Anda di halaman 1dari 20

Nama : M.

Falih Abdi Nugroho

NIM : 205190275

Kelas : Kelas Malam

Perbandingan lembaga-lembaga negara di 5 (lima) negara di dunia dengan


lembaga-lembaga negara yang ada di Indonesia

Lembaga Negara Indonesia

Menurut Hans Kelsen, organ negara itu setidaknya menjalankan salah satu dari
2 (dua) fungsi, yakni fungsi menciptakan hukum (law-creating function) atau
fungsi yang menerapkan hukum (law-applying function).[14] Dengan
menggunakan analisis Kelsen tersebut, Jimly Asshiddiqie menyimpulkan bahwa
pascaperubahan UUD 1945, dapat dikatakan terdapat 34 lembaga negara. Dari
34 lembaga negara tersebut, ada 28 lembaga yang kewenangannya ditentukan
baik secara umum maupun secara rinci dalam UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Ke-28 lembaga negara inilah yang dapat disebut sebagai lembaga
negara yang memiliki kewenangan konstitusional atau yang kewenangannya
diberikan secara eksplisit oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
[15]

Ke-34 organ tersebut dapat dibedakan dari dua segi, yaitu dari segi fungsinya
dan dari segi hirarkinya. Hirarki antarlembaga negara itu penting untuk
ditentukan karena harus ada pengaturan mengenai perlakuan hukum terhadap
orang yang menduduki jabatan dalam lembaga negara itu. Mana yang lebih
tinggi dan mana yang lebih rendah perlu dipastikan untuk menentukan tata
tempat duduk dalam upacara dan besarnya tunjangan jabatan terhadap para
pejabatnya. Untuk itu, ada dua kriteria yang dapat dipakai, yaitu (i) kriteria
hirarki bentuk sumber normatif yang menentukan kewenangannya, dan (ii)
kualitas fungsinya. Yang bersifat utama atau penunjang dalam sistem
kekuasaan negara. Sehubungan dengan hal itu, maka dapat ditentukan bahwa
dari segi fungsinya, ke-34 lembaga tersebut, ada yang bersifat utama atau
primer, dan ada pula yang bersifat sekunder atau penunjang (auxiliary).
Sedangkan dari segi hirarkinya, ke-34 lembaga itu dapat dibedakan ke dalam
tiga lapis. Organ lapis pertama dapat disebut sebagai lembaga tinggi negara.
Organ lapis kedua disebut sebagai Lembaga negara saja, sedangkan organ
lapis ketiga merupakan lembaga daerah. Di antara lembaga-lembaga tersebut
ada yang dapat dikategorikan sebagai organ utama atau primer (primary
constitutional organs), dan ada pula yang merupakan organ pendukung atau
penunjang (auxiliary state organs). Corak dan struktur organisasi negara kita di
Indonesia juga mengalami dinamika perkembangan yang sangat pesat.

Konsep Lembaga Negara

Perubahan-perubahan mendasar dalam kerangka struktur parlemen Indonesia


terjadi mengenai hal-hal sebagai berikut. Pertama, susunan keanggotaan
MPR berubah secara struktural karena dihapuskannya keberadaan Utusan
Golongan yang mencerminkan prinsip per-wakilan fungsional (fimctional
representaaon) dari unsur keanggotaan MPR. Kedua, bersamaan dengan
perubahan yang bersifat struktural tersebut, fungsi MPR juga mengalami
perubahan mendasar. Majelis ini tidak lagi berfungsi sebagai 'supreme body’
yang memiliki kewenangan tertinggi dan tanpa kontrol, dan karena itu
kewenangannya pun mengalami perubahan-perubahan mendasar. Ketiga,
diadopsinya prinsip pemisahan kekuasaan (separadon of power) secara tegas
antara fungsi legislatif dan eksekutif dalam perubahan UUD I 945.

Dengan perubahan ini berarti UUD I 945 tidak lagi menganut sistem MPR
berdasarkan prinsip 'supremasi parlemen dan sistem pembagian kekuasaan
(distribution of power) oleh lembaga tertinggi MPR ke lembagalembaga negara
di bawahnya. Keempat, dengan diadopsinya prinsip pemilihan Presiden dan
Wakil Presiden dalam satu paket secara langsung oleh rakyat dalam Pasal
6A ayat (I) Perubahan Ketiga UUD I945, maka konsep dan sistem
pertanggungjawaban Presiden tidak lagi dilakukan oleh MPR, tetapi langsung
oleh rakyat.

Keberadaan lembaga negara idealnya merepresentasikan dari ketiga macam


kekuasaan yaitu eksekutif, legislatif, dan yudisial. Jumlah dan jenis lernbaga
negara dalam suatu negara tidak dibatasi dan diberi kebebasan dalam
menentukannya. Namun, dalam praktiknya terdapat lembaga negara yang
bukan merupakan perwujudan dari ketiga macam kekuasaan tersebut, karena
lernbaga atau institusi tersebut secara fungsional dibutuhkan. Meskipun tidak
termasuk dalam tiga cabang kekuasaan di atas dan secara fungsional
diperlukan asalkan kelernbagaan negara yang dimaksud adalah "alat-alat
perlengkapan negara yang mernunyai peranan dasar dalam kegiatan
kenegaraan", maka lembaga atau institutisi tersebut dapat menjadi lembaga
negara. Terpenting ketiga macam kekuasaan dalam suatu negara tidak
terhimpun dalam satu lernbaga, karena dapat muncul kekuasaan yang absolut.

Konsekuensi negara yang berkonstitusi, jumlah dan jenis lembaga

negara sebagai pelaksana kekuasaan pemerintahan harus diatur bahkan


dibatasi dalam konstitusi atau UUD. Konstitusi merupakan "sebuah dokumen
hukum yang berisikan pasal-pasal yang mengandung norma-norma dasar
dalam penyelenggaraan negara, hubungan antara rakyat dengan negara serta
lembagalembaga negara". Oleh karena itu, keberadaan lembaga negara dapat
dilihat dari konsititusi suatu negara yang meliputi bentuk kelembagaan serta
fungsi kelembagaan negara tersebut. Hal ini senada dengan pendapat dari K.C.
Wheare yang memberikan pengertian tentang konstitusi yang menyatakan,
"constitution may establish the principal institutions of government, such as the
houses of the legislature, an executive rouncil and a supreme court". Pendapat
ini memberikan arti bahwa konstitusi merupakan bentuk dari pendirian
lembaga/institusi pemerintahan seperti lembaga pembentuk undang-undang,
lembaga pemerintahan dan lembaga kehakiman.

UUDNRI Tahun 1945 sebagai konstitusi telah mengonstruksi kelembagaan


negara. Namun istilah dalam UUDNRI Tahun 1945 tidaklah sama sebab ada
yang menggunakan kata "majelis", "dewan", "badan", atau bahkan "komisi".
Akan tetapi semua berusaha untuk merepresentasikan prinsip pemisahan
kekuasaan. Kelembagaan negara yang ada dalam UUDNRI tersebut
merupakan lembaga negara yang berfungsi untuk menjalankan negara. Namun
selain lembaga negara yang dalam UUDNRI Tahun 1945, juga terdapat
lembaga-lembaga yang ada di luar atau tidak diatur dalam UUDNRI Tahun
1945, pengertian lembaga negara menurut Patrialis Akbar adalah sebagai
berikut:

1. "Lembaga Negara" (huruf kapital pada L dan N) harus dibedakan dengan


"lembaga negara" (hurufkecil pada I dan n) karena kedua penyebutan itu
memiliki status dan konsekuensi yang berbeda.

2. Penyebutan "lembaga negara" (dengan huruf kecil) ditujukan untuk


lembaga-lembaga yang dibiayai negara, yaitu melalui APBN, dan
lembaga tersebut merupakan lembaga yang independen dan bebas dari
kekuasaan manapun.

3. Komisi independen (merujuk kepada KPI-Komisi Penyiaran Indonesia


sebagai "lembaga negara") bertujuan untuk menjalankan prinsip checks
and balances untuk kepentingan publik.

4. Suatu "lembaga negara" tidak boleh melaksanakan secara sekaligus


fungsi legislatif, eksekutif, dan yustisi berdasarkan prinsip pembatasan
kekuasaan negara hukum.

Pendapat yang disampaikan Patrialis Akbar akan membawa dampak dalam


penulisan lembaga negara yang betul. Selain itu juga akan menyulitkan dalam
kajian-kajian terhadap kelembagaan negara. Namun demikian, perlu memang
dirumuskan makna lembaga negara yang tepat. Pendapat lain terhadap
lembaga negara juga disampaikan oleh George Jellinek, yang membagi
lembaga negara menjadi dua bagian besar, yaitu alat-alat kelengkapan negara
yang langsung (unmittebare organ) dan alat-alat perlengkapan negara yang
tidak langsung (mittebare organ). Adapun ukuran langsung atau tidak langsung
alat perlengkapan negara ditentukan oleh langsung atau tidaknya pembentukan
alat perlengkapan negara yang dimaksud dalam konstitusi.
Kalau melihat beberapa uraian di atas, maka sebenamya dapat membedakan
pengertian kelembagaan negara dengan lembaga negara. Kelembagaan
negara dapat diartikan segala sesuatu yang berkaitan dengan organ-organ atau
institusiinstitusi dalam suatu negara guna menjalankan fungsi kenegaraan atau
pemerintahan baik yang langsung diatur dalam konstitusi maupun tidak diatur
dalam konstitusi. Sedangkan lembaga negara adalah organ yang menjalankan
fungsi negara/pemerintahan yang diatur dalam konstitusi. Sementara lembaga
yang di luar konstitusi disebut lembaga pemerintahan.

Hal ini dimaksudkan untuk membedakan bahwa lembaga-lembaga yang ada


dalam UUDNRI Tahun 1945 merupakan lembaga yang sulit untuk dihapuskan
karena penghapusan lembaga negara tersebut memerlukan proses yang lama
yaitu melalui mekanisme perubahan UUDNRI Tahun 1945. Sedangkan
lembaga pemerintahan merupakan lembaga yang pengaturannya hanya diatur
oleh bentuk peraturan perundang-undangan di bawah UUDNRI Tahun 1945.
Lembaga pemeritahan ini pun ada yang bersifat sebagai lembaga penunjang
pemerintahan dan lembaga yang bersifat independen.

Lembaga pemerintahan yang bersifat penunjang merupakan lembaga yang


berfungsi untuk membantu dalam menjalankan tugas, fungsi dan
programprogram pemerintahan baik yang bersifat tetap maupun sementara,
seperti Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), Badan Nasional
Narkotika (BNN) dan lain-lain. Sedangkan lembaga yang bersifat independen
merupakan lembaga yang berfungsi sebagai penyeimbang dan kontrol
terhadap kebijakan pemerintah. Namun lembaga independen ini bukanlah
lembaga yang menjalankan fungsi legislatif dan yudisial yang biasanya
berbentuk komisi. Contoh dalam lembaga yang independen adalah Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
dan lain-lain.

Walaupun demikian bentuk kelembagaan negara yang menggunakan istilah


''badan" atau "komisi" atau yang lainnya tidak bisa selalu diidentikkan dengan
lembaga negara ataupun lembaga pemerintahan. Karena dalam UUD NRI
Tahun 1945 juga terdapat lembaga negara yang berbentuk badan seperti
Badan Pemeriksa Keuangan maupun yang berbentuk komisi yaitu Komisi
Yudisial. Namun demikian, beberapa kelembagaan negara atau alat
kelengkapan negara diatur dalam suatu undang-undang disebut juga sebagai
lembaga negara.

Perubahan lembaga-lembaga Negara Pasca Amandemen UUDNRI Tahun


1945

Lembaga negara adalah institusi atau organ negara yang diatur dalam UUDNRI
Tahun 1945. Lembaga negara dapat pula disebut sebagai lembaga negara
permanen. Penyebutan sebagai lembaga negara permanen, karena untuk
mengubah suatu lembaga yang telah disebutkan dalam UUDNRI Tahun 1945
tidaklah mudah dan perlu suatu proses yang harus memenuhi syarat dalam
mekanisme perubahan UUDNRI Tahun 1945. Jika dilihat siapa pembentuk
lembaga negara ini maka akan sama dengan di mana UUDNRI Tahun 1945
dapat dibentuk atau diubah, yaitu harus melalui Majelis Permusyawaratan
Rakyat.

Adanya lembaga negara dalam UUDNRI Tahun 1945 karena menganggap


lembaga negara tesebut merupakan lembaga yang sangat penting dan
merepresentasikan tiga cabang kekuasaan, meskipun tidak seluruh lembaga
tersebut yang ada dapat dikatakan mempresentasikan cabang kekuasaan.
Pengaturan lembaga dalam UUD NRI Tahun 1945 dapat diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu (i) lembaga negara sebagai Organ Negara sebagai lembaga
utama negara. Lembaga ini merupakan lembaga yang mendekati tiga cabang
kekuasaan negara yang memunyai peran utama dalam menjaga stabilitas
negara sebagai bentuk pelaksanaan kontrol dan seimbang kekuasaan negara,
(ii) lembaga negara sebagai penunjang lembaga utama negara atau organ
utama negara. Sebagai penunjang karena keberadaannya hanya disebutkan
dalam UUD NRI Tahun 1945 tanpa rincian mengenai tugas, fungsi dan
wewenangnya. Ada pun lembaga negara yang dimaksud tersebut, ialah:
a. Lembaga negara sebagai organ negara sebagai lembaga utama
negara;
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR);

2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);

3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD);

4. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK);

5. Presiden;

6. Mahkamah Agung (MA);

7. Mahkamah Konstitusi (MK);

8. Komisi Yudisial (KY);

b. Lembaga negara sebagai penunjang organ negara

1. Dewan Pertimbangan;
2. Kementerian Negara;
3. Pemerintahan Daerah;

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;

5. Komisi Pemilihan Umum;

6. Bank Sentral;
Lembaga Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif serta Lembaga Lainnya dalam
UUD NRI Tahun 1945 Beserta Fungsi dan Kewenangan

Lembaga negara yang ada dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945 fungsi dan kewenagannya akan diuraikan secara
ringkas, meskipun sudah beberapa lembaga negara dibahas. Adapun rincian
secara ringkasnya sebagai berikut:

1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR),


Majelis Permusyawaratan Rakyat merupakan lembaga negara yang
mempunyai peran penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Lembaga ini mengalami perubahan kewenangan dalam perubahan UUD
NRI Tahun 1945, pertama, dihapuskannya peran MPR dalam memilih
Presiden dan/atau Wakil Presiden setelah berakhimya masa jabatan
presiden dan/atau wakil presiden. Kedua, MPR bukan lagi menjadi
lembaga tertinggi negara dan hanya menjadi lembaga negara yang
memunyai kedudukan sejajar dengan lembaga negara lainnya dalam
UUD NRI Tahun 1945. Anggota-anggota MPR merupakan gabungan
anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih dalam pemilihan umum.
Sehingga secara langsung bahwa anggota DPR dan anggota DPD juga
menjadi anggota MPR. MPR mempunyai susunan pimpinan sendiri dan
terpisah dari pimpinan DPRdan DPD. Keberadaan MPR ini diatur dalam
Pasal2 dan Pasal 3 UUD NRI Tahun 1945. Ada pun kewenangan MPR
ialah:

a. Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar Negara


Republik

Indonesia Tahun 1945;


b. Melantik presiden dan/atau wakil presiden hasil pemilihan umum;

c. Memutuskan usul DPR untuk memberhentikan presiden dan/atau


wakil presiden dalam masa jabatannya, setelah Mahkamah Konstitusi
memutuskan bahwa presiden dan/atau wakil presiden terbukti
melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap
negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau
perbuatan tercela dan/atau terbukti bahwa presiden dan/a tau wakil
presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil
presiden;
d. melantik wakil presiden menjadi presiden apabila presiden
mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan
kewajibannya dalam masa jabatannya;
e. Memilih wakil presiden dari dua calon yang diusulkan oleh
presiden apabila terjadi kekosongan jabatan wakil presiden dalam
masa jabatannya; dan
f. Memilih presiden dan wakil presiden apabila keduanya mangkat,
berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya
dalam masa jabatannya secara bersamaan, dari dua pasangan calon
presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik atau
gabungan partai politik yang pasangan calon presiden dan wakil
presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam
pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya.
Selain kewenangan sebagaimana disebutkan di atas, juga memunyai
empat tugas, yaitu:
a. Memasyarakatkan ketetapan MPR;

b. Memasyarakatkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dan
Bhinneka Tunggal Ika;
c. Mengkaji sistem ketatanegaraan, Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, serta pelaksanaannya; dan


d. Menyerap aspirasi masyarakat berkaitan dengan pelaksanaan
UndangUndang Dasar Negara Republiklndonesia Tahun 1945.

2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan lembaga perwakilan


yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
Anggota-anggota DPR ini dilajukan oleh partai politik sehingga
selain mewakili rakyat juga mewakili partai politik. Keberadaan
lembaga ini dibutuhkan rakyat karena lembaga ini yang sejatinya
menjadi wakil rakyat. Selain itu, DPR merupakan lembaga negara
yang memegang kekuasaan membentuk undang-undang.
DPR juga menjalankan tiga fungsi yaitu fungsi legislasi, fungsi
anggaran dan fungsi pengawasan. Ketiga fungsi ini harus
dijalankan oleh DPR untuk merealisasikan kehendak rakyat
kepada pemerintah. Selain ketiga fungsi tersebut, ada hak DPR
dan hak anggota DPR. Hak DPR terdiri atas hak interpelasi, hak
angket, dan hak menyatakan pendapat. Sedangkan hak anggota
DPR meliputi hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul
dan pendapat serta hak imunitas dan berhak mengajukan usul
rancangan undang-undang.
Adanya kesamaan atau kemiripan antara hak DPR dengan hak
anggota DPR antara lain dimaksudkan agar apabila secara
kelembagaan, aspirasi dan sikap politik para anggota DPR tidak
dapat disalurkan melalui jalur kelembagaan, maka aspirasi dan
sikap politik tersebut dapat disampaikan secara perorangan
sebagai anggota DPR.89 Hak anggota DPR ini merupakan hak
konstitusional anggota DPR karena diatur dalam UUD NRI Tahun
1945.

3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

Merupakan lembaga negara yang baru dimunculkan pada


perubahan ketiga UUD NRI Tahun 1945. Lembaga ini merupakan
lembaga yang mewakili kepentingan daerah khusus dalam
pelaksanaan otonomi daerah. Oleh karena itu, anggota DPD
adalah mewakili setiap provinsi yang ada di Indonesia melalui
pemilihan umum. Jumlah anggota DPD setiap provinsinya sama
asalkan jumlah keseluruhan anggota DPD tidak melebihi
sepertiga dari total jumlah anggota DPR.
DPD juga mempunyai kewenangan dalam mengajukan
rancangan undangundang yang berkaitan dengan otonomi
daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan
pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber
daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang
berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Selain itu, DPD ikut membahas rancangan undang-undang yang
berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah;
pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah;
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta
memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat
atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan
belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan·
dengan pajak, pendidikan, dan agama.
Kewenangan yang diberikan DPD dalam pembahasan rancangan
undangundang sangat lemah karena hanya dapat mengajukan
dan membahas karena tidak ada ketentuan tentang setiap
rancangan undang-undang yang berkaitan dengan kewenangan
DPD juga harus mendapat persetujuan bersama antara DPR,
DPD, dan Presiden. Kewenangan yang Iemah ini menghasilkan
lembaga DPD seperti tidak memunyai daya tekan kepada
pemerintah dan tidak dapat menyuarakan aspirasi dari provinsi
yang mewakilinya. Perlu kajian lagi terhadap keberadaan DPD
jika benar masih diperlukan maka perlu ada pengaturan yang
menguatkan keberaadaan DPD tersebut atau kalau dianggap
tidak perlu maka DPD dapat saja dievaluasi untuk tidak
dimunculkan lagi.
DPD juga dapat memberikan pertimbangan kepada DPR
dalam pemilihan anggota BPK yang disampai kan secara tertulis
sebelum pemilihan anggota BPK. Selain itu, DPD dapat
melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang
mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan
penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta
perimbangan keuangan pusat dan daerah; pelaksanaan anggaran
pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama.
Pengawasan tersebut merupakan pengawasan atas pelaksanaan
undangundang. Hasil pengawasan DPD itu disampaikan
kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
Pengawasan yang dilakukan oleh DPD dalam hal ini adalah: (a)
menerima dan membahas hasil-hasil pemeriksaan keuangan
negara yang dilakukan oleh BPK sebagai bahan untuk
melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang
tertentu; (b) meminta secara tertulis kepada pemerintah tentang
pelaksanaan undang- undang tertentu; (c) menampung dan
menindaklan- juti aspirasi dan pengaduan masyarakat berkaitan
dengan pelaksanaan undang-undang tertentu; dan (d)
mengadakan kunjungan kerja ke daerah untuk melakukan
monitoring/ pemantauan atas pelaksanaan undang-undang
tertentu. Dari penegasan isi pasal-pasal tersebut, tampak
bahwa DPD tidak mempunyai hak inisiatif dan mandiri dalam
membentuk undang-undang, sekalipun di biang yang berkaitan
dengan masalah daerah. Dengan kata lain, DPD sama sekali
tidak memiliki original power alam pembentukan undang-
undang atau kekuasaan legislatif.

4. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan lembaga yang


kedudukannya diperkuat pada perubahan ketiga UUD NRI Tahun
1945 sebagai Iembaga pemeriksa keuangan negara. BPK
melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara. Pengelolaan keuangan negara adalah
keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai
dengan kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan
pertanggungjawaban. Sedangkan tanggung jawab keuangan
negara adalah kewajiban pemerintah untuk melaksanakan
pengelolaan keuangan negara secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, dan transparan,
dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
Keberadaan BPK yang diatur dalam UUD NRI Tahun 1945
berkaitan dengan pengawasan pengelolaan keuangan negara
merupakan hal yang penting dalm penyelenggaraan negara.
Keuangan negara menjadi faktor penting dalam terselenggaranya
pembangunan negara dari segala aspek. Ruang lingkup yang
besar dalam pengelolaan keuangan negara ini, maka perlu
adanya pemeriksaan terhadap pengelolaan keuangan negara
yang dalain hal ini dilakukan oleh BPK.
BPK sebagai lembaga pemeriksa keuangan negara harus
rnelaksanakan kewenangannya secara bebas dan mandiri. Kata
"bebas" dimaksudkan BPK bebas dari tekanan dan ancaman
dalam melakukan pemeriksaan keuangan negara. Sedangkan
"mandiri" mempunyai pengertian bahwa pelaksanaan tugas
konstitusionalnya tidak tergantung atau digantungkan pada sikap
dan langkah atau respon lembaga atau pihak di luar dirinya,
termasuk dari lembaga atau institusi dari objek yang diperiksa.
Berdasarkan sifat yang bebas dan mandiri, maka BPK dapat
memberikan:
a. Pendapat kepada DPR, DPD, DPRD, Pernerintah
Pusat/Pemerintah Daerah, Lernbaga Negara Lain, Bank Indonesia,
Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Urnum, Badan Usaha
Milik Daerah, Yayasan, dan lembaga a tau badan lain, yang
diperlukan karena sifat pekerjaannya;
b. Pertimbangan atas penyelesaian kerugian negara/daerah yang
ditetapkan oleh Pernerintah Pusat/Pemerintah Daerah; dan/atau
c. Keterangan ahli dalam proses peradilan
mengenai kerugian negara/daerah.

5. Presiden

UUDNRI Tahun 1945 tidak menyebut secara tegas bahwa


presiden merupakan lembaga negara, karena presiden yang
dimaksud dalarn hal ini adalah orang yang menjabat menjadi
presiden, hasil pemilihan umum. Pasal 4 UUDNRI Tahun 1945
rnenyatakan Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. Ini bermakna
bahwa presiden adalah jabatannya, namun dalam pelaksanaan
ada organ yang dipimpin oleh presiden yaitu pemerintahan.
Namun dalam hal keprotokoleran, administrasi serta hal-hal lain
dalarn membantu kelancaran tugas presiden maka ada lembaga
kepresidenan. Sehingga presiden selain jabatan dalam negara
dan pemerintahan, namun juga dalarn disebut sebagai bagian
dari organ negara, karena presiden juga mempunyai struktur
tersendiri.
Struktur sebagai organ negara, maka ada presiden dan wakil
presiden yang kemudian dibantu oleh menteri-menteri. Presiden
juga sering disebut sebagai kepala tertinggi dalam pemerintahan
pusat. Kelembagaan kepresidenan ini memang tidak diatur dalarn
UUD NRI Tahun 1945, bahkan undang-undang tentang
kepresidenan juga bel um ada. Hal ini berbeda dengan lembaga
yang melaksanakan kekuasaan kehakiman dan kekuasaan
rnembentuk undang-undang yang mempunyai undang-undang
tersendiri.

6. Mahkamah Agung (MA)

Mahkamah Agung rnerupakan salah satu pelaksana kekuasaan


kehakiman. Keberadaannya sebagai lembaga negara mempunyai
peran dalarn menegakkan hukum dan keadilan. Selain itu, MA
juga merupakan badan kehakiman tertinggi yang membawahi
badan peradilan dalarn lingkungan peradilan umurn, lingkungan
peradilan militer, lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilan tata usaha negara.
Badan-badan peradilan yang ada di bawah MA ini bukan
subordinat atau di bawah hierarki kekuasaan Mahkamah Agung.
Hal ini dikarenakan sebagai badan peradilan, berbagai badan
peradilan lain tersebut dalam pelaksanaan tugas dan fungsi
yudisialnya untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara
adalah bersifat merdeka, bebas dari campur tangan dari pihak
mana pun, termasuk MA. Posisi MA sebagai puncak atau akhir
dari pelaksanaan tugas dan fungsi yudisialnya.
Ada pun hubungan MahkamahAgung dengan badan peradilan
lainnya hanya menjalankan fungsi adrninistrasi kepegawaian dan
anggaran. Akan tetapi dalam menjalankan fungsi yudisialnya MA
dengan badan peradilan lainnya masing-masing bersifat mandiri
dan merdeka.

7. Mahkamah Konstitusi (MK)

Mahkamah Konsitusi sebagai lembaga negara di bidang yudisial


dibentuk karena kebutuhan masyarakat Indonesia untuk
terpenuhinya hak-hak konstitusional. Lembaga merupakan salah
satu pelaksana kekuasaan kahakiman. Keberadaan Mahkamah
Konstitusi berbeda dengan Mahkamah Agung. Mahkamah
Konstitusi merupakan lembaga kehakiman yang tunggal dalam
arti bahwa perkara di Mahkamah Konstitusi ditangani oleh
Mahkamah Konstitusi pada tingkat pertama dan akhir.
Putusannya Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat.
Oleh karena itu, Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga pengawal
konstitusi mempunyai peran sangat besar agar UUDNRI Tahun
1945 dapat dijalankan dengan baik dan benar. Selain itu,
keberadaan MK sangat diperlukan ketika hak-hak konsitutisional
warga negara dilanggar oleh pemerintah dengan kebijakan-
kebijakan yang dituangkan dalam undangundang. Mahkamah
Konstitusi mempunyai wewenang:
a. Mahkamah Konstitusi berwenang pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang
terhadap
UUD;
b. Memutus sengketa-sengketa kewenangan lembaga negara yang
berwenang diberikan oleh UUD;
c. Memutus pembubaran partai politik;

d. Memutus perselisihan ten tang hasil pernilihan umum; dan


e. Wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai
dugaan pelanggaran oleh presiden dan/atau wakil presiden menurut
UUD.
Perbandingan antara Mahkamah Agung dengan Mahkamah
Konstitusi 8. Komisi Yudisial (KY)
Komisi Yudisial adalah lembaga negara yang berwenang
mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai
wewenang lain dalarn rangka menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Selain itu,
Komisi Yudisial bersifat mandiri dan dalam pelaksanaan
wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan
lainnya. Komisi Yudisial bertanggung jawab kepada publik melalui
DPR. Anggota Komisi Yudisial diangkat oleh presiden dengan
persetujuan DPR.
9. Dewan Pertimbangan

Keberadaan Dewan Pertimbangan ini diatur dalam pasal16 UUD


NRI Tahun 1945 yang dibentuk oleh presiden. Lembaga ini
merupakan lembaga pemerintah non-struktural Indonesia yang
bertugas memberikan nasehat dan pertimbangan kepada
presiden. Tugas dewan pertimbangan presiden adalah untuk
memberikan nasehat dan pertimbangan kepada presiden dalam
menjalankan kekuasaan pemerintahan negara. Pemberian
nasehat dan pertimbangan tersebut wajib dilakukan oleh dewan
pertimbangan presiden baik diminta ataupun tidak oleh presiden.

10. Kementerian Negara

Keberadaan kementerian negara ini diatur dalam Bab V UUD NRI


Tahun 1945. Kementerian negara ini dibentuk untuk membantu
menjalankan kekuasaan Presiden dalam penyelenggaraan
pemerintahan yang membidangi urusan tertentu dalam
pemerintahan.
Kementerian negara ini terdiri dari menteri-menteri yang diangkat
dan diberhentikan oleh presiden sehingga menteri-menteri
tersebut bertanggung jawab kepada presiden.
Presiden juga mempunyai kewenangan dalam membentuk,
menggabungkan atau menghapus suatu kementerian dengan
mempertimbangkan antara lain efisiensi dan efektivitas; cakupan
tugas dan proporsionalitas beban tugas; kesinambungan,
keserasian, dan keterpaduan pelaksanaan tugas; perkembangan
lingkungan global, peningkatan kinerja dan beban kerja
pemerintah; kebutuhan penanganan urusan tertentu dalam
pemerintahan secara mandiri; kebutuhan penyesuaian
peristilahan yang berkembang; yang kesemuanya ini harus
merujuk pada undang-undang yang telah ditetapkan.

11. Pemerintahan Daerah

Keberadaan Pemerintahan Daerah disebut pada Pasal 18 ayat (1)


UUDNRI Tahun 1945, yang menyatakan "Negara Kesatuan
Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan
daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap
provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan
daerah, yang diatur dengan undang-undang". Pasal ini dapat
dimaknai bahwa pemerintahan daerah juga merupakan organ
negara yang membantu pelaksanaannya di daerah karena
Pemerintahan Daerah juga memunyai struktur organisasi sendiri.

12. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan bagian


dari pemerintahan daerah. Hal ini dipertegas dalam Pasal 18 ayat
(3) UUDNRITahun 1945 yang menyatakan "Pemerintahan daerah
provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui
pemilihan umum". Sama dengan pemerintahan daerah, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah juga memunyai susunan organisasi
sendiri. Dewan ini merupakan lembaga yang memegang
kekuasaan pembentukan peraturan daerah pada daerah.
Sehingga fungsi DPRD sama dengan fungsi DPR yaitu legislasi,
anggaran dan pengawasan, namun ruang lingkup yang berbeda
dimana DPRD ruang lingkup kewenangannya ada pada tingkat
daerah masing-masing.

13. Komisi Pemilihan Umum

Komisi Pemilihan Umum (KPU) dibentuk berdasarkan pasal 22


ayat (5)
UUDNRl Tahun 1945 yang menyatakan "Pemilihan umum
diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat
nasional, tetap, dan mandiri". Lembaga yang berbentuk "komisi"
ini bertugas untuk menyelenggarakan pemilihan umum yang
memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR dan anggota
DPD. KPU memiliki struktur organisasi baik dalam internal KPU
maupun hierarki berjenjang di bawah KPU yaitu adanya KPU
provinsi, dan KPU kabupaten/kota.

14. Bank Sentral

Pasal 23D UUDNRI Tahun 1945 menyatakan bahwa "Negara


memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan,
kewenangan, tanggung jawab; dan independensinya diatur
dengan undang-undang". Bank Sentral yang dimaksud dalam
pasal ini adalah Bank Indonesia. Bank Indonesia adalah lembaga
negara yang independen, bebas dari campur tangan pemerintah
dan/atau pihak-pihak lainnya. Sebagai lembaga independen,
Bank Indonesia memiliki otonomi penuh dalam pelaksanaan
tugasnya. Di samping itu, untuk lebih menjamin independensi
tersebut maka kedudukan Bank Indonesia berada di luar
Pemerintah. Pencantuman status independen dalam undang-
undang ini diperlukan untuk memberikan dasar hukum yang kuat,
menjamin kepastian hukum dan konsistensi status kelembagaan
Bank Indonesia. Berkaitan dengan status sebagai lembaga
independen ini, pihak lain dilarang melakukan segala bentuk cam
pur tangan terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan
Bank Indonesia wajib menolak dan/atau mengabaikan segala
bentuk campur tangan dari pihak manapun dalam rangka
pelaksanaan tugasnya.
Tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah yang rnerupakan single objective Bank
Indonesia. Kestabilan nilai rupiah yang dimaksud adalah
kestabilan nilai rupiah tethadap barang dan jasa yang tercermin
dari perkembangan laju inflasi serta kestabilan terhadap mata
uang negara lain yang tercermin pada perkembangan nilai tukar
rupiah terhadap rnata uang negara lain.

Anda mungkin juga menyukai