LEMBAGA NEGARA
DISUSUN OLEH:
SALWA OKTAVIANI
KELAS : X MIPA 5
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada Saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah tentang lembaga
negara
Makalah ilmiah ini telah di susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah
ilmiah ini.
Akhir kata saya berharap semoga makalah ilmiah tentang hukum dan masyarakat ini dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Felisya
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................
BAB I .........................................................................................................
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG........................................................................................
BAB II..............................................................................................................
PEMBAHASAN...............................................................................................
BAB III..............................................................................................................
PENUTUP........................................................................................................
KESIMPULAN...................................................................................................
SARAN..............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sejak reformasi terjadi tahun 1998 yang berakibat berakhirnya masa pemerintahan
orde baru, mulailah terjadi perubahan (Amandemen) konstitusi Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945 sebanyak empat kali. Perubahan tersebut berimplikasi
terhadap perubahan ketatanegaraan sekaligus susunan kelembagaan Negara Indonesia. salah
satu dampak langsung perubahannya adalah perubahan supremasi MPR menjadi supermasi
Konstitusi. Susunan kelembagaan Negara Indonesia tidak lagi mengenal istilah “lembaga
tertinggi Negara” untuk kedudukan MPR sehingga terjadi kesejajaran kedudukan dengan
lembaga sejenis demi menciptakan system check and balances.
Telah dikenal adanya 3 fungsi kekuasaan klasik yaitu fungsi legislative, eksekutif, dan
yudikatif oleh Baron de Montesquieu (1689-1785). Teori tersebut disebut juga teori Trias
Politica yang menghendaki adanya pemisahan kekuasaan antara satu lembaga dengan
lembaga Negara yang lain. Satu lembaga Negara tidak boleh mencampuri kekuasaan lembaga
Negara yang lain.
Konsepsi Trias Politica tersebut dewasa ini sudah tidak relevan lagi karena tidak
mungkin ketiga lembaga tersebut hanya melaksanakan satu fungsi tanpa boleh mencampuri
fungsi lembaga lain. System check and balances dalam konsep tersebut tidak ditemukan.
Padahal idealnya lembaga-lembaga Negara memiliki kedudukan yang sejajar satu dan lain
dan berhubungan saling mengawasi sesuai dengan prinsip check and balances.
Seiring perkembangan masyarakat modern yang sedang berkembang dari segi sosial,
ekonomi, politik, dan budaya dengan berbagai pengaruh globalisme menuntut adanya system
kenegaraan yang efisien dan efektif dalam memenuhi pelayanan publik. Atas faktor tersebut
muncullah berbagai lembaga-lembaga Negara sebagai eksperimentasi kelembagaan yang
dapat berupa dewan (council), komite (committee), komisi (commission), badan (board), atau
otorita (authority).
Lahirnya lembaga-lembaga baru tersebut di sebut dengan lembaga penunjang
(auxiliary institution). Lembaga-lembaga ini memiliki fungsi layaknya lembaga Negara yang
utama, ada lembaga yang memiliki fungsi regulasi, fungsi administrative, dan fungsi
penghukuman.
Eksperimentasi terhadap lembaga-lembaga baru juga sedang dilakukan oleh Negara
Indonesia. Dimulai pasca jatuhnya pemerintahan Soeharto (1998) yang dikenal dengan era
reformasi dilakukanlah perubahan konstitusi UUD 1945 selama 4 tahun (1999-2002). dalam
perubahan tersebutlah terjadi pembentukan dan pembaharuan lembaga Negara. Dari 34
lembaga Negara, terdapat 28 lembaga Negara yang kewenangannya dijelaskan secara umum
maupun secara rinci dalam UUD 1945. ke-28 lembaga Negara inilah yang disebut memiliki
kewenangan konstitusional yang disebutkan secara eksplisit dalam UUD 1945.
Dari 34 lembaga Negara ini dapat dibedakan menjadi dua segi, segi hierarki dan segi
fungsinya. Kriteria segi hierarkinya dapat di tentukan dengan 2 kriteria; (i) kriteria bentuk
sumber normatif yang menentukan kewenangannya, (ii) kualitas fungsinya yang bersifat
utama atau penunjang dalam system kekuasaan Negara. Kriteria dari segi fungsinya ada yang
bersifat utama (primer), dan penunjang (auxiliary). Dalam segi Hierarkisnya ke-34 lembaga
Negara tersebut dibagi dalam tiga lapis. Organ lapis pertama biasa dikenal dengan lembaga
tinggi Negara, organ lapis kedua dikenal dengan lembaga Negara saja, sedangkan organ lapis
ketiga dikenal dengan lembaga daerah. diantara lembaga-lembaga tersebut ada yang
dikategorikan sebagai lembaga primer dan lembaga penunjang.
Keseluruhan dari lembaga Negara tersebut merupakan bagian dari Negara sebagai
suatu organisasi. Konsekuensinya, masing-masing memiliki fungsi tertentu dan saling
berhubungan sehingga memerlukan pemahaman dan pengaturan yang dapat mengatur agar
berjalan dalam satu system yang tepat.
Penulis merasa perlu dilakukannya pengkajian perbandingan antara lembaga-lembaga
Negara sebelum dan sesudah amandemen agar kita dapat mengetahui secara tepat mengenai
tugas dan fungsinya masing-masing. Serta apakah sudah tepat berdirinya lembaga-lembaga
Negara saat ini berkaitan dengan yang diatur dalam Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 sekaligus perubahan-perubahannya. Tentu berjalannya Lembaga
Negara dalam satu system yang tepat atau tidaknya dapat diuji dengan melakukan studi
komparatif lembaga Negara sebelum dan sesudah amandemen. Atas dasar tersebut menjadi
pokok pikiran utama sekaligus judul di tulisnya makalah ini.
BAB 2
PEMBAHASAN
LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA
Sejarah pembagian kekuasaan Negara adalah bermula dari pemisahan kekuasaan. Tahun
(1690an) John Locke menulis ajaran pemisahan kekuasaan (separation of power) dalam
bukunya ’’Two Treatises on Civil Government”. Menurut J. Locke, kekuasaan Negara
meliputi tiga kekuasaan yaitu: kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan
federatife yang masing-masing terpisah satu sama lain. Montesquieu menulis sebuah buku
yang berjudul : ’’L’Esprit Des Lois”. Dalam Bab VI buku tersebut, diuraikan menenai tiga
kekuasaan yang terpisah satu sama lain, baik dari segi fungsinya maupun dari segi
orangannya. Montesquieu memandang kekuasaan pengadilan harus dipisahkan dari
kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan federatif termasuk dalam kekuasaan eksekutif.
Dalam perubahan UUD 1945 juga terdapat pembentukan Lembaga Negara baru yaitu Dewan
Perwakilan Daerah dan penambahan pada Kekuasaan kehakiman yaitu Mahkamah
Konstitusi. Ketentuan mana dapat ditelusuri dalam Pasal 24 ayat 2 Perubahan UUD 1945 :
”Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang
berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.
Peserta pemilihan umum yang dipilih berdasarkan hasil pemilihan umum. Keanggotaan DPR
ditentukan dalam pasal 17.
a. Pimpinan DPR
Ketentuan pimpinan DPR ditentukan dalam pasal 21
2. Tugas dan wewenang DPR
Pasal 26 menentukan bahwa ;
DPD dapat mengajukan kepada DPR RUU yang berkaitan dengan Otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran, dan penggabungan daerah,
pengelola sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya serta yang berkaitan dengan
pertimbangan keuangan pusat dan daerah.
Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-
undangan di bawah undang – undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan
oleh UU. Hakim Agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil,
professional, dan berpengalaman di bidang hukum.
Di dalam Negara hukum maka perlu adanya Mahkamah Agung, sebagai badan/lembaga yang
mempunyai tugas menegakkan tertib hukum, disamping Mahkamah Agung merupakan
peradilan kasasi, mengawasi kegiatan – kegiatan peradilan bawahan dan melakukan hak uji
material peraturan perundang – undangan di bawah UU.
Hubungan dengan Presiden bersifat dua arah. Dari Presiden hubungan berkaitan dengan
pengangkatan dan pemberhentian Hakim Agung, sedangkan dari Mahkamah Agung kepada
Presiden ada hubungan kepenasihatan yaitu memberikan nasihat atau pertimbangan hukum
kepada Presiden.
Demikian juga hubungan dengan DPR bersifat dua arah. Dari DPR hubungan berkaitan
dengan pencalon Mahkamah Agung, sedangkan Mahkamah Agung berkaitan dengan
kepenasihatan. Disamping kekuasaan sebagai Kepala Negara, Presiden berhak mengajukan
RUU, membahas RUU bersama DPR.
Makamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji Ungdan-undang terhadap UUD, memutus sengketa
kewenangan lembaga Negara yang berwenang diberikan oleh UUD, memutus pembubaran
Partai Politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan Umum.
Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan
pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD.
Mahkamah Konstitusi memiliki Sembilan orang anggota Hakim Konstitusi yang ditetapkan
oleh Presidfen, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang
oleh DPR, dan tiga orang oleh Presiden.
Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh Hakim Konstitusi. Hakim
konstitusi harus memiliki integritas, dan kepribadian yang tidak tercela, adil, dan negarawan
yang menguasi konstitusi dan ketatanegaraan serta tidak merangkap sebagai pejabat Negara.
Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara dan ketentuan lainnya
tentang Mahkamah Konstitusi diatur dalam UU No. 24 tahun 2003.
Pertama, adanya prinsip “check and balances system” dimana mekanisme demokrasi dapat
dikontrol dan diimbangi dengan “nomokrasi”.
Kedua, penegasan dan penguatan prinsip Negara hukum di mana “rule of the Constitution
and pricipe Constitutional democracy” diutamakan secara nyata dengan cara melakukan
pengawalan terhadap UUD melalui MK.
Istilah di Negara lain : Di Perancis disebut Dewan Konstitusi, di Jerman disebut Mahkamah
Konstitusi dan di Eropah Konstituental disebut Mahkamah Konstitusi.
2.6. BPK
Pasal 23E Bab VIII A mengatur mengenai BPK. Tujuannya adalah memeriksa pengelolaan
dan tanggung jawab tentang keuangan Negara. Diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan
yang bebas dan mandiri. Hasil pemeriksaan selanjutnya akan ditindak lanjuti oleh lembaga
perwakilan dan/atau badan sesuai UU. Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan pertimbangan
DPD dan diresmikan oleh Presiden. Pimpinan BPK akan dilpilih dari dan oleh anggota. BPK
berkedudukan di ibu kota Negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.
Pasca perubahan UUD 1945 kedudukan MPR adalah sebagai “Lembaga Negara” tidak lagi
sebagai Lembaga Tertinggi Negara, oleh karena itu tugas dan wewenangnya sejajar dengan
“Lembaga Negara yang lainnya”. Dipandang dari Pasal 3 Ayat (1), (2), (3), perubahan UUD
1945 tugas dan wewenang MPR sebenarnya masih seperti dulu yang berkurang hanyalah
MPR tidak lagi memilih Presden dan Wakil Presiden, dan memberikan mandat kepada
Presiden. Karena sekarang kedaulatan berada di tangan rakyat (Pasal 1 Ayat 2), serta
Presiden dan Wakil Preiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat (Pasal 6
Perubahan UUD 1945). Sementara, dipandang dari keanggotaannya MPR terpilih dari DPR
dan DPD yang dipilih melalui Pemilihan Umum (Pasal 2 Ayat 1).
1. MPR melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden (Pasal 3 Ayat 2 Perubahan 1945)
2. Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama,
atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan MPR atau DPR (Sumpah/Janji Presiden
dan Wakil Presiden, Pasal 9 Ayat 1 1945)
3. jika MPR atau DPR tidak dapat mengadakan sidang, maka Presiden dan Wakil Presiden
bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Pimpinan
MPR dengan disaksikan oleh Pimpinan MA (Sumpah/Janji Presiden dan Wakil Presiden,
Pasal 9 Ayat 2 1945)
4. MPR hanya bisa memberhentikan Presiden atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya
menurut UUD Pasal 3 Ayat 3.
5. Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR
atas usul DPR, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pelanggaran
penghianatan terhadap Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau
perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden
dan/atau Wakil Presiden ( Pasal 7A)
1. hubungan antara DPR dan Presiden dapat ditelusuri dalam bidang legislasi:
d. Presiden mengesahkan RUU yang telah doisetujui bersama untuk menjadi UU (Pasal 20
Ayat 2)
e. Dalam hal RUU yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam
waktu 30 hari semenjak RUU tersebut disetujui, RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib
diundangkan.
1. RUU anggaran pendapatan dan belanja Negara diajukan oleh presiden untuk dibahas
bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 23 ayat 2)
2. Apabila DPR tidak menyetujui RUU anggaran pendapatan dan belanja Negara yang
diusulkan oleh Presiden, pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
yang tahun lalu (Pasal 23 ayat 3)
3. Dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Pereaturan
pemerintahan sebagai pengganti undang-undang (Pasal 22 ayat 1)
4. peraturan Pemerintah itu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan masa itu
(Pasal 22 ayat 2)
5. Jika tidak mendapat persetujuan maka peraturan pemerintah itu harus dicabut (Pasal 22
ayat 3)
7. Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang
luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan Negara
dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan
persetujuan DPR (Pasal 11 ayat 2 Perubahan UUD 1945)
8. Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibat keadaan bahaya ditetapkan
dengan undang-undang (Pasal 12 UUD 1945)
9. Dalam hal mengangkat duta Presiden memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 13 ayat 2)
10. Presiden menerima penempatan duta Negara asing dengan memperhatikan pertimbangan
DPR (pasal 13)
11. Presiden menerima amnesty dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR
(Pasal 14 ayat 2)
1. Dewan ini berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan presiden dan berhak
mengajukan usul kepada pemerintahan (Pasal 16 ayat 2)
a. Presiden membentuk suatu Dewan Pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan
pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam Undang-Undang (Pasal 16 ayat
1 Perubahan UUD 1945)
b. Dewan ini berkewajiban memberi jawaban atas pertanyaan Presiden dan berhak
memajukan usul kepada pemerintah (Pasal 16 ayat 2)
a. ayat 3 diubah menjadi; setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
1. hasil pemeriksaan keuangan Negara kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan UU
(Pasal 23 ayat 2 perubahan UUD 1945)
2. hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjtui oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai
dengan UU (Pasal 23E ayat 3).
BAB 3
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah melakukan pembahasan dari BAB I samlai BAB III, maka penulis mengambil
kesimpulan sebagai berikut:
Perbandingan pengaturan antar lembaga Negara sebelum dan sesudah mandemen:
- Sebelum Amandemen
1. MPR, sebagai pelaksana kedaulatan rakyat, mempunyai kekuasaan untuk menetapkan UUD,
GBHN, memilih Presiden dan Wakil Presiden serta mengubah UUD
2. Presiden, yang berkedudukan dibawah MPR, mempunyai kekuasaan yang luas yang dapat
digolongkan kedalam beberapa jenis:
3. Kekuasaan penyelenggaran pemerintahan;
5. Kekuasaan dalam bidang yustisial, berkaitan dengan pemberian grasi, amnesti, abolisi dan
rehabilitasi;
6. Kekuasaan dalam bidang hubungan luar negeri, yaitu menyatakan perang, membuat
perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain, mengangkat duta dan konsul.
3. DPR, sebagai pelaksana kedaulatan rakyat mempunyai kekuasaan utama, yaitu kekuasaan
membentuk undang-undang (bersama-sama Presiden dan mengawasi tindakan presiden.
4. DPA, yang berkedudukan sebagai badan penasehat Presiden, berkewajiban memberikan
jawaban atas pertanyaan presiden dan berhak mengajukan usul kepada pemerintah
5. BPK, sebagai “counterpart” terkuat DPR, mempunyai kekuasaan untuk memeriksa tanggung
jawab keuangan Negara dan hasil pemeriksaannya diberitahukan kepada DPR.
6. MA, sebagai badan kehakiman yang tertinggi yang didalam menjalankan tugasnya tidak
boleh dipengaruhi oleh kekuasaan pemerintah.
Sistem pembagian kekuasan yang di anut oleh Republik Indonesia saat ini tidak
tertutup kemungkinan akan berubah sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia, dengan
di amandemen UUD 1945 tahun 1999-2004 menunjukan terjadinya perubahan dalam
penyelenggaraan negara, namun semua itu tetap dalam kerangka kedaulatan rakyat diatas
segalanya.
D. SARAN
Seiring dengan perkembangan zaman dengan banyaknya tuntutan dan permasalahan Negara
yang semakin kompleks ditambah dengan issue-issue distrust masyarakat terhadap
pemerintah maka sangatlah penting peranan pemerintah dalam mengatur system
kelembagaan Negara secara tegas mengatur fungsi dan kedudukannya. UUD 1945 sebelum
dan sesudah perubahan telah mengatur lembaga-lembaga Negara tugas, fungsi dan
wewenangnya. akan tetapi, bukan tidak mungkin terjadi perubahan UUD 1945 ke-V
mengingat masih ada lembaga Negara yang memiliki kewenangan dan kedudukan yang
kurang kuat. Juga perlu adanya penegasan bentuk Parlemen di Indonesia agar tidak adanya
kekacauan pembagian kewenangan.
[1] Prof. C.S.T. Kansil, Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
hlm 139
[2] Prof. C.S.T. Kansil, Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
hlm 140
[3] Prof. C.S.T. Kansil, Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
hlm 141
[4] http://id.wikipedia.org/wiki/Presiden_Indonesia
[5] Prof. C.S.T. Kansil, Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta,
2008. hlm 142
[6] http://id.wikipedia.org/wiki/Dewan_Perwakilan_Rakyat
[7] Prof. C.S.T. Kansil, Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
hlm 144
[8] Prof. C.S.T. Kansil, Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
hlm 145
[9] id.wikipedia.org/wiki/Mahkamah_Agung_Indonesia
[10] http://komisiyudisial.go.id/statis-27-keanggotaan.html
[11] http://komisiyudisial.go.id/statis-38-wewenang-dan-tugas.html