno

Hatta, Kota Bandung.

H. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun dalam 5 (lima) Bab, yang terbagi atas beberapa subbab

dengan susunan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini berisi tentang mengenai Latar Belakang Masalah, Identifikasi

Masalah, Kegunaan Penelitian, Kerangka Pemikiran, Metode Penelitian, dan

Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORITIS AMBANG BATAS PENGAJUAN

GUGATAN PERSELISIHAN HASIL PILKADA

Dalam bab ini berisi tentang teori-teori yang berkaitan dengan teori-teori

demokrasi dan teori keadilan.


20

BAB III GAMBARAN UMUM PERATURAN AMBANG BATAS

PENGAJUAN GUGATAN PERSELISIHAN HASIL PILKADA DI

MAHKAMAH KONSTITUSI

Bab ini berisi tentang latar belakang Gugatan Perselisihan Hasil Pilkada

Ambang Batas di Mahkamah Konstitusi

BAB IV TINJAUAN YURIDIS AMBANG BATAS PENGAJUAN

GUGATAN PERSELISIHAN HASIL PILKADA DI MAHKAMAH

KONSTITUSI (MK) DIKAITKAN DENGAN PASAL 158 UU PILKADA

NO 10 TAHUN 2016

Ini menganalis permasalahan yang dapat diidentifikasi untuk diteliti atau

dikaji dalam skripsi ini, yaitu Dasar penetapan ambang batas selisih gugatan

sengketa pemilihan kepala daerah di mahkamah konstitusi dan Kendala-kendala

apa saja yang di hadapi dalam pengajuan gugatan hasil pemilihan kepala daerah

berdasarkan pasal 158 UU No.10 tahun 2016 tentang pemilihan kepala daerah.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab V ini memuat kesimpulan sebagai jawaban atas permasalahan yang

dianalisis dalam Skripsi ini dan saran yang konkrit, operasional dan positif.
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2004.

Amiruddin, dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja


Grafindo Persada, Jakarta, 2012.

A. Sondjaja, & Albertus Heriyanto, Panduan Penelitian. Prestasi Pustaka


Publisher, Jakarta, 2006.

Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, CV Mandar Maju, Bandung,


2008.

Gunawan Suswantoro, Arah Baru Sistem Pemilu, Jakarta, 2020.

Hadin Muhjad dan Nunuk Nuswardani, Penelitian Hukum Indonesia


Kontemporer, Genta Publishing, Yogyakarta, 2012.

Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, Raja Grafindo Persada, 2010.

K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, Kanisius, Cetakan Ke-15 (dengan


revisi), Yogyakarta, 1998.

Lihat Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori
Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Cetakan ke-IX, Bandung, 2004.

Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, CV Mandar
Maju, Cetakan II, Bandung, 2003.

M. Agus Santoso, Hukum Moral & Keadilan Sebuah Kajian Filsafat Hukum,
Ctk. Kedua, Kencana, Jakarta, 2014.

Maria Farida S, Ilmu Perundang-undangan, PT. Kanisius Yogyakarta, 2007.

Mukti Fajar ND. dan Yulianto Achmad, Dualisme Peneltian Hukum Normatif &
Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010.

Munir Fuady, Metode Riset Hukum: Pendekatan Teori dan Konsep, Rajawali
Press, Depok, 2018.

Muslan Abdurrahman, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, UMM Press,


Malang, 2009.

21
22

Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Jakarta,1998.

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia


Indonesia, Jakarta, Cetakan Keempat, 1990. Soerjono Soekanto dan Sri
Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2001.

Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Departemen


Pendidikan Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008

B. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-


Undang Pemilihan Umum

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (PERPU)

Undang-undang (UU) No. 10 Tahun 2016 Perubahan Kedua Atas Undang-


Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang

C. Sumber lain

Jurnal:

PKK Fakultas Syariah Antasari, https://www.mkri.id/Jurnal Konstitusi IAIN


Vol. 2 No, 1. Juni 2009

Jurnal Ilmiah, H.Harris Soche, Teori Demokrasi.

https://nahkoda.ejournal.unri.ac.id/https://nahkoda.ejournal.unri.ac.id. Jurnal
ilmiah seputar ilmu pilkada adalah.

https://ejournal.politik.lipi.go.id. Jurnal ilmiah, Kecurangan pemilihan umum


atau manipulasi pemilihan umum.

Jurnal Ilmiah, Charles Costello, Demokrasi.

Website:

https://new.hukumonline.com/pilkada/news-pilkada/4baYPe2b-25-
permohonan- sengketa-pilkada-penuhi-syarat-ambang-batas.

https://hukum.rmol.id/news/read/4451922/ keadilan pancasila sebagai dasar


23

Negara.

https://kbbi.kemdikbud.go.id

https://new.hukumonline.com/pilkada/news-pilkada/4baYPe2b-25-
permohonan- sengketa-pilkada-penuhi-syarat-ambang-batas

Anda mungkin juga menyukai