PANCASILA
‘’diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila yang diampu
oleh Bapak Dr. H. Walidun Husain, M.Si.’’
OLEH :
941419030
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
2019
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang saya panjatkan Puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas paper Pendidikan Pancasila yang berjudul Pelaksanaan
Pilkada Ditinjau dari Demokrasi Pancasila.
Makalah ini telah saya susun dengan maksimal berkat bantuan, dorongan,
dan bimbingan orang tua serta Bapak Dr. H. Walidun Husain, M.Si selaku dosen
pengajar mata kuliah Pendidikan Pancasila, sehingga dapat memperlancar
pembuatan paper ini. Untuk itu, saya menyampaikan banyak terima kasih
terhadap semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan paper ini.
Akhir kata, saya berharap paper ini dapat memberikan pemahaman kepada
pembaca agar lebih peka terhadap masalah-masalah dalam Pemilu khususnya
Pilkada bagi saya sendiri maupun pembaca. Saya menyadari bahwa penyusunan
paper ini jauh dari sempurna, baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Untuk itu saya mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar
paper ini jauh lebih baik, saya sadar bahwa kesempurnaan hanya milik Tuhan
yang Maha Esa.
KATA PENGANTAR...........................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN
1.3 Tujuan.............................................................................................4
1.4 Manfaat...........................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengantar........................................................................................6
2.9 Perbandingan Sistem Pilkada Langsung dan Sistem Pilkada Tidak Langsung
Berdasarkan Demokrasi Pancasila......................................................23
3.1 Kesimpulan...................................................................................26
3.2 Saran.............................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA........................................................................27
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
2.1 Pengantar
Sila ke-4 Pancasila yang berbunyi Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, mengandung makna bahwa
kedaulatan rakyat merupakan esensi dari demokrasi berdasarkan Pancasila.
Demokrasi yang demikian itu dapat dijalankan melalui Pemilu dan Pilkada secara
langsung maupun secara tidak langsung (oleh DPR/DPRD), dan/atau
diselenggarakan oleh Masyarakat Hukum Adat (MHA) dalam bingkai
permusyawaratan rakyat.
Dasar konstitusional Pemilu dan Pilkada diatur di dalam Pasal 18 (4) UUD
NKRI 1945 yang berbunyi “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing
kepala Pemerintahan Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota, dipilih secara
demokratis”. Pasal ini sesungguhnya telah mengakomodir model Pemilu dan
Pilkada, baik secara langsung maupun secara tidak langsung, dan dipandang
kedua model tersebut berkesuaian dengan sila ke-4 Pancasila.
Regulasi tentang Pilkada menjadi topik hangat di negeri ini. Usulan agar
pemilihan Kepala Daerah dikembalikan pada DPRD menuai pro-kontra. Sekali
lagi, bangsa ini terbelah seperti di Pilpres kemarin. Kedua sistem pemilihan kepala
daerah (langsung dan tak langsung), masing masing memiliki kelebihan dan
kekurangannya sendiri. Pada sistem pemilihan kepala daerah secara langsung,
partisipasi masyarakat sangat dimungkinkan. Sehingga Kepala Daerah yang
terpilih lebih legitimate. Sementara pada pemilihan Kepala Daerah tidak langsung
(DPRD yang memilih) tidak membutuhkan cost penyelenggaraan pemilihan yang
besar, juga lebih cepat dan efisien.
Adapun wewenang dan tugas dari kepala daerah antara lain adalah :
Memimpin sebuah penyelenggaraan pemerintahan daerah atas dasar suatu
kebijakan yang telah ditetapkan saat bersama DPRD.
Mengajukan sebuah rancangan peraturan daerah atau perda.
Menetapkan adanya peraturan sebuah daerah (perda) yang sudah disetujui
bersama DPRD.
Menyusun serta mengajukan sebuah rancangan peraturan daerah atau
perda mengenai APBD untuk dibahas dan ditetapkan kepada DPRD secara
bersama.
Mengusahakan untuk terlaksananya sebuah kewajiban daerah.
Mewakili daerahnya baik didalam maupun di luar pengadilan, namun bisa
diwakilkan oleh seorang kuasa hukum sesuai aturan perundang-undangan
yang ditetapkan.
Menjalankan tugas serta wewenang yang lainnya berdasarkan aturan
perundang-undangan.
Selain itu, fungsi pilkada juga dikemukakan oleh Sartono Sahlan dan
Awaludin Marwanyaitu, pertama, pilkada merupakan institusi pelembagaan
konflik. Di mana, pilkada didesain untuk meredam konflik-konflik apalagi yang
berbau kekerasan, guna mencapai tujuan demokrasi dan pengisian jabatan politik
di daerah. Kedua, pilkada sebagai sarana pencerdasan dan penyadaran politik
warga. Ketiga, mencari sosok pemimpin yang kompeten dan komunikatif dan
keempat, menyusun kontrak sosial baru. Di mana hasil dari pilkada tersebut bukan
hanya lahirnya pemimpin baru, juga sirkulasi komunikasi yang membuat
perjanjian-perjanjian sang kandidat sebelum menjadi pemenang dituntut untuk
merealisasikannya secara riil.
Pada Era Orde Baru berdasarkan UU nomor 5 tahun 1974, Pilkada tidak
dapat dilepaskan dari keterlibatan elit politik di pusat atau lingkaran kekuasaan
Presiden. Menurut UU Nomor 5 Tahun Kepala daerah dipilih dan dicalonkan oleh
DPRD, hasil pemilihan lalu diajukan kepada pemerintah untuk diangkat.
Pengangkatan kepala daerah oleh pemerintah tidak terikat oleh pemilihan yang
dilakukan oleh DPRD, dalam hal ini DPRD selaku pelaksana keinginan
pemerintah pusat.
1. Money politik
2.Intimidasi
Intimidasi ini juga sangat bahaya. Sebagai contoh juga yaitu di daerah
penulis oknum pegawai pemerintah melakukan intimidasi terhadap warga agar
mencoblos salah satu calon. Hal ini sangat menyeleweng sekali dari aturan
pelaksanaan pemilu.
Tindakan ini paling sering terjadi. Padahal sudah sangat jelas sekali aturan
aturan yang berlaku dalam pemilu tersebut. Berbagai cara dilakukan seperti
pemasangan baliho, spanduk, selebaran. Sering juga untuk bakal calon yang
merupakan Kepala daerah saat itu melakukan kunjungan keberbagai daerah.
Kunjungan ini intensitasnya sangat tinggi ketika mendekati pemilu. Ini sangat
berlawanan yaitu ketika sedang memimpin dulu. Selain itu media TV lokal sering
digunakan sebagi media kampanye. Bakal calon menyam paikan visi misinya
dalam acara tersbut padahal jadwal pelaksanaan kampanye belum dimulai.
4. Kampanye negatif
c) Solusi
Seluruh pihak yang ada baik dari daerah sampai pusat, bersama sama
menjaga ketertiban dan kelancaran pelaksanaan pilkada ini. Tokoh tokoh
masyarakat yang merupakan panutan dapat menjadi souri tauladan bagi
masyarakatnya. Dengan ini maka dapat menghindari munculnya konflik.
Memilih dengan hati nurani. Dalam memilih calon kita harus memilih
dengan hati nurani sendiri tanpa ada paksaan dari orang lain. Sehingga
prinsip prinsip dari pemilu dapat terlaksana dengan baik.
Secara etimologis “demokrasi” terdiri dari dua kata Yunani yaitu demos
yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan cratein atau cratos yang
berarti kekuasaan dan kedaulatan. Gabungan dua kata demos-cratein atau demos-
cratos (demokrasi) memiliki arti suatu keadaan negara di mana dalam sistem
pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada
dalam keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat, dan
kekuasaan oleh rakyat. Sedangkan pengertian demokrasi menurut istilah atau
terminologi adalah seperti yang dinyatakan oleh para ahli sebagai berikut:
Rezim pemilu di dalam UUD NKRI Tahun 1945 Pasal 22 E ayat (2) hanya
ada 4 jenis pemilu, yaitu pemilu anggota DPR, pemilu anggota DPD, pemilu
anggota DPRD, dan pemilu untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden. Pilkada
menurut UUD 1945 tidak termasuk rezim Pemilihan umum. Disisi lain, jika
otonomi diberikan kepada Provinsi, maka pemilihan Bupati, dan Walikota dapat
diserahkankepada DPRD. Apabila merujuk padaPasal 18 UUD NKRI Tahun
1945,dikatakan, Gubernur-Wakil gubernur,Bupati-Wakil Bupati, Walikota-Wakil
Walikota dapat dipilih dengan carademokratis. Demokratis dapat diartikan
secara langsung dan dapat diartikan secaratidak langsung.
Hal ini juga sejalan dengan semangat otonomi yaitu pengakuan terhadap
aspirasi inisiatif masyarakat lokal untuk menentukan nasibnya sendiri. Jika agenda
desentralisasi dilihat dalam kerangka besar demokratisasi kehidupan bangsa, maka
pilkada semestinya memberikan kontribusi yang besar terhadap hal itu. Berikut
hasil perbandingan mengenai sisi positif pilkada secara langsung dan
dibandingkan dengan sistem pilkada secara tidak langsung.
Tabel 1. Perbandingan Sistem Pilkada Langsung dan Tidak Langsung
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan, 2010. Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Paradigma.
Ahmad Nadir, 2005. Pilkada Langsung dan Masa Depan Demokrasi, Averroes
Press