Npm : 21742010107
MAKALAH
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sejak reformasi terjadi tahun 1998 yang berakibat berakhirnya masa pemerintahan
orde baru, mulailah terjadi perubahan (Amandemen) konstitusi Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945 sebanyak empat kali. Perubahan tersebut berimplikasi
satu dampak langsung perubahannya adalah perubahan supremasi MPR menjadi supermasi
Konstitusi. Susunan kelembagaan Negara Indonesia tidak lagi mengenal istilah “lembaga
tertinggi Negara” untuk kedudukan MPR sehingga terjadi kesejajaran kedudukan dengan
Telah dikenal adanya 3 fungsi kekuasaan klasik yaitu fungsi legislative, eksekutif, dan
yudikatif oleh Baron de Montesquieu (1689-1785). Teori tersebut disebut juga teori Trias
Politica yang menghendaki adanya pemisahan kekuasaan antara satu lembaga dengan
lembaga Negara yang lain. Satu lembaga Negara tidak boleh mencampuri kekuasaan lembaga
Konsepsi Trias Politica tersebut dewasa ini sudah tidak relevan lagi karena tidak
mungkin ketiga lembaga tersebut hanya melaksanakan satu fungsi tanpa boleh mencampuri
fungsi lembaga lain. System check and balances dalam konsep tersebut tidak ditemukan.
Padahal idealnya lembaga-lembaga Negara memiliki kedudukan yang sejajar satu dan lain
dan berhubungan saling mengawasi sesuai dengan prinsip check and balances.
Seiring perkembangan masyarakat modern yang sedang berkembang dari segi sosial,
ekonomi, politik, dan budaya dengan berbagai pengaruh globalisme menuntut adanya system
kenegaraan yang efisien dan efektif dalam memenuhi pelayanan publik. Atas faktor tersebut
dapat berupa dewan (council), komite (committee), komisi (commission), badan (board), atau
otorita (authority).
(auxiliary institution). Lembaga-lembaga ini memiliki fungsi layaknya lembaga Negara yang
utama, ada lembaga yang memiliki fungsi regulasi, fungsi administrative, dan fungsi
penghukuman.
Indonesia. Dimulai pasca jatuhnya pemerintahan Soeharto (1998) yang dikenal dengan era
reformasi dilakukanlah perubahan konstitusi UUD 1945 selama 4 tahun (1999-2002). dalam
lembaga Negara, terdapat 28 lembaga Negara yang kewenangannya dijelaskan secara umum
maupun secara rinci dalam UUD 1945. ke-28 lembaga Negara inilah yang disebut memiliki
Dari 34 lembaga Negara ini dapat dibedakan menjadi dua segi, segi hierarki dan segi
fungsinya. Kriteria segi hierarkinya dapat di tentukan dengan 2 kriteria; (i) kriteria bentuk
sumber normatif yang menentukan kewenangannya, (ii) kualitas fungsinya yang bersifat
utama atau penunjang dalam system kekuasaan Negara. Kriteria dari segi fungsinya ada yang
bersifat utama (primer), dan penunjang (auxiliary). Dalam segi Hierarkisnya ke-34 lembaga
Negara tersebut dibagi dalam tiga lapis. Organ lapis pertama biasa dikenal dengan lembaga
tinggi Negara, organ lapis kedua dikenal dengan lembaga Negara saja, sedangkan organ lapis
ketiga dikenal dengan lembaga daerah. diantara lembaga-lembaga tersebut ada yang
dikategorikan sebagai lembaga primer dan lembaga penunjang.
Keseluruhan dari lembaga Negara tersebut merupakan bagian dari Negara sebagai
berhubungan sehingga memerlukan pemahaman dan pengaturan yang dapat mengatur agar
Negara sebelum dan sesudah amandemen agar kita dapat mengetahui secara tepat mengenai
tugas dan fungsinya masing-masing. Serta apakah sudah tepat berdirinya lembaga-lembaga
Negara saat ini berkaitan dengan yang diatur dalam Undang-undang Dasar Negara Republik
Negara dalam satu system yang tepat atau tidaknya dapat diuji dengan melakukan studi
komparatif lembaga Negara sebelum dan sesudah amandemen. Atas dasar tersebut menjadi
PEMBAHASAN
LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA
Penjelasan UUD 1945 sebelum perubahan ditegaskan bahwa system pemerintahan Negara
meliputi :
gesammte Staatagewat legit allein bel der Majelis). Terhadap system kekuasaan
Negara tertinggi berada di tangan MPR, sebelum perubahan UUD 1945 ditentukan :
“Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR” (Pasal 1
ayat 2 perubahan UUD 1945 dan ditentukan menjadi : “Kedaulatan adalah di tangan
5. Menteri Negara ialah pembantu Presiden, Menteri Negara tidak bertanggung jawab
Sejarah pembagian kekuasaan Negara adalah bermula dari pemisahan kekuasaan. Tahun
(1690an) John Locke menulis ajaran pemisahan kekuasaan (separation of power) dalam
meliputi tiga kekuasaan yaitu: kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan
federatife yang masing-masing terpisah satu sama lain. Montesquieu menulis sebuah buku
yang berjudul : ’’L’Esprit Des Lois”. Dalam Bab VI buku tersebut, diuraikan menenai tiga
kekuasaan yang terpisah satu sama lain, baik dari segi fungsinya maupun dari segi
1945 merupakan sistem yang ’’unik’’. Meskipun tidak diingkari bahwa dalam beberapa hal
ada kesamaan dan kemiripannya dengan sistem dan praktek ketatanegaraan di Negara
lain.Setelah Perubahan UUD 1945 ditegaskan bahwa sistem pemerintahan yang dianut adalah
sistem Presidensial. Penegasan yang dimaksud bahwa Presiden dipilih langsung oleh
Indonesia, proses perbedaan pada PAH I MPR RI dalam melakukan perubahan terhadap
menggunakan istilah Lembaga Tertinggi Negara untuk MPR, dan Lembaga Tinggi Negara
untuk penyebutan DPR, Presiden dan Wakil Presiden, BPK, DPA, dan MA. Sedangkan
dalam Konstitusi RIS menggunakan istilah ’’alat-alat perlengkapan Federal’’ dan UUDS
2. Dewan ini berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan Presiden dan berhak
Dalam perubahan UUD 1945 juga terdapat pembentukan Lembaga Negara baru yaitu Dewan
Konstitusi. Ketentuan mana dapat ditelusuri dalam Pasal 24 ayat 2 Perubahan UUD 1945 :
”Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang
lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.
Teori yang berkaitan dengan pemisahan atau pembagian kekuasaan adalah ”teori
kekuasaan” yang dipopulerkan oleh Hans Kelsen. Fungsi dari ketiga lembaga Negara tersebut
B. Penamaan dan Dasar Hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945
Negara dalam Perubahan UUD 1945, maka dapat diidentifikasi sebagai berikut :
a. MPR
b. Presiden
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 4 ayat (1), Pasal 5 ayat
(1) dan ayat (2) Pasal 11 ayat (1), Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2),
Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17 ayat (2), Pasal 20 ayat (2), Pasal 24A ayat (3), Pasal 24B ayat
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 20 ayat (1) dan (2),
Pasal 22 ayat (2), Pasal 23 ayat (2), Pasal 22D ayat (3), Pasal 22E ayat (2), (3), Pasal 24B
ayat (3), Pasal 24A ayat (3), Pasal 14 ayat (2), Pasal 11 ayat (2), Perubahan UUD 1945.
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 22D ayat (1), (2), (3),
e.Mahkamah Agung
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 24 ayat (2), Pasal 24A
f. Mahkamah Konstitusi
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 24C ayat (1), Pasal 24C
ayat (2).
g. Komisi Yudisial
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 24A ayat (3), Pasal 24B
ayat (1).
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 23E ayat (1) dan ayat
(2).
i. Pemerintah Daerah
Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan
Mahkamah Konstitusi memiliki Sembilan orang anggota Hakim Konstitusi yang ditetapkan
oleh Presidfen, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang
Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh Hakim Konstitusi. Hakim
konstitusi harus memiliki integritas, dan kepribadian yang tidak tercela, adil, dan negarawan
yang menguasi konstitusi dan ketatanegaraan serta tidak merangkap sebagai pejabat Negara.
Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara dan ketentuan lainnya
Pertama, adanya prinsip “check and balances system” dimana mekanisme demokrasi dapat
Kedua, penegasan dan penguatan prinsip Negara hukum di mana “rule of the Constitution
and pricipe Constitutional democracy” diutamakan secara nyata dengan cara melakukan
Istilah di Negara lain : Di Perancis disebut Dewan Konstitusi, di Jerman disebut Mahkamah
2.6. BPK
Pasal 23E Bab VIII A mengatur mengenai BPK. Tujuannya adalah memeriksa pengelolaan
dan tanggung jawab tentang keuangan Negara. Diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan
yang bebas dan mandiri. Hasil pemeriksaan selanjutnya akan ditindak lanjuti oleh lembaga
perwakilan dan/atau badan sesuai UU. Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan pertimbangan
DPD dan diresmikan oleh Presiden. Pimpinan BPK akan dilpilih dari dan oleh anggota. BPK
Pasca perubahan UUD 1945 kedudukan MPR adalah sebagai “Lembaga Negara” tidak lagi
sebagai Lembaga Tertinggi Negara, oleh karena itu tugas dan wewenangnya sejajar dengan
“Lembaga Negara yang lainnya”. Dipandang dari Pasal 3 Ayat (1), (2), (3), perubahan UUD
1945 tugas dan wewenang MPR sebenarnya masih seperti dulu yang berkurang hanyalah
MPR tidak lagi memilih Presden dan Wakil Presiden, dan memberikan mandat kepada
Presiden. Karena sekarang kedaulatan berada di tangan rakyat (Pasal 1 Ayat 2), serta
Presiden dan Wakil Preiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat (Pasal 6
Perubahan UUD 1945). Sementara, dipandang dari keanggotaannya MPR terpilih dari DPR
dan DPD yang dipilih melalui Pemilihan Umum (Pasal 2 Ayat 1).
1. MPR melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden (Pasal 3 Ayat 2 Perubahan 1945)
2. Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama,
atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan MPR atau DPR (Sumpah/Janji Presiden
3. jika MPR atau DPR tidak dapat mengadakan sidang, maka Presiden dan Wakil Presiden
MPR dengan disaksikan oleh Pimpinan MA (Sumpah/Janji Presiden dan Wakil Presiden,
4. MPR hanya bisa memberhentikan Presiden atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya
menurut UUD Pasal 3 Ayat 3.
5. Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR
atas usul DPR, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pelanggaran
penghianatan terhadap Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau
perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden
1. hubungan antara DPR dan Presiden dapat ditelusuri dalam bidang legislasi:
c. Setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama (Pasal
20 Ayat 2)
d. Presiden mengesahkan RUU yang telah doisetujui bersama untuk menjadi UU (Pasal 20
Ayat 2)
e. Dalam hal RUU yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam
waktu 30 hari semenjak RUU tersebut disetujui, RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib
diundangkan.
1. RUU anggaran pendapatan dan belanja Negara diajukan oleh presiden untuk dibahas
2. Apabila DPR tidak menyetujui RUU anggaran pendapatan dan belanja Negara yang
diusulkan oleh Presiden, pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
4. peraturan Pemerintah itu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan masa itu
(Pasal 22 ayat 2)
5. Jika tidak mendapat persetujuan maka peraturan pemerintah itu harus dicabut (Pasal 22
ayat 3)
7. Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang
luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan Negara
8. Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibat keadaan bahaya ditetapkan
9. Dalam hal mengangkat duta Presiden memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 13 ayat 2)
10. Presiden menerima penempatan duta Negara asing dengan memperhatikan pertimbangan
11. Presiden menerima amnesty dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR
(Pasal 14 ayat 2)
1. Dewan ini berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan presiden dan berhak
mengajukan usul kepada pemerintahan (Pasal 16 ayat 2)
a. Presiden membentuk suatu Dewan Pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan
pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam Undang-Undang (Pasal 16 ayat
b. Dewan ini berkewajiban memberi jawaban atas pertanyaan Presiden dan berhak
a. ayat 3 diubah menjadi; setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
ayat 4)
(Moh. Kusnadi dan Bintan R. Saragih, 1994:174) dalam pasal 14 ayat 1 perubahan UUD
1945 ditentukan bahwa Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperthatikan
2. hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjtui oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah melakukan pembahasan dari BAB I samlai BAB III, maka dapat diambil
- Sebelum Amandemen
2. Presiden, yang berkedudukan dibawah MPR, mempunyai kekuasaan yang luas yang dapat
5. Kekuasaan dalam bidang yustisial, berkaitan dengan pemberian grasi, amnesti, abolisi dan
rehabilitasi;
6. Kekuasaan dalam bidang hubungan luar negeri, yaitu menyatakan perang, membuat
perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain, mengangkat duta dan konsul.
3. DPR, sebagai pelaksana kedaulatan rakyat mempunyai kekuasaan utama, yaitu kekuasaan
jawaban atas pertanyaan presiden dan berhak mengajukan usul kepada pemerintah
5. BPK, sebagai “counterpart” terkuat DPR, mempunyai kekuasaan untuk memeriksa
tanggung
6. MA, sebagai badan kehakiman yang tertinggi yang didalam menjalankan tugasnya tidak
- Setelah Amandemen
1. MPR, Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi negara lainnya
seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK, menghilangkan kewenangannya menetapkan
langsung melalui pemilu), tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD, susunan
keanggotaanya berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan angota
(sebelumnya ada di tangan presiden, sedangkan DPR hanya memberikan persetujuan saja)
antara DPR dan Pemerintah, Mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi
anggaran, dan fungsi pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara.
3. DPD, Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan kepentingan
daerah dalam badan perwakilan tingkat nasional setelah ditiadakannya utusan daerah dan
utusan golongan yang diangkat sebagai anggota MPR, keberadaanya dimaksudkan untuk
memperkuat kesatuan negara Republik Indonesia, dipilih secara langsung oleh masyarakat di
daerah melalui pemilu, mempunyai kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang berkait dengan
kepentingan daerah.
4. BPK, Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD, berwenang
mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD) serta
menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat
penegak hukum, berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi,
dan pemberhentian presiden dalam masa jabatannya serta memperkuat sistem pemerintahan
jabatan presiden maksimum menjadi dua periode saja, Kewenangan pengangkatan duta dan
amnesti dan abolisi harus memperhatikan pertimbangan DPR, memperbaiki syarat dan
mekanisme pengangkatan calon presiden dan wakil presiden menjadi dipilih secara langsung
oleh rakyat melui pemilu, juga mengenai pemberhentian jabatan presiden dalam masa
jabatannya.
kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan [Pasal
24 ayat (1)], berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peaturan perundang-
(PTUN), badan-badan lain yang yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman
lain.
Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara, memutus pembubaran partai politik,
memutus sengketa hasil pemilu dan memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai
dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden menurut UUD, Hakim Konstitusi
terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing oleh Mahkamah Agung, DPR dan
pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden, sehingga mencerminkan perwakilan dari 3 cabang
Atas dasar itu, UUD 1945 meletakan asas dan ketentuan-ketentuan yang mengatur
hubungan itu adakalanya bersifat timbal balik dan ada kalanya tidak bersifat timbal balik
suatu alat perlengkapan negara seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Presiden,
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa
satu tidak merupakan bagian dari yang lain. Akan tetapi, dalam menjalankan kekuasaan atau
wewenangnya, lembaga Negara tidak terlepas atau terpisah secara mutlak dengan lembaga
negara lain, hal itu menunjukan bahwa UUD 1945 tidak menganut doktrin pemisahan
kekuasaan, dengan perkataan lain, UUD 1945 menganut asas pembagian kekuasaan dengan
menunjuk pada jumlah badan-badan kenegaraan yang diatur didalamnya serta hubungan
Sistem pembagian kekuasan yang di anut oleh Republik Indonesia saat ini tidak
tertutup kemungkinan akan berubah sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia, dengan
penyelenggaraan negara, namun semua itu tetap dalam kerangka kedaulatan rakyat diatas
segalanya.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Prof. C.S.T. Kansil, Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
hlm 139
[2] Prof. C.S.T. Kansil, Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
hlm 140
[3] Prof. C.S.T. Kansil, Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
hlm 141
[4] http://id.wikipedia.org/wiki/Presiden_Indonesia
[5] Prof. C.S.T. Kansil, Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta,
[6] http://id.wikipedia.org/wiki/Dewan_Perwakilan_Rakyat
[7] Prof. C.S.T. Kansil, Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
hlm 144
[8] Prof. C.S.T. Kansil, Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
hlm 145
[9] id.wikipedia.org/wiki/Mahkamah_Agung_Indonesia
[10] http://komisiyudisial.go.id/statis-27-keanggotaan.html
[11] http://komisiyudisial.go.id/statis-38-wewenang-dan-tugas.htm