Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

LEMBAGA NEGARA

DISUSUN OLEH:
SALWA OKTAVIANI
KELAS : X MIPA 5

SMA NEGERI 1 TAMBELANG


2022
KATA PENGANTAR

  Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada Saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah tentang lembaga
negara

    Makalah ilmiah ini telah di susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
   
    Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah
ilmiah ini.
   
    Akhir kata saya berharap semoga makalah ilmiah tentang hukum dan masyarakat ini dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Bekasi, 27 Juli 2022

Felisya
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................

DAFTAR ISI................................................................................................

BAB I .........................................................................................................

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG........................................................................................

BAB II..............................................................................................................

PEMBAHASAN...............................................................................................

BAB III..............................................................................................................

PENUTUP........................................................................................................

KESIMPULAN...................................................................................................

SARAN..............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Sejak reformasi terjadi tahun 1998 yang berakibat berakhirnya masa pemerintahan
orde baru, mulailah terjadi perubahan (Amandemen) konstitusi Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945 sebanyak empat kali. Perubahan tersebut berimplikasi
terhadap perubahan ketatanegaraan sekaligus susunan kelembagaan Negara Indonesia. salah
satu dampak langsung perubahannya adalah perubahan supremasi MPR menjadi supermasi
Konstitusi. Susunan kelembagaan Negara Indonesia tidak lagi mengenal istilah “lembaga
tertinggi Negara” untuk kedudukan MPR sehingga terjadi kesejajaran kedudukan dengan
lembaga sejenis demi menciptakan system check and balances.
Telah dikenal adanya 3 fungsi kekuasaan klasik yaitu fungsi legislative, eksekutif, dan
yudikatif oleh Baron de Montesquieu (1689-1785). Teori tersebut disebut juga teori Trias
Politica yang menghendaki adanya pemisahan kekuasaan antara satu lembaga dengan
lembaga Negara yang lain. Satu lembaga Negara tidak boleh mencampuri kekuasaan lembaga
Negara yang lain.
Konsepsi Trias Politica tersebut dewasa ini sudah tidak relevan lagi karena tidak
mungkin ketiga lembaga tersebut hanya melaksanakan satu fungsi tanpa boleh mencampuri
fungsi lembaga lain. System check and balances dalam konsep tersebut tidak ditemukan.
Padahal idealnya lembaga-lembaga Negara memiliki kedudukan yang sejajar satu dan lain
dan berhubungan saling mengawasi sesuai dengan prinsip check and balances.
Seiring perkembangan masyarakat modern yang sedang berkembang dari segi sosial,
ekonomi, politik, dan budaya dengan berbagai pengaruh globalisme menuntut adanya system
kenegaraan yang efisien dan efektif dalam memenuhi pelayanan publik. Atas faktor tersebut
muncullah berbagai lembaga-lembaga Negara sebagai eksperimentasi kelembagaan yang
dapat berupa dewan (council), komite (committee), komisi (commission), badan (board), atau
otorita (authority).
Lahirnya lembaga-lembaga baru tersebut di sebut dengan lembaga penunjang
(auxiliary institution). Lembaga-lembaga ini memiliki fungsi layaknya lembaga Negara yang
utama, ada lembaga yang memiliki fungsi regulasi, fungsi administrative, dan fungsi
penghukuman.
Eksperimentasi terhadap lembaga-lembaga baru juga sedang dilakukan oleh Negara
Indonesia. Dimulai pasca jatuhnya pemerintahan Soeharto (1998) yang dikenal dengan era
reformasi dilakukanlah perubahan konstitusi UUD 1945 selama 4 tahun (1999-2002). dalam
perubahan tersebutlah terjadi pembentukan dan pembaharuan lembaga Negara. Dari 34
lembaga Negara, terdapat 28 lembaga Negara yang kewenangannya dijelaskan secara umum
maupun secara rinci dalam UUD 1945. ke-28 lembaga Negara inilah yang disebut memiliki
kewenangan konstitusional yang disebutkan secara eksplisit dalam UUD 1945.
Dari 34 lembaga Negara ini dapat dibedakan menjadi dua segi, segi hierarki dan segi
fungsinya. Kriteria segi hierarkinya dapat di tentukan dengan 2 kriteria; (i) kriteria bentuk
sumber normatif yang menentukan kewenangannya, (ii) kualitas fungsinya yang bersifat
utama atau penunjang dalam system kekuasaan Negara. Kriteria dari segi fungsinya ada yang
bersifat utama (primer), dan penunjang (auxiliary). Dalam segi Hierarkisnya ke-34 lembaga
Negara tersebut dibagi dalam tiga lapis. Organ lapis pertama biasa dikenal dengan lembaga
tinggi Negara, organ lapis kedua dikenal dengan lembaga Negara saja, sedangkan organ lapis
ketiga dikenal dengan lembaga daerah. diantara lembaga-lembaga tersebut ada yang
dikategorikan sebagai lembaga primer dan lembaga penunjang.
Keseluruhan dari lembaga Negara tersebut merupakan bagian dari Negara sebagai
suatu organisasi. Konsekuensinya, masing-masing memiliki fungsi tertentu dan saling
berhubungan sehingga memerlukan pemahaman dan pengaturan yang dapat mengatur agar
berjalan dalam satu system yang tepat.
Penulis merasa perlu dilakukannya pengkajian perbandingan antara lembaga-lembaga
Negara sebelum dan sesudah amandemen agar kita dapat mengetahui secara tepat mengenai
tugas dan fungsinya masing-masing. Serta apakah sudah tepat berdirinya lembaga-lembaga
Negara saat ini berkaitan dengan yang diatur dalam Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 sekaligus perubahan-perubahannya. Tentu berjalannya Lembaga
Negara dalam satu system yang tepat atau tidaknya dapat diuji dengan melakukan studi
komparatif lembaga Negara sebelum dan sesudah amandemen. Atas dasar tersebut menjadi
pokok pikiran utama sekaligus judul di tulisnya makalah ini.
BAB 2
PEMBAHASAN

LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA

1. Sistem Pemerintahan dan Lembaga Negara


Penjelasan UUD 1945 sebelum perubahan ditegaskan bahwa system pemerintahan Negara
meliputi :

1. Indonesia, ialah Negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat), tidak


berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machtsstaat).
2. Sistem Konstitusional, artinya pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi
(hukum dasar), tidak bersifat absolutism (kekuasaan yang tidak terbatas).
3. Kekuasaan Negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Die
gesammte Staatagewat legit allein bel der Majelis). Terhadap system kekuasaan
Negara tertinggi berada di tangan MPR, sebelum perubahan UUD 1945 ditentukan :
“Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR” (Pasal 1
ayat 2 perubahan UUD 1945 dan ditentukan menjadi : “Kedaulatan adalah di tangan
rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.”
4. Presiden ialah penyelenggara Pemerintah Negara yang tertinggi di bawah Majelis.
5. Menteri Negara ialah pembantu Presiden, Menteri Negara tidak bertanggung jawab
kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Sejarah pembagian kekuasaan Negara adalah bermula dari pemisahan kekuasaan. Tahun
(1690an) John Locke menulis ajaran pemisahan kekuasaan (separation of power) dalam
bukunya ’’Two Treatises on Civil Government”. Menurut J. Locke, kekuasaan Negara
meliputi tiga kekuasaan yaitu: kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan
federatife yang masing-masing terpisah satu sama lain. Montesquieu menulis sebuah buku
yang berjudul : ’’L’Esprit Des Lois”. Dalam Bab VI buku tersebut, diuraikan menenai tiga
kekuasaan yang terpisah satu sama lain, baik dari segi fungsinya maupun dari segi
orangannya. Montesquieu memandang kekuasaan pengadilan harus dipisahkan dari
kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan federatif termasuk dalam kekuasaan eksekutif.

Philipus M. Hadjono berpendapat bahwa sistem Pemerintahan sebelum Perubahan UUD


1945 merupakan sistem yang ’’unik’’. Meskipun tidak diingkari bahwa dalam beberapa hal
ada kesamaan dan kemiripannya dengan sistem dan praktek ketatanegaraan di Negara
lain.Setelah Perubahan UUD 1945 ditegaskan bahwa sistem pemerintahan yang dianut adalah
sistem Presidensial. Penegasan yang dimaksud bahwa Presiden dipilih langsung oleh
rakyat,untuk pemahaman yang utuh, maka digunakan penulusuran mengenai sejarah
perumusan dan pembahasan Undang-Undang Dasar oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia, proses perbedaan pada PAH I MPR RI dalam melakukan perubahan terhadap
batang tubuh dan penjelasan UUD 1945.

Istilah Lembaga Negara dikenal dalam Ketetapan MPR No.III/MPR/1978 dengan


menggunakan istilah Lembaga Tertinggi Negara untuk MPR, dan Lembaga Tinggi Negara
untuk penyebutan DPR, Presiden dan Wakil Presiden, BPK, DPA, dan MA.  Sedangkan
dalam Konstitusi RIS menggunakan istilah ’’alat-alat perlengkapan Federal’’ dan UUDS
1950 menggunakan istilah ’’alat-alat perlengkapan Negara’’.

Setelah UUD1945 diubah, Majelis Permusyawaratan Rakyat kedudukannya sebagai Lembaga


Negara, sedangkan mengenai Dewan Pertimbangan Agung dihapus. Dalam perubahan ke
empat UUD 1945 ketentuan Pasal 16 menjadi :

1. Presiden membentuk suatu Dewan Pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat


dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam UU.
2. Dewan ini berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan Presiden dan berhak
mamajukan usul kepada Pemerintah.

Dalam perubahan UUD 1945 juga terdapat pembentukan Lembaga Negara baru yaitu Dewan
Perwakilan Daerah dan penambahan pada Kekuasaan kehakiman yaitu Mahkamah
Konstitusi. Ketentuan mana dapat ditelusuri dalam Pasal 24 ayat 2 Perubahan UUD 1945 :
”Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang
berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.

Dalam rangka melakukan identifikasi terhadap lembaga-lembaga Negara pasca Perubahan


UUD 1945, maka dilakukan pendekatan dari berbagai sudut pandang :
A. Teori Pemisahan dan Teori Pembagian Kekuasaan
            Teori yang berkaitan dengan pemisahan atau pembagian kekuasaan adalah ”teori
pemisahan kekuasaan” yang dipopulerkan oleh Montesquieu dan ”teori pembagian
kekuasaan” yang dipopulerkan oleh Hans Kelsen. Fungsi dari ketiga lembaga Negara tersebut
adalah  melaksanakan kedaulatan rakyat.
B. Penamaan dan Dasar Hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945
            Ditelusuri berdasarkan penamaan dan atribusi wewenang mengenai lembaga-lembaga
Negara dalam Perubahan UUD 1945, maka dapat diidentifikasi sebagai berikut :
a. MPR
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945
b.  Presiden
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 4 ayat (1), Pasal 5 ayat
(1) dan ayat (2) Pasal 11 ayat (1), Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2),
Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17 ayat (2), Pasal 20 ayat (2), Pasal 24A ayat (3), Pasal 24B ayat
(3), Pasal 24C ayat (3), Perubahan UUD 1945.
c. Dewan Perwakilan Rakyat
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 20 ayat (1) dan (2),
Pasal 22 ayat (2), Pasal 23 ayat (2), Pasal 22D ayat (3), Pasal 22E ayat (2), (3), Pasal 24B
ayat (3), Pasal 24A ayat (3), Pasal 14 ayat (2), Pasal 11 ayat (2), Perubahan UUD 1945.
d. Dewan Perwakilan Daerah
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 22D ayat (1), (2), (3),
Pasal 2F ayat (1), Perubahan UUD 1945.
e.Mahkamah Agung
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 24 ayat (2), Pasal 24A
ayat (1), Pasal 24C ayat (3).
f. Mahkamah Konstitusi
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 24C ayat (1), Pasal 24C
ayat (2).
g. Komisi Yudisial
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 24A ayat (3), Pasal 24B
ayat (1).
h. Badan Pemeriksa Keuangan
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 23E ayat (1) dan ayat
(2).
i. Pemerintah Daerah
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 18 ayat (2), ayat (5),
ayat (6).
j. Komisi Pemilihan Umum
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 22E ayat (1), ayat (2),
(5).
k. Bank Sentral
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 23D
l. Tentara Nasional Indonesia
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 30 ayat (3).
m.Kepolisian Negara Republik Indonesia
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 30 ayat (3).
n. Dewan Pertimbangan
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 16.

Di luar ketentuan UUD, keberadaan lembaga komisi yang merupakan lembaga-lembaga


pembantu (state auxiliary agen-cies) dibentuk berdasarkan Undang-Undang maupun
Peraturan lainnya. Dalam kenyataan di Indonesia telah dibentuk, Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (Komnas HAM), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi (KPK), Komisi Penyiaran (KPI), Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU), Komisi Nasional untuk Anak, Komisi Nasional Perempuan, Komisi Ombudsman
Nasional (KON), dan Komisi Hukum nasional (KHN).
2.  Susunan, Kedudukan, dan Wewenang Lembaga-Lembaga Negara

2.1.  Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)


1.  Susunan dan Keanggotaan MPR
MPR terdiri atas anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui pemilihan umum, dan dalam
Pasal 3, ditentukan bahwa Keanggotaan MPR diresmikan dengan Keputusan Presiden.
a. Pimpinan MPR
Pasal 7 ayat (1)
b. Kedudukan MPR
Pasal 10 UU. NO. 22 Tahun 2003 menentukan bahwa MPR merupakan lembaga
permusyawaratan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga Negara.
a. Tugas dan Wewenang MPR
Menurut ketentuan Pasal 3 Perubahan UUD 1945 jo Pasal 11 UU. NO. 22 Tahun 2003 bahwa
MPR mempunyai tugas dan wewenang:
1. Mengubah dan menetapkan undang-undang dasar
2. Melantik presiden dan wakil presiden berdasarkan hasil pemiihan umu, dalam sidang
paripurna MPR
3. Menetapkan peraturan tata tertib dan kode etik MPR

2.2.DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (DPR)

1. Susunan dan Keanggotaan DPR

Peserta pemilihan umum yang dipilih berdasarkan hasil pemilihan umum. Keanggotaan DPR
ditentukan dalam pasal 17.
a. Pimpinan DPR
    Ketentuan pimpinan DPR ditentukan dalam pasal 21
2. Tugas dan wewenang DPR
Pasal 26 menentukan bahwa ;

1. DPR mempunyai tugas dan wewenang :


2. Membentuk Undang-Undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat
persetujuan bersama;
3. Membahas dan memberikan persetujuan peraturan pemerintah pengganti Undang-
Undang;
4. Menerima dan membahas usulan rancangan Undang-Undang yang diajukan DPD
yang berkaitan dengan bidang tertentu dan mengikutsertakannya dalam pembahasan;
5. Menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD;
6. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, serta kebijakan pemerintah;
7. Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan memperhatikan penimbangan
DPD;
8. Memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan pemberhentian
anggota Komisi Yudisial;
9. Memberikan persetujuan calon hakim Agung yang diusulkan Komisi yudisial untuk
ditetapkan sebagai hakim Agung oleh Presiden.

2.3.   Dewan Perwakilan Daerah (DPD)


1.    Kedudukan dan Fungsi DPD
Dalam Pasal 40 ditentukan, DPD merupakan lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan
sebagai lembaga Negara.
2. Tugas dan wewenang DPD
Dalam Pasal 42, ditentukan :

DPD dapat mengajukan kepada DPR RUU yang berkaitan dengan Otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran, dan penggabungan daerah,
pengelola sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya serta yang berkaitan dengan
pertimbangan keuangan pusat dan daerah.

2.4.   PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN


1.   Kedudukan, Tugas dan Wewenang Presiden
Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 membedakan dua macam kedudukan Presiden yaitu :
sebagai Kepala Negara dan sebagai Kepala Pemerintah. Dimana DPR, mengesahkan,
mengundangkan UU dalam Lembaran Negara dan beberapa kewenangan dibidang legislativ.
Berdasarkan paparan di atas, betapa besar kekuasaan seorang Presiden menurut Perubahan
UUD 1945.

Kekusaan Presiden dapat dikelompokkan menjadi empat :

1. Kekuasaan Penyelenggaraan Pemerintah


2. Kekuasaan di bidang Perundang – unddangan
3. Kekuassaan di bidang Yudisial dan
4. Kekuasaan dalam hubungan luar negeri.

2.5 MAHKAMAH AGUNG DAN MAHKAMAH KONSTITUSI

2.5.1. MAHKAMAH AGUNG

Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-
undangan di bawah undang – undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan
oleh UU. Hakim Agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil,
professional, dan berpengalaman di bidang hukum.
Di dalam Negara hukum maka perlu adanya Mahkamah Agung, sebagai badan/lembaga yang
mempunyai tugas menegakkan tertib hukum, disamping Mahkamah Agung merupakan
peradilan kasasi, mengawasi kegiatan – kegiatan peradilan bawahan dan melakukan hak uji
material peraturan perundang – undangan di bawah UU.

Bagir Manan memaparkan bahwa Mahkamah Agung merupakan badan kekuasaan


kehakiman tertinggi (badan pengadilan Negara tertinggi). Sebagai penyelenggaraan Negara,
Mahkamah Agung adalah “Lembaga Tertinggi Negara” seperti Presiden, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Badan Pemeriksa Keuangan. Hubungan kelembagaan
(intitusional) Mahkamah Agung hanya ada dengan Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Dengan Lembaga Negara yang lain, hanya ada hubungan kepenasihatan. Hubungan ini ada
yang bersifat searah dan ada yang dua arah.

Hubungan dengan Presiden bersifat dua arah. Dari Presiden hubungan berkaitan dengan
pengangkatan dan pemberhentian Hakim Agung, sedangkan dari Mahkamah Agung kepada
Presiden ada hubungan kepenasihatan yaitu memberikan nasihat atau pertimbangan hukum
kepada Presiden.

Demikian juga hubungan dengan DPR bersifat dua arah. Dari DPR hubungan berkaitan
dengan pencalon Mahkamah Agung, sedangkan Mahkamah Agung berkaitan dengan
kepenasihatan. Disamping kekuasaan sebagai Kepala Negara, Presiden berhak mengajukan
RUU, membahas RUU bersama DPR.

2.5.2 MAHKAMAH KONSTITUSI

Dasar hukumnya Pasal 24 C Perubahan UUD 1945 :

Makamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji Ungdan-undang terhadap UUD, memutus sengketa
kewenangan lembaga Negara yang berwenang diberikan oleh UUD, memutus pembubaran
Partai Politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan Umum.

Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan
pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD.
Mahkamah Konstitusi memiliki Sembilan orang anggota Hakim Konstitusi yang ditetapkan
oleh Presidfen, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang
oleh DPR, dan tiga orang oleh Presiden.

Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh Hakim Konstitusi. Hakim
konstitusi harus memiliki integritas, dan kepribadian yang tidak tercela, adil, dan negarawan
yang menguasi konstitusi dan ketatanegaraan serta tidak merangkap sebagai pejabat Negara.
Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara dan ketentuan lainnya
tentang Mahkamah Konstitusi diatur dalam UU No. 24 tahun 2003.

Tujuan pembentukan Mahkamah Konstitusi dilandasi pemikiran :

Pertama, adanya prinsip “check and balances system” dimana mekanisme demokrasi dapat
dikontrol dan diimbangi dengan “nomokrasi”.

Kedua, penegasan dan penguatan prinsip Negara hukum di mana “rule of the Constitution
and pricipe Constitutional democracy” diutamakan secara nyata dengan cara melakukan
pengawalan terhadap UUD melalui MK.

Istilah di Negara lain : Di Perancis disebut Dewan Konstitusi, di Jerman disebut Mahkamah
Konstitusi dan di Eropah Konstituental disebut Mahkamah Konstitusi.

2.6. BPK

Pasal 23E Bab VIII A mengatur mengenai BPK. Tujuannya adalah memeriksa pengelolaan
dan tanggung jawab tentang keuangan Negara. Diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan
yang bebas dan mandiri. Hasil pemeriksaan selanjutnya akan ditindak lanjuti oleh lembaga
perwakilan dan/atau badan sesuai UU. Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan pertimbangan
DPD dan diresmikan oleh Presiden. Pimpinan BPK akan dilpilih dari dan oleh anggota. BPK
berkedudukan di ibu kota Negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.

3. Hubungan Antar Lembaga Negara

3.1. Hubungan MPR dengan DPR dan DPD

Pasca perubahan UUD 1945 kedudukan MPR adalah sebagai “Lembaga Negara” tidak lagi
sebagai Lembaga Tertinggi Negara, oleh karena itu tugas dan wewenangnya sejajar dengan
“Lembaga Negara yang lainnya”. Dipandang dari Pasal 3 Ayat (1), (2), (3), perubahan UUD
1945 tugas dan wewenang MPR sebenarnya masih seperti dulu yang berkurang hanyalah
MPR tidak lagi memilih Presden dan Wakil Presiden, dan memberikan mandat kepada
Presiden. Karena sekarang kedaulatan berada di tangan rakyat (Pasal 1 Ayat 2), serta
Presiden dan Wakil Preiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat (Pasal 6
Perubahan UUD 1945). Sementara, dipandang dari keanggotaannya MPR terpilih dari DPR
dan DPD yang dipilih melalui Pemilihan Umum (Pasal 2 Ayat 1).

3.2. Hubungan MPR dan Presiden

1. MPR melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden (Pasal 3 Ayat 2 Perubahan 1945)

2. Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama,
atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan MPR atau DPR (Sumpah/Janji Presiden
dan Wakil Presiden, Pasal 9 Ayat 1 1945)

3. jika MPR atau DPR tidak dapat mengadakan sidang, maka Presiden dan Wakil Presiden
bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Pimpinan
MPR dengan disaksikan oleh Pimpinan MA (Sumpah/Janji Presiden dan Wakil Presiden,
Pasal 9 Ayat 2 1945)

4. MPR hanya bisa memberhentikan Presiden atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya
menurut UUD Pasal 3 Ayat 3.

5. Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR
atas usul DPR, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pelanggaran
penghianatan terhadap Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau
perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden
dan/atau Wakil Presiden ( Pasal 7A)

3.3. Hubungan DPR dan Presiden

1. hubungan antara DPR dan Presiden dapat ditelusuri dalam bidang legislasi:

a. DPR memegang kekuasaan membentuk UU (Pasal 20 Ayat 1)

b. Presiden berhak mengajukan RUU kepada DPR (Pasal 5 Ayat 1)


c. Setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama (Pasal
20 Ayat 2)

d. Presiden mengesahkan RUU yang telah doisetujui bersama untuk menjadi UU (Pasal 20
Ayat 2)

e. Dalam hal RUU yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam
waktu 30 hari semenjak RUU tersebut disetujui, RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib
diundangkan.

3.4. Hubungan Presiden dan DPR

1. RUU anggaran pendapatan dan belanja Negara diajukan oleh presiden untuk dibahas
bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 23 ayat 2)

2. Apabila DPR tidak menyetujui RUU anggaran pendapatan dan belanja Negara yang
diusulkan oleh Presiden, pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
yang tahun lalu (Pasal 23 ayat 3)

3. Dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Pereaturan
pemerintahan sebagai pengganti undang-undang (Pasal 22 ayat 1)

4. peraturan Pemerintah itu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan masa itu
(Pasal 22 ayat 2)

5. Jika tidak mendapat persetujuan maka peraturan pemerintah itu harus dicabut (Pasal 22
ayat 3)

6. Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dengan


Negara lain (pasal 11 ayat 1 Perubahan UUD 1945)

7. Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang
luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan Negara
dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan
persetujuan DPR (Pasal 11 ayat 2 Perubahan UUD 1945)
8. Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibat keadaan bahaya ditetapkan
dengan undang-undang (Pasal 12 UUD 1945)

9. Dalam hal mengangkat duta Presiden memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 13 ayat 2)

10. Presiden menerima penempatan duta Negara asing dengan memperhatikan pertimbangan
DPR (pasal 13)

11. Presiden menerima amnesty dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR
(Pasal 14 ayat 2)

3.5. Hubungan Presiden dan Dewan Pertimbangan Agung

1. Sebelum UUD diubah , ditentukan bahwa:

a. Susunan DPA ditetapkan dengan undang-undang (Pasal 16 ayat 1)

1. Dewan ini berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan presiden dan berhak
mengajukan usul kepada pemerintahan (Pasal 16 ayat 2)

2. Setelah UUD 1945 mengalami perubahan:

a. Presiden membentuk suatu Dewan Pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan
pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam Undang-Undang (Pasal 16 ayat
1 Perubahan UUD 1945)

b. Dewan ini berkewajiban memberi jawaban atas pertanyaan Presiden dan berhak
memajukan usul kepada pemerintah (Pasal 16 ayat 2)

3.6. Hubungan Presiden dan Kementrian Negara

1. Sebelum UUD 1945 diubah:

a. Presiden dibantu oleh menteri-menteri Negara (Pasal 17 ayat 1)

b. menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden (Pasal  17 ayat 2)

c. menteri-menteri itu memimpin departemen pemerintahan (Pasal 17 ayat 3)


2. setelah UUD 1945 diubah :

a. ayat 3 diubah menjadi; setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.

b. pembentukan, pengubahan dan pembubaran kementrian Negara diatur dalam UU (Pasal 17


ayat 4)

3.7. Hubungan Presiden/Pemerintah dengan Mahkamah Agung

1. melakukan peradilan, mengadakan pengawasan tertinggi atas jalannya peradilan

2. memberikan pertimbangan-pertimbangan kepada presiden tentang permohonan grasi


(Moh. Kusnadi dan Bintan R. Saragih, 1994:174) dalam pasal 14 ayat 1 perubahan UUD
1945 ditentukan bahwa Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperthatikan
pertimbangan Mahkamah Agung).

3.8. Hubungan DPR dan BPK

1. hasil pemeriksaan keuangan Negara kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan UU
(Pasal 23 ayat 2 perubahan UUD 1945)

2. hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjtui oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai
dengan UU (Pasal 23E ayat 3).
BAB 3
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Setelah melakukan pembahasan dari BAB I samlai BAB III, maka penulis mengambil
kesimpulan sebagai berikut:
Perbandingan pengaturan antar lembaga Negara sebelum dan sesudah mandemen:
-          Sebelum Amandemen
1.      MPR, sebagai pelaksana kedaulatan rakyat, mempunyai kekuasaan untuk menetapkan UUD,
GBHN, memilih Presiden dan Wakil Presiden serta mengubah UUD
2.      Presiden, yang berkedudukan dibawah MPR, mempunyai kekuasaan yang luas yang dapat
digolongkan kedalam beberapa jenis:
3.      Kekuasaan penyelenggaran pemerintahan;

4.      Kekuasaan didalam bidang perundang undangan, menetapakn PP, Perpu;

5.      Kekuasaan dalam bidang yustisial, berkaitan dengan pemberian grasi, amnesti, abolisi dan
rehabilitasi;

6.      Kekuasaan dalam bidang hubungan luar negeri, yaitu menyatakan perang, membuat
perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain, mengangkat duta dan konsul.

3.      DPR, sebagai pelaksana kedaulatan rakyat mempunyai kekuasaan utama, yaitu kekuasaan
membentuk undang-undang (bersama-sama Presiden dan mengawasi tindakan presiden.

4.      DPA, yang berkedudukan sebagai badan penasehat Presiden, berkewajiban memberikan
jawaban atas pertanyaan presiden dan berhak mengajukan usul kepada pemerintah

5.      BPK, sebagai “counterpart” terkuat DPR, mempunyai kekuasaan untuk memeriksa tanggung
jawab keuangan Negara dan hasil pemeriksaannya diberitahukan kepada DPR.

6.      MA, sebagai badan kehakiman yang tertinggi yang didalam menjalankan tugasnya tidak
boleh dipengaruhi oleh kekuasaan pemerintah.

-          Setelah Amandemen


1.      MPR, Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi negara lainnya
seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK, menghilangkan kewenangannya menetapkan
GBHN, menghilangkan kewenangannya mengangkat Presiden (karena presiden dipilih secara
langsung melalui pemilu), tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD, susunan
keanggotaanya berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan angota
Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih secara langsung melalui pemilu.
2.      DPR, Posisi dan kewenangannya diperkuat, mempunyai kekuasan membentuk UU
(sebelumnya ada di tangan presiden, sedangkan DPR hanya memberikan persetujuan saja)
sementara pemerintah berhak mengajukan RUU, Proses dan mekanisme membentuk UU
antara DPR dan Pemerintah, Mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi
anggaran, dan fungsi pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara.
3.      DPD, Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan kepentingan
daerah dalam badan perwakilan tingkat nasional setelah ditiadakannya utusan daerah dan
utusan golongan yang diangkat sebagai anggota MPR, keberadaanya dimaksudkan untuk
memperkuat kesatuan negara Republik Indonesia, dipilih secara langsung oleh masyarakat di
daerah melalui pemilu, mempunyai kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang berkait dengan
kepentingan daerah.
4.      BPK, Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD, berwenang
mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD) serta
menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat
penegak hukum, berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi,
mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang
bersangkutan ke dalam BPK.
5.      Presiden, Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan memperbaiki tata cara pemilihan
dan pemberhentian presiden dalam masa jabatannya serta memperkuat sistem pemerintahan
presidensial, Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR, Membatasi masa
jabatan presiden maksimum menjadi dua periode saja, Kewenangan pengangkatan duta dan
menerima duta harus memperhatikan pertimbangan DPR, kewenangan pemberian grasi,
amnesti dan abolisi harus memperhatikan pertimbangan DPR, memperbaiki syarat dan
mekanisme pengangkatan calon presiden dan wakil presiden menjadi dipilih secara langsung
oleh rakyat melui pemilu, juga mengenai pemberhentian jabatan presiden dalam masa
jabatannya.
6.      Mahkmah Agung, Lembaga negara yang melakukan kekuasaan kekuasaan kehakiman, yaitu
kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan [Pasal
24 ayat (1)], berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peaturan perundang-
undangan di bawah Undang-undang dan wewenang lain yang diberikan Undang-undang.di
bawahnya terdapat badan-badan peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan
Peradilan Agama, lingkungan Peradilan militer dan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara
(PTUN), badan-badan lain yang yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman
diatur dalam Undang-undang seperti: Kejaksaan, Kepolisian, Advokat/Pengacara dan lain-
lain.
7.      Mahkamah Konstitusi, Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi
(the guardian of the constitution), Mempunyai kewenangan: Menguji UU terhadap UUD,
Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara, memutus pembubaran partai politik,
memutus sengketa hasil pemilu dan memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai
dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden menurut UUD, Hakim Konstitusi
terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing oleh Mahkamah Agung, DPR dan
pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden, sehingga mencerminkan perwakilan dari 3 cabang
kekuasaan negara yaitu yudikatif, legislatif, dan eksekutif.
Atas dasar itu, UUD 1945 meletakan asas dan ketentuan-ketentuan yang mengatur
hubungan-hubungan (kekuasaan) diantara lembaga-lembaga negara tersebut. Hubungan –
hubungan itu adakalanya bersifat timbal balik dan ada kalanya tidak bersifat timbal balik
hanya sepihak atau searah saja.

Sistem pembagian kekuasaan di negara Republik Indonesia jelas dipengaruhi oleh


ajaran Trias Politica yang bertujuan untuk memberantas tindakan sewenang-wenang
penguasa dan untuk menjamin kebebasan rakyat.

Menurut UUD NRI 1945 penyelenggaran negara pelaksanaannya diserahkan kepada


suatu alat perlengkapan negara seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Presiden,
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK), Mahkmah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK).

Lembaga-lembaga negara merupakan lembaga kenegaraan yang berdiri sendiri yang


satu tidak merupakan bagian dari yang lain. Akan tetapi, dalam menjalankan kekuasaan atau
wewenangnya, lembaga Negara tidak terlepas atau terpisah secara mutlak dengan lembaga
negara lain, hal itu menunjukan bahwa UUD 1945 tidak menganut doktrin pemisahan
kekuasaan, dengan perkataan lain, UUD 1945 menganut asas pembagian kekuasaan dengan
menunjuk pada jumlah badan-badan kenegaraan yang diatur didalamnya serta hubungan
kekuasaan diantara badan-badan kenegaraan yang ada.

Sistem pembagian kekuasan yang di anut oleh Republik Indonesia saat ini tidak
tertutup kemungkinan akan berubah sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia, dengan
di amandemen UUD 1945 tahun 1999-2004 menunjukan terjadinya perubahan dalam
penyelenggaraan negara, namun semua itu tetap dalam kerangka kedaulatan rakyat diatas
segalanya.
D.    SARAN
Seiring dengan perkembangan zaman dengan banyaknya tuntutan dan permasalahan Negara
yang semakin kompleks ditambah dengan issue-issue distrust masyarakat terhadap
pemerintah maka sangatlah penting peranan pemerintah dalam mengatur system
kelembagaan Negara secara tegas mengatur fungsi dan kedudukannya. UUD 1945 sebelum
dan sesudah perubahan telah mengatur lembaga-lembaga Negara tugas, fungsi dan
wewenangnya. akan tetapi, bukan tidak mungkin terjadi perubahan UUD 1945 ke-V
mengingat masih ada lembaga Negara yang memiliki kewenangan dan kedudukan yang
kurang kuat. Juga perlu adanya penegasan bentuk Parlemen di Indonesia agar tidak adanya
kekacauan pembagian kewenangan.

Lembaga-lembaga Negara dewasa ini di Indonesia sedang mengalami pertumbuhan.


Banyak lahir lembaga-lembaga Ad hoc yang notabenenya memiliki kewenangan dan fungsi
yang bersifat sementara dan tidak kuat. jadi, saran penulis disini adalah pemerintah dapat
lebih bijak mengatur lembag-lembaga Negara agar tidak terjadi pemborosan uang Negara
membiayai lembaga-lembaga Negara yang sedang tumbuh bagai cawan di musim hujan.
DAFTAR PUSTAKA

[1] Prof. C.S.T. Kansil,  Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
hlm 139

[2] Prof. C.S.T. Kansil,  Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
hlm 140

[3] Prof. C.S.T. Kansil,  Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
hlm 141

[4] http://id.wikipedia.org/wiki/Presiden_Indonesia

[5]  Prof. C.S.T. Kansil,  Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta,
2008. hlm 142

[6] http://id.wikipedia.org/wiki/Dewan_Perwakilan_Rakyat

[7] Prof. C.S.T. Kansil,  Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
hlm 144

[8] Prof. C.S.T. Kansil,  Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
hlm 145

[9] id.wikipedia.org/wiki/Mahkamah_Agung_Indonesia

[10] http://komisiyudisial.go.id/statis-27-keanggotaan.html

[11] http://komisiyudisial.go.id/statis-38-wewenang-dan-tugas.html

Anda mungkin juga menyukai