Anda di halaman 1dari 8

PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG

Nama : Ekhel Tamayo

Nim : 042215188

Jurusan : Manajemen

Tugas Pendidikan Kewarganegaraan

MKDU4111

Universitas Terbuka

2020
PENDAHULUAN

Pemilihan Kepala Daerah adalah Pemilu untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah secara langsung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.Pemilihan
langsung Kepala Daerah menjadi consensus politik nasional, yang merupakan salah satu
instrument penting penyelenggaraan pemerintahan setelah digulirkannya otonomi daerah di
Indonesia. Sedangkan Indonesia sendiri telah melaksanakan Pilkada secara langsung sejak
diberlakukannya Undang-undang nomor 32 tahun 2004. tentang pemerintahan daerah. Hal ini
apabila dilihat dari perspektif desentralisasi, Pilkada langsung tersebut merupakan sebuat
terobosan baru yang bermakna bagi proses konsolidasi demokrasi di tingkat lokal. Pilkada
langsung akan membuka ruang partisipasi yang lebih luas bagi masyarakat dalam proses
demokrasi untuk menentukan kepemimpinan politik di tingkat lokal. Sistem ini juga
membuka peluang bagi masyarakat untuk mengaktualisasi hak-hak politiknya secara lebih
baik tanpa harus direduksi oleh kepentingan-kepentingan elite politik, seperti ketika berlaku
sistem demokrasi perwakilan. Pilkada langsung juga memicu timbulnya figure pemimpin
yang aspiratif, kompeten, legitimate, dan berdedikasi. Sudah barang tentu hal ini karena
Kepala Daerah yang terpilih akan lebih berorientasi pada warga dibandingkan pada segelitir
elite di DPRD.

Pembahasan pemilihan Kepala Daerah Gubernur dan Wakil Gubernur,


Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Walikota yang demokratis dan berkualitas, seharunya
dikaitkan tidak dengan pemahaman akan makna demokrasi, tetapi juga aspek normatif yang
mengatur penyelenggaraan Pilkada dan aspek-aspek etika, sosial serta budaya. Semua pihak-
pihak yang ikut andil dalam pelaksanaan Pilkada, harus memahami dan melaksanakan
seluruh peraturan perundangan yang berlaku secar konsisten. Pada dasarnya Pilkada langsung
adalah memilih Kepala Daerah yang profesional, legitimate, dan demokratis, yang mampu
mengemban amanat otonomi daerah dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Selayaknya Pilkada di Indonesia dilaksanakan dengan efektif dan tetap menjunjung
tinggi asas demokrasi dan hukum.
PEMBAHASAN

A. Pemilihan Umum Pilkada

Hasil amandemen Undang – Undang Dasar 1945 telah membawa perubahan besar
pada sistem ketatanegaraan indonesia. Salah satu perubahan itu terkait dengan pengisian
jabatan kepala daerah. Pasal 18 ayat 4 UU tahun 1945 menyatakan bahwa “Gubernur, Bupati
dan Wali kota masing-masing sebagai kepala pemerintahan provinsi kabupaten dan kota
dipilih secara demokratis.” Frasa “ dipilih secara demokratis” bersifat luas, sehingga
mencakup pengertian pemilihan kepala daerah langsung oleh rakyat ataupun oleh DPRD
seperti yang pada umumnya pernah dipraktikan diidaerah-daerah berdasarkan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.

Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah memilih Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebelum
diberlakukannya undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Namun sejak Juni 2005 Indonesia menganut system pemilihan Kepala Daerah secara
langsung.

Pada dasarnya daerah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini berkaitan dengan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah yang seharusnya sinkron dengan pemilihan presiden dan wakil presiden, yaitu
pemilihan secara langsung.

Menurut Rozali Abdullah, beberapa alasan mengapa diharuskan pemilihan Kepala


Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung, adalah:

1. Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat

Warga masyarakat di daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari warga
masyarakat Indonesia secara keseluruhan, yang mereka juga berhak atas kedaulatan yang
merupakan hak asasi mereka, yang hak tersebut dijamin dalam konstitusi kita Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Oleh karena itu, warga masyarakat di
daerah, berdasarkan kedaulatan yang mereka punya, diberikan hak untuk menentukan nasib
daerahnya masing-masing, antara lain dengan memilih Kepala Daerah secara langsung.

2. Legitimasi yang sama antar Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dengan
DPRD

Sejak Pemilu legislatif 5 april 2004, anggota DPRD dipilih secara langsung oleh
rakyat melalui sistem proporsional dengan daftar calon terbuka. Apabila Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah tetap dipilih oleh DPRD, bukan dipilih langsung oleh rakyat, maka
tingkat legitimasi yang dimiliki DPRD jauh lebih tinggi dari tingkat legitimasi yang dimiliki
oleh Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
3. Kedudukan yang sejajar antara Kepala Daerah dan wakil daerah dengan DPRD

Pasal 16 (2) UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan


bahwa DPRD, sebagai Badan Legislatif Daerah, berkedudukan sejajar dan menjadi mitra
pemerintah daerah. Sementara itu, menurut Pasal 34 (1) UU No. 22 Tahun 1999 Kepala
Daerah dipilih oleh DPRD dan menurut pasal 32 ayat 2 jo pasal 32 ayat 3 UU No.22 Tahun
1999, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah bertanggung jawab kepada DPRD.
Logikanya apabila Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah bertanggung jawab kepada
DPRD maka kedudukan DPRD lebih tinggi daripada Kepala Daerah. Oleh karena itu, untuk
memberikan mitra sejajar dan kedudukan sejajar antar Kepala Daerah dan DPRD maka
keduanya harus sama-sama dipilih oleh rakyat.

4. UU No.22 Tahun 2003 tentang Susduk MPR, DPR, DPD, dan DPRD

Dalam UU diatas, kewenangan DPRD untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah sudah dicabut.

5. Mencegah politik uang

Sering kita mendengar isu politik uang dalam proses pemilihan Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah oleh DPRD. Masalah politik uang ini terjadi karena begitu besarnya
wewenang yang dimiliki oleh DPRD dalam proses pemilihan Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah. Oleh karena itu, apabila dilakukan pemilihan Kepala Daerah secara langsung
kemungkinan terjadinya politik uang bisa dicegah atau setidaknya dikurangi.

B. Perkembangan Pilkada di di Indonedia

Pemilihan kepala daerah (Pilkada atau Pemilukada) dilakukan secara langsung oleh
penduduk daerah administratif setempat yang memenuhi syarat. Pemilihan kepala daerah
dilakukan satu paket bersama dengan wakil kepala daerah.

Sebelum tahun 2005, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui
Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada. Pilkada pertama
kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005.

Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara


Pemilihan Umum, pilkada dimasukkan dalam rezim pemilu, sehingga secara resmi bernama
Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pemilukada.
Pemilihan kepala daerah pertama yang diselenggarakan berdasarkan undang-undang ini
adalah Pilkada DKI Jakarta 2007. Pada tahun 2011, terbit undang-undang baru mengenai
penyelenggara pemilihan umum yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011. Di dalam
undang-undang ini, istilah yang digunakan adalah Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali
Kota.
Pada tahun 2014, DPR-RI kembali mengangkat isu krusial terkait pemilihan kepala
daerah secara langsung. Sidang Paripurna DRI RI pada tanggal 24 September 2014
memutuskan bahwa Pemilihan Kepala Daerah dikembalikan secara tidak langsung, atau
kembali dipilih oleh DPRD. Putusan Pemilihan kepala daerah tidak langsung didukung oleh
226 anggota DPR-RI yang terdiri Fraksi Partai Golkar berjumlah 73 orang, Fraksi Partai
Keadilan Sejahtera (PKS) berjumlah 55 orang, Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN)
berjumlah 44 orang, dan Fraksi Partai Gerindra berjumlah 32 orang.

Keputusan ini telah menyebabkan beberapa pihak kecewa. Keputusan ini dinilai
sebagai langkah mundur di bidang "pembangunan" demokrasi, sehingga masih dicarikan cara
untuk menggagalkan keputusan itu melalui uji materi ke MK. Bagi sebagian pihak yang lain,
Pemilukada tidak langsung atau langsung dinilai sama saja. Tetapi satu hal prinsip yang harus
digarisbawahi (walaupun dalam pelaksanaan Pemilukada tidak langsung nanti ternyata
menyenangkan rakyat) adalah: Pertama, Pemilukada tidak langsung menyebabkan hak pilih
rakyat hilang. Kedua, Pemilukada tidak langsung menyebabkan anggota DPRD mendapat
dua hak sekaligus, yakni hak pilih dan hak legislasi. Padahal jika Pemilukada secara
langsung, tidak menyebabkan hak pilih anggota DPRD (sebagai warga negara) hak pilihnya
tetap ada

C. Demokrasi Lokal

Demokratisasi lokal adalah implikasi dari desentralisasi yang dijalankan di daerah-


daerah sebagai perwujudan dari proses demokrasi di Indonesia. Konsepnya mengandaikan
pemerintahan itu dari, oleh dan untuk rakyat. Hal paling mendasar dalam demokrasi adalah
keikutsertaan rakyat, serta kesepakatan bersama atau konsensus untuk mencapai tujuan yang
dirumuskan bersama. Perkembangan desentralisasi menuntut adanya proses demokrasi bukan
hanya di tingkat regional tetapi di tingkat lokal.

Demokrasi di Indonesia pasca Orde Baru hampir selalu dibicarakan secara berkaitan
dengan pembentukan sistem politik yang mencerminkan prinsip keterwakilan, partisipasi, dan
kontrol. Oleh karenanya, pemerintahan yang demokratis mengandaikan pemisahan kekuasaan
dalam tiga wilayah institusi yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif. Suatu pemerintahan
dikatakan demokratis jika terdapat indikator utama yaitu keterwakilan, partisipasi dan kontrol
terhadap penyelenggaraan pemerintahan oleh ketiga institusi tersebut. Prinsip partisipasi
menjamin aspek keikutsertaan rakyat dalam proses perencanaan pembangunan daerah; atau
keikutsertaan rakyat dalam proses pemilihan wakil dalam lembaga politik; sedangkan prinsip
kontrol menekankan pada aspek akuntabilitas pemerintahan. Dalam demokrasi, aspek
kelembagaan merupakan keutamaan dari berlangsungnya praktik politik yang demokratis,
sehingga, terdapat partai politik, pemilihan umum dan pers bebas. Sedangkan, istilah ‘ lokal’
mengacu kepada ‘arena’ tempat praktek demokrasi itu berlangsung.

Demokrasi lokal dalam pemilihan kepala daerah, menjadi momentum yang masih
memberikan pertanyaan besar dalam pelaksanaannya. Pertanyaan ini berkaitan dengan
demokrasi partisipatoris3 yang akan dilakukan. Betapa tidak, pemberian kedaulatan rakyat
daerah pada elitnya masih diwarnai ketidakjelasan, baik dari prosdur kerja penyelenggara
maupun peserta dan posisi pemilihnya.
Dari sisi kedaulatan rakyat daerah, demokrasi lokal dibangun untuk memberikan porsi
yang seharusnya diperoleh rakyat lokal dalam pemberian legitimasi pada elit eksekutifnya.
Selama ini rakyat daerah memberikan kedaulatan hanya pada legislatif daerah saja--melalui
pemilu legislatif. Maka merujuk pada konsep trias politica-nya Montesquieu pemisahan
kekuasaan atas tiga lembaga negara untuk konteks pemerintahan daerah terletak pada
lembaga eksekutif dan legislatif daerah, sedangkan dalam kerangka yudikatif menginduk
pada kelembagan pusat. Hal ini terkait dengan pola hubungan pemerintahan pusat daerah
dalam asas desentralisasi. Kedaulatan rakyat dalam kerangka sistem pemerintahan dapat
dibagi kedalam hirarkhi demokrasi nasional dan lokal dari tata cara rekrutmen politiknya.

Ketidakpercayaan rakyat dan era reformasi mendorong adanya pilkada langsung. Hal
ini tidak langsung berkatan dengan baik atau tidaknya demokrasi, karena di negara lain uga
terdapat variasi pelaksanaan demokrasi baik yang langsung, perwakilan bahkan dengan
appointment. Derajat kepentingannya adalah terpilihnya pejabata politik yang akuntabel
sesuai dengan needs for achievment rakyatnya

Desentralisasi merupakan bentuk hubungan antara pemerintah pusat dan


pemerintahan daerah yang pada umumnya memiliki dua bentuk yaitu: Debvolusi dan
dekonsentrasi. Dalam ideografis Indonesia kita pernah mengenal asas tugas pembantuan atau
medebewind sebagai bagian dari desentralisasi. Berdasarkan ranah politik pemerimtahan
maka desentralisasi yang berkaitan dengan otonomi penyelengaraan pemerintahan di daerah
adalah devolusi. Sementara dekonsentrasi masih merupakan kepanjangan tangan kebijakan
pusat di daerah.

Berdasarkan asas desentralisasi hubungan rakyat dan pemerintahan daerah berada


dalam koridor demokrasi daerah. Pelibatan pemerintahan daerah dalam mengurus
kewenangannya merupakan keleleuasaan yang bertujuan untuk pengembangkan demokrasi
daerah dan pembangunan daerah yang pada gilirannya mengarah pada kesejahteraan rakyat di
wilayah kerja daerahnya.
Penutup

Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah memilih Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebelum diberlakukannya
undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Namun sejak
Juni 2005 Indonesia menganut system pemilihan Kepala Daerah secara langsung.

Pemilihan kepala daerah (Pilkada atau Pemilukada) dilakukan secara langsung oleh penduduk
daerah administratif setempat yang memenuhi syarat. Pemilihan kepala daerah dilakukan satu
paket bersama dengan wakil kepala daerah.

Demokratisasi lokal adalah implikasi dari desentralisasi yang dijalankan di daerah-daerah


sebagai perwujudan dari proses demokrasi di Indonesia.
Kajian Pustaka

Jimly Asshiddiqie, konsolidasi naskan UUD 1945 setelah perubahan keempat, puat studi hukum
tatanegara UI 2002, hlm 22.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pasal 1 ayat 4.

Eko Prasojo, Irfan Ridwan Maksum, dan Teguuh Kurniawan, Desentralisasi & Pemerintahan daerah:
Antara Model Demokrasi Lokal & Efisiensi Struktural, 2006, hlm 40

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pasal 1 ayat 4.

Rozali Abdullah, pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Derah secara Langsung, PT
Raja Grafindo, 2005, hlm 53-55

Sinaga, Kastorius, 2003, Pemilihan Kepala Daerah Langsung Kota dan Kabupaten: Beberapa catatan
Awal, dalam Abdul Gaffar Karim (ed.), Kompleksitas Persoalan Otonomi di Indonesia, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai