Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

OLEH :

SITI MARWAH HASARUDDIN

(B021191051)

PROGRAM STUDI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2021

i
ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI. ...............................................................................................................

PEMBAHASAN...........................................................................................................

A. Pengertian Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPR) ................................

B. Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPR) .......................................

C. Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) .............................

D. Hak-Hak DPR Dalam Fungsi Pengawasan...................................................

a) Hak Interpelasi ......................................................................................

b) Hak Angket............................................................................................

c) Hak Menyatakan Pendapat...................................................................

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................

i
PEMBAHASAN

A. Pengertian dewan perwakilan rakyat daerah (DPR)

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan lembaga perwakilan rakyat

yang berkedudukan sebagai lembaga negara yang sejajar dengan lembaga

negara lainnya. Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sangat kuat, ini

ditegaskan dalam perubahan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum dalam Pasal

7C yang menyebutkan “Presiden tidak dapat membekukan dan atau

membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat” Hal ini sesuai dengan prinsip presidensil

sebagai sistem pemerintahan Indonesia yang dipertahankan dan lebih

disempurnakan dalam perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Presiden dan

Dewan Perwakilan Rakyat dipilih langsung oleh rakyat, sehingga keduanya

memiliki legitimasi yang sama dan kuat serta masing-masing tidak bisa saling

menjatuhkan.

DPR merupakan perwakilan politik (political representation) yang

anggotanya dipilih melalui pemilu, DPR adalah organ pemerintahan yang bersifat

sekunder sedangkan rakyat bersifat primer, sehingga melalui DPR kedaulatan

rakyat bisa tercapai sebagaimana dalam Pasal 1 ayat (2) UndangUndang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan

dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. 1

1
Markus Gunawan, Buku Pintar Calon Anggota legislatif, DPR, DPRD dan DPD, visi media,
Jakarta,2008, Hlm.42

1
B. Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPR)

Dewan Perwakilan Rakyat terdiri atas anggota partai politik peserta

pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan umum. Dewan Perwakilan Rakyat

sebagaimana dalam konstitusi adalah merupakan hasil pemilihan umum yang

memiliki tiga pilar fungsi. 2 Secara eksplisit tercantum di dalam Pasal 20A ayat (1)

UUD 1945 dan Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang

MPR,DPR,DPD dan DPRD yang selanjutnya disebut dengan UU MD3. Ketiga

fungsi Dewan Perwakilan Rakyat dalam UndangUndang adalah :

1. Fungsi Legislasi

2. Fungsi Anggaran

3. Fungsi Pengawasan

Fungsi legislasi adalah DPR mempunyai kekuasaan membentuk Undang –

Undang, fungsi anggaran adalah DPR membahas dan memberikan persetujuan

atau tidak memberikan persetujuan terhadap rancangan undangundang tentang

APBN yang diajukan oleh presiden, dan sedangkan fungsi pengawasan adalah

DPR melaksanakan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang dan APBN.

Wewenang yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014

tentang MD3 semata-mata untuk menjaga chek and balences antara lembaga

eksekutif dan legislatif, oleh karena itu seorang anggota DPR mempunyai

kewajiban sebagai berikut:

2
Fajlurrahman Jurdi, Eksistensi Parlemen Indonesia Setelah Amandemen Konstitusi,
Fakultas Hukum Universitas Hasanudin, Makasar, Hlm.7

2
a) memegang teguh dan mengamalkan Pancasila;

b) melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 dan menaati ketentuan peraturan perundangundangan;

c) mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan

Negara Kesatuan Republik Indonesia;

d) mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok,

dan golongan;

e) memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat;

f) menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara;

g) menaati tata tertib dan kode etik;

h) menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain;

i) menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja

secara berkala;

j) menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat; dan

k) memberikanpertanggungjawaban secara moral dan politis kepada

konstituen di daerah pemilihannya.

Menurut Pasal 20A UUD 1945 dijelaskan bahwa DPR sebagai sebuah

lembaga negara memiliki fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. DPR

sebagai lembaga negara juga masih dipersenjatai oleh 3 (tiga) hak yaitu hak

interpelasi, angket, menyatakan pendapat. DPR sebagai sebuah lembaga negara

memiliki anggota yang mana setiap anggota memiliki hak yang diatur oleh undang-

3
undang. berdasarkan Pasal 80 Undang- Undang No.17 Tahun tentang MPR, DPR,

DPD, DPRD (MD3) mengatur tentang hak-hak anggota DPR, yaitu :

1. Mengajukan rancangan undang-undang;

2. Mengajukan pertanyaan;

3. Menyampaikan usul dan pendapat;

4. Memilih dan dipilih;

5. Membela diri;

6. Imunitas;

7. Protokoler;

8. Keuangan dan administratif;

9. Pengawasan;

10. Mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah

pemilihan dan

11. Melakukan sosialisasi undang-undang.

C. Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

Dalam usaha memperkuat kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat, pada

perubahan kedua ditentukan, bahwa DPR memiliki fungsi pengawasan

sebagaimana diatur dalam Pasal 20 A ayat (1) yang menyatakan “Dewan

Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi

pengawasan”. Materi muatan tersebut merupakan ketentuan konstitusional, fungsi

4
pengawasan yang semula diatur dalam penjelasan UUD 1945, bahkan ada yang

diatur dalam peraturan tata tertib Dewan Perwakilan Rakyat. 3

Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat yang diatur dalam Pasal 20 ayat (1)

UUD 1945 mempunyai arti sangat penting karena akhirnya Dewan Perwakilan

Rakyat dapat mengusulkan kepada MPR dengan terlebih dahulu mengajukan

permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan

memutuskan pendapat DPR bahwa Presiden dan atau Wakil Presiden telah

melakukan pelanggaran hukum sebagaimana ketentuan Pasal 7 A UUD 1945

yang dapat berakibat Presiden dan atau Wakil Presiden diberhentikan.

Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia berkedaulatan rakyat, berdasarkan

hukum, dan penyelenggaraan pemerintahan negara berdasarkan konstitusi, sistem

pengawasannya harus sesuai dengan yang ditetapkan di dalam undang-undang

dasar. Dengan adanya pembagian kekuasaan dan pengawasan dalam praktik

penyelenggaraan negara, maka kekuasaan negara dapat diatur, dibatasi, serta

dikendalikan sehingga penyalahgunaan kekuasaan oleh penyelenggara negara

yang sedang menduduki jabatan dalam lembaga-lembaga negara dapat dicegah

dan ditanggulangi dengan sebaik-baiknya.

Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, pengawasan terhadap eksekutif

atau pemerintah yang dilakukan oleh DPR merupakan salah satu cara membatasi

dan mengendalikan penguasa. Pada masa lalu, dalam praktik ketatanegaraan

Indoesia, penyalahgunaan kekuasaan sebagai akibat lemahnya fungsi


3
Sri Soemantri M., UUD 1945 Kedudukan dan Aspek-Aspek Perubahannya, Unpad Press,
Bandung 2001, hlm. 25

5
pengawasan oleh DPR telah mengakibatkan pertanggungjawaban pemerintah

dalam penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab tidak

terlaksana.

D. Hak-Hak DPR Dalam Fungsi Pengawasan

Terkait dengan pelaksanaan fungsi pengawasan DPR memiliki hak

interpelasi, hak angket, dan hak menyarakat pendapat. Pelaksanaan fungsi

pengawasan dengan hak-hak DPR tersebut tidak dapat dilepaskan dari checks

and balances antara DPR dan Presiden yang terbangun melalui amandemen UUD

1945 yang memberi penguatan atas peran DPR di satu sisi dan mengurangi

kekuasaan Presiden di sisi yang lain.

Menurut UU. No. 17 Tahun 2014 sebagaimana telah dua kali diubah dan

terakhir dengan UU. No. 2 Tahun 2018, hak interpelasi adalah hak DPR untuk

meminta keterangan kepada Pemerintah mengenai kebijakan Pemerintah yang

penting dan stategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara. Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan

penyelidikan terhadap pelaksanaan undang-undang dan/atau kebijakan

pemerintah yang berkaitan dengan hal-hal penting, strategis, dan berdampak luas

pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, yang diduga

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan hak

menyatakan pendapat adalah hak DPR untuk menyatakan pendapatnya atas

kebijakan pemerintah atau kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau di

dunia internasional; tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi atau hak angket; dan

6
dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran

hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak

pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela, dan/atau Presiden dan/atau Wakil

Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

1) Penggunaan Hak Interpelasi DPR

Selama masa Orde Baru tepatnya setelah Pemilu 1971 fungsi pengawasan

DPR khususnya penggunaan hak interpelasi sangat jarang terjadi. Dengan

demikian checks and balances tidak berlaku sama sekali, dan hubungan antara

DPR dan Presiden lebih bersifat kolutif (Widodo, 2012: 419-435).

Pada Era Orde Baru peran lembaga perwakilan rakyat lebih bertindak

sebagai pendukung eksekutif daripada pengawas, lebih merupakan pengabsah

kebijakan pemerintah daripada penyedia alternatif kebijakan, dan lebih menjadi

pelayan pemerintah daripada pelayan kepentingan masyarakat. Hal itu tampak dari

kenyataan bahwa di antara 6 (enam) jenis hak DPR, yang sering digunakan hanya

hak bertanya atau meminta keterangan, mengadakan perubahan terhadap

rancangan undang-undang, dan hak menganjurkan untuk seseorang menduduki

jabatan-jabatan kenegaraan. Sedangkan hak menyatakan pendapat, hak inisiatif,

dan hak angket hampir tidak pernah digunakan.(Sanit, 1997: 57).

Menurut Afan Ghaffar, sekurangkurangnya ada dua hal yang terkait dengan

kurangnya penggunaan hak tersebut, yaitu: Pertama, untuk terlibat dalam sebuah

kegiatan yang mewujudkan hak-hak DPR biasanya mengandung resiko sangat

7
besar bagi anggota, karena hal itu akan berbenturan dengan kepentingan

pemerintah. Pengalaman memperlihatkan bahwa sikap yang keras, konfrontatif,

dan antagonistik terhadap pemerintah mengandung resiko direcall oleh partainya.

Kedua, perlunya dukungan dari partai lain mengharuskan terjadinya koalisi, dan

koalisi bisa berjalan dengan baik mempersyaratkan adanya kedekatan ideologis

(Ghaffar, 2006: 293-294).

Sejak memasuki Era Reformasi telah muncul banyak usulan interpelasi dari

DPR. Walaupun di antara banyak usulan interpelasi itu ada yang diterima, ada

yang tidak berlanjut, dan ada pula yang ditolak. Di Era Reformasi penggunaan hak

interpelasi DPR jauh lebih banyak dibandingkan dengan Era Orde Baru.

Banyaknya penggunaan hak interpelasi DPR menunjukkan berkerjanya fungsi

pengawasan DPR terhadap Presiden.

2) Penggunaan Hak Angket DPR

Pada Era Orde Baru di mana DPR didominasi oleh Golkar sebagai

kekuatan politik pendukung pemerintah, usul penggunaan hak angket pernah

muncul dalam sidang pleno DPR 7 Juli 1980. Sebanyak 20 anggota DPR (14 dari

FPDI dan 16 dari FPP) menandatangani usul penggunaan hak angket yang

kemudian diserahkan R Santoso Danuseputro (FPDI) dan HM Syarkawie Basri

(FPP) kepada Ketua DPR Daryatmo tanggal 5 Juli 1980.

Era Reformasi menampilkan fakta yang sangat berbeda. Selama Era

Reformasi tidak kurang dari 14 kali penggunaan hak angket DPR, walaupun tidak

8
semua usulan hak angket itu diterima. Ada angket yang ditolak, dan ada juga

angket yang tidak berlanjut. Di Era Reformasi penggunaan hak angket oleh DPR

dalam rangka pengawasan terhadap kebijakan pemerintah jauh lebih banyak

dibandingkan dengan Era Orde Baru. Walaupun usulan penggunaan hak angket

tersebut hanya sebagian kecil yang diterima dan menjadi angket DPR, sedangkan

sebagian besar lainnya ditolak atau tidak berlanjut. Banyaknya usulan penggunaan

hak angket DPR menunjukkan berkerjanya fungsi pengawasan DPR terhadap

Presiden.

3) Penggunaan Hak Menyatakan Pendapat DPR

Pada Era Orde Baru hak menyatakan pendapat DPR lebih banyak

digunakan pada saat-saat awal dari masa tersebut ketika lembaga DPR yang

bertugas adalah DPR-GR (Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong) yang

merupakan DPR transisi dari Era Orde Lama ke Era Orde Baru, dan setelah itu

tidak pernah digunakan sama sekali.

Memasuki Era Reformasi hak menyatakan pendapat ini tidak pernah

digunakan oleh DPR. Tidak digunakannya hak menyatakan pendapat DPR dapat

dimaknai bahwa selama Era Reformasi sejauh ini tidak ada kebijakan pemerintah

atau kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau di dunia internasional

sedemikian rupa yang oleh DPR dirasa perlu untukditanggapi dengan

menggunakan hak menyatakan pendapat. Di samping itu juga tidak adanya hasil

interpelasi atau angket yang perlu ditindaklanjuti dengan pernyataan pendapat;

serta tidak adanya dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah

9
melakukan pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara,

korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela,

dan/atau Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai

Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Dengan memperhatikan penggunaan hak-hak pengawasan sebagaimana

diuraikan di atas dapat dinyatakan bahwa fungsi pengawasan DPR di era Orde

Baru hampir tidak berjalan. Hubungan kekuasaan antara Presiden dan DPR

didesain sedemikian rupa sehingga kedudukan DPR dan bahkan lembaga-

lembaga lainnya tak lebih dari sub-ordinasi Presiden. (Haris, 2014: 53).

Pelaksanaan fungsi pengawasan DPR terhadap Presiden tampak sangat

berbeda sejak memasuki Era Reformasi. Hal itu dimulai dari terjadinya

impeachment terhadap Presiden Abdurrahman Wahid oleh koalisi politik pasca

pemilu 1999 yang semula mengusungnya menjadi calon presiden dalam proses

pemilihan di MPR. Kenyataan semacam itu merupakan suatu hal sulit dibayangkan

terjadinya peda Era Orde Baru ketika kehidupan politik telah di-setting sedemikian

rupa sehingga Presiden Soeharto menjadi figur sentral dengan posisi yang sangat

kuat dan tidak tergoyahkan oleh lembaga-lembaga negara lainnya, bahkan oleh

MPR sebagai lembaga tertinggi negara yang secara yuridis konstitusional

berwenang mengangkat dan memberhentikan Presiden.

Fungsi pengawasan yang melekat pada DPR semestinya diarahkan untuk

mengontrol tindakan pemerintah agar tindakan tersebut benar-benar dimaksudkan

melayani kepentingan masyarakat dan tidak mengarah pada tindakan sewenang-

10
wenang yang bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku. Namun

dalam kenyataan di balik pengawasan yang dilakukan oleh DPR terdapat motif-

motif lain di luar apa yang seharusnya.

Fungsi pengawasan yang dapat dilakukan oleh DPR sebenarnya bukan

hanya melalui penggunaan hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan

pendapat, melainkan juga melalui berbagai kegiatan yang dilakukan oleh Dewan

seperti kegiatan rapat kerja, rapat dengar pendapat bersama pemerintah, dan

rapat dengar pendapat umum. Fungsi pengawasan DPR juga dilaksanakan

dengan melakukan kunjungan kerja (kunker), dengan pembentukan Tim

Khusus,dan sebagainya. Dalam rangka fungsi pengawasan ini, DPR menindak-

lanjuti berbagai pengaduan yang datang dari masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU:

11
Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan

Dalam UUD 1945, FH UII Press, Yogyakarta, 2003, hlm. 80

Budiardjo, Miriam dan Ambong, Ibrahim. 1993. Fungsi Legislatif dalam Sistem

Politik Indonesia. Jakarta: Rajawali Press.

Ichwanuddin, Wawan dan Haris, Syamsuddin (Ed.). 2014. Pengawasan DPR Era

Reformasi: Realitas Penggunaan Hak Interpelasi, Angket, dan Menyatakan

Pendapat. Jakarta: LIPI Press.

Mahfud MD, Moh. 2001, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Jakarta:

Rineka Cipta, halaman 155- 156.

Soemantri, Sri M. 2014. Hukum Tata Negara Indonesia: Pemikiran dan

Pandangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Markus Gunawan. 2008, Buku Pintar Calon Anggota legislatif, DPR, DPRD dan

DPD, Jakarta: visi media.

JURNAL:

Fajlurrahman Jurdi, Eksistensi Parlemen Indonesia Setelah Amandemen


Konstitusi, Fakultas Hukum Universitas Hasanudin, Makasar, Hlm.7

Mawardi, M. A. (2008). Pengawasan Dan Keseimbangan Antara DPR Dan


Presiden Dalam Sistem Ketatanegaraan RI. Jurnal Hukum No.1 Vol.15, 60-
80.

12

Anda mungkin juga menyukai