Anda di halaman 1dari 10

PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG

OLEH :

NAMA : MULAIQOTUR ROSYIDAH

NIM : 043476623
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istilah Kepala Daerah sesungguhnya tidak dijumpai dalam UUD 1945 dan hanya
menyebut isilah “Kepala Pemerintahan Daerah”1. Istilah Kepala Daerah hanya dikenal dalam
UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang diatur dalam Pasal 24 ayat (1) dan
ayat (2). Pengisian jabatan kepala daerah sebelum tahun 2005, tepatnya sebelum berlakunya UU
No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dilakukan dengan cara pemilihan secara
perwakilan, yaitu dipilih oleh wakil rakyat yang duduk di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD). Akan tetapi sekarang ini pengisian jabatan kepala daerah dilakukan dengan pemilihan
umum secara langsung. Pemilihan umum kepala daerah secara langsung ini telah berlangsung
sejak tahun 2005, yang didasarkan pada ketentuan UU No. 32 Tahun 2004 dengan berlandaskan
pada ketentuan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang menentukan bahwa Gubernur, Bupati, dan
Walikota masingmasing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota
dipilih secara demokratis.

Kenyataan yang tak terhindarkan dalam pemilihan kepala daerah secara langsung adalah
muncul kapitalisasi dalam tahapan pemilihan kepala daerah. Dengan munculnya kapitalisasi ini
maka pemilihan kepala daerah secara langsung jauh lebih mahal dibandingkan dengan model
pemilihan kepala daerah lewat perwakilan DPRD. Dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah
secara langsung selama ini, nuansa yang paling menonjol adalah maraknya sengketa pemilihan
kepala daerah yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Sidang sengketa pemilihan kepala daerah
telah mendominasi perkara yang ditangani Mahkamah Konstitusi.

Pemilihan Kepala Daerah adalah Pemilu untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah secara langsung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.Pemilihan
langsung Kepala Daerah menjadi consensus politik nasional yang merupakan salah satu
instrument penting penyelenggaraan pemerintahan setelah digulirkannya otonomi daerah di
Indonesia. Sedangkan Indonesia sendiri telah melaksanakan Pilkada secara langsung sejak
diberlakukannya Undang-undang nomor 32 tahun 2004. tentang pemerintahan daerah. Hal ini
apabila dilihat dari perspektif desentralisasi, Pilkada langsung tersebut merupakan sebuat
terobosan baru yang bermakna bagi proses konsolidasi demokrasi di tingkat lokal. Pilkada
langsung akan membuka ruang partisipasi yang lebih luas bagi masyarakat dalam proses
demokrasi untuk menentukan kepemimpinan politik di tingkat lokal. Sistem ini juga membuka
peluang bagi masyarakat untuk mengaktualisasi hak-hak politiknya secara lebih baik tanpa harus
direduksi oleh kepentingan-kepentingan elite politik, seperti  ketika berlaku sistem demokrasi
perwakilan.  Pilkada langsung juga memicu timbulnya figure pemimpin yang aspiratif,
kompeten, legitimate, dan berdedikasi. Sudah barang tentu hal ini karena Kepala Daerah yang
terpilih akan lebih berorientasi pada warga dibandingkan pada segelitir elite di DPRD.

Pembahasan pemilihan Kepala Daerah Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati/Walikota


dan Wakil Bupati/Walikota yang demokratis dan berkualitas, seharunya dikaitkan tidak dengan
pemahaman akan makna demokrasi, tetapi juga aspek normatif yang mengatur penyelenggaraan
Pilkada dan aspek-aspek etika, sosial serta budaya. Semua pihak-pihak yang ikut andil dalam
pelaksanaan Pilkada, harus memahami dan melaksanakan seluruh peraturan perundangan yang
berlaku secar konsisten. Pada dasarnya Pilkada langsung adalah memilih Kepala Daerah yang
profesional, legitimate, dan demokratis, yang mampu mengemban amanat otonomi daerah dalam
wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Selayaknya Pilkada di Indonesia
dilaksanakan dengan efektif dan tetap menjunjung tinggi asas demokrasi dan hukum.
KAJIAN PUSTAKA

Pengertian Demokrasi Menurut bahasa,


Demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu demos yang berarti rakyat dan cratos atau
cratein yang berarti pemerintahan atau kekuasaan. Dapat diartikan bahwa pemerintahan rakyat
atau kekuasaan rakyat. Demokrasi berdasarkan penyaluran atas kehendak rakyat ada dua macam
yaitu :
1. Demokrasi Langsung, adalah paham demokrasi yang mengikutsertakan setiap warga
negaranya dalam permusyawaratan untuk menentukan kebijaksanaan umum dan Undang-
Undang.
2. Demokrasi Tidak Langsung, adalah paham demokrasi yang dilaksanakan melalui sistem
perwakilan. Demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan biasanya dilaksanakan melalui
pemilihan umum.

Pengertian demokrasi berdasarkan sudut termilogis menurut Harris Soche : Demokrasi


adalah bentuk pemerintahan rakyat, karena itu kekuasaan pemerintahan itu melekat pada diri
rakyat, diri orang banyak dan merupakan hak bagi rakyat dan orang yang banyak untuk
mengatur, 10 mempertahankan, dan melindungi dirinya dari paksaan dan pemerkosaan orang
lain atau badan yang diserahi untuk memerintah.

Sedangkan ciri demokratisasi menurut Maswadi (1997) :


1. Berlangsungnya secara evolusioner, yakni demokratisasi berlangsung dalam waktu yang lama.
2. Proses perubahan secara persuasif bukan koersif, yakni demokratisasi dilakukan bukan dengan
paksaan, kekerasan atau tekanan.
3. proses yang tidak pernah selesai, demokrasi berlangsung terus menerus.

Pemilihan Kepala Daerah secara langsung yang sering disebut sebagai pilkada menjadi sebuah
perjalanan sejarah baru dalam dinamika kehidupan berbangsa di Indonesia. Perubahan sistem
pemilihan mulai dari pemilihan Legislatif, Presiden dan Wakil Presiden, dan Kepala Daerah
diharapkan mampu melahirkan kepemimpinan yang dekat dan menjadi idaman seluruh lapisan
masyarakat. Minimal secara moral dan ikatan dan pertanggungjawaban kepada konstituen
pemilihnya yang notabene adalah masyarakat yang dipimpinnya.

Selain sebagai pembelajaran dan pendidikan politik langsung kepada masyarakat. Pilkada juga
merupakan tonggak baru demokrasi di Indonesia. Bahwa esensi demokrasi adalah kedaulatan
berada ditangan rakyat yang dimanifestasikan melalui pemilihan yang langsung dilakukan oleh
masyarakat dan diselenggarakan dengan jujur, adil, dan aman.

Seperti yang diungkap Abdul Asri (Harahap 2005:122), mengatakan bahwa :


“Pilkada langsung merupakan tonggak demokrasi terpenting di daerah, tidak hanya terbatas pada
mekanisme pemilihannya yang lebih demokratis dan berbeda dengan sebelumnya tetapi
merupakan ajang pembelajaran politik terbaik dan perwujudan dari kedaulatan rakyat. Melalui
pilkada langsung rakyat semakin berdaulat, dibandingkan dengan mekanisme sebelumnya
dimana kepala daerah ditentukan oleh sejumlah anggota DPRD. Sekarang seluruh rakyat yang
mempunyai hak pilih dan dapat menggunakan hak suaranya secara langsung dan terbuka untuk
memilih kepala daerahnya sendiri. Inilah esensi dari demokrasi dimana kedaulatan ada
sepenuhnya ada ditangan rakyat, sehingga berbagi distorsi demokrasi dapat ditekan seminimal
mungkin”.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan di atas, maka pada hakikatnya pilkada


merupakan sebuah peristiwa luar biasa yang dapat membuat perubahan berarti bagi daerah. Ini
merupakan suatu cara dari kedaulatan rakyat yang menjadi esensi dari demokrasi. Oleh karena
itu, esensi dari demokrasi yang melekat pada pilkada hendaknya disambut masyarakat secara
sadar dan cerdas dalam menggunakan hak politiknya. Partisipasi, aktif, cermat, dan jeli
hendaknya menjadi bentuk kesadaran politik yang harus dimiliki oleh masyarakat daerah dalam
Pilkada ini.
PEMBAHASAN

Pemilihan Umum Pilkada

Hasil amandemen Undang – Undang Dasar 1945 telah membawa perubahan besar pada
sistem ketatanegaraan indonesia. Salah satu perubahan itu terkait dengan pengisian jabatan
kepala daerah. Pasal 18 ayat 4 UU tahun 1945 menyatakan bahwa “Gubernur, Bupati dan Wali
kota masing-masing sebagai kepala pemerintahan provinsi kabupaten dan kota dipilih secara
demokratis.” Frasa “ dipilih secara demokratis” bersifat luas, sehingga mencakup pengertian
pemilihan kepala daerah langsung oleh rakyat ataupun oleh DPRD seperti yang pada umumnya
pernah dipraktikan diidaerah-daerah berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah memilih Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebelum diberlakukannya undang-
undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Namun sejak Juni 2005
Indonesia menganut system pemilihan Kepala Daerah secara langsung.
Pada dasarnya daerah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Hal ini berkaitan dengan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah yang seharusnya sinkron dengan pemilihan presiden dan wakil presiden, yaitu pemilihan
secara langsung.

 Perkembangan Pilkada di di Indonedia

Pemilihan kepala daerah (Pilkada atau Pemilukada) dilakukan secara langsung


oleh penduduk daerah administrative setempat yang memenuhi syarat. Pemilihan kepala daerah
dilakukan satu paket bersama dengan wakil kepala daerah.
Sebelum tahun 2005, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD). Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui
Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada. Pilkada pertama kali
diselenggarakan pada bulan Juni 2005.
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara
Pemilihan Umum, pilkada dimasukkan dalam rezim pemilu, sehingga secara resmi bernama
Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pemilukada.
Pemilihan kepala daerah pertama yang diselenggarakan berdasarkan undang-undang ini
adalah Pilkada DKI Jakarta 2007. Pada tahun 2011, terbit undang-undang baru mengenai
penyelenggara pemilihan umum yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011. Di dalam
undang-undang ini, istilah yang digunakan adalah Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Pada tahun 2014, DPR-RI kembali mengangkat isu krusial terkait pemilihan kepala
daerah secara langsung. Sidang Paripurna DRI RI pada tanggal 24 September 2014 memutuskan
bahwa Pemilihan Kepala Daerah dikembalikan secara tidak langsung, atau kembali dipilih oleh
DPRD. Putusan Pemilihan kepala daerah tidak langsung didukung oleh 226 anggota DPR-RI
yang terdiri Fraksi Partai Golkar berjumlah 73 orang, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
berjumlah 55 orang, Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) berjumlah 44 orang, dan Fraksi Partai
Gerindra berjumlah 32 orang.
Keputusan ini telah menyebabkan beberapa pihak kecewa. Keputusan ini dinilai sebagai
langkah mundur di bidang "pembangunan" demokrasi, sehingga masih dicarikan cara untuk
menggagalkan keputusan itu melalui uji materi ke MK. Bagi sebagian pihak yang lain,
Pemilukada tidak langsung atau langsung dinilai sama saja. Tetapi satu hal prinsip yang harus
digarisbawahi (walaupun dalam pelaksanaan Pemilukada tidak langsung nanti ternyata
menyenangkan rakyat) adalah: Pertama, Pemilukada tidak langsung menyebabkan hak pilih
rakyat hilang. Kedua, Pemilukada tidak langsung menyebabkan anggota DPRD mendapat dua
hak sekaligus, yakni hak pilih dan hak legislasi. Padahal jika Pemilukada secara langsung, tidak
menyebabkan hak pilih anggota DPRD (sebagai warga negara) hak pilihnya tetap ada

A.Keunggulan dan Kelemahan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung

Pemilihan kepala daerah secara langsung memiliki korelasi yang sangat erat dengan
pelaksanaan kedaulatan rakyat. Dengan pemilihan kepala daerah secara angsung, rakyat dapat
menentukan sendiri pemimpin di daerahnya, sehingga terjalin hubungan yang erat antara kepala
daerah dengan rakyat yang dapat mendorong terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan daerah
yang demokratis dan partisipatif. Sistem pemilihan kepala daerah secara langsung memberikan
beberapa kelebihan, yaitu:
Pertama, Kepala Daerah terpilih akan memiliki mandat dan legitimasi yang kuat karena
didukung oleh rakyat yang memberikan suara secara langsung. Legitimasi merupakan hal yang
sangat diperlukan oleh suatu pemerintahan yang sedang mengalami krisis politik dan ekonomi.
Krisis legitimasi yang menggerogoti kepemimpinan kepala daerah akan mengakibatkan
ketidakstabilan politik dan ekonomi di daerah.
Kedua, Kepala Daerah terpilih tidak perlu terikat pada konsesi partai atau fraksifraksi
politik yang telah mencalonkannya. Artinya, Kepala Daerah terpilih berada di atas segala
kepentingan dan dapat menjembatani berbagai kepentingan tersebut. Apabila kepala daerah
terpilih tidak dapat mengatasi kepentingan-kepentingan partai politik, maka kebijakan yang
diambil cenderung merupakan kompromi kepentingan partai-partai dan seringkali berseberangan
dengan kepentingan rakyat.
Ketiga, Sistem pemilihan kepala daerah secara langsung lebih akuntabel dibandingkan
sistem lain yang selama ini digunakan karena rakyat tidak harus menitipkan suaranya kepada
anggota legislatif secara sebagian atau penuh. Rakyat dapat menentukan pilihannya berdasarkan
kepentingan dan penilaian atas calon. Apabila Kepala Daerah terpilih tidak memenuhi harapan
rakyat, maka dalam pemilihan berikutnya, calon yang bersangkutan tidak akan dipilih kembali.
Prinsip ini merupakan prinsip pengawasan serta akuntabilitas yang paling sederhana dan dapat
dimengerti oleh rakyat maupun politisi.
Keempat, Check and balances antara lembaga legislatif dan eksekutif dapat lebih
seimbang. Dengan sistem pemilihan kepala daerah secara langsung, kedudukan dan posisi kepala
daerah sangat kuat sehingga DPRD sebagai lembaga legislatif daerah tidak dapat menekan
kepala daerah atas suatu kebijakan yang dilakukan atau menekan kepala daerah untuk memenuhi
kehendak dan tuntutan DPRD. Dengan demikian, kepala daerah dapat bekerja dengan tenang
untuk mengimplementasikan program kerjanya tanpa harus terusik oleh tuntutan DPRD.
Meskipun demikian, kepala daerah tetap harus memperhatikan pendapat DPRD terkait
pelaksanaan fungsi DPRD sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Kelima,
kriteria calon Kepala Daerah dapat dinilai secara langsung oleh rakyat yang akan memberikan
suaranya.
Oleh karena rakyat yang akan menentukan sendiri kepala daerahnya, maka rakyat dapat
menentukan kriteria-kriteria ideal seorang calon kepala daerah. Dengan criteria yang ditentukan
sendiri oleh rakyat, maka rakyat akan memilih salah satu pasangan calon kepala daerah. Dengan
demikian pilihan rakyat ditentukan oleh rakyat itu sendiri.

B. Pemilihan Kepala Daerah Menurut Pasal 18 ayat (4) UUD 1945

Pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan koreksi atas


pelaksanaan pemilihan kepala daerah melalui perwakilan rakyat di DPRD berdasarkan Undang-
undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Koreksi atas sistem pemilihan
kepala daerah ini dilakukan dengan diimplementasikannya payung hukum pelaksanaan
pemilihan kepala daerah secara langsung, yakni Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004.
Dalam perkembangan selanjutnya, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 kemudian
diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008. Lahirnya Undangundang Nomor 12
Tahun 2008 ini sesungguhnya tidak terlepas dari perdebatan yang berkembang di masyarakat
menyangkut eksistensi pemilihan kepala daerah, yaitu apakah pemilihan kepala daerah itu masuk
dalam rezim pemerintahan daerah atau rezim pemilihan umum?
Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 sebagai dasar konstitusional pelaksanaan pemilihan kepala
daerah, sesungguhnya lahir bersamaan dengan Pasal 18A dan Pasal 18B, yaitu pada perubahan
kedua UUD 1945 dan dimasukkan dalam Bab tentang Pemerintahan Daerah. Selanjutnya Pasal
22E lahir melalui perubahan ketiga UUD 1945 tetapi tidak memasukkan Pasal 18 ayat (4)
melainkan hanya ketentuan Pasal 18 ayat (3) yang mengatur mengenai DPRD. Hal ini, menurut
Leo Agustina, setidaknya dapat diartikan bahwa Konstitusi tidak
hendak memasukkan pemilihan kepala daerah dalam pengertian pemilihan umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 E ayat (1) yang menyebutkan “pemilihan umum dilaksanakan secara
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali”. Dalam Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004, pemilihan kepala daerah tidak lagi dipilih melalui sistem perwakilan oleh
DPRD, akan tetapi dipilih secara langsung oleh rakyat. Ini berarti pemilihan kepala daerah secara
langsung memberi peluang bagi rakyat untuk ikut terlibat secara aktif dalam proses pengambilan
keputusan yang sangat strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah melalui pemilihan
kepala daerah secara langsung.
PENUTUP

A.Kesimpulan

Ketentuan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 sepanjang berkaitan dengan pemilihan kepala daerah
tidaklah menekankan pada “cara” pemilihan itu dilakukan, yaitu dengan sistem langsung atau
sistem perwakilan, namun yang menjadi penegasan dari ketentuan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945
adalah “proses” pemilihan, yaitu bahwa pemilihan kepala daerah harus dilakukan secara
demokratis.
Bahwa kebijakan politik pemerintah dan DPRD melalui Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
yang selanjutnya diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 menentukan bahwa
pemilihan kepala daerah adalah pemilihan yang dilakukan secara langsung sesungguhnya harus
dipandang sebagai politik hukum pemilihan kepala daerah.

B.Saran

Pilkada sedagai pengejawantahan dari demokrasi local sudah selayaknya dipersiapkan


sematangnya oleh pemerintah daerah, KPUD, dan unsur terkait agar mereduksi permasalahan-
permasalahan yang akan terjadi.Pemilihan kepala daerah secara langsung memiliki korelasi yang
sangat erat dengan pelaksanaan kedaulatan rakyat. Dengan pemilihan kepala daerah secara
langsung, rakyat dapat menentukan sendiri pemimpin di daerahnya, sehingga terjalin hubungan
yang erat antara kepala daerah dengan rakyat yang dapat mendorong terwujudnya
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang demokratis dan partisipatif.

Anda mungkin juga menyukai