Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada tahun 1945 saat kemerdekaan Indonesia di umumkan, Indonesia
masih dalam kondisi belum stabil baik dari segi politik, ekonomi, dan keamanan.
Dalam keadaan yang baru saja merdeka, Indonesia membutuhkan bantuan dari
negara lain untuk memenuhi kebutuhan yang tidak dapat diperoleh dari dalam
negeri sendiri dan juga dalam mencapai kepentingan nasionalnya.
Atas nama bangsa Indonesia Proklamasi Kemerdekaan telah
dikumandangkan oleh Bung Karno didampingi oleh Bung Hatta pada tanggal 17
Agustus 1945. Satu langkah maju sudah ada pada genggaman bangsa Indonesia
melalui Proklamasi kemerdekaan tersebut. Sebagai negara yang baru
memproklamasikan kemerdekaan, Indonesia mendapat simpati dari bangsa-
bangsa di dunia. Hal ini tampak dari adanya pengakuan negara lain terhadap
Proklamasi 17 Agustus 1945. Sebagai sebuah negara merdeka, maka pada tanggal
18 Agustus 1945 ditetapkan Undang-Undang Dasar (UUD 1945) dan pemilihan
Presiden yaitu Bung Karno dan Bung Hatta sebagai Wakil Presiden.
Banyak sekali rintangan yang di alami oleh Indonesia meski sudah meraih
kemerdekaan. Diantara beberapa rintangan yang di alami Indonesia pasca
kemmerdekaan sebut saja konflik Indonesia dengan Belanda, pertempuran 10
November 1945 di Surabaya, Pertempuran Ambarawa, pertempuran Medan Area,
Fenomena Bandung Lautan Api, pemberontakan PKI Madiun 1948,
pemberontakan RMS (Republik Maluku Selatan), dan gerakan 3o September
1965.
Serentetan pilu yang sudah berlalu merupakan suatu amanat bagi segenap
masyarakat Indonesia bahwa tidaklah mudah hingga pada akhirnya kemerdekaan
dapat di raih dan berhasil terbebas dari sembilu kolonialisme tersebut.
Dalam makalah ini, kami akan memfokuskan perhatian terhadap konflik
antara Indonesia dan Belanda pasca kemerdekaan RI dan bagaimana kemudian

1
peran PBB sebagai pihak ketiga dalam menjembatani penyelesaian konflik
tersebut melalui Komisi Tiga Negara (KTN) dan United Nations Commission for
Indonesia (UNCI).
Kekalahan Belanda dari Jepang dalam Perang Asia Timur
Raya menyebabkan ia harus meninggalkan Indonesia pada tahun 1942. Setelah
itu, Indonesia dijajah oleh Jepang hingga akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1945
Indonesia menyatakan Kemerdekaannya Pada tanggal 23 Agustus 1945, dimana
pasukan Sekutu dan NICA mendarat di Sabang, Aceh. Mereka tiba di Jakarta pada
15 September 1945. Selain membantu Sekutu untuk melucuti tentara Jepang yang
tersisa, NICA di bawah pimpinan van Mook atas perintah Kerajaan Belanda
membawa kepentingan lain, yaitu menjalankan pidato Ratu Wilhelminaterkait
konsepsi kenegaraan di Indonesia. Pidato pada tanggal 6 Desember 1942 melalui
siaran radio menyebutkan bahwa di kemudian hari akan dibentuk sebuah
persemakmuran antara Kerajaan Belanda dan Hindia (Indonesia) di bawah
naungan Kerajaan Belanda.
Perjanjian resmi pertama yang dilakukan Belanda dan Indonesia setelah
kemerdekaan adalah Perundingan Linggarjati. Van Mook bertindak langsung
sebagai wakil Belanda, sedangkan Indonesia mengutus Soetan
Sjahrir, Mohammad Roem, Susanto Tirtoprojo, dan A.K. Gani. Inggris sebagai
pihak penengah diwakili oleh Lord Killearn. Namun, realisasi di lapangan tidak
sepenuhnya berjalan mulus hingga Pada tanggal 15 Juli 1947, van Mook
mengeluarkan ultimatum supaya RI menarik mundur pasukan sejauh 10 km.
dari garis demarkasi. Pimpinan RI menolak permintaan Belanda tersebut. Pada
tanggal 20 Juli 1947, Van Mook menyatakan melalui siaran radio bahwa Belanda
tidak terikat lagi pada hasil Perundingan Linggarjati. Kurang dari 24 jam setelah
itu, Agresi Militer Belanda I pun dimulai.
Tujuan utama agresi Belanda atas Indonesia saat itu adalah untuk merebut
daerah-daerah perkebunan yang kaya dan dan daerah yang memiliki sumber daya
alam, terutama Minyak. Namun sebagai kedok terhadap dunia Internasional
Belanda menamakan agresi militer ini sebagai aksi polisionil dan menyatakan
bahwa tindakannya merupakan bentuk urusan dalam negeri. Pada saat itu jumlah

2
tentara Belanda telah mencapai lebih dari 100.000 orang, dengan persenjataan
yang modern, termasuk persenjataan berat yang dihibahkan oleh tentara Inggris
dan tentara Australia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konflik yang terjadi antara Indonesia dan Belanda pasca
kemerdekaan RI
2. Bagaimana bentuk dukungan dan peran PBB terhadap RI dalam
Penyelesaian konflik atas agresi militer I dan II oleh Belanda terhadap
Indonesia
1.3 Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui bagaimana konflik yang terjadi antara Indo dan
Belanda pasca kemerdekaan RI
2. Untuk mengetahui bagaimana bentuk dukungan PBB terhadap RI dalam
Penyelesaian konflik atas agresi militer I dan II oleh Belanda terhadap
Indonesia

3
BAB II
TEORI DAN KONSEP

2.1 Teori Liberalisme


Liberalisme secara harfiah bisa dikatakan sebagai sebuah ideologi
mengenai kebebasan (liberte). Namun dalam Studi Hubungan Internasional (HI),
liberalisme adalah salah satu teori untuk memahami suatu permasalahan mengenai
realitas interaksi antar negara. Pada kelahirannya pasca Perang Dunia Pertama, HI
pada dasarnya mengacu pada satu-satunya teori yang muncul pada saat itu, yaitu
teori liberalisme ini.
Asumsi utama teori liberalisme mengacu pada pandangan positif mengenai
sifat manusia. Manusia cenderung berbuat baik dan suka dengan cara-cara
kooperatif dalam menyelesaikan masalah. Begitu pula kemudian teori ini di
aplikasikan terhadap negara yang dipengaruhi oleh manusia-manusia yang
menjadi anggota negara tersebut. Hal ini berbeda dengan asumsi realisme yang
nantinya akan mendebat teori ini dengan memberikan asumsi sebaliknya.
Kemajuan bagi kaum liberal selalau merupakan kemajuan bagi individu.
Perhatian dasar liberalisme adalah kebahagiaan dan kesenangan individu, John
Locke berpendapata bahwa negara muncul untuk menjamin kebebasan warga
negaranya dan kemudian mengizinkan mereka menghidupi kehidupan-
kehidupannya dan menggapai kebahagiaannya tanpa campur tangan yang
tidaksemestinya dari orang lain.
Liberalisme ini pada awalnya merupakan sebuah tanggapan pasca Perang
Dunia Pertama dimana para akademisi mencoba mencari sebuah solusi lebih baik
untuk menjauhkan perang dari interaksi antar negara. Tokoh-tokoh kunci dalam
teori liberalisme adalah Woodrow Wilson, Presiden Amerika Serikat yang
kemudian menggagas Liga Bangsa-Bangsa dan Davied Davies, Kepala
Departemen Studi Politik Internasional (cikal bakal nama HI) di Wales. Meski
begitu para tokoh ini banyak mengambil pendapat dari filsuf-filsuf klasik seperti

4
John Locke, Jeremy Bentham dan Immanuel Kant. Kemudian setelah itu
dilanjutkan oleh pemikiran-pemikiran liberalisme kontemporer seperti Robert
Keohane, John Burton, Joseph Nye Jr. dan masih banyak lagi.
Begitulah teori liberalisme dalam Hubungan Internasional. Teori ini pada
dasarnya dianut oleh orang-orang yang percaya bahwa negara bukan satu-satunya
aktor dalam hubungan internasional. Bahasannya juga lebih menitikberatkan pada
low politics.
Teori ini sangat menghargai pandangan bahwa manusia adalah makhluk
yang baik. Sehingga ketika kebaikan mereka harus terbentur dengan kepentingan
yang harus mereka penuhi, orang liberalisme percaya bahwa mereka akan
mencoba untuk menggunakan cara-cara kooperatif ketimbang konfliktual. Begitu
pula dengan perilaku negara yang menurut orang liberal harus demikian.
Kendatipun begitu, teori ini adalah sebuah asumsi yang menurut banyak kritikus
sulit sekali diterapkan meskipun beberapa hal memang terjadi dalam realita
hubungan internasional. Oleh karena itu, selain disebut sebagai teori liberalisme,
ada juga yang memberi nama lain seperti idealisme atau liberal utopianism.
Ringkasnya, pemikiran kaum liberal sangat erat hubungannya dengan
kemunculan negara konstitusional modern. Kaum liberal berpendapat bahwa
modernisasi adalah proses yang menimbulkan kemajuan dalam banyak bidang
kehidupan. Proses modernisasi memperluas ruang lingkup bagi kerja sama lintas
batar internasional. Kemajuan berarti kehidupan yang lebih baik bagi mayorits
individu. Manusia memiliki akal pikiran, dan ketika mereka memakainya pada
masalah-masalah internasional, kerja sama yang lebih besar akan menjadi hasil
akhir.
2.2 Konsep Organisasi Internasional
Sejarah
Dewasa ini tidak dapat dipungkiri bahwa tidak ada satu negara pun di
dunia yang dapat hidup sendiri dalam hubungannya dengan negara lain. Fungsi
sosial dari suatu negara terhadap negara lain sangatlah besar dan oleh karena itu
maka eksistensi dari suatu organisasi sangatlah diperlukan. Organisasi ini
berfungsi sebagai wadah negara-negara dalam menyalurkan aspirasi, kepentingan,

5
dan pengaruh mereka. Terdapat banyak organisasi yang tumbuh dan berkembang
di dunia, mulai dari organisasi antar keluarga, antar daerah, antar propinsi sampai
ke lingkup yang lebih luas yaitu antar negara yang berada dalam satu kawasan.
Sebagai anggota masyarakat internasional, suatu negara tidak dapat hidup
tanpa adanya hubungan dengan negara lain. Hubungan antar negara sangat
kompleks sehingga di perlukan pengaturan. Untuk mengaturnya agar mencapai
tujuan bersama, negara-negara membutuhkan wadah yaitu Organisasi
Internasional. Timbulnya hubungan internasional secara umum pada hakikatnya
merupakan proses perkembangan hubungan antar negara. Dengan membentuk
organisasi, negara-negara akan berusaha mencapai tujuan yang menjadi
kepentingan bersama dan menyangkut bidang kehidupan yang luas.
Gagasan untuk mendirikan suatu organisasi internasional yang bersifat
universal dengan tujuan untuk memelihara perdamaian dan keamanan dunia telah
lama menjadi pemikiran banyak negarawan. Mereka menginginkan diorganisirnya
masyarakat internasional secara politik sebagai reaksi terhadap anarki yang
disebabkan sengketa-sengketa bersenjata antar negara. Organisasi internasional
tersebut akan menghimpun negara-negara di dunia dalam suatu sistem kerjasama
Universitas Sumatera Utara yang dilengkapi dengan organ-organ yang dapat
mencegah atau menyelesaikan sengketa-sengketa yang terjadi antara mereka. Agar
batas-batas nasional dapat dilewati, diperlukan suatu organisasi politik sentral
yang dilengkapi dengan sarana-sarana paksaan atau persuasi terhadap negara-
negara, serta wewenang untuk mengkoordinir lembaga-lembaga teknik dan
regional.
Akhirnya upaya pembentukan organisasi-organisasi internasional yang
sebenarnya baru mulai pada abad ke-17 dan 18 melalui berbagai proyek. Pada
abad ke-17 misalnya muncul gagasan Emeric de Cruce pada tahun 1623.
Kemudian pada abad ke-18 muncul proyek-proyek William Penn, Bentham,
JeanJacques Rousseau, Abbe de Saint-Pierre dalam Plan for Perpetual Peace
mengusulkan pembentukan suatu majelis umum untuk menyelesaikan semua
sengketa dengan mayoritas ¾ suara beserta sanksi kolektif termasuk penggunaan

6
senjata. Abbe de Saint-Pierre juga berpendapat bahwa majelis umum bukan saja
berfungsi untuk menyelesaikan sengketa-sengketa, tapi juga untuk membuka
kerjasama antar negara di berbagai bidang dengan mendirikan
perwakilanperwakilan untuk pelaksanaan kerjasama tersebut.
Malapetaka Perang Dunia 1 merupakan cikal bakal yang kemudian
mendorong para pemimpin dunia untuk membuat suatu organisasi yang kuat yang
memiliki kekuasaan tertinggi melebihi kekuatan yang dimiliki oleh suatu negara.
Oleh sebab itu lahirlah Liga Bangsa-Bangsa (League of Nations).
Pada periode menjelang Perang Dunia II, selain LBB antara lain juga lahir
Organisasi Buruh Sedunia (ILO) tahun 1919, Organisasi Penerbangan
Internasional tahun 1919 dan juga Mahkamah Tetap Internasional (PCIJ) tahun
1920.
Pengertian
Definisi universal dari organisasi internasional sangat sulit untuk
didefinisikan.Menurut pasal 2 ayat 1 Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian
1969, organisasi internasional adalah organisasi antar pemerintah. Definisi yang
diberikan Konvensi ini adalah sempit, karena membatasi diri hanya pada
hubungan antara pemerintah.
Penonjolan aspek antar pemerintah ini kiranya dimaksudkan untuk
membedakan antara organisasi-organisasi antar pemerintah (inter-governmental
organizations-IGO’s) dan organisasi-organisasi non-pemerintah
(nongovernmental organizations-NGO’s).
Para sarjana hukum internasional pada umumnya mendefinisikan
organisasi internasional dengan memberikan kriteria-kriteria, serta elemen-elemen
dasar atau syarat minimal yang harus dimiliki oleh suatu entitas yang bernama
organisasi internasional. Hal inilah yang menyulitkan untuk didapatkannya suatu
definisi yang umum. Beberapa definisi yang diutarakan antara lain:
1. Bowett D.W. Dalam bukunya ”Hukum organisasi internasional”
Bowet memberikan batasan definisi organisasi internasional, bahwa:
”tidak ada suatu batasan mengenai organisasi publik internasional
yang dapat diterima secara umum. Pada umumnya organisasi in

7
2. imerupakan organisasi permanen yang didirikan
berdasarkanperjanjian internasional yang kebanyakan merupakan
perjanjian multilateral daripada perjanjian bilateral yang disertai
beberapa kriteria tertentu mengenai tujuannya”.
3. Starke Dalam bukunya ”An introduction to international law”, starke
membandingkan fungsi, hak, dan kewajiban serta wewenang berbagai
organ lembaga internasional dengan negara yang modern. Starke
menegaskan ”pada awalnya seperti fungsi suatu negara modern
mempunyai hak, kewajiban, dan kekuasaan yang dimiliki beserta alat
perlengkapannya, semua itu diatur oleh hukum nasional yang
dinamakan Hukum Tata Negara sehingga dengan demikian organisasi
internasional sama halnya dengan alat perlengkapan negara modern
yang diatur oleh hukum konstitusi internasional”.

8
BAB III
ANALISIS MASALAH

3.1 Memanasnya Hubungan Indonesia dan Belanda pasca kemerdekaan RI

3.1.1 Agresi Militer Belanda I dan II

Sejak Bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal


17 Agustus 1945, Belanda dengan berbagai cara ingin kembali menguasai
Republik Indonesia (RI). Belanda tidak bersedia mengakui Republik Indonesia
dan berusaha menegakkan kekuasaannya kembali. Berbagai jalan ditempuh
Belanda untuk memojokkan RI baik dengan diplomasi maupun militer.

Diplomasi pertama yang dilakukan antara RI dan Belanda adalah


Perjanjian Linggarjati. Ketua delegasi RI adalah Sutan Sjahrir dan delegasi
Belanda adalah Prof. Schermerhorn. Penandatangan perjanjian oleh Pemerintah
Belanda yang lama membuat pihak RI ragu bahwa perjanjian tersebut akan
dijalankan Pemerintah Belanda. Setelah melalui perdebatan yang lama akhirnya
Perjanjian Linggarjati ditandatangani dengan khidmat di istana Rijswijk
(Sekarang Istana Negara) pada tanggal 25 Maret 1947 dengan pokok-pokok
sebagai berikut.1

1. Pemerintah Belanda mengakui Pemerintah Republik Indonesia


sebagai de facto menjalankan kekuasaan atas Jawa, Madura, dan
Sumatra.

1
Ide Anak Agung Gde Agung, ‘Renville’ – als keerpunt in de Nederlands
Indonesische onderhandelingen. a.b. Hanny Rungkat, dkk, Renville. Jakarta:
Sinar Harapan, 1983, hlm. 37-38.

9
2. Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia bekerja
sama supaya segera terbentuk Negara Indonesia Serikat yang
berdaulat dan merdeka atas dasar demokratis dan federal.

3. Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik akan bekerja sama


untuk kepentingan bersama Negeri Belanda dan Indonesia supaya
terbentuk suatu Uni Indonesia-Belanda yang diketuai oleh Raja
Belanda .

Sayap kiri yang dipimpin oleh Amir Sjarifuddin (Amir Sjarifuddin dan
Sjahrir semula ada dalam satu partai) menolak hasil perjanjian tersebut. Partai
Sosialis Indonesia yang merupakan partai Sjahrir malah menjatuhkannya.
Presiden Soekarno menunjuk Amir Sjarifuddin, A.K. Gani, dan Setiadjid untuk
membentuk Kabinet Nasional. Setelah Sjahrir turun dari jabatan Perdana Menteri,
ia kemudian diangkat sebagai penasehat presiden.2

Pada tanggal 14 dan 15 Juli 1947 diadakanlah pertemuan antara Amir


Syarifuddin dan Van Mook. Pertemuan tersebut membicarakan soal penjagaan di
pos-pos perbatasan, yang telah ditetapkan untuk dijaga oleh polisi campuran
Belanda-Indonesia yang disebut Gendarmerie. Pihak Belanda juga mendesak
antara lain agar pihak RI segera menghentikan propaganda anti Belanda,
pengunduran wilayah yang dikuasai RI sampai 10 Kilometer (Km) dari batas
daerah pendudukan Belanda, dan pengunduran tentara harus selesai tanggal 21
Juli 1947.

Pada tanggal 20 Juli 1947 Wakil Perdana Menteri A.K. Gani menemui
Prof. Schermerhorn dengan membawa usul yaitu supaya Delegasi RI dan Komisi
Jenderal Belanda untuk mengadakan perundingan. Jika perundingan menemui
jalan buntu, maka pihak Belanda dan RI mencari penengah dari negara netral. Jika
usaha tersebut gagal maka Mahkamah Internasional diminta untuk menunjuk
negara yang akan bertindak sebagai penengah.
2
Tjokropranolo, Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman, Pemimpin Pendobrak
Terakhir Penjajahan di Indonesia. Jakarta: Surya Persindo, 1992, hlm. 91
10
Usaha terakhir yang dilakukan RI ternyata sia -sia karena pada tanggal 21
Juli 1947 Perdana Menteri Belanda Dr. Louis Beel telah mengucapkan pidatonya
yang isinya memberi kuasa penuh kepada van Mook untuk melakukan aksi
Militer. Alasannya pihak RI tidak menepati hasil Perjanjian Linggarjati dan
menolak usul Belanda tanggal 27 Mei 1947. Akibatnya pidato PM Beel itu,
hubungan telepon antara Jakarta dan Yogyakarta sejak tanggal 20 Juli 1947 telah
diblokir oleh pihak Belanda.

Agresi Militer Belanda I

Agresi Militer Belanda I berlangsung sejak 21 Juli sampai 4 Agustus 1947.


Untuk mengelabuhi dunia luar Belanda menamakan sebagai sebuah aksi polisionil
untuk mengamankan wilayah Indonesia. Tujuan -tujuan militer Belanda adalah
menduduki seluruh Jawa Barat, perluasan daerah -daerah yang telah diduduki di
sekitar kota-kota besar di Jawa, seperti Semarang dan Surabaya serta pendudukan
daerah-daerah perkebunan dan minyak di Sumatra, seperti Deli, Palembang, dan
sekitarnya.3 Hal ini ditujukan untuk menguasai daerah -daerah strategis yang
mempunyai nilai ekonomis tinggi.

Pada tanggal 21 Juli 1947 Jam 19.00 WIB setelah diketahui Belanda
menyerang dan menerobos garis-garis demarkasi, maka Panglima Besar Sudirman
menyampaikan amanat radio antara lain sebagai berikut:
“Sekarang tiba saatnya bagi segenap lapisan rakyat Indonesia untuk
menunaikan sumpahnya terhadap Tuhan dan Ibu Pertiwi, menjal ankan
dengan sesungguh-sungguhnya semboyan-semboyan cinta kemerdekaan.
Kemerdekaan yang telah kita proklamirkan dan kita pertahanan sampai
titik darah yang penghabisan. Insyaf dan ingatlah! korban telah banyak,
penderitaan tidak sedikit, maka jangan sekali -kali kemerdekaan negara
dan bangsa Indonesia yang telah kita miliki dan kita per tahankan itu,
dilepaskan dan kita serahkan kepada siapapun jug….4

3
Ide Anak Agung Gde Agung, op.cit., hlm. 45.

4
Tjokropranolo, loc.cit

11
Pemimpin aksi militer Belanda yaitu Van Mook dan Jenderal Spoor
beberapa kali mengirim telegram kepada Menteri urusan daerah seberang lautan
Jonkman. Mereka memohon supaya boleh melanjutkan aksi militer sampai ke
Yogyakarta dan menduduki ibukota RI dengan segala konsekuensinya. Akan
tetapi, Menteri Jonkman menolak hal tersebut karena pasukan Belanda tidak
cukup kuat terhadap aksi yang sedemikian besarnya dan juga mengingat
perdebatan-perdebatan di Dewan Keamanan PBB akan merugikan bagi pihak
Belanda sendiri.5 Jika Belanda sampai menduduki Yogyakarta maka posisi
Belanda akan dikucilkan oleh dunia Internasional.

Aksi Militer Belanda atau lebih dikenal dengan Agresi Militer Belanda I
ini membuat PBB terlibat langsung. Amerika Serikat dan Inggris yang tidak
menyukai “aksi polisionil” tersebut , menggiring Belanda untuk segera
menghentikan penaklukan sepenuhnya terhadap RI. India, Australia, dan Uni
Soviet juga sangat aktif mendukung RI di dalam PBB. Sekutu -sekutu utama
Belanda terutama Inggris, Australia, dan Amerika Serikat yang paling diandal kan
Belanda untuk memberi dukungan ternyata, malah tidak menyukai Agresi Militer
tersebut. 6

Konferensi pers pada malam 20 Juli di istana, di mana Gubernur Jenderal


HJ Van Mook mengumumkan pada wartawan tentang dimulainya Aksi Polisionil
Belanda pertama . Serangan di beberapa daerah, seperti di Jawa Timur, bahkan
telah dilancarkan tentara Belanda sejak tanggal 21 Juli malam, sehingga dalam
bukunya, J. A. Moor menulis agresi militer Belanda I dimulai tanggal 21 Juli
1947. Belanda berhasil menerobos ke daerah-daerah yang dikuasai oleh Republik
Indonesia di Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Pada agresi militer pertama ini, Belanda juga mengerahkan kedua pasukan
khusus, yaitu Korps Speciale Troepen (KST) di bawah Westerling yang
berpangkat Kapten, dan Pasukan Para I (1e para compagnie) di bawah Kapten C.

5
Ide Anak Agung Gde Agung, loc.it.
6
M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200 -2008. Jakarta: Serambi, 2009, hlm. 474.
12
Sisselaar. Pasukan KST (pengembangan dari DST) yang sejak kembali dari
Pembantaian Westerling, pembantaian di Sulawesi Selatan belum pernah beraksi
lagi, kini ditugaskan tidak hanya di Jawa, melainkan dikirim juga ke Sumatera
Barat. Agresi tentara Belanda berhasil merebut daerah-daerah di wilayah Republik
Indonesia yang sangat penting dan kaya seperti kota pelabuhan, perkebunan dan
pertambangan.

Agresi Militer Belanda II


Agresi militer Belanda II dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan mereka
terhadap pejanjian Renvile yang telah disepakati. Mereka menolak adanya
pembagian kekuasaan dan tetap ingin menguasai Republik Indonesia seutuhnya.
Pada tanggal 19 Desember 1948, tepat pukul 06.00, Belanda melancarkan
serangannya ke Ibu Kota Indonesia pada saat itu, Yogyakarta. Dalam peristiwa ini,
Belanda menangkap dan menawan pimpinan- pimpinan RI, seperti Presiden
Soekarno, Wakil Presiden Moh. Hatta, Syahrir (Penasihat Presiden) dan beberapa
menteri termasuk Menteri Luar Negeri Agus Salim.

Presiden Soekarno dan Moh. Hatta kemudian diasingkan di Bangka.


Jatuhnya Yogyakarta, dan ditawannya beberapa pimpinan RI membuat Belanda
merasa telah menguasai Indonesia dan segera membentuk Pemerintah Federal.

Akan tetapi, sebelum Belanda membentuk Pemerintahan Federal, Ir.


Soekarno meminta Syarifudin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintahan
Darurat Republik Indonesia (PDRI). Selanjutnya, Pada tanggal 19 Desember 1948
Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) berhasil dibentuk di Bukittinggi,
SumatSementara itu Belanda terus menambah pasukannya ke wilayah RI untuk

13
menunjukan bahwa mereka telah menguasai Indonesia. Namun pada
kenyataannya, Belanda hanya menguasai wilayah perkotaan dan jalan raya,
sementara itu Pemerintahan RI masih terus berlangsung hingga di wilayah
pedesaan.

3.2 Peran PBB Dalam Perselisihan Antara Indonesia Dan Belanda

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah salah satu organisasi dunia


yang terbentuk pasca terjadinya Perang Dunia II. Gagasan pendirian PBB dirintis
oleh Perdana menteri Inggris, Winston Churchil dan Presiden Amerika Serikat,
Franklin Delano Rosevelt. Secara resmi berdiri tanggal 24 Oktober 1945. Pada
saat itu, lima negara besar (the big five) yakni Amerika Serikat, Inggris, Perancis,
Rusia dan Cina serta 50 negera menghadiri Konferensi San Fransisco dan
menandatangani United Nations Charter (Piagam PBB).7

PBB memiliki tujuan memelihara perdamaian dunia dan keamanan


internasional terlibat juga dalam usaha menyelesaikan konflik antara Indonesia
dengan Belanda. Konflik Indonesia Belanda sendiri dilatarbelakangi
oleh kedatangan AFNEI yang dibonceng NICA (pemeritahan sipil Belanda untuk
Indonesia). NICA ingin kembali menegakkan kekuasaan Belanda kembali di
Indonesia. Hal ini merupakan ancaman terhadap kemerdekaan Indonesia.

3.2.1 Komisi Jasa Baik (Komisi Tiga Negara)

Pada 17 Agustus 1947 Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah


Belanda menerima Resolusi Dewan Keamanan untuk menghentikan gencatan
senjata. Kemudian pada 25 Agustus 1947 Dewan Keamanan membentuk suatu
komite yang akan menjadi penengah konflik antara Indonesia dan Belanda.
Komite ini awalnya hanyalah sebagai Committee of Good Offices for

7
Tim Lembaga Analisis Informasi, Kontroversi Serangan Umum 1 Maret 1949.
Yogyakarta: Media Pressindo, 2000, hlm.15.

14
Indonesia (Komite Jasa Baik Untuk Indonesia), dan lebih dikenal sebagai Komisi
Tiga Negara (KTN)Lembaga ini dibentuk sebagai reaksi PBB terhadap Agresi
Militer Belanda I, badan ini berperan dalam :

1. Mengawasi secara langsung penghentian tembak - menenmbak


sesuai resolusi Dewan Keamanan PBB

2. Memasang patok-patok wilayah status quo yg dibantu oleh TNI

a. Mempertemukan kembali Indonesia Belanda dalam Perundingan


Renville.

PBB mulai ikut ambil bagian pada konflik Indonesia-Belanda, saat


Belanda melakukan agresi militer I sebagai pengingkaran terhadap Perundingan
Linggarjati. PBB kemudian membentuk Komisi Jasa Baik yang kemudian dikenal
dengan Komisi Tiga Negara (KTN) dikarenakan terdiri dari tiga negara. KTN
bertugas membantu menyelesaikan sengketa antara Indonesia-Belanda. KTN
terdiri dari Australia yang ditunjuk Indonesia, Belgia yang ditunjuk oleh Belanda
dan Amerika Serikat yang ditunjuak keduanya. Australia membantu Indonesia
dikarenakan partai Buru di sana bersimpati dengan perjuangan Indonesia. Wakil
dari Australia adalah Richard Kirby, wakil Belgia adalah Paul Van Zeeland dan
wakil Amerika Serikat adalah Frank Graham. Kemudian KTN berhasil membawa
kembali Indonesia dan Belanda ke Perjanjian selanjutnya, yaitu Perjanjian
Renville.

KTN menginginkan perselisihan antara RI dan Belanda diselesaikan


dengan jalan damai. Upaya melakukan gencatan senjata harus dilakukan o leh
kedua belah pihak dan segera menempuh jalur perundingan. Masalah yang sulit
dipecahkan adalah adanya garis Van Mook. Pihak RI tidak mau begitu saja
mengakui “Garis Van Mook” 13 yang tentu saja semakin memojo kkan pihak RI
karena wilayahnya semakin sempit. Di dalam Garis Van Mook ini juga masih ada

17
tentara RI yang masih aktif beroperasi melak ukan serangan-serangan kepada
Belanda. Setelah KTN tiba di Jakarta, usulan pertama yang diajukan untuk
menyepakati adanya gencatan senjata adalah mengadakan tempat perundingan.
KTN mengusulkan mengadakan perundingan di sebuah kapal laut yang berlabuh
di luar zona tiga mil atau tempat yang netral. Pemerintah Amerika Serikat diminta
supaya menyediakan kapal laut. Amerika Serikat kemudian menyediakan sebuah
kapal pengangkut pasukan USS Renville. Kapal ini tiba dan berlabuh di teluk
Jakarta pada tanggal 2 Desember 1947.

Salah satu pokok yang menjadi agenda dari perjanjian tersebut adalah
menghentikan permusuhan atau gencatan senjata. Negara Belanda selalu
berpegang teguh dengan Garis Van Mook sedangkan pihak RI tidak mengakui
adanya Garis Van Mook. Akhirnya setelah melakukan pendekatan-pendekatan
yang lama dari kedua belah pihak, pe rjanjian Renville dapat ditandatangani pada
tanggal 19 Januari 1948. Bagi pihak RI perjanjian Renville bisa dikatakan
merugikan karena wilayahnya semakin sempit, tetapi bagi pihak Belanda
perjanjian tersebut sangat menguntungkan.

Kekecewaan atas hasil-hasil perjanjian Renville yang mengharuskan TNI


hijrah telah memicu perpecahan di Jawa Barat. Pada bulan Februari 1948 dalam
kongres Islam di Cisayong, Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo memutuskan
untuk memisahkan diri dari kelompok moderat yang menyetujui hijrah.
Kartosoewirjo mendapat dukungan dari pejuang Hizbullah kemudian membentuk
Darul Islam atau Kerajaan Islam di Jawa dengan tentaranya bernama TII (Tentara
Islam Indonesia).8

Keharusan TNI untuk hijrah sebagai konsekuensi dari perjanjian Renville,


lebih menimbulkan ketidakpuasan bagi kalangan militer. Keterpojokan RI
menyebabkan PM Amir Sjarifuddin terpaksa menerima syarat-syarat yang
memberatkan tersebut. Akhirnya Amir Sjarifuddin mengundurkan diri dari
8
Kedaulatan Rakyat, Rabu, 8 Desember 1949, Tahun IV No. 59, hlm. 1.

16
posisinya sebagai Perdana Menteri kemudian Presiden Soekarno menunjuk Hatta
sebagai Perdana Menteri.

Selama pemerintahan Hatta golongan kiri (komunis) kurang mendapatkan


perhatian sehingga memunculkan kekecewaan. Kekecewaan itu diluapkan dalam
bentuk pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948 dengan tokohnya Muso. RI
tentu saja menjadi bertambah pekerjaannya karena selain harus menghadapi
politik Belanda yang licik dan juga harus menumpas pemberontakan PKI Madiun.
TNI berhasil menumpas pasukan pemberontak dan menangkap kurang lebih
350.000 tawanan dari kaum pemberontak.

Keberhasilan TNI dalam menumpas pemberontakan PKI dengan kekuatan


sendiri mendapatkan simpati dari dunia Internasional. Amerika Serikat juga
semakin lebih berpihak kepada RI karena keberhasilan menumpas pemberontakan
komunis tersebut. Secara politis kedudukan Belanda semakin terdesak karena
berangsur-angsur RI mendapat dukungan di PBB. Kemudian Dr. Beel pengganti
Van Mook bersama Jenderal Spoor secara diam -diam mempersiapkan armadanya
untuk menyerang Yogyakarta sebagai ibukota RI.

Pihak tentara RI sebenarnya sudah mengetahui bahwa Agresi Militer


Belanda II suatu saat akan terjadi lagi. Akan tetapi, pendapat tersebut dibantah
oleh para pemimpin pemerintahan karena KTN pada saat itu pindah di Kaliurang
Ibukota RI. KTN pindah ke Kaliurang dengan menggunakan pesawat terbang
dengan anggotanya Critchley wakil dari Australia, Seon sebagai penasehat
Cochran wakil dari Amerika Serikat, dan Konsul India Dr. Allagappan.9

Setelah kepindahan KTN di Kaliurang membuat posisi Belanda semakin


sulit untuk melakukan Agresi Militer ke Ibukota RI di Yogyakarta. Belanda
berusaha memperpanas situasi dengan berbagai cara termasuk menghentikan
perundingan dan melakukan tuduhan terhadap RI. Belanda menuduh RI
melakukan cara-cara yang radikal dalam melaksanakan gencatan senjata dan

9
Kedaulatan Rakyat, Rabu, 8 Desember 1949, Tahun IV No. 59, hln. 1.
17
menuduh RI tidak menerima hasil perjanjian Renville. Situasi yang demikian
memaksa KTN untuk melaporkannya ke Dewan Keamanan PBB.

Perkiraan akan adanya perang antara RI dan Belanda sudah mulai


berkembang. Sejak Belanda memutuskan untuk menghentikan perundi ngan
dengan RI maka pikiran semua orang tertuju pada pikiran akan adanya
peperangan. Kalangan politisi di London , Inggris merasa heran dengan pendirian
Belanda karena telah memutuskan perundingan dengan RI karena jika Belanda
melancarkan Agresi Militer di Yogyakarta maka akan membuat posisinya semakin
sulit.

Pada tanggal 17 Desember 1948 Dr. Beel menyuruh Elink Schuurman


mengawatkan nota kepada Cochran yang harus dijawab Hatta paling lambat hari
Sabtu tanggal 18 Desember 1948. Batas waktu menjawab yang singkat membuat
seolah-olah nota tersebut seperti ultimatum. Nota dari Belanda tersebut tidak
memberi pandangan-pandangan yang baru untuk memulai lagi perundingan -
perundingan. Pemerintah Belanda mau mengadakan perundingan dengan RI
dengan syarat sebagai berikut.11

1. Menerima tanpa syarat pokok -pokok yang terutama dari Peraturan


Pemerintahan dalam Peralihan, yang dalam waktu yang singkat akan
diumumkan.

2. Turut-sertanya Republik Indonesia dalam Pemerintahan Interim


Federal atas dasar Peraturan Pemerintahan dalam Peralihan sama s
eperti negara - negara bagian dan daerah-daerah bagian lainnya.

3. Menerima apa yang diatur dalam Peraturan Pemerintahan dalam


Peralihan, yang ada hubungannya dengan wewenang Wakil Tinggi
Kerajaan, angkatan perang, pimpinan tertinggi angkatan perang,

18
pengumuman keadaan dalam bahaya perang dan keadaan yang tidak aman.

Nota Belanda tersebut membuat KTN sangat marah, ditambah lagi adanya
tekanan yang ditujukan kepada RI tentang batas waktu jawaban nota yang ku rang
dari dua puluh empat jam tersebut. Cochran atas nama semua anggota KTN
meminta dengan tandas pada Pemerintah Belanda untuk memulai lagi
perundingan-perundingan. Pada hari Jum’at malam tanggal 17 Desember Kabinet
Belanda bersidang untuk menunggu jawaban dari pihak RI akan tetapi jawaban
yang ditungu tidak kunjung datang.

Setelah tidak menerima jawaban dari pihak RI maka Pemerintah Belanda


mengambil keputusan untuk memulai aksi militer tersebut. Beel segera
mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan untuk konsolidasi aksi tersebut.
Untuk mencegah agar aksi tersebut tidak bocor maka persetujuan gencatan senjata
43 dibatalkan pada tanggal 18 Desember 1948 sekitar pukul 23.30. Hal tersebut
semakin menambah KTN tidak begitu senang dengan Pemerintahan Belanda.
Sekitar tengah malam atau tanggal 19 Desember 1948 semua hubungan telegram
dengan Jakarta diputuskan oleh Belanda berarti hubungan antara Yogyakarta
dengan Jakarta telah terputus.

Pemutusan hubungan telegram tersebut membuat Cochran yang pada saat


itu ada di Jakarta tidak dapat berhubungan dengan anggota KTN di Kaliurang.
Karena tidak mungkin memberikan kabar ke Yogyakarta akhirnya Cochran
mengirimkan telegram ke Dewan Keamanan PBB tentang dimulainya peperangan
antara pihak RI dan Belanda, kemudian mengakhiri laporan tersebut dengan
katakata sebagai berikut.11

”Komisi Jasa-jasa Baik menyerukan dengan sangat kepada Dewan


Keamanan supaya peperangan (permusuhan) di Indonesia yang berarti
pelanggaran persetujuan gencatan senjata yang ditandatangani Pemerintah
Kerajaan Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 17
Januari 1948 di atas (kapal) Renville – ditinjau (diteliti) dengan sangat
mendesak.”

19
3.2.2 UNCI (United Nations Commission for Indonesia)

Konfik antara Indonesia dengan Belanda masih terus berlanjut. Namun


semakin terbukanya mata dunia terkait dengan konfik itu, menempatkan posisi
Indonesia semakin menguntungkan.

Agresi militer Belanda II semakin menambah simpati dunia Internasional


terhadap Indonesia, terutama PBB. Untuk mempercepat penyelesaikan konfik ini
kemudian pada tanggal 10 maret 1949 DK PBB membentuk UNCI (United
Nations Commission for Indonesia) atau Komisi PBB untuk ndonesia sebagai
pengganti KTN. UNCI ini memiliki kekuasaan yang lebih besar dibanding KTN.
UNCI berhak mengambil keputusan yang mengikat atas dasar suara mayoritas.
UNCI memiliki tugas dan kekuasaan sebagai berikut.

1. Memberi rekomendasi kepada DK PBB dan pihak-pihak yang


bersengketa (Indonesia dan Belanda).

2. Membantu mereka yang bersengketa untuk mengambil keputusan


dan melaksanakan resolusi DK PBB.

3. Mengajukan saran kepada DK PBB mengenai cara-cara yang


dianggap terbaik untuk mengalihkan kekuasaan di Indonesia
berlangsung secara aman dan tenteram. d. Membantu
memulihkan kekuasaan pemerintah RI dengan segera.

4. Mengajukan rekomendasi kepada DK PBB mengenai bantuan yang


dapat diberikan untuk membantu keadaan ekonomi penduduk di
daerah-daerah yang diserahkan kembali kepada RI.

5. Memberikan saran tentang pemakaian tentara Belanda di daerah-


daerah yang dianggap perlu demi ketenteraman rakyat.

6. Mengawasi pemilihan umum, bila di wilayah Indonesia diadakan


pemilihan.

20
Ketika Presidan, Wakil presiden dan pembesar-pembesar Republik
ditawan Belanda di Bangka, delegasi BFO (Bijzonder Federaal Overleg)
mengunjungi mereka dan mengadakan perundingan. UNCI mengumumkan bahwa
delegasi-delegasi Republik Indonesia, Belanda dan BFO telah mecapai
persetujuan pendapat mengenai akan diselenggarakannya KMB. UNCI juga
berhasil menjadi mediator dalam KMB. Bahkan peranan itu juga tampak sampai
penyerahan dan pemulihan kekuasaan Pemerintah RI di Indonesia

21
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Sejak Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17


Agustus 1945, Belanda, yang merupakan negara yang menjajah bangsa
Indonesia selama 3,5 abad lamanya berusaha dengan berbagai cara ingin
kembali menguasai Republik Indonesia (RI). Belanda tidak bersedia mengakui
Republik Indonesia dan berusaha menegakkan kekuasaannya kembali. Berbagai
jalan ditempuh Belanda untuk memojokkan RI baik dengan diplomasi maupun
militer. Indonesia dan Belanda melakukan diplomasi yang pertama melalui
perjanjian Linggarjati, namun perjanjian ini kandas karena aturan-aturan yang
diterapkan oleh pihak Belanda sangat merugikan Indonesia. Hingga pada tahun
1947, Belanda memutuskan melakukan agresi militer terhadap Indonesia.

PBB yang saat itu terbentuk usai Perang Dunia II, telah mendeklarasikan
bahwa organisasi ini ditujukan untuk mencegah konflik dan segala tindak bentuk
peperangan. PBB hadir sebagai wadah perdamaian dan keamanan dunia. Dalam
konflik Indonesia-Belanda sendiri dilatarbelakangi oleh kedatangan AFNEI yang
dibonceng NICA (pemeritahan sipil Belanda untuk Indonesia). NICA ingin
kembali menegakkan kekuasaan Belanda kembali di Indonesia. Hal ini merupakan
ancaman terhadap kemerdekaan Indonesia.

PBB mulai ikut ambil bagian pada konflik Indonesia-Belanda, saat Belanda
melakukan agresi militer I sebagai pengingkaran terhadap Perundingan
Linggarjati. PBB kemudian membentuk Komisi Jasa Baik yang kemudian
dikenal dengan Komisi Tiga Negara (KTN) dikarenakan terdiri dari tiga negara.
KTN bertugas membantu menyelesaikan sengketa antara Indonesia-Belanda.

Untuk mempercepat penyelesaikan konfik antar kedua negara, maka DK PBB


membentuk UNCI (United Nations Commission for Indonesia) atau Komisi PBB
untuk Indonesia sebagai pengganti KTN. UNCI ini memiliki kekuasaan yang

22
lebih besar dibanding KTN. UNCI berhak mengambil keputusan yang mengikat
atas dasar suara mayoritas

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Jackson, Robert., dan Georg Serensen. 2013. Pengantar Studi Ilmu
Hubungan Internasional: Teori dan Pendekatan.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hanny Rungkat, dkk. Ide Anak Agung Gde Agung. 1998. ‘Renville’ – als
keerpunt in de Nederlands Indonesische onderhandelingen. Jakarta: Sinar
Harapan. hlm. 37-38.
Rudy, May. 2005. Administrasi dan Organisasi Internasional.Bandung: PT
Refika Aditama.
23
Tjokropranolo, Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman, Pemimpin
Pendobrak Terakhir Penjajahan di Indonesia. Jakarta: Surya Persindo, 1992, hlm.
91.
Tim Lembaga Analisis Informasi. 2000. Kontroversi Serangan Umum 1
Maret 1949. Yogyakarta: Media Pressindo. hlm.15.
Kedaulatan Rakyat, Rabu, 8 Desember 1949, Tahun IV No. 59, hlm. 1.

Web
Kemerdekaan. (2016, 19 Februari). Mempertahankan kemerdekaan RI.
Diperoleh 24 Oktober 2016, dari
http://kemerdekaan945.blogspot.com/2016/02/komisi-tiga-negara-unci-untea.html

Kakak Pintar. (2016. 21 Januari). Sejarah Agresi Militer Belanda 1 dan 2


(Latar Belakang, Peristiwa, & Tujuan). Di peroleh 24 Oktober 2018, dari
http://www.kakapintar.com/sejarah-agresi-militer-belanda-1-dan-2-latar-
belakang-peristiwa-tujuan/
https://elearning.unsri.ac.id/pluginfile.php/61430/mod_resource/conte
nt/1/BAB%209%20AGRESI%201%20DAN%202.pdf
http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=287398&val=7228&title=PERJUANGAN%20RAKYAT%20PADA
%20MASA%20AGRESI%20MILITER%20BELANDA%20II%201949%20DI
%20KAWEDANAN%20KALIANDA

24

Anda mungkin juga menyukai