Anda di halaman 1dari 17

Makalah

KEKUASAAN NEGARA

Di Susun Oleh Kelompok: III

Mina :222463119

Yuliana :222463110

Sayang Anggita :222482019

Ajhari :222463121

Sapriadi Brutu :222463098

Dosen Pengampu: Jhon Wahidi., S.Pd., M.Pd

SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK (STISIP)

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

AL WASHLIYAH BANDA ACEH

2022-2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan
tugas makalah tentang “Kekuasaan Negara”.

Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua


pihak yang telah turut memberikan kontribusi dalam penyusunan karya
ilmiah ini. Tentunya, tidak akan bisa maksimal jika tidak mendapat
dukungan dari berbagai pihak.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat


kekurangan, baik dari penyusunan maupun tata bahasa penyampaian
dalam tugas ini. Oleh karena itu, kami dengan rendah hati menerima saran
dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki tugas makalah
kedepan.

Banda Aceh, 15 November 2022

Kelompok III

ii
ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................ii

DAFTAR
ISI…………………………………………………………......iii

BAB I. PENDAHULUAN..........................................................................1

A. Latar Belakang……………………………………………....….....1
B. Rumusan Masalah…………………………………….…...............1

BAB II. PEMBAHASAN...........................................................................2

A. Bagaimana Pandangan Ikwanul Muslimin tentang Kekuasaan


Negara………………………………………………………….….2
B. Bagaimana Kekuasaaan Negara Berdasarkan Perubahan UUD
1945…………………………………………………………….….2
C. Seperti apa Kekuasaan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)..3
D. Bagaimana Kekuasaan Pemerintah (Presiden dan Wakil Presiden)5
E. Seperti apa Kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan
Dewan Perwakilan Daerah (DPD)…………………………….…..7

BAB III. PENUTUP……………………………………………….……..9

A. Kesimpulan………….……………………………………….……9

DAFTAR PUSTAKA……………………………………...……………10

iii
iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kekuasaan negara yang terpusat pada satu lembaga mengakibatkan
timbulnya berbagai efek samping negatif, menjadi salah satu sebab
masyarakat menghendaki adanya perubahan pada pembagian kekuasaan
yang lebih tegas. Ditambah lagi dengan seruan dari segala penjuru untuk
melakukan demokratisasi dalam segala bidang, mengakibatkan kedudukan
Presiden dalam UUD 1945 perlu dikaji kembali. Hal ini terwujud dengan
diadakannya perubahan terhadap UUD 1945 selama kurun waktu 1999-
2002.
Masa reformasi seakan membawa angin perubahan bagi bangsa
Indonesia untuk menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis,
salah satu langkah awal untuk menuju hal itu adalah dengan mengubah
pasal-pasal dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang
dianggap tidak lagi sesuai dengan prinsip demokrasi.
Kedudukan Presiden dalam pembentukan undang-undang tidak
terlepas dari sistem yang diwarisi Indonesia dari penjajah yang berasal dari
tanah Eropa. Dimana tidak diterapkannya secara murni Teori Montesquieu
dalam Trias Politica yaitu Separation of Power, melainkan mengacu pada
sistem pembagian fungsi bahkan difusi kekuasaan (diffusion of power).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pandangan Ikwanul Muslimin tentang Kekuasaan
Negara?
2. Bagaimana Kekuasaaan Negara Berdasarkan Perubahan UUD
1945?
3. Seperti apa Kekuasaan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)?
4. Bagaimana Kekuasaan Pemerintah (Presiden dan Wakil Presiden)?
5. Seperti apa Kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan
Dewan Perwakilan Daerah (DPD)?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kekuasaan Negara Menurut Ikwanul Muslimin


Kekuasaan negara yang bertumpu pada satu tangan, akan
mengakibatkan sang penguasa (raja atau khalifah atau presiden dan apa
pun istilahnya) berpotensi besar untuk menyalahgunakan kekuasaannya.
Maka teori politik menawarkan adanya pemisahan kekuasaan menjadi
pembagian kekuasaan, seperti adanya konsep trias politica, yaitu sebagai
konsep normatif bahwa kekuasaan-kekuasaan sebaiknya tidak diserahkan
kepada orang yang sama untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh
pihak yang berkuasa. Dengan demikian diharapkan hak-hak azasi warga
negara lebih terjamin.
Secara internal, mengapresiasi kekuasaan politik bagi Ikhwanul
Muslimin merupakan suatu keniscayaan, agaknya hal ini sejalan dengan
pandangan politik para aktivis muslim Indonesia. Karena pemikiran ini
mendorong intelektual muslim pasca Orde Baru untuk memasuki lembaga
eksekutif dan birokrasi umumnya.
Secara eksternal, politik adalah memelihara kemerdekaan dan
kebebasan bangsa, menghantarkan mencapai tujuan yang akan menempat-
kan kedudukannya di tengah-tengah bangsa lain, serta membebaskannya
dari penindasan dan intervensi pihak lain dalam urusan-urusannya.
Jabatan-jabatan politik dalam negara dan pemerintahan cukup banyak,
namun demikian, jabatan yang terkait dengan kekuasaan yang cukup besar
dalam pemerintahan negara, paling tidak merujuk pada konsep pembagian
kekuasaan menjadi tiga; eksekutif, yudikatif dan Legislatif.

B. Kekuasaaan Negara Berdasarkan Perubahan UUD 1945


Setelah UUD 1945 dilakukan suatu perubahan, struktur ketata-
negaraan negara Republik Indonesia mengalami perubahan yang sangat
radikal. Perubahan dimaksud dapatdicermati dari susunan dan jenis
lembaga yang ada, kewenangan, dan pembagian kekuasaannya.

2
2
Struktur ketatanegaraan Indonesia menempatkan lembaga Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga tertinggi negara yang
berada di atas lembaga tinggi negara yang lain. Lembaga tinggi yang ada,
yakni DPR, Presiden, BPK, DPA dan MA, akan tetapi setelah dilakukan
perubahan MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara dan ada
lembaga tinggi negara lain yang dihapuskan, yakni Dewan Pertimbangan
Agung (DPA). Setelah itu muncul lembaga-lembaga baru seperti Dewan
Perwakilan Daerah (DPD), Mahkamah Konstitusi (MK),dan Komisi
Yudisial (KY).
Dengan demikian struktur ketatanegaraan berdasarkan perubahan
UUD 1945 dimaksud terdiri dari lembaga MPR, DPR dan DPD sebagai
kelompok kekuasaan legislative, Presiden dan Wakil Presiden memegang
kekuasaan eksekutif, Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi
(MK) memegang kekuasaan yudisial, dan Badan Pengawas Keuangan
(BPK) sebagai pemegang kekuasaan pengawas keuangan negara. Lembaga
Komisi Yudisial (KY) sebagai lembaga baru dilingkungan kekuasaan
kehakiman yang memegang fungsi pengawasan (control), akan tetapi tidak
masuk pada kekuasaan yudisial.

C. Kekuasaan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)


Di dalam Perubahan UUD 1945 komposisi keanggotan Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) mengalami perubahan, yang sebelumnya
anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) terdiri dari anggota DPR
ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-
golongan menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang,
kemudian setelah dilakukan Perubahan ke-IV keanggotaan MPR berubah
yang terdiri dari angggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan anggota
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang dipilih melalui Pemilian Umum
dan diatur dalam undang-undang. Perubahan keanggotaan MPR dimaksud,
bukan berarti merubah system majelis perundang-undangan tunggal
(unicameral) menjadi sistem kembar (bicameral).

3
Di dalam system unicameral dimaksud keanggotaannya terdiri dari
DPR, utusan daerah dan golongan, dan setelah perubahan keanggotaan
MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang bukan hanya DPR
dan DPD secara kelembagaan, akan tetapi anggota DPR yang terdiri dari
beberapa fraksi yang berasal dari berbagai partai politik, bukan merupakan
fraksi tunggal sebagai satu lembaga, dan begitu juga anggota DPD. Sangat
berbeda dengan Amerika (AS), di Amerika Serikat Parlemen adalah
konggres yang anggotanya terdiri atas Senat dan House of
Representatives. Senat tidaklah sama dengan anggota DPR yang terdiri
dari fraksi-fraksi Parpol, dan House of Representatives tidak sama dengan
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) karena DPD juga terdiri dari perwakilan
partai politik yang ada di daerah. Dengan demikian anggota DPR tidak
merupakan satu lembaga parpol (fraksi tunggal), akan tetapi terdiri dari
beberapa partai politik (fraksi) dan DPD pun terdiri dari beberapa
perwakilan partai politik (fraksi), jadi anggota MPR adalah gabungan dari
anggota DPR dan anggota DPD, bukan gabungan lembaga DPR dan
lembaga DPD (pasal 2 ayat (1) UUD 1945), sehingga system majelis
setelah perubahan UUD 1945 tersebut belum dapat dikatakan sebagai
system kembar (bicameral).
Lembaga MPR yang sebelumnya memegang kedaulatan rakyat
yang sepenuhnya dilaksanakan oleh MPR, akan tetapi setelah terjadinya
amandemen ke- IV, lembaga MPR tidak lagi memegang kedaulatan rakyat
dan tidak lagi sebagai lembaga tertinggi negara.

Kewenangan Lembaga MPR dapat dibedakan sebelum dilakukan


amandemen UUD 1945 dan setelah amandemen, sebagai berikut;

1) Berdasarkan komposisi ke-anggotaan, sebelum amandemen terdiri


dari DPR, utusan daerah dan utusan golongan, dan setelah
amandemen anggota MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota
DPD.
2) Sistem Rekrutmen, sebelum amandemen rekrutnien DPR lewat
pemilu, dan utusan daerah, utusan golongan dengan cara diangkat,

4
akan tetapi setelah amandemen seluruh anggota DPR dan DPD
dipilih lewat pemilu.
3) Kewenangannya, sebelum amandemen tak terbatas, setelah
amandemen kewenangannya terbatas pada merubah dan
menetapkan UUD, melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden, dan
impeachment.
4) Kekuasaan Legislasi, sebelum amandemen oleh DPR, dan setelah
amandemen kekuasaan legislasi ada di DPR dan DPD, karena DPD
memiliki kewenangan mengajukan dan membahas RUU berkaitan
dengan otonomi daerah.

D. Kekuasaan Pemerintah (Presiden dan Wakil Presiden).


Presiden adalah lembaga eksekutif yang memegang kekuasaan
peme-rintahan, yang dalam pelaksanaan- nya dibantu oleh Wakil Presiden.
Berdasarkan amandemen ke-empat UUD 1945 pasal 6A ayat (1) Presiden
dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh
rakyat, yang diusulkan oleh partai politik atau gabung- an partai politik
sebelum pelaksanaan pemilihan umum yang pelaksanaan diatur oleh
Undang-undang Pemilu dan Undang-undang Pemilihan Presiden/ Wakil
Presiden. Setelah amandemen ke-IV UUD 1945 dimakud Presiden dan
Wakil Presiden memiliki otoritas dan legitimasi yang sangat kuat, karena
akan dipilih langsung oleh rakyat dan Presiden tidak dapat dijatuhkan oleh
MPR, kedudukan MPR dengan Presiden harus check and balances.
Kedudukan Presiden dan Wakil Presiden satu pasang yang sama
kuatnya dengan lembaga DPR yang juga dipilih oleh rakyat, Akan tetapi
kewenangan Presiden berkaitan dengan pembentukan undang-undang,
yang sebelumnya memegang kekuasaan membentuk undang-undang
dengan persetujuan DPR, dipersempit terbatas pada mengajukan
rancangan undang-undang kepada DPR sebagaimana diatur dalam pasal 5
ayat (1) UUD 1945, dan Presiden tidak dapat membekukan dan/atau
membubarkan DPR.

5
Kekuasaan Presiden selaku kepala eksekutif, berdasarkan perubahan UUD
1945 dapat dirinci, sebagai berikut;
1) Memegang kekuasaan pemerintahan,
2) Mengajukan rancangan undang- undang kepada Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR),
3) Menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan undang-
undang,
4) Memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat (AD),
Angkatan Laut (AL), Angkatan Udara (AU), wakilan Rakyat
(DPR) menyatakan.
5) Dengan persetujuan Dewan Per-perang, membuat perdamaian dan
perjanjian dengan negara lain,
6) Mengangkat duta dan konsul dan menerima penempatan duta
negara lain dengan memperhatikan Rakyat (DPR),pertimbangan
Dewan Perwakilan,
7) Menyatakan keadaan bahaya,
8) Memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan
pertimbangan Mahkamah Agung (MA), dan memberi amnesti dan
abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) serta memberi gelar, tanda jasa dan lain-lain tanda
kehormatan,
9) Membentuk Dewan Pertimbangan,
10) Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri negara sebagai
pembantu Presiden.

Selain kekuasaan tersebut di atas Presiden juga mempunyai


kewenangan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) (staatsbegroting) atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR), mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui
bersama untuk menjadi undang-undang dan dalam kepentingan memaksa
berhak menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai pengganti undang-
undang (Perpu), sebagaimana disebutkan dalam pasal 22 UUD 1945.
Kedudukan Presiden tidak tergantung dari Dewan Perwakilan Rakyat

6
(DPR), walaupun kekuasaan Presiden masih dapat dikontrol atau diawasi
oleh DPR, sebagaimana dirumuskan dalam pasal 20 Aayat (1) Perubahan
ke-II UUD 1945.

E. Kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Per-wakilan


Daerah (DPD).
Kekuasaan lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan
Perwakilan Daerah (DPD) memegang kekuasaan membentuk undang-
undang (kekuasaan legislatif) yang anggotanya terdiri dari wakil-wakil
rakyat yang dipilih melalui pemilihan umum. Wakil-wakil rakyat
dimaksud dipilih melalui partai-partai peserta pemilu. Di samping
memegang kekuasaan legislatif, lembaga DPR memiliki tiga fungsi, yakni
fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan.
Sedangkan untuk DPD fungsi legislatif dijalankan terbatas pada
kekuasaan mengajukan rancangan kepada DPR dan ikut membahas
rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat
dan daerah, serta memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan
undang-undang APBD dan rancangan undang-undang yang berkaitan
dengan pajak, pendidikan dan agama.
Fungsi pengawasan yang dimiliki Dewan Perwakilan Daerah
(DPD) terbatas pada pelaksanaan undang-undang yang berkaitan dengan
otonomi daerah sebagaimana tersebut di atas yang basil pengawasannya
disampaikan kepada DPR untuk ditindak lanjuti.
Dengan demikian kekuasaan membentuk undang-undang yang
melibatkan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) khusus dalam pembahasan
rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan, penggabungan dan pemekaran
daerah, dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak,
pendidikan dan agama berikut pengawasan pelaksanaannya.

7
7
Hubungan DPR dengan Presiden yang berkaitan dengan
kekuasaan. legislatif adalah DPR menyetujui rancang- an undang-undang
yang diajukan oleh Presiden dan menyetujui Peraturan Pemerintah serta
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) yang diajukan
oleh Presiden, dan berkaitan dengan kekuasaan eksekutif melakukan
pengawasan kepada Presiden selaku kepala eksekutif dalam menjalankan
pemerintahan negara. Sedangkan hubungan DPD dengan eksekutif tidak
mempunyai hubungan secara langsung, kecuali pengawasan terhadap
pelaksanaan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,
pembentukan, pemekaran dan peng-gabungan daerah, hubungan pusat dan
daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya,
pelaksanaan anggaran pendapat dan belanja negara, pajak, pendidikan dan
agama.

8
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Di dalam Perubahan UUD 1945 komposisi keanggotan Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) mengalami perubahan, yang sebelumnya
anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) terdiri dari anggota DPR
ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-
golongan menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang,
kemudian setelah dilakukan Perubahan ke-IV keanggotaan MPR berubah
yang terdiri dari angggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan anggota
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang dipilih melalui Pemilian Umum
dan diatur dalam undang-undang.
Kedudukan Presiden dan Wakil Presiden satu pasang yang sama
kuatnya dengan lembaga DPR yang juga dipilih oleh rakyat, Akan tetapi
kewenangan Presiden berkaitan dengan pembentukan undang-undang,
yang sebelumnya memegang kekuasaan membentuk undang-undang
dengan persetujuan DPR, dipersempit terbatas pada mengajukan
rancangan undang-undang kepada DPR sebagaimana diatur dalam pasal 5
ayat (1) UUD 1945, dan Presiden tidak dapat membekukan dan/atau
membubarkan DPR.
Dengan demikian kekuasaan membentuk undang-undang yang
melibatkan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) khusus dalam pembahasan
rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan, penggabungan dan pemekaran
daerah, dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak,
pendidikan dan agama berikut pengawasan pelaksanaannya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta : PT Gramedia


Pustaka Utama, 2004), h. 151.

A. Rahman Zainuddin, Pokok-Pokok Pemikiran Islam dan Masalah


Kekuasaan Politik, dalam Aneka Pemikiran tentang Kuasa dan
Wibawa, (Jakarta : Sinar Harapan, 1984), h. 194.

Abu Daud Busroh dan Abubakar Busro, Asas-Asas Hukum Tatanegara,


Cet. Ketiga, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1991

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama,


Jakarta, 2001

Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata negara


Indonesia, Pusat Studi Hukum Fak. Hukum Universitas Indonesia
dan Sinar Bakti, Cet. Ketujuh, Jakarta, 1988

10

Anda mungkin juga menyukai