Anda di halaman 1dari 9

ARTIKEL

PEMILIHAN KEPALA DAERAH


SECARA LANGSUNG

Disusun Oleh :

NAMA : M. PRAMADANNI ABDI


DARMAWAN
NIM : 857782405
POKJAR : KALIKOTES

PROGRAM S1 PGSD
UNIVERSITAS TERBUKA
UPBJJ SURAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia adalah negara demokrasi. Salah satu perwujudan dari sistem demokrasi di
Indonesia adalah otonomi daerah. Otonomi daerah memberikan kewenangan yang luas dan nyata,
bertanggung jawab kepada daerah secara proposional, yang diwujudkan dengan pengaturan,
pembagian, dan kemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan pusat dan
daerah.Itu semua harus dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran masyarakat,
pemerataan, keadilan, serta potensi dan keanekaragaman daerah yang dilaksanakan dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
wilayah kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah provinsi dan daerah provinsi  dibagi lagi
atas daerah kabupaten dan kota, yang masing-masing sebagai daerah otonomi. Sebagai daerah
otonomi, daerah provinsi, kabupaten/kota memiliki pemerintahan daerah yang melaksanakan,
fungsi-fungsi pemerintahan daerah, yakni Pemerintahan Daerah dan DPRD.
Pemilihan langsung kepala daerah (pilkada langsung) merupakan kerangka kelembagaan
baru dalam rangka mewujudkan proses demokratisasi di daerah. Proses ini diharapkan bisa
mereduksi secara luas adanya pembajakan kekuasaan yang dilakukan oleh partai politik yang
memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Selain itu, pilkada secara langsung
juga diharapkan bisa menghasilkan kepala daerah yang memiliki akuntabilitas lebih tinggi kepada
rakyat. Meskipun makna langsung di sini lebih berfokus pada hak rakyat untuk memilih kepala
daerah, para calon kepala daerah lebih banyak ditentukan oleh partai politik. Belakangan calon
perseorangan memang dimungkinkan dalam pilkada, namun hal tersebut tidak begitu saja mampu
mengesampingkan posisi dan peran partai politik di dalam pilkada langsung. Pilkada langsung di
Indonesia sendiri dilaksanakan sejak Juni 2005. Pelaksanaan pilkada langsung tersebut sebelumnya
didahului keberhasilan pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil presiden pada tahun 2004.
Penyelenggaraan pilkada langsung diintrodusir di dalam Undang- Undang (UU) No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan UU hasil revisi atas UU No. 22 Tahun 1999
mengenai substansi yang sama.3 Semangat yang muncul dari pelaksanaan pilkada langsung di
antaranya adalah untuk mengembalikan hak-hak politik rakyat yang selama ini dilakukan hanya
melalui perwakilan mereka di DPRD.
Pilkada langsung juga sebagai ajang bagi daerah untuk menemukan calon-calon pemimpin
daerah yang berintegritas dan bisa mengemban amanat rakyat. Pilkada langsung berpeluang
mendorong majunya calon kepala daerah yang kredibel dan akseptabel dimata masyarakat daerah
sekaligus menguatkan derajat legitimasinya. Dengan demikian, pilkada langsung dapat memperluas
akses masyarakat lokal untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang menyangkut
kepentingan mereka. Artinya, masyarakat berkesempatan untuk terlibat mempengaruhi pembuatan
kebijakan publik yang dilakukan kepala daerah sebagaimana janjinya saat kampanye dan ikut pula
mengawas kepala daerah jika menyalahgunakan kekuasaan sehingga proses ini dapat memaksa
kepala daerah untuk tetap memperhatikan aspirasi rakyat. Untuk mendekatkan harapan tersebut,
salah satu pintu masuknya adalah dengan cara melihat bagaimana proses yang dilakukan oleh partai
politik dalam mengajukan calon-calon pemimpin daerah yang akan mereka usung. Partai politik
sebagaimana yang tersebut dalam UU No. 32 Tahun 2004 kemudian direvisi menjadi UU No 12
Tahun 2008 merupakan salah satu institusi yang bisa mengajukan calon kepala daerah dalam
pilkada langsung.

1.2. Rumusan Maslah


Ada beberapa rumusan masalah yang diangkat dalam penulisan artikel yang berjudul
Pemilihan Kepala Daerah secara Langsung, antara lain :
 Apa itu Pilkada secara langsung?
 Apa saja landasan hukumnya di Indonesia?
 Manfaat yang dirasakan dalam Pilkada langsung di Indonesia?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tentang Demokrasi dan Otonomi Daerah
Demokrasi yang memberikan kedaulatan berada ditangan rakyat. Istilah deokrasi sendiri
berasal dari bahasa Yunani (dēmokratía) “kekuasaan rakyat”, yang dibentuk dari kata (dêmos)
“rakyat” dan (Kratos) “kekuasaan”. Demokrasi adalah prinsip bangsa atau negara ini dalam
menjalankan pemerintahannya. Semenjak awal bergulirnya era reformasi, demokrasi kian marak
menjadi perbincangan seluruh lapisan bangsa ini. Demokrasi menjadi kosa kata umum yang
digunakan masyarakat untuk mengemukakan pendapatnya.Hal ini didasarkan pada pengertian
demokrasi menurut Abraham Lincoln. Demokrasi menurut Abraham Lincoln adalah pemerintahan
dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Otonomi daerah adalah hal, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.Otonomi daerah dipandang perlu dalam menghadapi perkembangan
keadaan, baik dalam dan luar negeri, serta tantangan persaingan global. Penyelenggaraan Otonomi
di daerah didasarkan pada isi dan jiwa yang terkandung dalam pasal 18 Undang-Undang Dasar
1945 beserta penjelasannya. Menurut Hukum Tata Pemerintahan Negara atau Hukum Administrasi
Negara Otonomi Daerah merupakan suatu kewenangan daerah untuk menjalankan pengaturan,
penetapan, penyelenggaraan, pengawasan, pertanggungjawaban Hukum dan Moral dan Penegakan
Hukum Administrasi di daerah untuk terciptanya pemerintahan yang taat hukum, jujur, bersih, dan
berwibawa berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.Otonomi daerah sebagai suatu
kebijakan Desentralisasi ini diberlakukan dikarenakan Otonomi Daerah diharapkan dapat menjadi
solusi terhadap problema ketimpangan pusat dan daerah, disintegrasi nasional, serta minimnya
penyaluran aspirasi masyarakat local.

2.2. Tentang Pemiliha Kepala Daerah


Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah, atau sering disebut Pilkada,
merupakan perkara wajib yang harus dilaksanakan setelah periode untuk menjabat habis
sebagaimana dalam UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pilkada sendiri adalah
pemilihan umum untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung di
Indonesia oleh penduduk daerah setempat yang memenuhi syarat.Sebelum dilangsungkannya
Pilkada tersebut calon kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah warga Negara Republik
Indonesia yang harus memenuhi syarat yang ditentukan pada Pasal 58 UU No. 32 tahun 2004.
Dalam hal ini yang disebut sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah:
1. Gubernur dan wakil gubernur untuk provinsi
2. Bupati dan wakil bupati untuk kabupaten
3. Walikota dan wakil walikota untuk kota
Penyelenggaraan Pilkada dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi dan
KPU Kabupaten/Kota.Pilkada diselenggarakan dengan diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilihan
Umum (Panwaslu) Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota.Keanggotaan dari Panwaslu terdiri atas
unsur kepolisian, kejaksaan, perguruan tinggi, pers, dan tokoh masyarakat sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 57 ayat (3) UU No. 32 tahun 2004. Keanggotaan tersebut diusulkan oleh panitia
pengawas kabupaten/kota untuk ditetapkan oleh DPRD sesuai Pasal 57 ayat (5) UU No. 32 tahun
2004
Peserta Pilkada adalah pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan
partai politik.Hal ini sesuai dengan Pasal 56 ayat (2) UU No. 32 tahun 2004.Namun ketentuan ini
diubah dengan UU No. 12 tahun 2008 yang menyatakan bahwa “peserta Pilkada juga dapat berasal
dari pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang”.Undang-undang ini
menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan beberapa pasal menyangkut
peserta Pilkada dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.Sedangkan spesialisasi kembali
terjadi di Nanggroe Aceh Darussalam, peserta Pilkada juga dapat diusulkan oleh partai politik lokal.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Penegrtian Pilkada Langsung
Pemilihan Kepala Daerah secara langsung yang sering disebut sebagai pilkada menjadi
sebuah perjalanan sejarah baru dalam dinamika kehidupan berbangsa di Indonesia. Perubahan
sistem pemilihan mulai dari pemilihan Legislatif, Presiden dan Wakil Presiden, dan Kepala Daerah
diharapkan mampu melahirkan kepemimpinan yang dekat dan menjadi idaman seluruh lapisan
masyarakat. Minimal secara moral dan ikatan dan pertanggungjawaban kepada konstituen
pemilihnya yang notabene adalah masyarakat yang dipimpinnya. Selain sebagai pembelajaran dan
pendidikan politik langsung kepada masyarakat. Pilkada juga merupakan tonggak baru demokrasi di
Indonesia. Bahwa esensi demokrasi adalah kedaulatan berada ditangan rakyat yang
dimanifestasikan melalui pemilihan yang langsung dilakukan oleh masyarakat dan diselenggarakan
dengan jujur, adil, dan aman.
Seperti yang diungkap Abdul Asri (Harahap 2005:122), mengatakan bahwa : “Pilkada
langsung merupakan tonggak demokrasi terpenting di daerah, tidak hanya terbatas pada
mekanisme pemilihannya yang lebih demokratis dan berbeda dengan sebelumnya tetapi merupakan
ajang pembelajaran politik terbaik dan perwujudan dari kedaulatan rakyat. Melalui pilkada
langsung rakyat semakin berdaulat, dibandingkan dengan mekanisme sebelumnya dimana kepala
daerah ditentukan oleh sejumlah anggota DPRD. Sekarang seluruh rakyat yang mempunyai hak
pilih dan dapat menggunakan hak suaranya secara langsung dan terbuka untuk memilih kepala
daerahnya sendiri. Inilah esensi dari demokrasi dimana kedaulatan ada sepenuhnya ada ditangan
rakyat, sehingga berbagi distorsi demokrasi dapat ditekan seminimal mungkin”.
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan di atas, maka pada hakikatnya pilkada merupakan
sebuah peristiwa luar biasa yang dapat membuat perubahan berarti bagi daerah. Ini merupakan
suatu cara dari kedaulatan rakyat yang menjadi esensi dari demokrasi. Oleh karena itu, esensi dari
demokrasi yang melekat pada pilkada hendaknya disambut masyarakat secara sadar dan cerdas
dalam menggunakan hak politiknya. Partisipasi, aktif, cermat, dan jeli hendaknya menjadi bentuk
kesadaran politik yang harus dimiliki oleh masyarakat daerah dalam Pilkada ini.
Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, atau lebih popular disingkat menjadi
Pilkada, adalah pemilihan umum untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara
langsung di Indonesia oleh penduduk daerah setempat yang memenuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan. Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terdiri dari Gubernur dan Wakil
Gubernur untuk provinsi, Bupati dan Wakil Bupati untuk kabupaten, Walikota dan Wakil Walikota
untuk kota. Hampir semua Daerah di Indonesia sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan daerah, kini telah mengadakan proses pemilihan kepala daerah baik di
Propinsi, maupun kabupaten/kota sesuai amanat undang-undang tersebut.

3.2. Lanadasan Hukum Pilkada langsung di Indonesia


Pemilihan Umum Kepala Daerah atau yang biasa disingkat dengan Pemilukada atau Pilkada,
adalah pemilihan umum untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung
di Indonesia oleh penduduk daerah setempat yang memenuhi syarat. Pemilukada menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang “Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan
Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah sarana pelaksanaan kedaulatan
rakyat di wilayah Provinsi dan Kabupaten/ Kota berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Pada Pasal 62 dinyatakan bahwa ketentuan
mengenai pemilihan Kepala Daerah diatur dengan Undang-Undang.
Undang-Undang Dasar 1945 dalam BAB VIIIB tentang Pemilu, memang tidak pernah
menyebut mengenai pemilukada. Pada Pasal 22E ayat (2) yang berbunyi “Pemilihan Umum
diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Daerah”. Namun demikian, pengaturan
pemilukada seharusnya didasarkan atas pemahaman adanya sistematis antara Pasal-Pasal dalam
UndangUndang Dasar 1945. Selain itu secara materil, pemilu memang tidak berbeda dengan
pemilukada baik dari segi substansi maupun penyelenggaraannya.
Di sisi lain, karena Amandemen Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 adalah amandemen 2
(kedua), sedangkan Pasal 22E Undang-Undang Dasar 1945 merupakan amandemen 3 (ketiga),
maka secara hukum mempunyai makna bahwa pelaksanaan Pasal 18 ayat (4), khususnya lembaga
yang melakukan rekrutmen pasangan calon Kepala Daerah harus merujuk pada Pasal 22E. Logika
hukumnya, karena kalau oleh pengubah Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 18 dianggap
bertentangan dengan Pasal 22E, maka dapat dipastikan dalam amandemen 3 (ketiga) rumusan yang
terdapat pada Pasal 18 akan diubah dan disesuaikan dengan Pasal 22E, namun kenyataannya hal itu
tidak pernah terjadi sehingga sampai saat ini yang berlaku tetap merupakan Pasal 18 hasil
amandemen 2 (kedua) tersebut.
Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pemilukada) merupakan
instrumen yang sangat penting dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah berdasarkan prinsip
demokrasi di daerah, karena di sinilah wujud bahwa rakyat sebagai pemegang kedaulatan
menentukan kebijakan kenegaraan. Mengandung arti bahwa kekuasaan tertinggi untuk mengatur
pemerintahan Negara ada pada rakyat. Melalui Pemilukada, rakyat dapat memilih siapa yang
menjadi pemimpin dan wakilnya dalam proses penyaluran aspirasi, yang selanjutnya menentukan
arah masa depan sebuah negara.

1. Pemilukada menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan,


Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah
sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah Provinsi dan Kabupaten/ Kota berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 56 ayat (1) dinyatakan bahwa Kepala Daerah dan wakil
Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan
asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
2. Kompetensi politik pemilukada langsung memungkinkan munculnya secara lebih lebar
preferensi kandidat-kandidat berkompetensi dalam ruang yang lebih terbuka dibandingkan
ketertutupan yang sering terjadi dalam demokrasi perwakilan. Pemilukada langsung bisa
memberikan sejumlah harapan pada upaya pembalikan “syndrome” dalam demokrasi perwakilan
yang ditandai dengan model kompetensi yang tidak fair, seperti; praktik politik uang (money
politic).
3. Sistem pemilihan langsung akan memberi peluang bagi warga untuk mengaktualisasi hak-
hak politiknya secara lebih baik tanpa harus direduksi oleh kepentingan-kepentingan elite politik
seperti yang kasat mata muncul dalam sistem demokrasi perwakilan. Setidaknya, melalui konsep
demokrasi langsung, warga di area lokal akan mendapatkan kesempatan untuk memperoleh
semacam pendidikan politik, training kepemimpinan politik dan sekaligus mempunyai posisi yang
setara untuk terlibat dalam pengambilan keputusan politik.
4. Pemilukada langsung memperbesar harapan untuk mendapatkan figur pemimpin yang
aspiratif, kompeten dan legitimasi. Karena, melalui pemilukada langsung, Kepala Daerah yang
terpilih akan lebih berorientasi pada warga dibandingkan pada segelintir elite di DPRD. Dengan
demikian, Pemilukada mempunyai sejumlah manfaat, berkaitan dengan peningkatan kualitas
tanggung jawab pemerintah daerah pada warganya yang pada akhirnya akan mendekatkan Kepala
Daerah dengan masyarakat.
5. Kepala Daerah yang terpilih melalui pemilukada langsung akan memiliki legitimasi
politik yang kuat sehingga akan terbangun perimbangan kekuatan (check and balance) di daerah
antara Kepala Daerah dengan DPRD. Perimbangan kekuatan ini akan meminimalisasi
penyalahgunaan kekuasaan seperti yang muncul dalam format politik yang monolitik.
Dilihat dari ciri-cirinya dapat disimpulkan bahwa pemilukada merupakan kegiatan pemilu,
hal ini berdasarkan Petikan Putusan MK. No. 072-073/PUUII/2004, hal 71 bahwa :
1. Berdasarkan Pasal 56 ayat (1) bahwa Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih
dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Dari sudut asas yang digunakan dalam pemilihan
umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tersebut, adalah asas pemilu sebagaimana
diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah.
2. Dilihat dari segi penyelenggaraannya, sebagaimana diatur dalam Pasal 57 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa pemilihan umum
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah diselenggarakan oleh KPUD yang bertanggung
jawab kepada DPRD, adalah penyelenggaraan Pemilu Provinsi dan Kabupaten/Kota
sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
3. Dilihat dari sisi yang berhak mengikuti pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah, sebagaimana diatur dalam Pasal 68 UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah bahwa warga negara Republik Indonesia yang pada hari pemungutan
suara pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sudah berumur 17 (tujuh belas)
Tahun atau sudah menikah mempunyai hak memilih, juga merupakan pemilih dari pemilu
baik Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 8
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan
Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden. Berbeda dengan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah sebelumnya oleh Anggaran DPRD.
4. Pembuat Undang-Undang menggunakan standar ganda dalam menerjemahkan Pasal 18 ayat
(4), yang termasuk domain pemerintah daerah (Pasal 18) bukan hanya Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah tetapi juga DPRD. Pembuat Undang-Undang melakukan penafsiran
untuk Pasal 18.
5. Tetapi dengan sengaja tidak melakukan penafsiran terhadap ketentuan Pasal 22E ayat (2)
Undang-Undang Dasar 1945.
Menelaah esensi dari pemilukada merupakan pemilu, maka pemilukada sebagaimana pemilu
lainnya berhak untuk mendapatkan pengaturan khusus, sehingga dapat mencapai derajat
akuntabilitas, serta kualitas demokrasinya dapat terpenuhi dengan baik. Pemilukada merupakan
suatu instrumen penting bagi demokratisasi di level lokal atau daerah yang menjadi pilar bagi
demokratisasi di tingkat nasional.

3.3. Fungsi dan Tujuan Pemilihan Kepala Daerah


Salah satu wujud dan mekanisme demokrasi di daerah adalah pelaksanaan pemilihan umum
Kepala Daerah (pemilukada) secara langsung. Pemilukada merupakan sarana manifestasi
kedaulatan dan pengukuhan bahwa pemilih adalah masyarakat di daerah. Pemilukada juga memiliki
tiga fungsi penting dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, yaitu:
1. Memilih Kepala Daerah sesuai dengan kehendak bersama masyarakat di daerah sehingga
diharapkan dapat memahami dan mewujudkan kehendak masyarakat di daerah.
2. Melalui pemilukada diharapkan pilihan masyarakat di daerah didasarkan pada misi, visi,
program serta kualitas dan integritas calon Kepala Daerah, yang sangat menentukan
keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
3. Pemilukada merupakan sarana pertanggungjawaban sekaligus sarana evaluasi dan control
secara politik terhadap seorang Kepala Daerah dan kekuatan politik yang menopang.
Melalui pemilukada masyarakat di daerah dapat memutuskan apakah akan memperpanjang
atau menghentikan mandat seorang Kepala Daerah, juga apakah organisasi politik penopang masih
dapat dipercaya atau tidak. Oleh karena itu, sebagai bagian dari pemilu, pemilukada harus
dilaksanakan secara demokratis sehingga betul-betul dapat memenuhi peran dan fungsi tersebut.
Pelanggaran dan kelemahan yang dapat menyesatkan esensi demokrasi dalam pemilukada harus
diperbaiki dan dicegah.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 JO Perppu Nomor 1 Tahun 2014 JO Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2015 JO Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, dalam Pasal 56 sampai
dengan Pasal 119 berisi prosedur dan mekanisme pemilihan Kepala Daerah secara langsung oleh
rakyat. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam rangka mempersiapkan pemilihan Kepala
Daerah secara langsung antara lain:
1. Mekanisme dan prosedur pemilihan. Mekanisme ini meliputi seluruh tahapan pemilihan
mulai dari penjaringan bakal calon, pencalonan dan pemilihannya. Keterlibatan lembaga
legislatif dan masyarakat dalam setiap tahapan tersebut diatur jelas dan tegas.
2. Peranan DPRD dalam pemilihan Kepala Daerah. Dominasi peranan DPRD dalam
Pemilukada seperti saat ini, tentu saja akan mengalami degradasi. Peranan DPRD tidak
mengurangi fungsinya sebagai lembaga legislatif di daerah.
3. Mekanisme pertanggungjawaban Kepala Daerah. Perubahan sistem pemilihan Kepala
Daerah akan mempengaruhi mekanisme pertanggungjawaban Kepala Daerah.
4. Hubungan Kepala Daerah dengan DPRD. Pemilihan Kepala Daerah secara langsung akan
berpotensi menimbulkan resistensi terhadap hubungan antara Kepala Daerah dan DPRD.
5. Hubungan pelaksana pemilihan Kepala Daerah dengan pemilihan Presiden, anggota DPR,
DPRD dan DPD. Dalam satu Tahun, di suatu Kabupaten/ Kota, mungkin terjadi tiga kali
pemilihan, yaitu Pemilu (Presiden, DPR, DPRD), pemilihan Gubernur dan Pemilihan
Bupati/ Walikota.

Tujuan dari pemilukada dikutip dari pendapat Prof. Solly Lubis bahwa memandang
pemilihan umum dari segi ketatanegaraan merupakan salah satu jalan penting buat mengakhiri
situasi temporer dalam ketatanegaraan, termasuk di bidang perlengkapan negara itu. Konsekuensi
logisnya, dengan berhasilnya pemilihan umum, diharapkan badan-badan perlengkapan negara yang
lama diganti dengan badan-badan negara sebagai produk pemilihan umum.
Sesuai dengan apa yang dicantumkan dalam pembukaan dan Pasal 1 UUD 1945, Indonesia
menganut asas kedaulatan rakyat, yang dimaksudkan di sini adalah kedaulatan yang dipunyai oleh
rakyat itu antara lain tercermin dilaksanakan pemilihan umum dalam waktu tertentu. Karenanya
pemilihan umum adalah dalam rangka untuk memberi kesempatan kepada warga masyarakat untuk
melaksanakan haknya, dengan tujuan:
1. Untuk memilih wakil-wakilnya yang akan menjalankan kedaulatan yang dimilikinya.
2. Terbuka kemungkinan baginya untuk duduk dalam jabatan pemerintahan sebagai wakil yang
dipercayakan oleh pemilihnya
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Dari uraian di atas sebagai rangkuman dapat dijelaskan bahwa fenomena politik uang dalam
pemilu bukan hal baru, fenomena ini sudah ada di pilkades. Politik uang tumbuh subur didukung
oleh kecenderunganan masyarakat yang makin permisif. Pembiaran atas politik uang tidak hanya
berimpilkasi melahirkan politisi korup namun juga berakibat tercederainya suatu pemilu yang
demokratis. Secara sadar sebenarnya ada keinginan untuk menghapus politik uang dalam pilkada,
setidaknya ini menjadi salah satu alasan mengapa mengubah model pilkada, semula oleh anggota
DPRD menjadi secara langsung oleh pemilih. Namun regulasi yang mengatur pilkada nyata-nyata
belum mampu membentengi agar politik uang dalam pilkada menjadi minimal. Karena itu,
bersamaan dengan sedang disusunnya undang-undang pilkada diharapkan para pembuat regulasi
pilkada mampu menyempurnakannya menjadi lebih mendekati kaidah pemilu yang demokratis,
yakni memberi ruang yang sama bagi semua pihak (prinsip persaingan politik yang setara/political
equality) untuk berkompetisi secara fair, bukan memberi wadah istimewa bagi kandidat yang paling
punya akses dana.

4.2. Saran
Pepatah lama mengatakan, lebih baik mencegah daripada mengobati. Kata mencegah,
menunjuk pada upaya atau langkah antisipasi agar sesuatu tidak terjadi. Mencegah budaya politik
uang bermakna melakukan antisipasi agar praktik politik uang tidak terjadi dalam penyelenggaraan
Pilkada. Jadi tekanannya adalah pada langkah- langkah preventif, bukan langkah-langkah kuratif
atau represif. Itu berarti, dalam membahas konsepsi tentang mencegah budaya politik uang guna
menciptakan pemilihan kepala daerah yang berkualitas dalam rangka stabilitas nasional, maka yang
harus ditonjolkan adalah langkah-langkah preventif yang diperlukan untuk mencegah terjadinya
politik uang itu sendiri. Berdasarkan harapan maka kajian terfokus pada sekalian langkah tersebut,
baik menyangkut kebijaksanaan yang perlu diambil, strategi yang perlu ditempuh, maupun upaya
yang harus dilakukan. Sebagai sebuah konsepsi, maka penguaraian tiga hal tersebut merupakan
sebuah tawaran yang diajukan penulis berdasarkan refleksi kondisi penyelenggaraan Pilkada dan
kondisi pencegahan politik uang selama ini, kondisi penyelenggaraan Pilkada dan pencegahan
politik uang yang diharapkan, serta mempertimbangkan paradigma nasional dan perkembangan
lingkungan strategis.
DAFTAR PUSTAKA

 S. Sumarsono, H. Mansyur, dkk, Pendidikan Kewarganegaraan, PT. Gramedia Pustaka Utama,


Jakarta, 2001.
 Ramlan Surbakti dalam Titik Triwulan Tutik, Pemilihan Kepala Daerah Berdasarkan Undang-
Undang No. 32 Tahun 2004 Dalam Sistem Pemilu Menurut UUD 1945, Prestasi Pustaka
Pelajar, Jakarta, 2005.
 Janedri M. Gaffar, Politik Hukum Pemilu, Kontpress, Jakarta, 2012.

 Mariana, Dede, Dinamika Demokrasi dan Perpolitikan Lokal di Indonesia, Bandung: AIPI
Bandung-Puslit KP2W Lembaga Penelitian Unpad, 2007

Anda mungkin juga menyukai