Anda di halaman 1dari 20

Nama : sarah monica

Npm : 21742010107

MAKALAH

“ SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA PADA TIAP-TIAP LEMBAGA NEGARA



BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sejak reformasi terjadi tahun 1998 yang berakibat berakhirnya masa pemerintahan

orde baru, mulailah terjadi perubahan (Amandemen) konstitusi Undang-undang Dasar Negara

Republik Indonesia tahun 1945 sebanyak empat kali. Perubahan tersebut berimplikasi

terhadap perubahan ketatanegaraan sekaligus susunan kelembagaan Negara Indonesia. salah

satu dampak langsung perubahannya adalah perubahan supremasi MPR menjadi supermasi

Konstitusi. Susunan kelembagaan Negara Indonesia tidak lagi mengenal istilah “lembaga

tertinggi Negara” untuk kedudukan MPR sehingga terjadi kesejajaran kedudukan dengan

lembaga sejenis demi menciptakan system check and balances.

Telah dikenal adanya 3 fungsi kekuasaan klasik yaitu fungsi legislative, eksekutif, dan

yudikatif oleh Baron de Montesquieu (1689-1785). Teori tersebut disebut juga teori Trias

Politica yang menghendaki adanya pemisahan kekuasaan antara satu lembaga dengan

lembaga Negara yang lain. Satu lembaga Negara tidak boleh mencampuri kekuasaan lembaga

Negara yang lain.

Konsepsi Trias Politica tersebut dewasa ini sudah tidak relevan lagi karena tidak

mungkin ketiga lembaga tersebut hanya melaksanakan satu fungsi tanpa boleh mencampuri

fungsi lembaga lain. System check and balances dalam konsep tersebut tidak ditemukan.

Padahal idealnya lembaga-lembaga Negara memiliki kedudukan yang sejajar satu dan lain

dan berhubungan saling mengawasi sesuai dengan prinsip check and balances.

Seiring perkembangan masyarakat modern yang sedang berkembang dari segi sosial,

ekonomi, politik, dan budaya dengan berbagai pengaruh globalisme menuntut adanya system
kenegaraan yang efisien dan efektif dalam memenuhi pelayanan publik. Atas faktor tersebut

muncullah berbagai lembaga-lembaga Negara sebagai eksperimentasi kelembagaan yang

dapat berupa dewan (council), komite (committee), komisi (commission), badan (board), atau

otorita (authority).

Lahirnya lembaga-lembaga baru tersebut di sebut dengan lembaga penunjang

(auxiliary institution). Lembaga-lembaga ini memiliki fungsi layaknya lembaga Negara yang

utama, ada lembaga yang memiliki fungsi regulasi, fungsi administrative, dan fungsi

penghukuman.

Eksperimentasi terhadap lembaga-lembaga baru juga sedang dilakukan oleh Negara

Indonesia. Dimulai pasca jatuhnya pemerintahan Soeharto (1998) yang dikenal dengan era

reformasi dilakukanlah perubahan konstitusi UUD 1945 selama 4 tahun (1999-2002). dalam

perubahan tersebutlah terjadi pembentukan dan pembaharuan lembaga Negara. Dari 34

lembaga Negara, terdapat 28 lembaga Negara yang kewenangannya dijelaskan secara umum

maupun secara rinci dalam UUD 1945. ke-28 lembaga Negara inilah yang disebut memiliki

kewenangan konstitusional yang disebutkan secara eksplisit dalam UUD 1945.

Dari 34 lembaga Negara ini dapat dibedakan menjadi dua segi, segi hierarki dan segi

fungsinya. Kriteria segi hierarkinya dapat di tentukan dengan 2 kriteria; (i) kriteria bentuk

sumber normatif yang menentukan kewenangannya, (ii) kualitas fungsinya yang bersifat

utama atau penunjang dalam system kekuasaan Negara. Kriteria dari segi fungsinya ada yang

bersifat utama (primer), dan penunjang (auxiliary). Dalam segi Hierarkisnya ke-34 lembaga

Negara tersebut dibagi dalam tiga lapis. Organ lapis pertama biasa dikenal dengan lembaga

tinggi Negara, organ lapis kedua dikenal dengan lembaga Negara saja, sedangkan organ lapis

ketiga dikenal dengan lembaga daerah. diantara lembaga-lembaga tersebut ada yang
dikategorikan sebagai lembaga primer dan lembaga penunjang.

Keseluruhan dari lembaga Negara tersebut merupakan bagian dari Negara sebagai

suatu organisasi. Konsekuensinya, masing-masing memiliki fungsi tertentu dan saling

berhubungan sehingga memerlukan pemahaman dan pengaturan yang dapat mengatur agar

berjalan dalam satu system yang tepat.

perlu dilakukannya pengkajian perbandingan antara lembaga-lembaga

Negara sebelum dan sesudah amandemen agar kita dapat mengetahui secara tepat mengenai

tugas dan fungsinya masing-masing. Serta apakah sudah tepat berdirinya lembaga-lembaga

Negara saat ini berkaitan dengan yang diatur dalam Undang-undang Dasar Negara Republik

Indonesia tahun 1945 sekaligus perubahan-perubahannya. Tentu berjalannya Lembaga

Negara dalam satu system yang tepat atau tidaknya dapat diuji dengan melakukan studi

komparatif lembaga Negara sebelum dan sesudah amandemen. Atas dasar tersebut menjadi

pokok pikiran utama sekaligus judul di tulisnya makalah ini.


BAB 2

PEMBAHASAN

LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA

1. Sistem Pemerintahan dan Lembaga Negara

Penjelasan UUD 1945 sebelum perubahan ditegaskan bahwa system pemerintahan Negara

meliputi :

1. Indonesia, ialah Negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat), tidak

berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machtsstaat).

2. Sistem Konstitusional, artinya pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi

(hukum dasar), tidak bersifat absolutism (kekuasaan yang tidak terbatas).

3. Kekuasaan Negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Die

gesammte Staatagewat legit allein bel der Majelis). Terhadap system kekuasaan

Negara tertinggi berada di tangan MPR, sebelum perubahan UUD 1945 ditentukan :

“Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR” (Pasal 1

ayat 2 perubahan UUD 1945 dan ditentukan menjadi : “Kedaulatan adalah di tangan

rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.”

4. Presiden ialah penyelenggara Pemerintah Negara yang tertinggi di bawah Majelis.

5. Menteri Negara ialah pembantu Presiden, Menteri Negara tidak bertanggung jawab

kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Sejarah pembagian kekuasaan Negara adalah bermula dari pemisahan kekuasaan. Tahun

(1690an) John Locke menulis ajaran pemisahan kekuasaan (separation of power) dalam

bukunya ’’Two Treatises on Civil Government”. Menurut J. Locke, kekuasaan Negara

meliputi tiga kekuasaan yaitu: kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan
federatife yang masing-masing terpisah satu sama lain. Montesquieu menulis sebuah buku

yang berjudul : ’’L’Esprit Des Lois”. Dalam Bab VI buku tersebut, diuraikan menenai tiga

kekuasaan yang terpisah satu sama lain, baik dari segi fungsinya maupun dari segi

orangannya. Montesquieu memandang kekuasaan pengadilan harus dipisahkan dari

kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan federatif termasuk dalam kekuasaan eksekutif.

Philipus M. Hadjono berpendapat bahwa sistem Pemerintahan sebelum Perubahan UUD

1945 merupakan sistem yang ’’unik’’. Meskipun tidak diingkari bahwa dalam beberapa hal

ada kesamaan dan kemiripannya dengan sistem dan praktek ketatanegaraan di Negara

lain.Setelah Perubahan UUD 1945 ditegaskan bahwa sistem pemerintahan yang dianut adalah

sistem Presidensial. Penegasan yang dimaksud bahwa Presiden dipilih langsung oleh

rakyat,untuk pemahaman yang utuh, maka digunakan penulusuran mengenai sejarah

perumusan dan pembahasan Undang-Undang Dasar oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan

Indonesia, proses perbedaan pada PAH I MPR RI dalam melakukan perubahan terhadap

batang tubuh dan penjelasan UUD 1945.

Istilah Lembaga Negara dikenal dalam Ketetapan MPR No.III/MPR/1978 dengan

menggunakan istilah Lembaga Tertinggi Negara untuk MPR, dan Lembaga Tinggi Negara

untuk penyebutan DPR, Presiden dan Wakil Presiden, BPK, DPA, dan MA. Sedangkan

dalam Konstitusi RIS menggunakan istilah ’’alat-alat perlengkapan Federal’’ dan UUDS

1950 menggunakan istilah ’’alat-alat perlengkapan Negara’’.

Setelah UUD1945 diubah, Majelis Permusyawaratan Rakyat kedudukannya sebagai Lembaga

Negara, sedangkan mengenai Dewan Pertimbangan Agung dihapus. Dalam perubahan ke

empat UUD 1945 ketentuan Pasal 16 menjadi :

1. Presiden membentuk suatu Dewan Pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat


dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam UU.

2. Dewan ini berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan Presiden dan berhak

mamajukan usul kepada Pemerintah.

Dalam perubahan UUD 1945 juga terdapat pembentukan Lembaga Negara baru yaitu Dewan

Perwakilan Daerah dan penambahan pada Kekuasaan kehakiman yaitu Mahkamah

Konstitusi. Ketentuan mana dapat ditelusuri dalam Pasal 24 ayat 2 Perubahan UUD 1945 :

”Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang

berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,

lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.

Dalam rangka melakukan identifikasi terhadap lembaga-lembaga Negara pasca Perubahan

UUD 1945, maka dilakukan pendekatan dari berbagai sudut pandang :

A. Teori Pemisahan dan Teori Pembagian Kekuasaan

Teori yang berkaitan dengan pemisahan atau pembagian kekuasaan adalah ”teori

pemisahan kekuasaan” yang dipopulerkan oleh Montesquieu dan ”teori pembagian

kekuasaan” yang dipopulerkan oleh Hans Kelsen. Fungsi dari ketiga lembaga Negara tersebut

adalah melaksanakan kedaulatan rakyat.

B. Penamaan dan Dasar Hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945

Ditelusuri berdasarkan penamaan dan atribusi wewenang mengenai lembaga-lembaga

Negara dalam Perubahan UUD 1945, maka dapat diidentifikasi sebagai berikut :

a. MPR

Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945

b. Presiden

Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 4 ayat (1), Pasal 5 ayat
(1) dan ayat (2) Pasal 11 ayat (1), Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2),

Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17 ayat (2), Pasal 20 ayat (2), Pasal 24A ayat (3), Pasal 24B ayat

(3), Pasal 24C ayat (3), Perubahan UUD 1945.

c. Dewan Perwakilan Rakyat

Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 20 ayat (1) dan (2),

Pasal 22 ayat (2), Pasal 23 ayat (2), Pasal 22D ayat (3), Pasal 22E ayat (2), (3), Pasal 24B

ayat (3), Pasal 24A ayat (3), Pasal 14 ayat (2), Pasal 11 ayat (2), Perubahan UUD 1945.

d. Dewan Perwakilan Daerah

Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 22D ayat (1), (2), (3),

Pasal 2F ayat (1), Perubahan UUD 1945.

e.Mahkamah Agung

Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 24 ayat (2), Pasal 24A

ayat (1), Pasal 24C ayat (3).

f. Mahkamah Konstitusi

Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 24C ayat (1), Pasal 24C

ayat (2).

g. Komisi Yudisial

Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 24A ayat (3), Pasal 24B

ayat (1).

h. Badan Pemeriksa Keuangan

Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 23E ayat (1) dan ayat

(2).

i. Pemerintah Daerah
Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan

pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD.

Mahkamah Konstitusi memiliki Sembilan orang anggota Hakim Konstitusi yang ditetapkan

oleh Presidfen, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang

oleh DPR, dan tiga orang oleh Presiden.

Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh Hakim Konstitusi. Hakim

konstitusi harus memiliki integritas, dan kepribadian yang tidak tercela, adil, dan negarawan

yang menguasi konstitusi dan ketatanegaraan serta tidak merangkap sebagai pejabat Negara.

Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara dan ketentuan lainnya

tentang Mahkamah Konstitusi diatur dalam UU No. 24 tahun 2003.

Tujuan pembentukan Mahkamah Konstitusi dilandasi pemikiran :

Pertama, adanya prinsip “check and balances system” dimana mekanisme demokrasi dapat

dikontrol dan diimbangi dengan “nomokrasi”.

Kedua, penegasan dan penguatan prinsip Negara hukum di mana “rule of the Constitution

and pricipe Constitutional democracy” diutamakan secara nyata dengan cara melakukan

pengawalan terhadap UUD melalui MK.

Istilah di Negara lain : Di Perancis disebut Dewan Konstitusi, di Jerman disebut Mahkamah

Konstitusi dan di Eropah Konstituental disebut Mahkamah Konstitusi.

2.6. BPK

Pasal 23E Bab VIII A mengatur mengenai BPK. Tujuannya adalah memeriksa pengelolaan

dan tanggung jawab tentang keuangan Negara. Diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan

yang bebas dan mandiri. Hasil pemeriksaan selanjutnya akan ditindak lanjuti oleh lembaga

perwakilan dan/atau badan sesuai UU. Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan pertimbangan
DPD dan diresmikan oleh Presiden. Pimpinan BPK akan dilpilih dari dan oleh anggota. BPK

berkedudukan di ibu kota Negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.

3. Hubungan Antar Lembaga Negara

3.1. Hubungan MPR dengan DPR dan DPD

Pasca perubahan UUD 1945 kedudukan MPR adalah sebagai “Lembaga Negara” tidak lagi

sebagai Lembaga Tertinggi Negara, oleh karena itu tugas dan wewenangnya sejajar dengan

“Lembaga Negara yang lainnya”. Dipandang dari Pasal 3 Ayat (1), (2), (3), perubahan UUD

1945 tugas dan wewenang MPR sebenarnya masih seperti dulu yang berkurang hanyalah

MPR tidak lagi memilih Presden dan Wakil Presiden, dan memberikan mandat kepada

Presiden. Karena sekarang kedaulatan berada di tangan rakyat (Pasal 1 Ayat 2), serta

Presiden dan Wakil Preiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat (Pasal 6

Perubahan UUD 1945). Sementara, dipandang dari keanggotaannya MPR terpilih dari DPR

dan DPD yang dipilih melalui Pemilihan Umum (Pasal 2 Ayat 1).

3.2. Hubungan MPR dan Presiden

1. MPR melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden (Pasal 3 Ayat 2 Perubahan 1945)

2. Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama,

atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan MPR atau DPR (Sumpah/Janji Presiden

dan Wakil Presiden, Pasal 9 Ayat 1 1945)

3. jika MPR atau DPR tidak dapat mengadakan sidang, maka Presiden dan Wakil Presiden

bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Pimpinan

MPR dengan disaksikan oleh Pimpinan MA (Sumpah/Janji Presiden dan Wakil Presiden,

Pasal 9 Ayat 2 1945)

4. MPR hanya bisa memberhentikan Presiden atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya
menurut UUD Pasal 3 Ayat 3.

5. Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR

atas usul DPR, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pelanggaran

penghianatan terhadap Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau

perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden

dan/atau Wakil Presiden ( Pasal 7A)

3.3. Hubungan DPR dan Presiden

1. hubungan antara DPR dan Presiden dapat ditelusuri dalam bidang legislasi:

a. DPR memegang kekuasaan membentuk UU (Pasal 20 Ayat 1)

b. Presiden berhak mengajukan RUU kepada DPR (Pasal 5 Ayat 1)

c. Setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama (Pasal

20 Ayat 2)

d. Presiden mengesahkan RUU yang telah doisetujui bersama untuk menjadi UU (Pasal 20

Ayat 2)

e. Dalam hal RUU yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam

waktu 30 hari semenjak RUU tersebut disetujui, RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib

diundangkan.

3.4. Hubungan Presiden dan DPR

1. RUU anggaran pendapatan dan belanja Negara diajukan oleh presiden untuk dibahas

bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 23 ayat 2)

2. Apabila DPR tidak menyetujui RUU anggaran pendapatan dan belanja Negara yang

diusulkan oleh Presiden, pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

yang tahun lalu (Pasal 23 ayat 3)


3. Dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Pereaturan

pemerintahan sebagai pengganti undang-undang (Pasal 22 ayat 1)

4. peraturan Pemerintah itu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan masa itu

(Pasal 22 ayat 2)

5. Jika tidak mendapat persetujuan maka peraturan pemerintah itu harus dicabut (Pasal 22

ayat 3)

6. Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dengan

Negara lain (pasal 11 ayat 1 Perubahan UUD 1945)

7. Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang

luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan Negara

dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan

persetujuan DPR (Pasal 11 ayat 2 Perubahan UUD 1945)

8. Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibat keadaan bahaya ditetapkan

dengan undang-undang (Pasal 12 UUD 1945)

9. Dalam hal mengangkat duta Presiden memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 13 ayat 2)

10. Presiden menerima penempatan duta Negara asing dengan memperhatikan pertimbangan

DPR (pasal 13)

11. Presiden menerima amnesty dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR

(Pasal 14 ayat 2)

3.5. Hubungan Presiden dan Dewan Pertimbangan Agung

1. Sebelum UUD diubah , ditentukan bahwa:

a. Susunan DPA ditetapkan dengan undang-undang (Pasal 16 ayat 1)

1. Dewan ini berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan presiden dan berhak
mengajukan usul kepada pemerintahan (Pasal 16 ayat 2)

2. Setelah UUD 1945 mengalami perubahan:

a. Presiden membentuk suatu Dewan Pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan

pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam Undang-Undang (Pasal 16 ayat

1 Perubahan UUD 1945)

b. Dewan ini berkewajiban memberi jawaban atas pertanyaan Presiden dan berhak

memajukan usul kepada pemerintah (Pasal 16 ayat 2)

3.6. Hubungan Presiden dan Kementrian Negara

1. Sebelum UUD 1945 diubah:

a. Presiden dibantu oleh menteri-menteri Negara (Pasal 17 ayat 1)

b. menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden (Pasal 17 ayat 2)

c. menteri-menteri itu memimpin departemen pemerintahan (Pasal 17 ayat 3)

2. setelah UUD 1945 diubah :

a. ayat 3 diubah menjadi; setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.

b. pembentukan, pengubahan dan pembubaran kementrian Negara diatur dalam UU (Pasal 17

ayat 4)

3.7. Hubungan Presiden/Pemerintah dengan Mahkamah Agung

1. melakukan peradilan, mengadakan pengawasan tertinggi atas jalannya peradilan

2. memberikan pertimbangan-pertimbangan kepada presiden tentang permohonan grasi

(Moh. Kusnadi dan Bintan R. Saragih, 1994:174) dalam pasal 14 ayat 1 perubahan UUD

1945 ditentukan bahwa Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperthatikan

pertimbangan Mahkamah Agung).

3.8. Hubungan DPR dan BPK


1. hasil pemeriksaan keuangan Negara kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan UU

(Pasal 23 ayat 2 perubahan UUD 1945)

2. hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjtui oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai

dengan UU (Pasal 23E ayat 3).


BAB 3

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Setelah melakukan pembahasan dari BAB I samlai BAB III, maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut:

Perbandingan pengaturan antar lembaga Negara sebelum dan sesudah mandemen:

- Sebelum Amandemen

1. MPR, sebagai pelaksana kedaulatan rakyat, mempunyai kekuasaan untuk menetapkan


UUD,

GBHN, memilih Presiden dan Wakil Presiden serta mengubah UUD

2. Presiden, yang berkedudukan dibawah MPR, mempunyai kekuasaan yang luas yang dapat

digolongkan kedalam beberapa jenis:

3. Kekuasaan penyelenggaran pemerintahan;

4. Kekuasaan didalam bidang perundang undangan, menetapakn PP, Perpu;

5. Kekuasaan dalam bidang yustisial, berkaitan dengan pemberian grasi, amnesti, abolisi dan

rehabilitasi;

6. Kekuasaan dalam bidang hubungan luar negeri, yaitu menyatakan perang, membuat

perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain, mengangkat duta dan konsul.

3. DPR, sebagai pelaksana kedaulatan rakyat mempunyai kekuasaan utama, yaitu kekuasaan

membentuk undang-undang (bersama-sama Presiden dan mengawasi tindakan presiden.

4. DPA, yang berkedudukan sebagai badan penasehat Presiden, berkewajiban memberikan

jawaban atas pertanyaan presiden dan berhak mengajukan usul kepada pemerintah
5. BPK, sebagai “counterpart” terkuat DPR, mempunyai kekuasaan untuk memeriksa
tanggung

jawab keuangan Negara dan hasil pemeriksaannya diberitahukan kepada DPR.

6. MA, sebagai badan kehakiman yang tertinggi yang didalam menjalankan tugasnya tidak

boleh dipengaruhi oleh kekuasaan pemerintah.

- Setelah Amandemen

1. MPR, Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi negara lainnya

seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK, menghilangkan kewenangannya menetapkan

GBHN, menghilangkan kewenangannya mengangkat Presiden (karena presiden dipilih secara

langsung melalui pemilu), tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD, susunan

keanggotaanya berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan angota

Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih secara langsung melalui pemilu.

2. DPR, Posisi dan kewenangannya diperkuat, mempunyai kekuasan membentuk UU

(sebelumnya ada di tangan presiden, sedangkan DPR hanya memberikan persetujuan saja)

sementara pemerintah berhak mengajukan RUU, Proses dan mekanisme membentuk UU

antara DPR dan Pemerintah, Mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi

anggaran, dan fungsi pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara.

3. DPD, Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan kepentingan

daerah dalam badan perwakilan tingkat nasional setelah ditiadakannya utusan daerah dan

utusan golongan yang diangkat sebagai anggota MPR, keberadaanya dimaksudkan untuk

memperkuat kesatuan negara Republik Indonesia, dipilih secara langsung oleh masyarakat di

daerah melalui pemilu, mempunyai kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU yang

berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang berkait dengan
kepentingan daerah.

4. BPK, Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD, berwenang

mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD) serta

menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat

penegak hukum, berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi,

mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang

bersangkutan ke dalam BPK.

5. Presiden, Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan memperbaiki tata cara


pemilihan

dan pemberhentian presiden dalam masa jabatannya serta memperkuat sistem pemerintahan

presidensial, Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR, Membatasi masa

jabatan presiden maksimum menjadi dua periode saja, Kewenangan pengangkatan duta dan

menerima duta harus memperhatikan pertimbangan DPR, kewenangan pemberian grasi,

amnesti dan abolisi harus memperhatikan pertimbangan DPR, memperbaiki syarat dan

mekanisme pengangkatan calon presiden dan wakil presiden menjadi dipilih secara langsung

oleh rakyat melui pemilu, juga mengenai pemberhentian jabatan presiden dalam masa

jabatannya.

6. Mahkmah Agung, Lembaga negara yang melakukan kekuasaan kekuasaan kehakiman,


yaitu

kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan [Pasal

24 ayat (1)], berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peaturan perundang-

undangan di bawah Undang-undang dan wewenang lain yang diberikan Undang-undang.di

bawahnya terdapat badan-badan peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan


Peradilan Agama, lingkungan Peradilan militer dan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara

(PTUN), badan-badan lain yang yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman

diatur dalam Undang-undang seperti: Kejaksaan, Kepolisian, Advokat/Pengacara dan lain-

lain.

7. Mahkamah Konstitusi, Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi

(the guardian of the constitution), Mempunyai kewenangan: Menguji UU terhadap UUD,

Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara, memutus pembubaran partai politik,

memutus sengketa hasil pemilu dan memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai

dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden menurut UUD, Hakim Konstitusi

terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing oleh Mahkamah Agung, DPR dan

pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden, sehingga mencerminkan perwakilan dari 3 cabang

kekuasaan negara yaitu yudikatif, legislatif, dan eksekutif.

Atas dasar itu, UUD 1945 meletakan asas dan ketentuan-ketentuan yang mengatur

hubungan-hubungan (kekuasaan) diantara lembaga-lembaga negara tersebut. Hubungan –

hubungan itu adakalanya bersifat timbal balik dan ada kalanya tidak bersifat timbal balik

hanya sepihak atau searah saja.

Sistem pembagian kekuasaan di negara Republik Indonesia jelas dipengaruhi oleh

ajaran Trias Politica yang bertujuan untuk memberantas tindakan sewenang-wenang

penguasa dan untuk menjamin kebebasan rakyat.

Menurut UUD NRI 1945 penyelenggaran negara pelaksanaannya diserahkan kepada

suatu alat perlengkapan negara seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Presiden,

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa

Keuangan (BPK), Mahkmah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK).


Lembaga-lembaga negara merupakan lembaga kenegaraan yang berdiri sendiri yang

satu tidak merupakan bagian dari yang lain. Akan tetapi, dalam menjalankan kekuasaan atau

wewenangnya, lembaga Negara tidak terlepas atau terpisah secara mutlak dengan lembaga

negara lain, hal itu menunjukan bahwa UUD 1945 tidak menganut doktrin pemisahan

kekuasaan, dengan perkataan lain, UUD 1945 menganut asas pembagian kekuasaan dengan

menunjuk pada jumlah badan-badan kenegaraan yang diatur didalamnya serta hubungan

kekuasaan diantara badan-badan kenegaraan yang ada.

Sistem pembagian kekuasan yang di anut oleh Republik Indonesia saat ini tidak

tertutup kemungkinan akan berubah sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia, dengan

di amandemen UUD 1945 tahun 1999-2004 menunjukan terjadinya perubahan dalam

penyelenggaraan negara, namun semua itu tetap dalam kerangka kedaulatan rakyat diatas

segalanya.
DAFTAR PUSTAKA

[1] Prof. C.S.T. Kansil, Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.

hlm 139

[2] Prof. C.S.T. Kansil, Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.

hlm 140

[3] Prof. C.S.T. Kansil, Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.

hlm 141

[4] http://id.wikipedia.org/wiki/Presiden_Indonesia

[5] Prof. C.S.T. Kansil, Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta,

2008. hlm 142

[6] http://id.wikipedia.org/wiki/Dewan_Perwakilan_Rakyat

[7] Prof. C.S.T. Kansil, Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.

hlm 144

[8] Prof. C.S.T. Kansil, Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.

hlm 145

[9] id.wikipedia.org/wiki/Mahkamah_Agung_Indonesia

[10] http://komisiyudisial.go.id/statis-27-keanggotaan.html

[11] http://komisiyudisial.go.id/statis-38-wewenang-dan-tugas.htm

Anda mungkin juga menyukai