Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PEMILIHAN KEPALA DAERAH DAN UPAYA


DEMOKRATISASI DI TINGKAT DAERAH (LOKAL)

Oleh
MERIPALDI (D1B113093)
M. AKBAR ARSYA (D1B1130 )
GUNAPRIL SIMBOLON (D1B113057)

Kepada
HEREYANTO, S.Sos, MA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN

2016

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kuasa
sehingga penyusunan makalah ini dapat berjalan dengan baik dan lancar. Kami juga
berterimakasih kepada setiap pihak yang telah terlibat dan membantu kami dalam penyusunan
makalah ini.
Makalah yang berjudul Pemilihan Kepala Daerah dan Upaya Demokratisasi di tingkat
Lokal ini untuk melengkapi tugas mata kuliah Hubungan Pusat dan Daerah. Makalah ini kami
susun sedemikian rupa dengan mencari dan menggabungkan sejumlah informasi yang kami
dapatkan baik melalaui buku, media cetak, elektronik maupun media lainnya. Kami berharap
dengan informasi yang kami dapat dan kemudian kami sajikan ini dapat memberikan penjelasan
yang cukup tentang Pilkada dalam hubungannya dengan demokratisasi lokal.
Demikian satu dua kata yang bisa kami sampaikan kepada seluruh pembaca makalah ini.
Jika ada kesalahan baik dalam penulisan maupun kutipan, kami terlebih dahulu memohon maaf
dan kami juga berharap semua pihak dapat memakluminya. Semoga semua pihak dapat
menikmati dan mengambil esensi dari makalah ini. Trimakasih.

Banjarmasin, Maret 2016


Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................ii


DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 4
1.1 Latar belakang ......................................................................................................... 4
1.2 Rumusan masalah........................................................................................ 5
1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................... 6
BAB II. PEMBAHASAN ............................................................................................. 7
2.1 Pemilihan Umum Kepala Daerah ............................................................................ 7
2.2 Perkembangan Pilkada di Idonesia ........................................................................ 10
2.3 Demokrasi Lokal ................................................................................................... 12
BAB III PENUTUP .................................................................................................... 15
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 15
3.2 Saran 15
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemilihan Kepala Daerah adalah Pemilu untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala

Daerah secara langsung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 19451[1].Pemilihan langsung Kepala

Daerah menjadi consensus politik nasional2[2], yang merupakan salah satu instrument penting

penyelenggaraan pemerintahan setelah digulirkannya otonomi daerah di Indonesia. Sedangkan

Indonesia sendiri telah melaksanakan Pilkada secara langsung sejak diberlakukannya Undang-
undang nomor 32 tahun 2004. tentang pemerintahan daerah. Hal ini apabila dilihat dari

perspektif desentralisasi, Pilkada langsung tersebut merupakan sebuat terobosan baru yang

bermakna bagi proses konsolidasi demokrasi di tingkat lokal. Pilkada langsung akan membuka

ruang partisipasi yang lebih luas bagi masyarakat dalam proses demokrasi untuk menentukan

kepemimpinan politik di tingkat lokal. Sistem ini juga membuka peluang bagi masyarakat untuk

mengaktualisasi hak-hak politiknya secara lebih baik tanpa harus direduksi oleh kepentingan-

kepentingan elite politik, seperti ketika berlaku sistem demokrasi perwakilan. Pilkada langsung

juga memicu timbulnya figure pemimpin yang aspiratif, kompeten, legitimate, dan berdedikasi.

Sudah barang tentu hal ini karena Kepala Daerah yang terpilih akan lebih berorientasi pada

warga dibandingkan pada segelitir elite di DPRD.

Pembahasan pemilihan Kepala Daerah Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati/Walikota

dan Wakil Bupati/Walikota yang demokratis dan berkualitas, seharunya dikaitkan tidak dengan

pemahaman akan makna demokrasi, tetapi juga aspek normatif yang mengatur penyelenggaraan

Pilkada dan aspek-aspek etika, sosial serta budaya. Semua pihak-pihak yang ikut andil dalam

pelaksanaan Pilkada, harus memahami dan melaksanakan seluruh peraturan perundangan yang

berlaku secar konsisten. Pada dasarnya Pilkada langsung adalah memilih Kepala Daerah yang

profesional, legitimate, dan demokratis, yang mampu mengemban amanat otonomi daerah dalam

wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Selayaknya Pilkada di Indonesia

dilaksanakan dengan efektif dan tetap menjunjung tinggi asas demokrasi dan hukum.

Pembahasan kali ini penulis ingin menguraikan bagaimana perkembangan pemilihan

kepala daerah di Indonesia dan juga bagaimana demokratisasi di level daerah (local)

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Pilkada?

2. Bagaimanakah perkembangan Pilkada di di indonedia?

3. Bagaimanakah demokratisasi di tingkat lokal?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Pilkada

2. Untuk mengetahui bagaimanakah perkembangan Pilkada di di indonedia

3. Untuk mengetahui bagaimanakah demokratisasi di tingkat local

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pemilihan Umum Pilkada

Hasil amandemen Undang – Undang Dasar 1945 telah membawa perubahan besar pada

sistem ketatanegaraan indonesia. Salah satu perubahan itu terkait dengan pengisian jabatan

kepala daerah. Pasal 18 ayat 4 UU tahun 1945 menyatakan bahwa “Gubernur, Bupati dan Wali

kota masing-masing sebagai kepala pemerintahan provinsi kabupaten dan kota dipilih secara

demokratis.” Frasa “ dipilih secara demokratis” bersifat luas, sehingga mencakup pengertian
pemilihan kepala daerah langsung oleh rakyat ataupun oleh DPRD seperti yang pada umumnya

pernah dipraktikan diidaerah-daerah berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah memilih Kepala Daerah dan

Wakil Kepala Daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 19453[3]. Sebelum diberlakukannya

undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, Kepala Daerah dan Wakil

Kepala Daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Namun sejak Juni 2005

Indonesia menganut system pemilihan Kepala Daerah secara langsung.

Pada dasarnya daerah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan Negara

Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini berkaitan dengan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil

Kepala Daerah yang seharusnya sinkron dengan pemilihan presiden dan wakil presiden, yaitu

pemilihan secara langsung.

Menurut Rozali Abdullah, beberapa alasan mengapa diharuskan pemilihan Kepala Daerah

dan Wakil Kepala Daerah secara langsung4[4], adalah:

1. Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat

Warga masyarakat di daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari warga masyarakat

Indonesia secara keseluruhan, yang mereka juga berhak atas kedaulatan yang merupakan hak

asasi mereka, yang hak tersebut dijamin dalam konstitusi kita Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia 1945. Oleh karena itu, warga masyarakat di daerah, berdasarkan kedaulatan
yang mereka punya, diberikan hak untuk menentukan nasib daerahnya masing-masing, antara

lain dengan memilih Kepala Daerah secara langsung.

2. Legitimasi yang sama antar Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dengan DPRD

Sejak Pemilu legislatif 5 april 2004, anggota DPRD dipilih secara langsung oleh rakyat melalui

sistem proporsional dengan daftar calon terbuka. Apabila Kepala Daerah dan Wakil Kepala

Daerah tetap dipilih oleh DPRD, bukan dipilih langsung oleh rakyat, maka tingkat legitimasi

yang dimiliki DPRD jauh lebih tinggi dari tingkat legitimasi yang dimiliki oleh Kepala Daerah

dan Wakil Kepala Daerah.

3. Kedudukan yang sejajar antara Kepala Daerah dan wakil daerah dengan DPRD

Pasal 16 (2) UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan bahwa DPRD,

sebagai Badan Legislatif Daerah, berkedudukan sejajar dan menjadi mitra pemerintah daerah.

Sementara itu, menurut Pasal 34 (1) UU No. 22 Tahun 1999 Kepala Daerah dipilih oleh DPRD

dan menurut pasal 32 ayat 2 jo pasal 32 ayat 3 UU No.22 Tahun 1999, Kepala Daerah dan Wakil

Kepala Daerah bertanggung jawab kepada DPRD. Logikanya apabila Kepala Daerah dan Wakil

Kepala Daerah bertanggung jawab kepada DPRD maka kedudukan DPRD lebih tinggi daripada

Kepala Daerah. Oleh karena itu, untuk memberikan mitra sejajar dan kedudukan sejajar antar

Kepala Daerah dan DPRD maka keduanya harus sama-sama dipilih oleh rakyat.

4. UU No.22 Tahun 2003 tentang Susduk MPR, DPR, DPD, dan DPRD

Dalam UU diatas, kewenangan DPRD untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

sudah dicabut.

5. Mencegah politik uang

Sering kita mendengar isu politik uang dalam proses pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala

Daerah oleh DPRD. Masalah politik uang ini terjadi karena begitu besarnya wewenang yang
dimiliki oleh DPRD dalam proses pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Oleh

karena itu, apabila dilakukan pemilihan Kepala Daerah secara langsung kemungkinan terjadinya

politik uang bisa dicegah atau setidaknya dikurangi.

2.2 Perkembangan Pilkada di di Indonedia

Pemilihan kepala daerah (Pilkada atau Pemilukada) dilakukan secara langsung oleh

penduduk daerah administratif setempat yang memenuhi syarat. Pemilihan kepala daerah

dilakukan satu paket bersama dengan wakil kepala daerah.

Sebelum tahun 2005, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui

Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada. Pilkada pertama kali

diselenggarakan pada bulan Juni 2005.

Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara

Pemilihan Umum, pilkada dimasukkan dalam rezim pemilu, sehingga secara resmi bernama

Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pemilukada.

Pemilihan kepala daerah pertama yang diselenggarakan berdasarkan undang-undang ini adalah

Pilkada DKI Jakarta 2007. Pada tahun 2011, terbit undang-undang baru mengenai penyelenggara

pemilihan umum yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011. Di dalam undang-undang ini,

istilah yang digunakan adalah Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

Pada tahun 2014, DPR-RI kembali mengangkat isu krusial terkait pemilihan kepala daerah

secara langsung. Sidang Paripurna DRI RI pada tanggal 24 September 2014 memutuskan bahwa

Pemilihan Kepala Daerah dikembalikan secara tidak langsung, atau kembali dipilih oleh DPRD.
Putusan Pemilihan kepala daerah tidak langsung didukung oleh 226 anggota DPR-RI yang terdiri

Fraksi Partai Golkar berjumlah 73 orang, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berjumlah 55

orang, Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) berjumlah 44 orang, dan Fraksi Partai Gerindra

berjumlah 32 orang.

Keputusan ini telah menyebabkan beberapa pihak kecewa. Keputusan ini dinilai sebagai

langkah mundur di bidang "pembangunan" demokrasi, sehingga masih dicarikan cara untuk

menggagalkan keputusan itu melalui uji materi ke MK. Bagi sebagian pihak yang lain,

Pemilukada tidak langsung atau langsung dinilai sama saja. Tetapi satu hal prinsip yang harus

digarisbawahi (walaupun dalam pelaksanaan Pemilukada tidak langsung nanti ternyata

menyenangkan rakyat) adalah: Pertama, Pemilukada tidak langsung menyebabkan hak pilih

rakyat hilang. Kedua, Pemilukada tidak langsung menyebabkan anggota DPRD mendapat dua

hak sekaligus, yakni hak pilih dan hak legislasi. Padahal jika Pemilukada secara langsung, tidak

menyebabkan hak pilih anggota DPRD (sebagai warga negara) hak pilihnya tetap ada

2.3 Demokrasi Lokal

Demokratisasi lokal adalah implikasi dari desentralisasi yang dijalankan di daerah-daerah

sebagai perwujudan dari proses demokrasi di Indonesia. Konsepnya mengandaikan pemerintahan

itu dari, oleh dan untuk rakyat. Hal paling mendasar dalam demokrasi adalah keikutsertaan

rakyat, serta kesepakatan bersama atau konsensus untuk mencapai tujuan yang dirumuskan

bersama. Perkembangan desentralisasi menuntut adanya proses demokrasi bukan hanya di

tingkat regional tetapi di tingkat lokal.


Demokrasi di Indonesia pasca Orde Baru hampir selalu dibicarakan secara berkaitan

dengan pembentukan sistem politik yang mencerminkan prinsip keterwakilan, partisipasi, dan

kontrol. Oleh karenanya, pemerintahan yang demokratis mengandaikan pemisahan kekuasaan

dalam tiga wilayah institusi yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif. Suatu pemerintahan

dikatakan demokratis jika terdapat indikator utama yaitu keterwakilan, partisipasi dan kontrol

terhadap penyelenggaraan pemerintahan oleh ketiga institusi tersebut. Prinsip partisipasi

menjamin aspek keikutsertaan rakyat dalam proses perencanaan pembangunan daerah; atau

keikutsertaan rakyat dalam proses pemilihan wakil dalam lembaga politik; sedangkan prinsip

kontrol menekankan pada aspek akuntabilitas pemerintahan. Dalam demokrasi, aspek

kelembagaan merupakan keutamaan dari berlangsungnya praktik politik yang demokratis,

sehingga, terdapat partai politik, pemilihan umum dan pers bebas. Sedangkan, istilah ‘ lokal’

mengacu kepada ‘arena’ tempat praktek demokrasi itu berlangsung.

Demokrasi lokal dalam pemilihan kepala daerah, menjadi momentum yang masih

memberikan pertanyaan besar dalam pelaksanaannya. Pertanyaan ini berkaitan dengan

demokrasi partisipatoris3 yang akan dilakukan. Betapa tidak, pemberian kedaulatan rakyat daerah

pada elitnya masih diwarnai ketidakjelasan, baik dari prosdur kerja penyelenggara maupun

peserta dan posisi pemilihnya.

Dari sisi kedaulatan rakyat daerah, demokrasi lokal dibangun untuk memberikan porsi

yang seharusnya diperoleh rakyat lokal dalam pemberian legitimasi pada elit eksekutifnya.

Selama ini rakyat daerah memberikan kedaulatan hanya pada legislatif daerah saja--melalui

pemilu legislatif. Maka merujuk pada konsep trias politica-nya Montesquieu4 pemisahan

kekuasaan atas tiga lembaga negara untuk konteks pemerintahan daerah terletak pada lembaga

eksekutif dan legislatif daerah, sedangkan dalam kerangka yudikatif menginduk pada
kelembagan pusat. Hal ini terkait dengan pola hubungan pemerintahan pusat daerah dalam asas

desentralisasi. Kedaulatan rakyat dalam kerangka sistem pemerintahan dapat dibagi kedalam

hirarkhi demokrasi nasional dan lokal dari tata cara rekrutmen politiknya.

Ketidakpercayaan rakyat dan era reformasi mendorong adanya pilkada langsung. Hal ini

tidak langsung berkatan dengan baik atau tidaknya demokrasi, karena di negara lain uga terdapat

variasi pelaksanaan demokrasi baik yang langsung, perwakilan bahkan dengan appointment.

Derajat kepentingannya adalah terpilihnya pejabata politik yang akuntabel sesuai dengan needs

for achievment rakyatnya

Desentralisasi merupakan bentuk hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintahan

daerah yang pada umumnya memiliki dua bentuk yaitu: Debvolusi dan dekonsentrasi. Dalam

ideografis Indonesia kita pernah mengenal asas tugas pembantuan atau medebewind sebagai

bagian dari desentralisasi. Berdasarkan ranah politik pemerimtahan maka desentralisasi yang

berkaitan dengan otonomi penyelengaraan pemerintahan di daerah adalah devolusi. Sementara

dekonsentrasi masih merupakan kepanjangan tangan kebijakan pusat di daerah.

Berdasarkan asas desentralisasi hubungan rakyat dan pemerintahan daerah berada dalam

koridor demokrasi daerah. Pelibatan pemerintahan daerah dalam mengurus kewenangannya

merupakan keleleuasaan yang bertujuan untuk pengembangkan demokrasi daerah dan

pembangunan daerah yang pada gilirannya mengarah pada kesejahteraan rakyat di wilayah kerja

daerahnya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah memilih Kepala Daerah dan

Wakil Kepala Daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 19455[5]. Sebelum diberlakukannya

undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, Kepala Daerah dan Wakil

Kepala Daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Namun sejak Juni 2005

Indonesia menganut system pemilihan Kepala Daerah secara langsung.

Pemilihan kepala daerah (Pilkada atau Pemilukada) dilakukan secara langsung oleh

penduduk daerah administratif setempat yang memenuhi syarat. Pemilihan kepala daerah

dilakukan satu paket bersama dengan wakil kepala daerah.

Demokratisasi lokal adalah implikasi dari desentralisasi yang dijalankan di daerah-daerah

sebagai perwujudan dari proses demokrasi di Indonesia.

B. Saran
Pilkada sedagai pengejawantahan dari demokrasi local sudah selayaknya dipersiapkan
sematangnya oleh pemerintah daerah, KPUD, dan unsur terkait agar mereduksi permasalahan-
permasalahan yang akan terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Jimly Asshiddiqie, konsolidasi naskan UUD 1945 setelah perubahan keempat, puat studi hukum
tatanegara UI 2002, hlm 22.
2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pasal 1 ayat 4.
3. Eko Prasojo, Irfan Ridwan Maksum, dan Teguuh Kurniawan, Desentralisasi & Pemerintahan
daerah: Antara Model Demokrasi Lokal & Efisiensi Struktural, 2006, hlm 40
4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pasal 1 ayat 4.
5. Rozali Abdullah, pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Derah secara
Langsung, PT Raja Grafindo, 2005, hlm 53-55
6. Sinaga, Kastorius, 2003, Pemilihan Kepala Daerah Langsung Kota dan Kabupaten: Beberapa
catatan Awal, dalam Abdul Gaffar Karim (ed.), Kompleksitas Persoalan Otonomi di Indonesia,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai