Anda di halaman 1dari 12

“MAKALAH”

PEMILIHAN KEPALA DAERAH


SECARA LANGSUNG

DI SUSUN OLEH

WILLIAMSON : 041246846

UNIVERSITAS TERBUKA (UT)


BANJARMASIN
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tahun 2015, gelombang pertama Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara
langsung akan digelar secara serentak pada bulan Desember. Di Tahun 2015 pula,
Pilkada telah memasuki periode ketiga sejak dimulai pada Tahun 2005. Semenjak Tahun
2005, berbagai evaluasi dan kritik terhadap pelaksanaan Pilkada di ratusan daerah
kabupaten/kota dan provinsi telah ditelaah. Namun demikian, ide pelaksanaan pemilihan
kepala daerah serentak merupakan konsekuensi sebagai pembelajaran dari hasil evaluasi
yang menekankan pada aspek efektifitas dan efisiensi pun mulai diimplementasikan di
Tahun 2015 ini. Pemilihan kepala daerah secara serentak dilaksanakan sesuai amanat
Undang-Undang No 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa pemilihan gubernur, bupati, dan wali
kota dilaksanakan secara serentak dan bertujuan untuk menghemat anggaran Negara.
Pelaksanaan pemilihan kepala daerah Tahun 2015 menjadi menarik untuk dikaji sebagai
gelombang awal dalam desain Pilkada serentak yang akan dilakukan selanjutnya di
Tahun 2017 dan 2018 mendatang. Berdasarkan Pasal 51 ayat (2), dan Pasal 52 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 8 Terkait dengan pemilihan kepala daerah,
Pemilihan kepala daerah merupakan pemilihan langsung kepala daerah oleh
masyarakat sebagai perwujudan demokrasi. Sebelum 2005 pemilihan kepala daerah
dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Sejak berlakunya Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih
secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
atau disingkat Pilkada dan pertama kali diselenggarakan pada bulan juni Tahun 2005.
Dipilihnya sistem pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan sebuah koreksi
atas pilkada terdahulu yang menggunakan sistem perwakilan oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah. Digunakannya sistem pemilihan langsung ini menunjukkan
perkembangan dan penataan format demokrasi daerah yang berkembang dalam kerangka
liberalisasi politik Kesadaran akan pentingnya demokrasi sekarang ini sangat tinggi. Hal

1
ini dapat dilihat dari peran rakyat Indonesia yang dalam melaksanakan Pemilihan Umum
dengan jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya yang sedikit. Pemilihan
umum ini langsung dilaksanakan secara langsung pertama kali untuk memilih presiden
dan wakil presiden serta anggota MPR, DPR, DPD, DPRD di tahun 2004. Walaupun
masih terdapat masalah yang timbul ketika waktu pelaksanaan. Tetapi masih dapat
dikatakan sukses. Setelah suksesnya Pemilu tahun 2004, mulai bulan Juni 2005 lalu di
226 daerah meliputi 11 propinsi serta 215 kabupaten dan kota, diadakan Pilkada untuk
memilih para pemimpin daerahnya. Sehingga warga dapat menentukan peminpin
daerahnya menurut hati nuraninya sendiri.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah :
1. Apa yang di maksud dengan pilkada langsung ?
2. Bagaimana Perkembangan Pilkada di Indonesia ?
3. Apa kelebihan dan kekurangan Pilkada langsung?

C. TUJUAN
Tujuan pembuatan Makalah ini yaitu :
a. Melengkapi Tugas Mata Kuliah yang diberikan Dosen
b. Untuk mengetahui dan menganalisis tentang pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah
secara langsung
c. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan pemilihan kepala daerah secara
langsung

D. MANFAAT PENULISAN
1. Untuk mengetahui apa yang dimakud dengan pilkada langsung
2. Untuk mengetahu perkembangan Pilkada di Indonesia
3. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan Pilkada Langsung

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PILKADA LANGSUNG


Pengertian PILKADA atau PEMILUKADA. Setiap Daerah di indonesia
Mempunyai Pemimpin diantaranya adalah Gubernur, Bupati dan wali kota. Nah
untuk memilih pemimpin tersebut maka pemerintah pusat melaksanakan pemilihan
langsung yang dilakukan oleh rakyat dalam satu daerah. Pemilihan ini biasa disebut
sebagai PILKADA.
Pemilihan kepala daerah (Pilkada atau Pemilukada) dilakukan secara langsung
oleh penduduk daerah administratif setempat yang memenuhi syarat. Pemilihan
kepala daerah dilakukan satu paket bersama dengan wakil kepala daerah. Kepala
daerah dan wakil kepala daerah yang dimaksud mencakup:
 Gubernur dan wakil gubernur untuk provinsi
 Bupati dan wakil bupati untuk kabupaten
 Wali kota dan wakil wali kota untuk kota
Pilkada diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota dengan diawasi oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu)
Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota.
Pengertian Lain tentang Pilkada adalah Pemilihan Gubernur dan pemilihan
Bupati/Walikota yang merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di provinsi
dan Kabupaten/Kota untuk memilih Gubernur dan Bupati/Walikota berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam penyelenggaraan PILKADA telah diatur dalam Undang-Undang berikut
adalah Dasar Hukum Penyelenggaraan PILKADA yang antara lain adalah :
1. Undang-undang (UU) Nomor: 32 tentang Pemerintah Daerah
2. Undang-undang (UU) Nomor: 32 tentang Penjelasan Pemerintahan Daerah
3. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 17 tentang PERUBAHAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TA HUN 2005 TENTANG
PEMILIHAN, PENGESAHAN PENGANGKATAN, DAN PEMBERHENTIAN
KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH
4. PP Pengganti UU Nomor: 3 tentang PERPU NO 3 TAHUN 2005
3
B. PERKEMBANGAN PILKADA DI INDONESIA
Masa penjajahan Pada masa pendudukan Belanda, semua pemimpin daerah
ditunjuk dan dipilih langsung oleh pemerintah kolonial. Belanda punya kewenangan
penuh terhadap sistem pemerintahan pada waktu itu. Jabatan pemimpin provinsi dan
karesidenan diisi oleh orang-orang Belanda. Sementara, warga Indonesia, hanya
mendapatkan posisi sebagai pemimpin di tingkat kabupaten sampai camat. Itupun
masih harus memberikan upeti. Bupati atau camat wajib memberikan upeti kepada
Belanda sebagai sikap patuh terhadap penguasa. Ketika Jepang masuk, sistem yang
digunakan masih sama. Setiap pemimpin daerah masih ditunjuk oleh penguasa.
Hanya saja, penamaan jabatan berganti dengan istilah Jepang. Masa setelah
kemerdekaan Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada 17 Agustus
1945, sistem pemerintahan mulai dibenahi. Terbit UU No 1 tahun 1945 yang
mengatur mengenai kedudukan Komite Nasional Daerah di mana kepala daerah
menjalankan fungsi sebagai pemimpin komite nasional daerahnya. Kepala daerah
masih sama seperti sebelumnya karena kondisi politik pada awal kemerdekaan belum
stabil. Setelah 3 tahun berjalan, sistem ini diperbarui. Pada 1948 ditetapkan Undang-
undang Pengganti tahun 1945. Dengan penggantian undang-undang tersebut, sistem
pemilihan menjadi lebih transparan. Gubernur ditetapkan oleh Presiden, yang
sebelumnya mendapatkan rekomendasi dari DPRD Provinsi. Sementara, bupati
direkomendasikan oleh DPRD tingkat daerah, dan kepala desa diajukan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Desa. Semua dewan perwakilan di setiap jenjang berpengaruh
besar terhadap siapa saja yang akan dijadikan kepala daerah. Pada 1950, Undang-
Undang Dasar 1945 berubah menjadi Undang-Undang Sementara (UUDS) 1950.
Pada masa ini, hanya terjadi sedikit perubahan nama dari tingkat provinsi dengan
daerah tingkat I. Tingkat kota atau kabupaten disebut daerah tingkat II. Demikian
pula ke tingkatan di bawahnya menjadi daerah tingkat III untuk kecamatan. Setelah
dikembalikannya UUDS 1950 ke UUD 1945, peraturan konstitusi juga mengalami
perubahan. DPRD hanya merekomendasikan nama, dan yang berhak untuk
menentukan adalah Presiden dan Mendagri. Pemerintah pusat semakin kuat dengan
kekuatannya untuk menentukan dan memberhentikan kepala daerah yang diusulkan

4
oleh DPRD. Masa Orde Baru Ketika Presiden Soeharto berkuasa, Undang-Undang
No 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah diterbitkan. Presiden
mempunyai kewenangan penuh dan kontrol berlebih tentang penetapan kepala
daerah. Presiden memiliki penilaian tersendiri mengenai hasil rekomendasi yang
disampaikan DPRD. Kepala daerah diangkat oleh presiden dari yang memenuhi
syarat, tata cara seleksi calon yang dianggap patut dan diterima oleh presiden. Melalui
mekanisme ini, diharapkan ada kerja sama dari calon kepala daerah terpilih terhadap
kepentingan penguasa. Masa reformasi dan setelahnya Setelah berakhirnya rezim
Orde Baru, dilakukan revisi atas sejumlah UU. Salah satunya, pemerintah
mengundangkan UU Nomor 22 tahun 1999 mengenai penyelenggaraan pemerintah di
daerah. Sebelumnya, DPRD hanya mengusulkan nama dan kandidat kepala daerah,
kemudian diserahkan kepada Presiden yang akan memutuskan diterima atau tidak
usulan tersebut. Kali ini, DPRD mempunyai wewenang penuh terhadap terpilihnya
kepala daerah. Munculnya praktik politik uang menjadi kelemahan sistem ini. Praktik
politik uang yang bertujuan untuk membeli suara dari anggota DPR membuat
jalannya pemilihan mendapatkan kritik dari berbagai kalangan. Pada 2004, dilakukan
revisi UU hingga terbitnya UU Nomor 32 tahun 2004 yang mengatur pemilihan
kepala daerah secara langsung. Calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan dari
partai politik. Rakyat diberikan kesempatan langsung untuk menentukan kepala
daerah sesuai dengan pilihannya. Setelah itu, muncul UU Nomor 12 tahun 2008.
Dalam undang-undang ini, Masa setelah kemerdekaan Setelah Indonesia
memproklamirkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, sistem pemerintahan mulai
dibenahi. Terbit UU No 1 tahun 1945 yang mengatur mengenai kedudukan Komite
Nasional Daerah di mana kepala daerah menjalankan fungsi sebagai pemimpin
komite nasional daerahnya. Kepala daerah masih sama seperti sebelumnya karena
kondisi politik pada awal kemerdekaan belum stabil. Setelah 3 tahun berjalan, sistem
ini diperbarui. Pada 1948 ditetapkan Undang-undang Pengganti tahun 1945. Dengan
penggantian undang-undang tersebut, sistem pemilihan menjadi lebih transparan.
Gubernur ditetapkan oleh Presiden, yang sebelumnya mendapatkan rekomendasi dari
DPRD Provinsi. Sementara, bupati direkomendasikan oleh DPRD tingkat daerah, dan
kepala desa diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Desa. Semua dewan perwakilan

5
di setiap jenjang berpengaruh besar terhadap siapa saja yang akan dijadikan kepala
daerah. Pada 1950, Undang-Undang Dasar 1945 berubah menjadi Undang-Undang
Sementara (UUDS) 1950. Pada masa ini, hanya terjadi sedikit perubahan nama dari
tingkat provinsi dengan daerah tingkat I. Tingkat kota atau kabupaten disebut daerah
tingkat II. Demikian pula ke tingkatan di bawahnya menjadi daerah tingkat III untuk
kecamatan. Setelah dikembalikannya UUDS 1950 ke UUD 1945, peraturan konstitusi
juga mengalami perubahan. DPRD hanya merekomendasikan nama, dan yang berhak
untuk menentukan adalah Presiden dan Mendagri. Pemerintah pusat semakin kuat
dengan kekuatannya untuk menentukan dan memberhentikan kepala daerah yang
diusulkan oleh DPRD. Masa Orde Baru Ketika Presiden Soeharto berkuasa, Undang-
Undang No 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah diterbitkan.
Presiden mempunyai kewenangan penuh dan kontrol berlebih tentang penetapan
kepala daerah. Presiden memiliki penilaian tersendiri mengenai hasil rekomendasi
yang disampaikan DPRD. Kepala daerah diangkat oleh presiden dari yang meemnuhi
syarat, tata cara seleksi calon yang dianggap patut dan diterima oleh presiden. Melalui
mekanisme ini, diharapkan ada kerja sama dari calon kepala daerah terpilih terhadap
kepentingan penguasa. Masa reformasi dan setelahnya Setelah berakhirnya rezim
Orde Baru, dilakukan revisi atas sejumlah UU. Salah satunya, pemerintah
mengundangkan UU Nomor 22 tahun 1999 mengenai penyelenggaraan pemerintah di
daerah. Sebelumnya, DPRD hanya mengusulkan nama dan kandidat kepala daerah,
kemudian diserahkan kepada Presiden yang akan memutuskan diterima atau tidak
usulan tersebut. Kali ini, DPRD mempunyai wewenang penuh terhadap terpilihnya
kepala daerah. DPRD membuka rekruitmen di daerah secara demokratis, namun
praktik pembelian suara oleh anggota DPRD dari calon kepala daerah banyak terjadi
pada era ini. Munculnya praktik politik uang menjadi kelemahan sistem ini. Praktik
politik uang yang bertujuan untuk membeli suara dari anggota DPR membuat
jalannya pemilihan mendapatkan kritik dari berbagai kalangan. Pada 2004, dilakukan
revisi UU hingga terbitnya UU Nomor 32 tahun 2004 yang mengatur pemilihan
kepala daerah secara langsung. Calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan dari
partai politik. Rakyat diberikan kesempatan langsung untuk menentukan kepala
daerah sesuai dengan pilihannya. Setelah itu, muncul UU Nomor 12 tahun 2008.

6
Dalam undang-undang ini, mereka yang mencalonkan diri tidak harus bergabung atau
masuk ke partai politik terlebih dahulu. Calon perseorangan boleh mendaftar dengan
syarat dukungan masyarakat.

C. KEUNTUNGAN PILKADA LANGSUNG

1. pemilihan langsung oleh rakyat anggota DPR, DPRD, presiden, kepala daerah dan
kepala desa, menunjukan adanya konsistensi penyelenggaraan pemerintahan
dalam mekanisme pemilihan pejabat publik.
2. pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat merupakan proses politik
untuk menuju pada kehidupan politik yang lebih demokratis dan bertanggung
jawab. Para pejabat p ublik yang dipilih oleh rakyat akan
mempertanggungjawabkan kepada rakyat, karena rakyat yang memiliki
kedaulatan. Harapannya adalah setiap keputusan politik yang diambil oleh pejabat
publik semata - mata untuk kepentingan rakyat.
3. pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan proses politik yang dapat
memberikan pendidikan politik kepada rakyat dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara dalam kerangka stabilitas nasional. Dengan pemilihan secara langsung,
rakyat lama kelamaan akan memahami tujuan untuk apa pemilihan
diselenggarakan dengan demikian mereka akan semakin kritis dalam
mempertaruhkan hak-haknya. Di sisi lain para calon yang kalah mau menerima
kekalahan secara ikhlas. Begitu pula para pendukungnya dengan terbuka patuh
kepada pemenang dengan mengakui hak mereka untuk berkuasa. Penerimaan
semacam ini merupakan penyangga sistem politik yang stabil bagi bangsa
Indonesia.
4. pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat akan mendorong
pendewasaan partai politik, terutama dalam perekrutan kader partai politik yang
akan ditempatkan sebagai calon kepala daerah. Calon yang ditetapkan oleh partai
politik adalah mereka yang telah diseleksi oleh partai dan diperkirakan
memenangkan persaingan untuk merebut suara rakyat. Jadi pemilihan kepala
daerah secara langsung merupakan seleksi kepemimpinan lokal yang ideal untuk
mendapatkan sepasang gubernur, bupati dan walikota yang lebih berkualitas dan

7
bertanggung jawab. Seorang pejabat publik yang memperoleh dukungan luas dan
kuat dari rakyat akan menjalankan fungsi-fungsi kekuasaan negara dalam rangka
tercapainya tujuan negara pada tingkat lokal. Mereka akan merasa terikat dengan
suara rakyat dan memperjuangkan kepentingan rakyat.
5. pemilihan kepala daerah secara langsung akan memperkuat dan mengembangkan
konsep check and balances dalam penyelenggaraan pemerintahan . Pemilihan
kepala daerah secara langsung, maka kepala daerah akan bertanggung jawab
kepada rakyat bukan kepada DPRD. Dengan demikian kedudukan kepala daerah
kuat sebagai pejabat pelaksana kebijakan politik, oleh karena itu apabila posisi
kepala daerah hasil pilihan rakyat didukung oleh DPRD yang aspiratif dan
mampu menjalankan fungsinya dengan baik maka konsep check and balances
akan dapat terlaksana dengan baik. Pemilihan kepala daerah secara langsung dan
periodik akan mengalami dinamika dalam kehidupan politik rakyat. Rakyat akan
semakin rasional dalam menentukan pilihan sehingga tidak ada partai atau faksi
dalam sebuah partai yang mempunyai jaminan untuk selamanya berkuasa atau
mampu menempatkan kadernya sebagai kepala daerah.
6. masyarakat paham terhadap kedaulatan. Dalam UU No 22 Th. 1999, disebutkan
kepala daerah dipilih oleh DPRD. Hal ini dapat dipahami bahwa kedaulatan
rakyat diserahkan kepada lembaga perwakilan yaitu DPRD . Penyerahan
kedaulatan seperti itu rasanya tidak dapat karena kedaulatan merupakan hak yang
tidak dapat didelegasikan atau diserahkan kepada lembaga manapun. Kedaulatan
melekat pada rakyat yang sewaktu-waktu dapat dikontrol dan kemungkinan
ditarik apabila dalam pelaksanaan kebijakan kepala daerah menyimpang dari yang
diharapkan , oleh karena itu seharusnya tidak diserahkan kepada sebuah lembaga.

C. KEKURANGAN PILKADA LANGSUNG


Adapun beberapa kekurangan pelaksanaan pilkada adalah sebagai berikut :

1. Kepemimpinan pejabat sementara mencapai dua tahun sehingga dirasa kurang


efektif
2. Pilkada akan lebih efektif dan efisien jika terjadi secaa langsung oleh rakyat
dengan satu pemilihan dua kertas suara

8
3. Apabila terjadi kerusuhan atau ssngketa Pilkada yang mengancam stabilitas
nasional akan membutuhkan sumber daya yang besar
4. Pengawasan pelaksanaan pilkada relatif sulit
5. Terjadinya kampanye-kampanye ilegal
6. Penyebab terjadinya tindakan penyalahgunaan kewenangan, misalnya, banyak
kepala daerah yang terlibat korupsi bahkan kurang lebih sekitar 60% dari total
kepala daerah yang ada di Indonesia
7. Biaya yang dikeluarkan pemerintah cukup besar untuk kebutuhan KPU seperti
gaji, peralatan, inventaris, logistic dan lainnya
8. Terjadi konflik horizontal bahkan menimbulkan anarkisme dan pengrusakan
fasilitas publik
9. Konflik yang tejadi dapat menimbulkan ketegangan dalam waktu yang lama
hingga ada yang menjadi dendam
10. Banyaknya pemilu membuat masyarakat memiliki partisipasi yang cukup
rendah
11. Calon kepala daaerah selalu “jor-joran” dalam melakukan kampanye sehingga
ketika menang, kewenangannya bisa dijadikan ajang korupsi untuk
mengembalikan modal
12. Data pemilih sering kali tidak akurat
13. Proses pencalonan yang bermasalah akibat konflik intenal partai politik atau
keterpihakan para anggota KPUD dalam menentukan pasangan calon
14. Terjadi permasalahn internal parpol dalam menentukan pasangan calonnya
karena kepengurusan ganda, seleksi tidak tansparan bahkan intervensi dari
pusat
15. Terjadi “money politic” untuk menggiring dukungan masyarakat
16. Dana kampanye tidak transparan sebab hasil audit dana kampanye perorangan
atau perusahaan tidak diumumkan ke public
17. Terjadinya intimidasi kepada warga untuk memilih salah satu paslon
18. Besarnya daerah pemilihan sehingga kampanye sulit dikendalikan
19. Ketidaksiapan salah satu pendukung untuk menerima kekalahan calo

9
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pemilihan kepala daerah secara serentak dilaksanakan sesuai amanat Undang-Undang
No 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Dalam Undang-
Undang tersebut dijelaskan bahwa pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota
dilaksanakan secara serentak dan bertujuan untuk menghemat anggaran. Pemilihan
kepala daerah merupakan pemilihan langsung kepala daerah oleh masyarakat sebagai
perwujudan demokrasi. Sebelum 2005 pemilihan kepala daerah dipilih oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat
melalui Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada dan
pertama kali diselenggarakan pada bulan juni Tahun 2005. Digunakannya sistem
pemilihan langsung ini menunjukkan perkembangan dan penataan format demokrasi
daerah yang berkembang dalam kerangka liberalisasi politik Kesadaran akan pentingnya
demokrasi sekarang ini sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari peran rakyat Indonesia
yang dalam melaksanakan Pemilihan Umum dengan jumlah pemilih yang tidak
menggunakan hak pilihnya yang sedikit. Pemilihan Pilkada Langsung memiliki kelebihan
dan kekurangan

B. SARAN

10
DAFTAR PUSTAKA

Pratama, peka.2014.Latar Belakang pemilihan Kepala Daerah


(http://digilib.unila.ac.id/2211/9/BAB%20I.pdf di akses tanggal 16 mei 2019 )

Fatin, Nur.4 November 2015. Pengertian PILKADA atau PEMILUKADA


(http://seputarpengertian.blogspot.com/2015/11/pengertian-pilkada-atau-
pemilukada.html di akses tanggal 16 mei 2019)

Pratama, Aswab Nanda. Rabu, 27 Juni 2018. Riwayat Pilkada di Indonesia.


(https://nasional.kompas.com/read/2018/06/27/06000041/riwayat-pilkada-di-
indonesia?page=all di akses tanggal 17 mei 2019)

Suara, Merdeka, Jumat 13 Agustus 2004-02:19. Kentungan Pilkada Langsung


(https://antikorupsi.org/id/news/keuntungan-pilkada-langsung-130804 di akses
tanggal 17 mei 2019)

Febriyanti, Fitri.10 November 2018.Kelebihan dan Kekurangan Pilkada Langsung


(https://guruppkn.com/kelebihan-dan-kekurangan-pilkada di akses tanggal 17 mei
2019)

11

Anda mungkin juga menyukai