Anda di halaman 1dari 8

AKHLAK KEPADA SESAMA MANUSIA

Dosen Pengampu :Al Fajri Kamal Ayu, S.Pd.I.,M.A

Erni Ardita
Sarmila
Ulfha Jazila
Novia Restu Adinda
Almiati
Selvia Yettrika Niswi

Program Studi, FSTIK, Universitas Bina Bangsa Getsempena


I
PENDAHULUAN

Allah menciptakan manusia sebagai makhluk sosial, sebagai makhluk sosial manusia
membutuhkan manusia lain untuk saling berinteraksi antara manusia satu dengan
manusia lain. Karena manusia makhluk sosial manusia tidak bisa hidup dalam
kesendirian dan membutuhkan yang namanya kelompok sosial untuk saling menjaga dan
membantu satu sama lain.

Manusia juga membutuhkan lingkungan untuk terjadinya interaksi antara individu


dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok lain, selain
sebagai tempat interaksi antar manusia fungsi lingkungan sebagai tempat tinggal
beberapa kelompok manusia agar terciptanya sebuah pemukiman.

Ketika manusia menjalankan kegiatan sosial yaitu salah satu berinteraksi antar manusia
satu dengan manusia lain, agar tidak terjadi sebuah konflik dalam berinteraksi sosial
kelompok manusia menciptakan yang namanya etika atau Akhlak agar bisa mengatur
tatanan kehidupan manusia.

Akhlak merupakan salah satu dari tiga kerangka dasar ajaran Islam yang memiliki
kedudukan yang sangat penting, di samping dua kerangka dasar lainnya. Akhlak mulia
merupakan buah yang dihasilkan dari proses penerapan aqidah dan syariah. Ibarat
bangunan, akhlak mulia merupakan kesempurnaan dari bangunan tersebut setelah
fondasi dan bangunannya dibangun dengan baik. Tidak mungkin akhlak mulia ini akan
terwujud pada diri seseorang jika ia tidak memiliki aqidah dan syariah yang baik.

Agama Islam yang dibawa dan diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw. memiliki ajaran
yang paling lengkap di antara agama-agama yang pernah diturunkan oleh Allah Swt.
kepada umat manusia. Kelengkapan Islam ini dapat dilihat dari sumber utamanya, al-
Quran, yang isinya mencakup keseluruhan isi wahyu yang pernah diturunkan kepada
para Nabi. Isi al-Quran mencakup keseluruhan aspek kehidupan manusia, mulai dari
masalah aqidah, syariah, dan akhlak, hingga masalah-masalah yang terkait dengan ilmu
pengetahuan.

Semua umat Islam harus mendasari keislamannya dengan pengetahuan agama (Islam)
yang memadai, minimal sebagai bekal untuk menjalankan fungsinya di muka bumi ini,
baik sebagai khalifatullah (QS. al-Baqarah (2): 30) maupun sebagai ‘abdullah (QS. al-
Dzariyat (51): 56). Sebagai khalifah Allah, manusia harus memiliki pengetahuan dan
keterampilan mengenai masalah keduniaan, sehingga dapat memfungsikannya secara
maksimal. Sedang sebagai hamba Allah, manusia harus memiliki bekal ilmu agama untuk
dapat mengabdikan dirinya kepada Allah dengan benar. Jika seorang Muslim dapat
membekali dirinya dengan pengetahuan yang cukup, baik pengetahuan umum maupun
pengetahuan agama, dan sekaligus dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari,
maka ia akan menjadi seorang Muslim yang kaffah/utuh (QS. al-Baqarah (2): 208)

Seorang Muslim yang kaffah/utuh (QS. al-Baqarah (2): 208). Untuk memahami dan
mengamalkan ajaran Islam secara mendasar, maka setiap Muslim harus memahami dan
mengamalkan dasar-dasar Islam. Dasar-dasar inilah yang kemudian oleh sebagian ulama
disebut kerangka dasar ajaran Islam. Kerangka dasar ajaran Islam sangat terkait erat
dengan tujuan ajaran Islam. Kerangka ini meliputi tiga konsep kajian pokok, yaitu aqidah,
syariah, dan akhlak. Kalau dikembalikan pada konsep dasarnya, tiga kerangka dasar
Islam ini berasal dari tiga konsep dasar Islam, yaitu iman, islam, dan ihsan (HR. Muslim).

II
PEMBAHASAN

Secara etimologi (lughatan) akhlaq (Bahasa Arab) adalah bentuk jamak dari khuluq yang
berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat. Berakar dari kata khalaqa yang
berarti menciptakan. Seakar dengan kata khaliq (pencipta), makhluq (yang di ciptakan)
dan khalq (penciptaan).

(Shihab, 1999)

banyak ditemukan dalam hadits Nabi Saw. Dalam salah satu haditsnya Rasulullah Saw.
bersabda, “Sesungguhnya aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang
mulia”. (HR. Ahmad). Sedangkan dalam al-Quran hanya ditemukan bentuk tunggal dari
akhlaq yaitu khuluq. Allah menegaskan, “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi
pekerti yang agung.” (QS. al-Qalam (68): 4). Khuluq adalah ibarat dari kelakuan manusia
yang membedakan baik dan buruk, lalu disenangi dan dipilih yang baik untuk
dipraktikkan dalam perbuatan, sedang yang buruk dibenci dan dihilangkan.

(Ainain, 1985: 186)

Baik kata akhlaq atau khuluq kedua- duanya di jumpai pemakaiannya baik dalam al-
Qur’an, sebagai berikut:

‫ك َل َعلَ ٰى ُخلُ ٍق َعظِ ٍيم‬


َ ‫َوِإ َّن‬
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”. (QS. Al- Qalam, 68:
4)

‫ِإنْ ٰ َه َذا ِإالَّ ُخلُ ُق اْأل َوَّ لِين‬

“(agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu” (QS. Al-Syu’ara, 26:
137)

Secara terminologis ada beberapa definisi tentang akhlaq menurut beberapa pakar, yaitu:

Menurut Imam Ghozali, Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa menusia yang
melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran maupun
pertimbangan.

(Nasution dan Rayani, 2013)

Ibrahim Anis, Akhlaq adalah sifat tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-
macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.

(Yunahar, 1999).

Kata yang setara maknanya dengan akhlak adalah moral dan etika. Kata-kata ini sering
disejajarkan dengan budi pekerti, tata susila, tata krama atau sopan santun,

(Faisal Ismail, 1998: 178)

Satu kata lagi yang sekarang menjadi lebih polpuler adalah karakter yang juga memiliki
makna yang hampir sama dengan akhlak, moral, dan etika. Pada dasarnya secara
konseptual kata etika dan moral mempunyai pengertian serupa, yakni sama-sama
membicarakan perbuatan dan perilaku manusia ditinjau dari sudut pandang nilai baik
dan buruk. Akan tetapi dalam aplikasinya etika lebih bersifat teoritis filosofis sebagai
acuan untuk mengkaji sistem nilai, sedang moral bersifat praktis sebagai tolok ukur
untuk menilai perbuatan yang dilakukan oleh seseorang.

(Muka Sa‟id, 1980: 23-24)

Hablun minannas adalah berhubungan antar sesama manusia. Sebagai umat beragama,
setiap orang harus menjalin hubungan baik antar sesamanya setelah menjalin hubungan
baik dengan Tuhannya. Dalam kenyataan sering kita saksikan dua hubungan ini tidak
padu. Terkadang ada seseorang yang dapat menjalin hubungan baik dengan Tuhannya,
tetapi ia bermasalah dalam menjalin hubungan dengan sesamanya. Atau sebaliknya, ada
orang yang dapat menjalin hubungan secara baik dengan sesamanya, tetapi ia
mengabaikan hubungannya dengan Tuhannya. Tentu saja kedua contoh ini tidak benar.
Yang seharusnya dilakukan adalah bagaimana ia dapat menjalin dua bentuk hubungan
itu dengan baik, sehingga terjadi keharmonisan dalam dirinya.

Menurut Asmaran (2002), Islam memerintahkan pemeluknya untuk menunaikan hak-hak


pribadinya dan berlaku adil terhadap dirinya. Islam dalam pemenuhan hak-hak
pribadinya tidak boleh merugikan hak-hak orang lain. Islam mengimbangi hak-hak
pribadi, hak-hak orang lain dan hak masyarakat sehingga tidak timbul pertentangan.
Semuanya harus bekerja sama dalam mengembangkan hukum-hukum Allah. Akhlak
kepada sesama manusia merupakan sikap seseorang terhadap orang lain. Adapun akhlak
terhadap sesama manusia dibagi menjadi 4 yakni:

1. Akhlak kepada Orang Tua/Guru Sebagai seorang anak, wajib berbakti kepada orang
tua, setelah takwa kepada Allah. Orang tua telah bersusah payah memelihara,
mengasuh, mendidik sehingga menjadi orang yang berguna dan bahagia. Karena itu
anak wajib menghormatinya, menjunjung tinggi titahnya, mencintai mereka dengan
ikhlas, berbuat baik kepada mereka, lebih-lebih bila usia mereka telah lanjut. Jangan
berkata keras dan kasar di hadapan mereka.
Adapun perbuatan yang harus dilakukan seorang anak kepada orang tuanya meliputi:
mendoakannya, taat kepada segala perintahnya selagi tidak bertentangan dengan
ajaran agama, menghormati, sopan santun, merendahkan diri kepadanya, menjaga,
menyayangi dan selalu melindunginya. Karena pada dasarnya orang tua adalah orang
yang sangat berjasa untuk anak- anaknya. Jasa yang di berikan tak dapat terhitung
apalagi tergantikan dengan harta.
(Asmaran, 2002).
Sedangkan seorang guru adalah pengganti orang tua ketika berada disekolah,
sehingga kita harus berakhlak kepada guru seperti halnya berakhlak kepada orang tua.
Akhlak terhadap guru tercermin melalui sikap hormat secara proporsional seperti
datang tepat waktu, berpakaian rapi, mendengarkan saat guru menerangkan,
menjawab saat guru bertanya, aktif ambil bagian dalam memberikan kontribusi
pemikiran saat diberi kesempatan diskusi kelas, serta melaksanakan tugas di rumah
baik untuk membaca literatur, membuat resume, menulis paper dan lain-lainnya.
(Sidiq, 1998).
2. Akhlak kepada Saudara Dalam pandangan Islam, berbuat santun terhadap saudara
harus sama sebagaimana santun kepada orang tua dan anak. Misalnya seorang adik
harus sopan kakaknya sebagaimana seorang anak sopan kepada ayahnya. Kakak harus
menyayangi adiknya seperti orang tua menyayangi anak- anaknya. Dengan saudara
kita harus berakhlak yang baik. Saudara itu tidak sebatas pada saudara kandung,
tetapi juga saudara sebangsa, seagama dan sesama manusia. Adapun akhlak yang
perlu dilakukan dengan saudara meliputi:
a. Adil terhadap Saudara
b. Menyayangi Saudara,
c. Jangan Su-udzan
3. Akhlak kepada Teman, Teman adalah orang paling setia menemani bermain dan
belajar. Adapun Akhlak kepada teman sebagai berikut:
a. Saling Menasihati, Ketika ada teman yang bertengkar ataupun melakukan
perbuatan yang tidak baik terhadap teman yang lain maka sesama teman wajib
menasihati.
b. Saling Menyayangi dan Menghargai, Mengasihi teman dengan tulus,
melahirkan sebuah persaudaraan. Selain itu, sesama teman harus saling
menghargai agar hubungan pertemanan tetap harmonis
c. Saling Membantu dan Tolong Menolong, Ketika teman membutuhkan bantuan
maka sebisa mungkin membantunya karena teman harus saling tolong
menolong.
d. . Saling Jujur dan Memaafkan, Berusahalah untuk selalu jujur dengan siapa saja
karena kejujuran yang akan membuat suatu keadaan menjadi tenang. Dan
belajarlah untuk selalu memaafkan semua kesalahan, tanpa menunggu teman
meminta maaf.
4. Akhlak kepada Tetangga, tetangga adalah orang yang tinggalnya berdekatan dengan
tempat tinggal seseorang, di mana mereka selalu mengetahui keadaan orang
terdekatnya lebih dulu di bandingkan dengan saudara yang rumahnya berjauhan.
Tetangga adalah unsur penting dalam bermasyarakat, karena dengan tetangga kita
dapat mewujudkan saling bekerja sama dalam membangun masyarakat. Di antara
kewajiban terhadap tetangga, antara lain tidak menyakiti mereka, menghormati dan
tenggang rasa terhadap mereka, serta memberi pertolongan kepada mereka apabila
membutuhkan.
(Zahruddin dan Hasanuddin, 2004).
Islam tidak boleh membedakan apakah tetangga itu muslim atau bukan, ia wajib
menolong mereka yang kesulitan. Kewajiban terhadap tetangga dapat dibedakan
menurut klasifikasi tetangga itu sendiri. Jika tetangga itu muslim dan famili, maka ada
tiga kewajiban untuk menunaikannya. Pertama, kewajiban memuliakan tetangga;
kedua, kewajiban menghormati hak keislamannya; ketiga, kewajiban kesamaan hak
karena adanya hubungan famili. Jika tetangga muslim saja (tidak famili) ada dua
kewajiban yang wajib ditunaikan. Pertama, kewajiban memuliakan tetangga; kedua,
kewajiban menghormati hak keislaman. Jika ia tidak muslim dan tidak famili maka
hanya ada satu kewajiban saja, yaitu memuliakan tetangga.
(Yatimin, 2007).

Akhlak di tengah-tengah masyarakat Yang dimaksud dengan pembinaan akhlak mulia di


tengah masyarakat di sini adalah menjalin hubungan baik yang tidak terfokus hanya
pada pergaulan antar manusia secara individual, tetapi lebih terfokus pada perilaku kita
dalam kondisi yang berbeda-beda, seperti bagaimana bersikap sopan ketika kita sedang
bepergian, ketika dalam berkendaraan, ketika bertamu dan menerima tamu, ketika
bertetangga, ketika makan dan minum, ketika berpakaian, serta ketika berhias.

Salah satu sikap penting yang harus ditanamkan dalam diri setiap Muslim adalah sikap
menghormati dan menghargai orang lain. Orang lain bisa diartikan sebagai orang yang
selain dirinya, baik keluarganya maupun di luar keluarganya. Orang lain juga bisa
diartikan orang yang bukan termasuk dalam keluarganya, bisa temannya, tetangganya,
atau orang yang selain keduanya. Dalam konteks beragama, orang lain bisa juga diartikan
orang yang tidak seiman dengan kita, atau orang yang tidak memeluk agama Islam.

Terhadap orang lain yang seiman (sesama Muslim), kita harus membina tali silaturrahim
dan memenuhi hak-haknya seperti yang dijelaskan dalam hadits Nabi Saw. Dalam salah
satu haditsnya, Nabi Saw. menyebutkan adanya lima hak seorang Muslim terhadap
Muslim lainnya, yaitu 1) apabila bertemu, berilah salam kepadanya, 2) mengunjunginya,
apabila ia (Muslim lain) sedang sakit, 3) mengantarkan jenazahnya, apabila ia meninggal
dunia, 4) memenuhi undangannya, apabila ia mengundang, dan 5) mendoakannya,
apabila ia bersin (HR. al-Bukhari dan Muslim). Terhadap suami atau isteri dan anak-anak
kita, kita harus saling menjalin hubungan kasih sayang demi ketenteraman keluarga kita.
Terhadap tetangga, kita harus selalu berbuat baik. Jangan sampai kita menyakiti tetangga
kita (HR. al-Bukhari).

Terhadap tamu, kita harus memuliakan dan menghormatinya. Nabi memerintahkan


kepada kita agar selalu memuliakan tamu (HR. al-Bukhari dan Muslim), dan segera
menyambut kedatangannya serta mengantarkan kepergiannya. Terhadap orang alim
(ulama) dan cendekiawan, kita harus menghormati keluasan ilmunya dan berusaha
untuk selalu bergaul dan mendekatinya. Terhadap para pemimpin, kita harus menaati
mereka selama tidak menyimpang dari aturan agama. Menaati pemimpin yang benar
berarti menaati Allah Swt. (HR. al-Bukhari dan Muslim). Jika mampu kita harus
memberikan saran dan nasehat yang baik kepada mereka demi kemajuan yang
dipimpinnya.

Adapun terhadap orang-orang yang lemah, seperti fakir miskin dan anak yatim, kita
harus berbuat baik dengan menyantuni mereka, memberikan makanan dan pakaian
kepada mereka, dan melindungi mereka dari gangguan yang membahayakan mereka.
Jangan sekali-kali kita berlaku sewenang-wenang kepada anak yatim dan menghardik
orang yang minta-minta (QS. al-Dluha (93): 9-10).

Terhadap mereka yang tidak seiman, Islam memberikan beberapa batasan khusus seperti
tidak boleh mengadakan hubungan perkawinan dengan mereka, tidak memberi salam
kepada mereka, dan tidak meniru cara-cara mereka. Ukuran hubungan dengan mereka
yang tidak seiman adalah selama tidak masuk pada ranah aqidah dan syariah. Di luar
kedua hal ini, Islam tidak melarang kita berhubungan dengan mereka. Terhadap mereka
yang mengancam agama kita, kita harus berbuat tegas (QS. al-Mumtahanah (60): 9). Dan
jika mereka berkhianat, kita pun harus memerangi mereka (QS. al-Anfal (8): 56-57).
IV
PENUTUP

Khuluq adalah ibarat dari kelakuan manusia yang membedakan baik dan buruk, lalu
disenangi dan dipilih yang baik untuk dipraktikkan dalam perbuatan, sedang yang buruk
dibenci dan dihilangkan.

Akhlak di tengah-tengah masyarakat Yang dimaksud dengan pembinaan akhlak mulia di


tengah masyarakat di sini adalah menjalin hubungan baik yang tidak terfokus hanya
pada pergaulan antar manusia secara individual, tetapi lebih terfokus pada perilaku kita
dalam kondisi yang berbeda-beda, seperti bagaimana bersikap sopan ketika kita sedang
bepergian, ketika dalam berkendaraan, ketika bertamu dan menerima tamu, ketika
bertetangga, ketika makan dan minum, ketika berpakaian, serta ketika berhias.

Adapun terhadap orang-orang yang lemah, seperti fakir miskin dan anak yatim, kita
harus berbuat baik dengan menyantuni mereka, memberikan makanan dan pakaian
kepada mereka, dan melindungi mereka dari gangguan yang membahayakan mereka.

Terhadap mereka yang tidak seiman, Islam memberikan beberapa batasan khusus seperti
tidak boleh mengadakan hubungan perkawinan dengan mereka, tidak memberi salam
kepada mereka, dan tidak meniru cara-cara mereka.

V
DAFTAR RUJUKAN

Marzuki. (2009). Jurnal HUMANIKA. Pembinaan Akhlak Mulia Dalam Berhubungan Antar
Sesama Manusia Dalam Perspektif Islam Vol. 9 No. 1 (hal 25-38)
Miftakhul Jannah. (2018). Jurnal Al-Thariqah. Studi Komparasi Akhlak Terhadap Sesama
Manusia Antara Siswa Fullday School Dengan Siswa Boarding School di Kelas
XI SMA IT Abu Bakar Yogyakarta Vol. 3, No. 2

Anda mungkin juga menyukai