PENDAHULUAN
1
peran PBB sebagai pihak ketiga dalam menjembatani penyelesaian konflik
tersebut melalui Komisi Tiga Negara (KTN) dan United Nations Commission for
Indonesia (UNCI).
Kekalahan Belanda dari Jepang dalam Perang Asia Timur
Raya menyebabkan ia harus meninggalkan Indonesia pada tahun 1942. Setelah
itu, Indonesia dijajah oleh Jepang hingga akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1945
Indonesia menyatakan Kemerdekaannya Pada tanggal 23 Agustus 1945, dimana
pasukan Sekutu dan NICA mendarat di Sabang, Aceh. Mereka tiba di Jakarta pada
15 September 1945. Selain membantu Sekutu untuk melucuti tentara Jepang yang
tersisa, NICA di bawah pimpinan van Mook atas perintah Kerajaan Belanda
membawa kepentingan lain, yaitu menjalankan pidato Ratu Wilhelminaterkait
konsepsi kenegaraan di Indonesia. Pidato pada tanggal 6 Desember 1942 melalui
siaran radio menyebutkan bahwa di kemudian hari akan dibentuk sebuah
persemakmuran antara Kerajaan Belanda dan Hindia (Indonesia) di bawah
naungan Kerajaan Belanda.
Perjanjian resmi pertama yang dilakukan Belanda dan Indonesia setelah
kemerdekaan adalah Perundingan Linggarjati. Van Mook bertindak langsung
sebagai wakil Belanda, sedangkan Indonesia mengutus Soetan
Sjahrir, Mohammad Roem, Susanto Tirtoprojo, dan A.K. Gani. Inggris sebagai
pihak penengah diwakili oleh Lord Killearn. Namun, realisasi di lapangan tidak
sepenuhnya berjalan mulus hingga Pada tanggal 15 Juli 1947, van Mook
mengeluarkan ultimatum supaya RI menarik mundur pasukan sejauh 10 km.
dari garis demarkasi. Pimpinan RI menolak permintaan Belanda tersebut. Pada
tanggal 20 Juli 1947, Van Mook menyatakan melalui siaran radio bahwa Belanda
tidak terikat lagi pada hasil Perundingan Linggarjati. Kurang dari 24 jam setelah
itu, Agresi Militer Belanda I pun dimulai.
Tujuan utama agresi Belanda atas Indonesia saat itu adalah untuk merebut
daerah-daerah perkebunan yang kaya dan dan daerah yang memiliki sumber daya
alam, terutama Minyak. Namun sebagai kedok terhadap dunia Internasional
Belanda menamakan agresi militer ini sebagai aksi polisionil dan menyatakan
bahwa tindakannya merupakan bentuk urusan dalam negeri. Pada saat itu jumlah
2
tentara Belanda telah mencapai lebih dari 100.000 orang, dengan persenjataan
yang modern, termasuk persenjataan berat yang dihibahkan oleh tentara Inggris
dan tentara Australia.
3
BAB II
TEORI DAN KONSEP
4
John Locke, Jeremy Bentham dan Immanuel Kant. Kemudian setelah itu
dilanjutkan oleh pemikiran-pemikiran liberalisme kontemporer seperti Robert
Keohane, John Burton, Joseph Nye Jr. dan masih banyak lagi.
Begitulah teori liberalisme dalam Hubungan Internasional. Teori ini pada
dasarnya dianut oleh orang-orang yang percaya bahwa negara bukan satu-satunya
aktor dalam hubungan internasional. Bahasannya juga lebih menitikberatkan pada
low politics.
Teori ini sangat menghargai pandangan bahwa manusia adalah makhluk
yang baik. Sehingga ketika kebaikan mereka harus terbentur dengan kepentingan
yang harus mereka penuhi, orang liberalisme percaya bahwa mereka akan
mencoba untuk menggunakan cara-cara kooperatif ketimbang konfliktual. Begitu
pula dengan perilaku negara yang menurut orang liberal harus demikian.
Kendatipun begitu, teori ini adalah sebuah asumsi yang menurut banyak kritikus
sulit sekali diterapkan meskipun beberapa hal memang terjadi dalam realita
hubungan internasional. Oleh karena itu, selain disebut sebagai teori liberalisme,
ada juga yang memberi nama lain seperti idealisme atau liberal utopianism.
Ringkasnya, pemikiran kaum liberal sangat erat hubungannya dengan
kemunculan negara konstitusional modern. Kaum liberal berpendapat bahwa
modernisasi adalah proses yang menimbulkan kemajuan dalam banyak bidang
kehidupan. Proses modernisasi memperluas ruang lingkup bagi kerja sama lintas
batar internasional. Kemajuan berarti kehidupan yang lebih baik bagi mayorits
individu. Manusia memiliki akal pikiran, dan ketika mereka memakainya pada
masalah-masalah internasional, kerja sama yang lebih besar akan menjadi hasil
akhir.
2.2 Konsep Organisasi Internasional
Sejarah
Dewasa ini tidak dapat dipungkiri bahwa tidak ada satu negara pun di
dunia yang dapat hidup sendiri dalam hubungannya dengan negara lain. Fungsi
sosial dari suatu negara terhadap negara lain sangatlah besar dan oleh karena itu
maka eksistensi dari suatu organisasi sangatlah diperlukan. Organisasi ini
berfungsi sebagai wadah negara-negara dalam menyalurkan aspirasi, kepentingan,
5
dan pengaruh mereka. Terdapat banyak organisasi yang tumbuh dan berkembang
di dunia, mulai dari organisasi antar keluarga, antar daerah, antar propinsi sampai
ke lingkup yang lebih luas yaitu antar negara yang berada dalam satu kawasan.
Sebagai anggota masyarakat internasional, suatu negara tidak dapat hidup
tanpa adanya hubungan dengan negara lain. Hubungan antar negara sangat
kompleks sehingga di perlukan pengaturan. Untuk mengaturnya agar mencapai
tujuan bersama, negara-negara membutuhkan wadah yaitu Organisasi
Internasional. Timbulnya hubungan internasional secara umum pada hakikatnya
merupakan proses perkembangan hubungan antar negara. Dengan membentuk
organisasi, negara-negara akan berusaha mencapai tujuan yang menjadi
kepentingan bersama dan menyangkut bidang kehidupan yang luas.
Gagasan untuk mendirikan suatu organisasi internasional yang bersifat
universal dengan tujuan untuk memelihara perdamaian dan keamanan dunia telah
lama menjadi pemikiran banyak negarawan. Mereka menginginkan diorganisirnya
masyarakat internasional secara politik sebagai reaksi terhadap anarki yang
disebabkan sengketa-sengketa bersenjata antar negara. Organisasi internasional
tersebut akan menghimpun negara-negara di dunia dalam suatu sistem kerjasama
Universitas Sumatera Utara yang dilengkapi dengan organ-organ yang dapat
mencegah atau menyelesaikan sengketa-sengketa yang terjadi antara mereka. Agar
batas-batas nasional dapat dilewati, diperlukan suatu organisasi politik sentral
yang dilengkapi dengan sarana-sarana paksaan atau persuasi terhadap negara-
negara, serta wewenang untuk mengkoordinir lembaga-lembaga teknik dan
regional.
Akhirnya upaya pembentukan organisasi-organisasi internasional yang
sebenarnya baru mulai pada abad ke-17 dan 18 melalui berbagai proyek. Pada
abad ke-17 misalnya muncul gagasan Emeric de Cruce pada tahun 1623.
Kemudian pada abad ke-18 muncul proyek-proyek William Penn, Bentham,
JeanJacques Rousseau, Abbe de Saint-Pierre dalam Plan for Perpetual Peace
mengusulkan pembentukan suatu majelis umum untuk menyelesaikan semua
sengketa dengan mayoritas ¾ suara beserta sanksi kolektif termasuk penggunaan
6
senjata. Abbe de Saint-Pierre juga berpendapat bahwa majelis umum bukan saja
berfungsi untuk menyelesaikan sengketa-sengketa, tapi juga untuk membuka
kerjasama antar negara di berbagai bidang dengan mendirikan
perwakilanperwakilan untuk pelaksanaan kerjasama tersebut.
Malapetaka Perang Dunia 1 merupakan cikal bakal yang kemudian
mendorong para pemimpin dunia untuk membuat suatu organisasi yang kuat yang
memiliki kekuasaan tertinggi melebihi kekuatan yang dimiliki oleh suatu negara.
Oleh sebab itu lahirlah Liga Bangsa-Bangsa (League of Nations).
Pada periode menjelang Perang Dunia II, selain LBB antara lain juga lahir
Organisasi Buruh Sedunia (ILO) tahun 1919, Organisasi Penerbangan
Internasional tahun 1919 dan juga Mahkamah Tetap Internasional (PCIJ) tahun
1920.
Pengertian
Definisi universal dari organisasi internasional sangat sulit untuk
didefinisikan.Menurut pasal 2 ayat 1 Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian
1969, organisasi internasional adalah organisasi antar pemerintah. Definisi yang
diberikan Konvensi ini adalah sempit, karena membatasi diri hanya pada
hubungan antara pemerintah.
Penonjolan aspek antar pemerintah ini kiranya dimaksudkan untuk
membedakan antara organisasi-organisasi antar pemerintah (inter-governmental
organizations-IGO’s) dan organisasi-organisasi non-pemerintah
(nongovernmental organizations-NGO’s).
Para sarjana hukum internasional pada umumnya mendefinisikan
organisasi internasional dengan memberikan kriteria-kriteria, serta elemen-elemen
dasar atau syarat minimal yang harus dimiliki oleh suatu entitas yang bernama
organisasi internasional. Hal inilah yang menyulitkan untuk didapatkannya suatu
definisi yang umum. Beberapa definisi yang diutarakan antara lain:
1. Bowett D.W. Dalam bukunya ”Hukum organisasi internasional”
Bowet memberikan batasan definisi organisasi internasional, bahwa:
”tidak ada suatu batasan mengenai organisasi publik internasional
yang dapat diterima secara umum. Pada umumnya organisasi in
7
2. imerupakan organisasi permanen yang didirikan
berdasarkanperjanjian internasional yang kebanyakan merupakan
perjanjian multilateral daripada perjanjian bilateral yang disertai
beberapa kriteria tertentu mengenai tujuannya”.
3. Starke Dalam bukunya ”An introduction to international law”, starke
membandingkan fungsi, hak, dan kewajiban serta wewenang berbagai
organ lembaga internasional dengan negara yang modern. Starke
menegaskan ”pada awalnya seperti fungsi suatu negara modern
mempunyai hak, kewajiban, dan kekuasaan yang dimiliki beserta alat
perlengkapannya, semua itu diatur oleh hukum nasional yang
dinamakan Hukum Tata Negara sehingga dengan demikian organisasi
internasional sama halnya dengan alat perlengkapan negara modern
yang diatur oleh hukum konstitusi internasional”.
8
BAB III
ANALISIS MASALAH
1
Ide Anak Agung Gde Agung, ‘Renville’ – als keerpunt in de Nederlands
Indonesische onderhandelingen. a.b. Hanny Rungkat, dkk, Renville. Jakarta:
Sinar Harapan, 1983, hlm. 37-38.
9
2. Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia bekerja
sama supaya segera terbentuk Negara Indonesia Serikat yang
berdaulat dan merdeka atas dasar demokratis dan federal.
Sayap kiri yang dipimpin oleh Amir Sjarifuddin (Amir Sjarifuddin dan
Sjahrir semula ada dalam satu partai) menolak hasil perjanjian tersebut. Partai
Sosialis Indonesia yang merupakan partai Sjahrir malah menjatuhkannya.
Presiden Soekarno menunjuk Amir Sjarifuddin, A.K. Gani, dan Setiadjid untuk
membentuk Kabinet Nasional. Setelah Sjahrir turun dari jabatan Perdana Menteri,
ia kemudian diangkat sebagai penasehat presiden.2
Pada tanggal 20 Juli 1947 Wakil Perdana Menteri A.K. Gani menemui
Prof. Schermerhorn dengan membawa usul yaitu supaya Delegasi RI dan Komisi
Jenderal Belanda untuk mengadakan perundingan. Jika perundingan menemui
jalan buntu, maka pihak Belanda dan RI mencari penengah dari negara netral. Jika
usaha tersebut gagal maka Mahkamah Internasional diminta untuk menunjuk
negara yang akan bertindak sebagai penengah.
2
Tjokropranolo, Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman, Pemimpin Pendobrak
Terakhir Penjajahan di Indonesia. Jakarta: Surya Persindo, 1992, hlm. 91
10
Usaha terakhir yang dilakukan RI ternyata sia -sia karena pada tanggal 21
Juli 1947 Perdana Menteri Belanda Dr. Louis Beel telah mengucapkan pidatonya
yang isinya memberi kuasa penuh kepada van Mook untuk melakukan aksi
Militer. Alasannya pihak RI tidak menepati hasil Perjanjian Linggarjati dan
menolak usul Belanda tanggal 27 Mei 1947. Akibatnya pidato PM Beel itu,
hubungan telepon antara Jakarta dan Yogyakarta sejak tanggal 20 Juli 1947 telah
diblokir oleh pihak Belanda.
Pada tanggal 21 Juli 1947 Jam 19.00 WIB setelah diketahui Belanda
menyerang dan menerobos garis-garis demarkasi, maka Panglima Besar Sudirman
menyampaikan amanat radio antara lain sebagai berikut:
“Sekarang tiba saatnya bagi segenap lapisan rakyat Indonesia untuk
menunaikan sumpahnya terhadap Tuhan dan Ibu Pertiwi, menjal ankan
dengan sesungguh-sungguhnya semboyan-semboyan cinta kemerdekaan.
Kemerdekaan yang telah kita proklamirkan dan kita pertahanan sampai
titik darah yang penghabisan. Insyaf dan ingatlah! korban telah banyak,
penderitaan tidak sedikit, maka jangan sekali -kali kemerdekaan negara
dan bangsa Indonesia yang telah kita miliki dan kita per tahankan itu,
dilepaskan dan kita serahkan kepada siapapun jug….4
3
Ide Anak Agung Gde Agung, op.cit., hlm. 45.
4
Tjokropranolo, loc.cit
11
Pemimpin aksi militer Belanda yaitu Van Mook dan Jenderal Spoor
beberapa kali mengirim telegram kepada Menteri urusan daerah seberang lautan
Jonkman. Mereka memohon supaya boleh melanjutkan aksi militer sampai ke
Yogyakarta dan menduduki ibukota RI dengan segala konsekuensinya. Akan
tetapi, Menteri Jonkman menolak hal tersebut karena pasukan Belanda tidak
cukup kuat terhadap aksi yang sedemikian besarnya dan juga mengingat
perdebatan-perdebatan di Dewan Keamanan PBB akan merugikan bagi pihak
Belanda sendiri.5 Jika Belanda sampai menduduki Yogyakarta maka posisi
Belanda akan dikucilkan oleh dunia Internasional.
Aksi Militer Belanda atau lebih dikenal dengan Agresi Militer Belanda I
ini membuat PBB terlibat langsung. Amerika Serikat dan Inggris yang tidak
menyukai “aksi polisionil” tersebut , menggiring Belanda untuk segera
menghentikan penaklukan sepenuhnya terhadap RI. India, Australia, dan Uni
Soviet juga sangat aktif mendukung RI di dalam PBB. Sekutu -sekutu utama
Belanda terutama Inggris, Australia, dan Amerika Serikat yang paling diandal kan
Belanda untuk memberi dukungan ternyata, malah tidak menyukai Agresi Militer
tersebut. 6
Pada agresi militer pertama ini, Belanda juga mengerahkan kedua pasukan
khusus, yaitu Korps Speciale Troepen (KST) di bawah Westerling yang
berpangkat Kapten, dan Pasukan Para I (1e para compagnie) di bawah Kapten C.
5
Ide Anak Agung Gde Agung, loc.it.
6
M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200 -2008. Jakarta: Serambi, 2009, hlm. 474.
12
Sisselaar. Pasukan KST (pengembangan dari DST) yang sejak kembali dari
Pembantaian Westerling, pembantaian di Sulawesi Selatan belum pernah beraksi
lagi, kini ditugaskan tidak hanya di Jawa, melainkan dikirim juga ke Sumatera
Barat. Agresi tentara Belanda berhasil merebut daerah-daerah di wilayah Republik
Indonesia yang sangat penting dan kaya seperti kota pelabuhan, perkebunan dan
pertambangan.
13
menunjukan bahwa mereka telah menguasai Indonesia. Namun pada
kenyataannya, Belanda hanya menguasai wilayah perkotaan dan jalan raya,
sementara itu Pemerintahan RI masih terus berlangsung hingga di wilayah
pedesaan.
7
Tim Lembaga Analisis Informasi, Kontroversi Serangan Umum 1 Maret 1949.
Yogyakarta: Media Pressindo, 2000, hlm.15.
14
Indonesia (Komite Jasa Baik Untuk Indonesia), dan lebih dikenal sebagai Komisi
Tiga Negara (KTN)Lembaga ini dibentuk sebagai reaksi PBB terhadap Agresi
Militer Belanda I, badan ini berperan dalam :
17
tentara RI yang masih aktif beroperasi melak ukan serangan-serangan kepada
Belanda. Setelah KTN tiba di Jakarta, usulan pertama yang diajukan untuk
menyepakati adanya gencatan senjata adalah mengadakan tempat perundingan.
KTN mengusulkan mengadakan perundingan di sebuah kapal laut yang berlabuh
di luar zona tiga mil atau tempat yang netral. Pemerintah Amerika Serikat diminta
supaya menyediakan kapal laut. Amerika Serikat kemudian menyediakan sebuah
kapal pengangkut pasukan USS Renville. Kapal ini tiba dan berlabuh di teluk
Jakarta pada tanggal 2 Desember 1947.
Salah satu pokok yang menjadi agenda dari perjanjian tersebut adalah
menghentikan permusuhan atau gencatan senjata. Negara Belanda selalu
berpegang teguh dengan Garis Van Mook sedangkan pihak RI tidak mengakui
adanya Garis Van Mook. Akhirnya setelah melakukan pendekatan-pendekatan
yang lama dari kedua belah pihak, pe rjanjian Renville dapat ditandatangani pada
tanggal 19 Januari 1948. Bagi pihak RI perjanjian Renville bisa dikatakan
merugikan karena wilayahnya semakin sempit, tetapi bagi pihak Belanda
perjanjian tersebut sangat menguntungkan.
16
posisinya sebagai Perdana Menteri kemudian Presiden Soekarno menunjuk Hatta
sebagai Perdana Menteri.
9
Kedaulatan Rakyat, Rabu, 8 Desember 1949, Tahun IV No. 59, hln. 1.
17
menuduh RI tidak menerima hasil perjanjian Renville. Situasi yang demikian
memaksa KTN untuk melaporkannya ke Dewan Keamanan PBB.
18
pengumuman keadaan dalam bahaya perang dan keadaan yang tidak aman.
Nota Belanda tersebut membuat KTN sangat marah, ditambah lagi adanya
tekanan yang ditujukan kepada RI tentang batas waktu jawaban nota yang ku rang
dari dua puluh empat jam tersebut. Cochran atas nama semua anggota KTN
meminta dengan tandas pada Pemerintah Belanda untuk memulai lagi
perundingan-perundingan. Pada hari Jum’at malam tanggal 17 Desember Kabinet
Belanda bersidang untuk menunggu jawaban dari pihak RI akan tetapi jawaban
yang ditungu tidak kunjung datang.
19
3.2.2 UNCI (United Nations Commission for Indonesia)
20
Ketika Presidan, Wakil presiden dan pembesar-pembesar Republik
ditawan Belanda di Bangka, delegasi BFO (Bijzonder Federaal Overleg)
mengunjungi mereka dan mengadakan perundingan. UNCI mengumumkan bahwa
delegasi-delegasi Republik Indonesia, Belanda dan BFO telah mecapai
persetujuan pendapat mengenai akan diselenggarakannya KMB. UNCI juga
berhasil menjadi mediator dalam KMB. Bahkan peranan itu juga tampak sampai
penyerahan dan pemulihan kekuasaan Pemerintah RI di Indonesia
21
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
PBB yang saat itu terbentuk usai Perang Dunia II, telah mendeklarasikan
bahwa organisasi ini ditujukan untuk mencegah konflik dan segala tindak bentuk
peperangan. PBB hadir sebagai wadah perdamaian dan keamanan dunia. Dalam
konflik Indonesia-Belanda sendiri dilatarbelakangi oleh kedatangan AFNEI yang
dibonceng NICA (pemeritahan sipil Belanda untuk Indonesia). NICA ingin
kembali menegakkan kekuasaan Belanda kembali di Indonesia. Hal ini merupakan
ancaman terhadap kemerdekaan Indonesia.
PBB mulai ikut ambil bagian pada konflik Indonesia-Belanda, saat Belanda
melakukan agresi militer I sebagai pengingkaran terhadap Perundingan
Linggarjati. PBB kemudian membentuk Komisi Jasa Baik yang kemudian
dikenal dengan Komisi Tiga Negara (KTN) dikarenakan terdiri dari tiga negara.
KTN bertugas membantu menyelesaikan sengketa antara Indonesia-Belanda.
22
lebih besar dibanding KTN. UNCI berhak mengambil keputusan yang mengikat
atas dasar suara mayoritas
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Jackson, Robert., dan Georg Serensen. 2013. Pengantar Studi Ilmu
Hubungan Internasional: Teori dan Pendekatan.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hanny Rungkat, dkk. Ide Anak Agung Gde Agung. 1998. ‘Renville’ – als
keerpunt in de Nederlands Indonesische onderhandelingen. Jakarta: Sinar
Harapan. hlm. 37-38.
Rudy, May. 2005. Administrasi dan Organisasi Internasional.Bandung: PT
Refika Aditama.
23
Tjokropranolo, Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman, Pemimpin
Pendobrak Terakhir Penjajahan di Indonesia. Jakarta: Surya Persindo, 1992, hlm.
91.
Tim Lembaga Analisis Informasi. 2000. Kontroversi Serangan Umum 1
Maret 1949. Yogyakarta: Media Pressindo. hlm.15.
Kedaulatan Rakyat, Rabu, 8 Desember 1949, Tahun IV No. 59, hlm. 1.
Web
Kemerdekaan. (2016, 19 Februari). Mempertahankan kemerdekaan RI.
Diperoleh 24 Oktober 2016, dari
http://kemerdekaan945.blogspot.com/2016/02/komisi-tiga-negara-unci-untea.html
24