Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

SUMBER AJARAN AKHLAK


Makalah ini disusun sebagai bukti hasil tugas kelompok

Disusun oleh:
KELOMPOK 2
1. Berliana Putri Septy Yanti (2171020010)
2. Dafa Nabila Rosa (2171020012)
3. David Riyan Kurniawan (2171020056)

PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan anugerahnya, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah agama islam yang berjudul Sumber ajaran akhlak.
Penulisan makalah merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Agama
islam. Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini. Dan tak lupa menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga
kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Akhirnya kami berharap semoga tugas ini bermanfaat, dan dapat memberikan ilmu yang
baik bagi para pembaca. Terima kasih.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
1.3 Tujuan Penulisan .......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................ 3
BAB III PENUTUP ........................................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 21

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Kehidupan merupakan kenyataan duniawi yang bersifat objektif dan harus menjadi
kesadaran bersama yaitu tentang adanya hukum-hukum atau kaidah-kaidah yang berlaku dan
mengikat di alam ini. Segala unsur ciptaan, baik berupa benda-benda alam, tumbuhan, binatang
dan manusia semuanya memiliki unsur-unsur hukum kehidupan. Relasi dan interaksi merupakan
bukti adanya keterikatan satu sama lain.
Manusia sebagai bagian dari unsur alam dengan segala kelebihan yang dimilikinya,
diharuskan untuk membangun interaksi dengan sesamanya dan membangun relasi dengan unsur-
unsur lainnya. Setiap tingkah laku manusia akan diidentifikasikan dengan suatu nilai tertentu,
yaitu baik dan buruk atau benar dan salah. Istilah-istilah inilah yang kemudian kita kenal dengan
nilai-nilai moral, etika dan akhlak.
Islam merupakan agama santun karena menjunjung tinggi pentingnya etika, moral dan
akhlak. Akhlak merupakan salah satu dari ketiga kerangka dasar ajaran Islam yang memiliki
kedudukan sangat penting yang dihasilkan dari proses penerapan aqidah dan syariah. Ibarat
sebuah bangunan akhlak merupakan kesempurnaan dari bangunan tersebut setelah fondasi dan
bangunannya kuat. Akhir-akhir ini istilah akhlak lebih didominasi dengan istilah karakter yang
sebenarnya memiliki esensi yang sama yakni sikap dan perilaku seseorang. Dalam konteks inilah
Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul terakhir diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia.
Tingkah laku yang mencakup moral, etika dan akhlak merupakan sesuatu yang dinamis, ia
dapat berubah setiap saat, tetapi ketika tingkah laku itu sering dilakukan, maka akan menjadi
bagian dari kepribadian seseorang. Namun dalam Islam sendiri hal-hal itu bersifat mutlak karena
berasal dari dzat yang mutlak yaitu Allah SWT.

1.1. Latar Belakang


Dalam Agama Islam, bidang moral menempati posisi yang penting sekali. Akhlak
merupakan pokok esensi ajaran Islam, disaamping aqidah dan syariah, sehingga dengan akhlak
akan terbina mental dan jiwa manusia untuk memiliki hakekat kemanusiaan yang tinggi. Dengan
akhlak akan dilihat corak dan hakekat kemanusiaan yang sebenarnya.

‫ار َُم ألُتَ ِم َُم بُ ِعثْتُُ ِإنَّ َما‬ ُِ ‫األ َ ْخال‬


ِ ‫ق َم َك‬
Artinya:ُ “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan keshalihan
akhlak”. (HR. Ahmad).

1
Hadis diatas menyiasatkan bahwa akhlak merupakan ajaran yang diterima Rasulullah
SAW. Dengan tujuan untuk memprbaiki kondisi umat yang pada saat itu dalam kejahiliahan.
Dimana manusia menggunakan hawa nafsu, dan sekaligus menjadi hamba hawa nafsu. Inilah
yang mejadi alasan kenapa akhlak menjadi syarat penyempurna keimanan seseorang karena
keimanan keimanan yang sempurna yaitu mampu menjadi power kebaikan dalam diri seorang
baik secara vertical maupun horizontal. Artinya, keimanan yang mampu menggerakkan
seseorang untuk senantiasa berbuat baik kepada semua manusia.
Dalam proses tersebut tersimpul indicator bahwa akhlak yang berdasar pada al-Qur’anُ
dan Hadis merupakan penuntun bagi umat manusia untuk memiliki sikap, mental, dan
kepribadian yang paripurna. Maka, pembinaan, Pendidikan, dan penanaman nilai-nilai akhlak
yang baik sangat tepat begi anak remaja agar tidak mengalami penyimpangan seperti yang rentan
terjadi akhir-akhir ini.
Dengan demikian pembentukan akhlah dapat diartikan sebagai usaha sungguh-sungguh
dalam rangka membentuk anak, dengan menggunakan sarana Pendidikan dan pembinaan yang
terprogram dengan baik dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Potensi rohaniah yang ada
dalam diri manusia dibina secara optimal dengan cara dan pendekatan yang tepat sesuai tuntunan
agama Islam.

1.2. Rumusan Masalah

1. Dasar-dasar qurani tentang ajaran akhlak, moral, dan etika


2. Hadist Nabi SAW tentang akhlak, moral, dan etika

1.3.Tujuan Penulisan
Agar para mahasiswa memiliki pemahaman yang baik mengenai akhlak dalam Islam dan
ruang lingkupnya yang pada akhirnya akan memiliki komitmen untuk dapat menerapkan akhlak
yang mulia dalam kehidupan sehari-hari, dengan harapan mahasiswa dapat memiliki sikap,
moral, etika dan karakter keagamaan yang baik yang dapat dijadikan bekal untuk mengamalkan
ilmu yang ditekuninya di kehidupan kelak di tengah masyarakat.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Dasar-dasar Qurani tentang ajaran akhlak, moral, dan etika


1. Akhlak
Kata "akhlak" merupakan bentuk jamak dari kata khuluk secara etimologis artinya budi
pekerti, perangai, tingkah laku atau tabi'at. Sedangkan secara terminologis akhlak adalah ilmu
yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara yang terbaik dan tercela, tentang perkataan
atau perbuatan manusia lahir dan batin.

Dalam definisi yang agak panjang Ahmad Amin menjelaskan bahwa akhlak adalah ilmu
yang menjelaskan baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh sebagian
manusia kepada yang lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam
perbuatan mereka dan menunjukan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.

Moral secara lugawi berasal dari bahasa latin "mores" kata jamak dari kata "mos" yang
berarti adat kebiasaaan, susila. Yang dimaksud adat kebiasaan dalam hal ini adalah tindakan
manusia yang sesuai dengan ide-ide umum yang diterima oleh masyarakat, mana yang baik dan
wajar. Jadi bisa dikaitkan moral adalah perilaku yang sesuai dengan ukuran-ukuran tindakan
yang oleh umum diterima meliputi kesatuan sosial atau lingkungan tertentu..

Jadi dapat disimpulkan bahwa etika adalah suatu ilmu yang mengkaji tentang persoalan
baik dan buruk berdasarkan akal pikiran manusia, sedangkan moral adalah suatu hal yang
berkenaan dengan baik dan buruk dengan ukuran tradisi dan budaya yang dimiliki seseorang atau
sekelompok orang. Berbeda dengan etika dan moral, akhlak adalah bagian yang membicarakan
masalahُbaikُdanُburukُdenganُukuranُwahyuُatauُalُQur’anُdanُhadits.ُ

Persoalan baik (al husnu) dan buruk (al khutb) telah menjadi perdebatan sejak era awal
kebangkitanُ Islam.ُ Padaُ eraُ ituُ kaumُ Mu’tazilahُ berpandangan bahwa ukuran baik dan buruk
adalah ditentukan oleh akal manusia. Manusia memiliki kualitas akal yang menyebabkannya
mampu bahkan menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Berbeda dengan aliran
Mu’tazilah,ُ aliranُ Ahluُ Sunnahُ berpandanganُ bahwaُ ukuran tentang al husnu dan al khutb
adalah ditentukan oleh wahyu, bukan oleh akal atau rasio manusia. Memang Allah telah

3
mengkaruniai manusia dengan kualitas akal, akan tetapi akal tersebut terbatas hanya mampu
mengenal hal-hal yang kongkrit, sesuatu yang bisa dinalar (rasional).

Masalah perbuatan baik dan buruk, terpuji dan tercela adalah wilayah kajian akhlak.
Akhlak merupakan barometer yang menyebabkan seseorang mulia dalam pandangan Allah dan
manusia. Akhlak adalah sikap atau prilaku baik dan buruk yang dilakukan secara terus-menerus
dan diperankan oleh seseorang tanpa disengaja atau melakukan pertimbangan terlebih dahulu.
Akhlak yang terpuji dinamakan akhlak al karimah (akhlak mahmudah). Sedangkan akhlak buruk
atau tercela dinamakan akhlak mazmumah.

Seseorang akan berakhlak baik atau sebaliknya karena dipengaruhi oleh hati (al qalb).
Artinya, bahwa perbuatan baik atau buruk dalam kategori akhlak bukan didasarkan kepada
pertimbangan akal, tradisi atau pengalaman, tetapi karena bisikan hati sanubari yang ada pada
setiap orang itu. Menurut Ibn Arabi, dorongan untuk melakukan perbuatan baik atau sebaliknya
adalah karena pada diri seseorang itu terdapat tiga jenis nafsu, yaitu nafsu syahwaniyyah, nafsu
ghadabiyyah, dan nafsu anhathiqah.

A. Nafsu syahwaniyyah adalah nafsu yang mendorong seseorang untuk menikmati


kesenangan hidup. Nafsu jenis ini bukan hanya ada pada manusia, tetapi juga ada
pada binatang. Seseorang yang dikendalikan oleh nafsu syahwaniyyah akan
senantiasa terbiasa melakukan perbuatan-perbuatan yang hanya menyenangkan
kebutuhan fisik atau biologis, seperti makan, minum, berhubungan sex, dan
sejenisnya. Manusia yang kelebihan nafsu syahwaniyyah akan mendorongnya bersifat
hedonis, materialis dan individualis.
B. Nafsu yang kedua adalah nafsu ghadabiyyah. Seperti halnya nafsu syahwaniyyah,
nafsu ghadabiyyah juga dimiliki oleh selain manusia yaitu binatang. Seseorang yang
dikendalikan oleh nafsu ghadabiyyah akan menyebabkannya cenderung bersifat
pemarah, tegas, tidak tenang, egois, tidak kompromi, menang sendiri, dan tergesa-
gesa. Nafsu jenis ini bahkan lebih berbahaya dari pada nafsu syahwaniyyah karena di
samping menyebabkan seseorang bersifat pemarah, juga mendorong seseorang untuk
bersifat iri, dengki, hasut dan fitnah.
C. Nafsu yang ketiga adalah nafsu anhatiqqah. Nathiq artinya berpikir atau berwawasan
luas. maka yang dimaksud dengan nafsu nathiqah adalah dorongan yang

4
menyebabkan seseorang itu berpikir, dan berzikir terhadap fenomena-fenomena alam
dan kekuasaan Allah. Seseorang yang dikendalikan oleh nafsu nathiqah akan
menyebabkannya menjadi orang yang sadar, bersyukur dan berterima kasih kepada
Allah karena telah memberikan sejumlah nikmah dan angerah-Nya kepada manusia.

Akhlak bersumber pada al-Qur’an yang tidak diragukan lagi keasliannya dan
kebenarannya, dengan Nabi Muhammad SAW. Sebagai The living Qu’ran. Akhlak Islam adalah
sebagai alat untuk mengontrol semua perbuatan manusia, dan setiap perbuatan manusia diukur
dengan suatu sumber yautu al-Qur’an dan as-Sunnah. Dengan demikian, manusiharus selalu
mendasarkan pada al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai sumber akhlak.
Al-Qur’an ini merupakan ensiklopedia konsep normative umum. Untuk memperjelas,
memprrluas, dan menjabarkannya, baik secara konseptual maupun praktis. Sumber kedua yang
dipakai yaitu as-Sunnah. Dalam Bahasa teknoisnya, meneladani pemikiran ulama, selama masih
bersumbar kepada al-Qur’an dan al-Hadis yang shahih, atau sekurang-kurangnya tidak
bertentangan langsung terhadap kedua sumber tersebut, dapat saja dipakai untuk meperluas,
memperdalam, memperjelas, dan memperlancar pembangunan konseptual tentang akhlak dan
pengalamnnya secara fungsional.
Pemikiran di atas pada hakekatnya merupakan data kesejarahan bagaimana umat yang
iman kepada al-Qur’an dan al-Hadis bergulat dengan sumber yang otentik tersebut. Karena itu
layak juga untuk di pertimbangkan. Al-Qur’anُ adalahُ kitab penunjuk mengenai akhlak yang
murni menerangkan norma, keagamaan, dan kesusilaan yang harus diikuti oleh manusia dalam
kehidupan secara indiviu dan kolektif, sebagaimana firman Allah SWT, dalam QS. Al-Isra
[17]:9:

ُ‫ِي ْالقُ ْر ٰانَُ ٰهذَا ا َِّن‬ ُْ ِ‫ِي ِللَّت‬


ُْ ‫ي يَ ْهد‬ ُُ ‫ت يَ ْع َملُ ْونَُ الَّ ِذيْنَُ ْال ُمؤْ ِمنِيْنَُ َويُبَش‬
َُ ‫ِر اَ ْق َو ُُم ه‬ ُِ ٰ‫ص ِلح‬ّٰ ‫ن ال‬ َُّ َ‫ا‬
‫َك ِبي ًْراُ ا َ ْج ًرا لَ ُه ُْم‬
Artinya: ”ُSungguh, Al-Qur'an ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus
dan memberi kabar gembira kepada orang mukmin yang mengerjakan kebajikan, bahwa
mereka akan mendapat pahala yang besar”

Ayat ini menjelaskan bahwa tujuan al-Qur’anُ adalahُ memberikanُ petunjukُ kepadaُ
manusia. Tujuan ini akan tercapai dengan memperbaiki hati dan akal manusia dengan akidah-
akidah yang benar dan akhlak yang mulia, serta mangarahkan tingkah laku mereka kepada
perbuatan yang baik, sehingga aktualisasi nilai-nilai al-Qur’anُ menjadiُ sangatُ penting,ُ karenaُ
tanpa aktualisasi kitap suci ini, umat islam akan menghadapi kendala dalam upaya interalisasi

5
nilai-nilaiُQur’aniُsebagaiُupayaُpembentukanُpribadiُumatُyangُberiman, bertakwa, berakhlak
mulia, cerdas, maju, dan mandiri.
Menurut Rahman, bahwa di dalam al-Qur’anُmengandungُdasar-dasar ajaran moral atau
akhlak. Ajaran moral atau akhlak merupakan inti dari ajaran al-Qur’an.ُ Iaُ menulis:ُ we have
repeatedly emphasizsd that the basic elan of the Qur’an is moral and we have pointed to the
ideas of social and economic justice that immediately followed from it in the Qur’an.
Di dalam tulisaannya yang lain, Rahman menjelaskan bahwa ajaran moral atau akhlak
tersebut menekankan kepada keadilan social dalam bidang ekonomi dan egalitarisme (anggapan
bahwa setiap orang mempunyai kedudukan sama atau sederajat). Keadilan dan egalitarianism ini
Nampak pada setiap ayat di dalam al-Qur’anُ bahkanُ ajaranُ rukunُ Islamُ yangُ limaُ sekalipunُ
sasaran akhirnya adalah komunitas yang berkeadilan social dan berperinsip egalitarianism.
Sebagai contoh adalah shalat, yang biasanya dikategorikan sebagai ibadah yang sangat
murni dan juga individual. Shalat di wajibkan kepada setiap muslim, tanpa dilihat status
sosialnya. Dispensasi shalat, seperti rukhsah dan lain-lain, juga diberikan bukan atas kedudukan
social, namun lebih atas dasar kondisi fisik atau psikis tanpa melihat masalah social, keturunan
atau ekonomi. Sementara zakat jelas sekali muatan keadilan social, keturunan atau ekonomi.
Memang sering nilai uang mempunyai peranan Ketika bisa di jadikan alat untuk mengganti
kewajuban tertentu, Ketika seseorang sama sekali tidak mapu menjalankannya seperti ajaran
fidyah, kaffarah, atau lainnya. Namun, itu semua bisa dipahami jutru nilai keadilan social lebik
kentara. Artinya kewajiban pribadi, yang semula hanya Kembali kepada pribadinya, bisa beralih
menjadi kemanfaatan kepada social.
Sementara itu, al-Hadis, oleh para ahli imam, disepakati sebagai sumber hukum Islam
terdapat di dalam al-Qur’an.ُSebagaimanaُdifirmankan Allah SWT. Dalam QS. Al-Nisa [4]:64:

ُ‫س ْلنَا َو َما‬


َ ‫ن اَ ْر‬
ُْ ‫س ْولُ ِم‬ ُ َّ ‫ع ا‬
ُ ‫ِّل َّر‬ َُ ‫طا‬ ُِ ‫ّللاِ ِب ِا ْذ‬
َ ُ‫ن ِلي‬ ُّٰ

Artinya:ُ “Dan Kami tidak mengutus seorang rasul melainkan untuk ditaati
dengan izin Allah.”

Ketentuan tersebut sejalan dengan firman Allah SWT. Bahwa dalam pribadi Rasulullah
SAW. terkandung akhlak mulia, yang tentunya menjadi teladan bagi umat manusia. Jadi jelaslah
bahwa hadis merupakan alternatif kedua setelah al-Qur’anُ yangُ akanُ memberikan ketentuan
hidup kepada manusia di dalam berbagai bidang kehidupan temasuk di dalamnya pula tuntunan
tentang Pendidikan akhlak dan hubungan manusia dengan Tuhan-Nya, hubungan dengan sesama
manusia dan sekitarnya.
Al-Qur’anُ sebagaiُ semberُ hukumُ pertama dan utama. Kebenarannya bersifat mutlak,
karena ia merupakan wahyu yang berupa firman-firman Allah SWT. yang kebenarannya dijamin
oleh Allah SWT. Sendiri, sedangkan al-Hadis sebagai sumber hukum kedua merupakan penjelas

6
dari al-Qur’an,ُyakniُmenjelaskanُyang mubham, merinci yang mujmal, membatasi yang Mutlaq,
mengkhususkan yang umum, dan menguraikan hukum-hukum dan tujuan-tujuannya. Dengan
demikian, al-Qur’an dan Hadis menjadi sumbeer pembentukan hukum Islam, sehingga syariat
tidak mungkin dipahami tanpa merajuk pada keduanya.
Para ulama, menurut Ajjaj al-Khatib, telah sepakat mengenai dua macam fungsi Hadis
terhadap al-Qur’anُ ,ُ yakniُ sebagaiُ penganutُ danُ penafsir, meskipun mereka tidak sepakat
mengenai fungsi ketigannya, yaitu sebagai penetap hukum menyangkut perkara-perkara yang
tidak disinggung dalam al-Qur’anُ tidakُ menghappusُ (Mansukh)ُ melainkanُ sebatasُ membuatُ
perintah umum al-Qr’anُmenjadiُlebihُkhusus.

2. Moral
Adapun arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari kata
mos yang berarti adat kebiasaan. Di dalam kamus umum bahasa Indonesia dikatan bahwa moral
adalah pennetuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan.
Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan
batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat
dikatakan benar, salah, baik atau buruk.

Berdasarkan kutipan tersebut diatas, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah yang
digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik
atau buruk, benar atau salah. Jika pengertian etika dan moral tersebut dihubungkan satu dengan
lainnya, kita dapat mengetakan bahwa antara etika dan moral memiki objek yang sama, yaitu
sama-sama membahas tentang perbuatan manusia selanjutnya ditentukan posisinya apakah baik
atau buruk.

Namun demikian dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan.
Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau
buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan moral tolak ukurnya yang
digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat.
Dengan demikian etika lebih bersifat pemikiran filosofis dan berada dalam konsep-konsep,
sedangkan etika berada dalam dataran realitas dan muncul dalam tingkah laku yang berkembang
di masyarakat.

Dengan demikian tolak ukur yang digunakan dalam moral untuk mengukur tingkah laku
manusia adalah adat istiadat, kebiasaan dan lainnya yang berlaku di masyarakat.

7
1. Perbedaan Antara Etika dan Moral

Etika dan moral sama artinya tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan.
Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk
pengkajian system nilai yang ada. Kesadaran moral erta pula hubungannya dengan hati nurani
yang dalam bahasa asing disebut conscience, conscientia, gewissen, geweten, dan bahasa arab
disebut dengan qalb, fu'ad. Dalam kesadaran moral mencakup tiga hal, yaitu:

2. Perasaan wajib atau keharusan untuk melakukan tindakan yang bermoral.


3. Kesadaran moral dapat juga berwujud rasional dan objektif, yaitu suatu perbuatan
yang secara umumk dapat diterima oleh masyarakat, sebagai hal yang objektif dan
dapat diberlakukan secara universal, artinya dapat disetujui berlaku pada setiap waktu
dan tempat bagi setiap orang yang berada dalam situasi yang sejenis.
4. Kesadaran moral dapat pula muncul dalam bentuk kebebasan.

Berdasarkan pada uraian diatas, dapat sampai pada suatu kesimpulan, bahwa moral lebih
mengacu kepada suatu nilai atau system hidup yang dilaksanakan atau diberlakukan oleh
masyarakat. Nilai atau sitem hidup tersebut diyakini oleh masyarakat sebagai yang akan
memberikan harapan munculnya kebahagiaan dan ketentraman. Nilai-nilai tersebut ada yang
berkaitan dengan perasaan wajib, rasional, berlaku umum dan kebebasan. Jika nilai-nilai tersebut
telah mendarah daging dalam diri seseorang, maka akan membentuk kesadaran moralnya sendiri.
Orang yang demikian akan dengan mudah dapat melakukan suatu perbuatan tanpa harus ada
dorongan atau paksaan dari luar.

3. Etika

Etika adalah suatu ajaran yang berbicara tentang baik dan buruknya yang menjadi ukuran
baik buruknya atau dengan istilah lain ajaran tenatang kebaikan dan keburukan, yang
menyangkut peri kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia, dan
alam. Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasaُ yunani,ُ ”ethos”ُ yangُ
berarti watak kesusilaan atau adat. Sedangkan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, etika
adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Etika menurut filasafat dapat disebut
sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan
amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran.

1. Etika dibagi atas dua macam:

1. Etika deskriptif
Etika yang berbicara mengenai suatu fakta yaitu tentang nilai dan pola perilaku
manusia terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya dalam kehidupan
masyarakat.

2. Etika Normatif
Etika yang memberikan penilaian serta himbauan kepada manusia tentang
bagaimana harus bertindak sesuai norma yang berlaku. Mengenai norma norma yang
menuntun tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari hari.

8
Etika dalam keseharian sering dipandang sama denga etiket, padahal sebenarnya etika
dan etiket merupakan dua hal yang berbeda. Dimana etiket adalah suatu perbuatan yang harus
dilakukan. Sementa etika sendiri menegaskan bahwa suatu perbuatan boleh atau tidak. Etiket
juga terbatas pada pergaulan. Di sisi yang lain etika tidak bergantung pada hadir tidaknya orang
lain. Etiket itu sendiri bernilairelative atau tidak sama antara satu orang dengan orang lain.
Sementa itu etika bernilai absolute atau tidak tergantung dengan apapun. Etiket memandang
manusia dari segi lahiriah. Sementara itu etika manusia secara utuh.

Dengan ciri-ciri yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatakan baik
atau buruk. Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal
manusia.

2. Etika memiliki peranan atau fungsi diantaranya yaitu:

1. Dengan etika seseorang atau kelompok dapat menegemukakan penilaian tentang perilaku
manusia
2. Menjadi alat kontrol atau menjadi rambu-rambu bagi seseorang atau kelompok dalam
melakukan suatu tindakan atau aktivitasnya sebagai mahasiswa
3. Etika dapat memberikan prospek untuk mengatasi kesulitan moral yang kita hadapi
sekarang.
4. Etika dapat menjadi prinsip yang mendasar bagi mahasiswa dalam menjalankan aktivitas
kemahasiswaanya.

5. Etika menjadi penuntun agar dapat bersikap sopan, santun, dan dengan etika kita bisa di
cap sebagai orang baik di dalam masyarakat.

3. Etika dalam penerapan kehidupan sehari-hari

1. Etika bergaul dengan orang lain

 Hormati perasaan orang lain, tidak mencoba menghina atau menilai mereka cacat.
 Jaga dan perhatikanlah kondisi orang, kenalilah karakter dan akhlaq mereka, lalu
pergaulilah mereka, masing-masing menurut apa yang sepantasnya.
 Bermuka manis dan senyumlah bila anda bertemu orang lain. Berbicaralah kepada
mereka sesuai dengan kemampuan akal mereka.
 Berbaik sangkalah kepada orang lain dan jangan memata-matai mereka.
 Mema`afkan kekeliruan mereka dan jangan mencari-cari kesalahankesalahannya, dan
tahanlah rasa benci terhadap mereka.

2. Etika bertamu

a) Untuk orang yang mengundang:


- Jangan hanya mengundang orang-orang kaya untuk jamuan dengan mengabaikan
orang-orang fakir.

9
- Jangan anda membebani tamu untuk membantumu, karena hal ini bertentangan
dengan kewibawaan.
- Jangan kamu menampakkan kejemuan terhadap tamumu, tetapi tampakkanlah
kegembiraan dengan kahadirannya, bermuka manis dan berbicara ramah.
- Hendaklah segera menghidangkan makanan untuk tamu, karena yang demikian itu
berarti menghormatinya.
- Disunnatkan mengantar tamu hingga di luar pintu rumah. Ini menunjukkan
penerimaan tamu yang baik dan penuh perhatian.

b) Bagi tamu:

- Hendaknya tidak membedakan antara undangan orang fakir dengan undangan orang
yang kaya, karena tidak memenuhi undangan orang faqir itu merupakan pukulan
(cambuk) terhadap perasaannya.
- Jangan tidak hadir sekalipun karena sedang berpuasa, tetapi hadirlah pada
waktunya.
- Bertamu tidak boleh lebih dari tiga hari, kecuali kalau tuan rumah memaksa untuk
tinggal lebih dari itu.
- Hendaknya pulang dengan hati lapang dan memaafkan kekurang apa saja yang
terjadi pada tuan rumah.

3. Etika di jalan

 Berjalan dengan sikap wajar dan tawadlu, tidak berlagak sombong di saat berjalan
atau mengangkat kepala karena sombong atau mengalihkan wajah dari orang lain
karena takabbur.
 Memelihara pandangan mata, baik bagi laki-laki maupun perempuan.
 Menyingkirkan gangguan dari jalan. Ini merupakan sedekah yang karenanya
seseorang bisa masuk surga.
 Menjawab salam orang yang dikenal ataupun yang tidak dikenal.

4. Etika makan dan minum

 Berupaya untuk mencari makanan yang halal.


 Hendaknya mencuci tangan sebelum makan jika tangan kamu kotor, dan begitu juga
setelah makan untuk menghilangkan bekas makanan yang ada di tanganmu.
 Hendaklah kamu puas dan rela dengan makanan dan minuman yang ada, dan jangan
sekali-kali mencelanya.
 Hendaknya jangan makan sambil bersandar atau dalam keadaan menyungkur.
 Hendaklah makan dan minum yang kamu lakukan diniatkan agar bisa dapat
beribadah kepada Allah, agar kamu mendapat pahala dari makan dan minummu itu.
 Hendaknya memulai makanan dan minuman dengan membaca Bismillah dan diakhiri
dengan Alhamdulillah.
 Tidak berlebih-lebihan di dalam makan dan minum.

10
5. Etika berbicara

 Hendaknya pembicaraan selalu di dalam kebaikan..


 Menghindari perdebatan dan saling membantah, sekali-pun kamu berada di fihak
yang benar dan menjauhi perkataan dusta sekalipun bercanda.Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa sallam bersabda: "Aku adalah penjamin sebuah istana di taman surga bagi
siapa saja yang menghindari bertikaian (perdebatan) sekalipun ia benar; dan
(penjamin) istana di tengah-tengah surga bagi siapa saja yang meninggalkan dusta
sekalipun bercanda". (HR. Abu Daud dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
 Menghindari sikap memaksakan diri dan banyak bicara di dalam berbicara. Di dalam
hadits Jabir Radhiallaahu 'anhu disebutkan: "Dan sesungguhnya manusia yang paling
aku benci dan yang paling jauh dariku di hari Kiamat kelak adalah orang yang banyak
bicara, orang yang berpura-pura fasih dan orang-orang yang mutafaihiqun". Para
sahabatُbertanya:ُ“WahaiُRasulllah,ُapaُartiُmutafaihiqun?ُNabiُmenjawab:ُ"Orang-
orang yang sombong". (HR. At-Turmudzi, dinilai hasan oleh Al-Albani).
 Tenang dalam berbicara dan tidak tergesa-gesa.
 Menghindari perkataan jorok (keji).
 Jangan membicarakan sesuatu yang tidak berguna bagimu.
 Jangan memonopoli dalam berbicara, tetapi berikanlah kesempatan kepada orang lain
untuk berbicara.
 Menghindari perkataan kasar, keras dan ucapan yang menyakitkan perasaan dan tidak
mencari-cari kesalahan pembicaraan orang lain dan kekeliruannya, karena hal
tersebut dapat mengundang kebencian, permusuhan dan pertentangan.

6. Etika bertetangga

 Menghormati tetangga dan berprilaku baik terhadap mereka.


 Bangunan yang kita bangun jangan mengganggu tetangga kita, tidak membuat
mereka tertutup dari sinar mata hari atau udara, dan kita tidak boleh melampaui
batasnya, apakah merusak atau mengubah miliknya, karena hal tersebut menyakiti
perasaannya.
 Jangan kikir untuk memberikan nasihat dan saran kepada mereka, dan seharusnya kita
ajak mereka berbuat yang ma`ruf dan mencegah yang munkar dengan bijaksana
(hikmah) dan nasihat baik tanpa maksud menjatuhkan atau menjelek-jelekkan
mereka.
 Hendaknya kita selalu memberikan makanan kepada tetangga kita.
 Hendaknya kita tidak mencari-cari kesalahan/kekeliruan mereka dan jangan pula
bahagia bila mereka keliru, bahkan seharusnya kita tidak memandang kekeliruan dan
kealpaan mereka.
 Hendaknya kita sabar atas prilaku kurang baik mereka terhadap kita.

Dari uraian di atas maka jelaslah bahwa al-Qur’anُ selain sebagai penjelas peran as-
Sunnah juga sebagai penegas lebih lanjut tentang tuntunan yang terdapat dalam al-Qur’an. Tanpa
as-Sunnah Sebagian isi al-Qur’anُakan tersembunyi dari mata manusia.

11
1. Ayat-ayat Al-qur’an yang berkaitan dengan Akhlak, Moral, Etika
a. Akhlak
Al-Qur’anُ merupakanُ dasarُ agamaُ Islamُ yangُ diُ dalamnyaُ termasukُ “Akhlakُ Islam”.ُ
Beberapa masalah yang timbul bisa diselesaaikan melaui al-Qur’an,ُ sebagaimana salah satu
fungsi al-Qur’an sebaiknya dilakukan. Karenanya ajaran akhlak yang berdasarkan al-Qur’anُ
bersifat absolut dan universal serta mutlak, yakni tidak dapat ditawar-tawar lagi dan akan
berlangsung sepanjang zaman demikian juga dengan al-Hadis.

KetikaُAisyahُditanyaُolehُsahabatُtentangُakhlakُRasulullahُiaُmenjawabُ“al-Qur’an”.ُ
Para sahabat terkenal sebagai penghafal al-Qur’anُ kemudianُ menyebarkannyaُ disertaiُ
pengalaman atau penjiwaan terhadap isinya. Mereka melakukan dan mengamalkan akhlak
Rasulullah SAW. Yaitu akhlak al-Qur’an. Dalam kitab al-luma yang ditulis oleh Nabi Nashr as-
Siraj Ath-Thusi dikatakan bahwa dari al-Qur’anُ ُ danُ as-Sunnah itu lah para sufi pertama-tama
mendasarkan pendapat mereka tentang moral dan tingkah laku, kerinduan pada Ilahi, dan
Latihan-latihan rohaniyah (akhlak tasawuf) mereka yang disusun demi terealisasinya tujuan
kehidupan hakiki.

Akhlak Tasawuf sebenarnya merupakan bagian dari penalaahan rahasia dibalik teks-teks
Ilahiah secara ringkas. Al-Qur’anُmenjelaskan konsepsi akhlak tasawuf dalam bentuk dorongan
manusia untuk menjelajahi dan mendudukkan hatinya. Serta tidak tergesa-gesa untuk puas pada
aktifitas dan ritual yang bersifat lahitiah. Seperti dinyatakan dalam ayat berikut

ُِ ْ‫ن ٰا َمنُ ْوا ِللَّ ِذيْنَُ َيأ‬


ُ‫ن اَلَ ْم‬ ُْ َ‫ش َُع ا‬ َ ‫ّللا ِل ِذ ْك ُِر قُلُ ْوبُ ُه ُْم تَ ْخ‬
ُِّٰ ‫ل َو َما‬َُ َ‫ق ِمنَُ نَز‬ ُِ ‫ّل ْال َح‬ُ َ ‫َكالَّ ِذيْنَُ َي ُك ْونُ ْوا َو‬
‫ب ا ُ ْوتُوا‬ َُ ‫ن ْال ِك ٰت‬ ُْ ‫ل ِم‬ُُ ‫ل قَ ْب‬َُ ‫طا‬ َْ ‫ت‬
َ َ‫اّل َم ُد ُ َعلَ ْي ِه ُُم ف‬ ُْ ‫س‬َ َ‫ٰف ِسقُ ْونَُ ِم ْن ُه ُْم َو َك ِثيْرُ قُلُ ْوبُ ُه ُْم فَق‬

Artinya:ُ “Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk secara
khusyuk mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan (kepada mereka),
dan janganlah mereka (berlaku) seperti orang-orang yang telah menerima kitab sebelum itu,
kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras. Dan banyak
di antara mereka menjadi orang-orang fasik”.ُ(QS.ُAl-Hadid [57]:16)

Ajaran Islam secara umum mengatur kehidupan yang bersifat akhlak lahiriyah, ajaran
yang bersifat batiniyah nanti akan menimbulkan hati mereka menjadi keras. Dengan demikian
unsur kehidupan akhlak-tasawuf menddapat perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran

12
Islam yaitu al-Qur’anُ sertaُ praktekُ kehidupanُ Nabi (sunnah). Hal itu difirmankan Allah SWT.
dalam al-Qur’an surat al-Maidah ayat 54:

‫ن ٰا َمنُ ْوا الَّ ِذيْنَُ ٰياَيُّ َها‬


ُْ ‫ن ِم ْن ُك ُْم ي َّْرتَ ُدَّ َم‬
ُْ ‫ف ِد ْينِهُ َع‬ َ َ‫ّللاُ يَأْتِى ف‬
َُ ‫س ْو‬ ُّٰ ُ‫َعلَى اَذِلَّةُۙ َويُ ِحب ُّْونَهُ ي ُِّحبُّ ُه ُْم ِبقَ ْوم‬
َُ‫ي يُ َجا ِهد ُْونَُ ْال ٰك ِف ِريْنَُ َعلَى اَ ِع َّزةُ ْال ُمؤْ ِمنِيْن‬ ُْ ِ‫ل ف‬
ُِ ‫س ِب ْي‬
َ ِ‫ّللا‬
ُّٰ ‫ّل‬ ُ َ ‫ٰذ ِلكَُۙ َ ّۤل ِٕىمُ لَ ْو َمةَُ يَخَافُ ْونَُ َو‬
‫ل‬ ْ َ‫ّللاِ ف‬
ُُ ‫ض‬ ُّٰ ‫ن يُؤْ تِ ْي ُِه‬ُْ ‫ّللاُ يَّش َۤا ُُء َم‬
ُّٰ ‫ع ِليْمُ َوا ِسعُ َو‬َ

Artinya:ُ“Wahai orang-orang yang beriman! Barangsiapa di antara kamu yang murtad


(keluar) dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai
mereka dan mereka pun mencintai-Nya, dan bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang
beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan
yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah yang diberikan-
Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha
Mengetahui”.ُ(QS.ُAl-Maidah:54)

Allah juga memerintahkan manusia agar senantiasa berakhlak tasawuf dengan bertaubat
membersihkan diri dan selalu memohon ampun kepada-Nya sehingga memperoleh cahaya dari-
Nya.

‫ّللاِ اِلَى ت ُ ْوبُ ْوا ٰا َمنُ ْوا الَّ ِذيْنَُ ٰياَيُّ َها‬ ُّٰ ًُ‫ص ْو ًحاُ تَ ْو َبة‬ُ َّ‫ن َربُّ ُك ُْم َعسٰ ى ن‬ ُْ َ‫س ِي ٰا ِت ُك ُْم َع ْن ُك ُْم يُّ َك ِف َُر ا‬
َ
‫ي َجنّٰتُ َويُد ِْخلَكُ ُْم‬ ُْ ‫ن تَ ْج ِر‬ ُْ ‫اّل ْنهٰ ُُر تَ ْح ِت َها ِم‬َ ْ ‫ّل َي ْو َُم‬
ُ َ ‫ّللاُ يُ ْخ ِزى‬ ُّٰ ‫ي‬ َّ ٰ
َُّ ‫نُ ْو ُرهُ ُْم َم َعهُ ا َمنُ ْوا َوال ِذيْنَُ النَّ ِب‬
‫ل َع ٰلى اِنَّكَُ لَنَاُ َوا ْغ ِف ُْر نُ ْو َرنَا لَنَا اَتْ ِم ُْم َربَّنَاُ َيقُ ْولُ ْونَُ َو ِبا َ ْي َمانِ ِه ُْم اَ ْي ِد ْي ِه ُْم َبيْنَُ َيسْعٰى‬ ُِ ‫َيءُ ُك‬ ْ ‫قَ ِديْرُ ش‬

Artinya:ُ “Wahai orang-orang yang beriman! Bertobatlah kepada Allah dengan tobat
yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu
dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari
ketika Allah tidak mengecewakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengannya;
sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka
berkata, “Ya Tuhan kami, sempurnakanlah untuk kami cahaya kami dan ampunilah kami;
Sungguh, Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu”.ُ(QS.ُAt-Tahrim [66]:8)

Orang berakhlak berarti iya berilmu, tapi ilmu itu tergantung orang yang memilikinya,
ada yang baik dan ada yang buruk. Berarti akhlak sangat berkaitan dengan ilmu. Apabila
memiliki ilmu yang baik, maka kemungkinan besar orang itu bisa berbuat kebaikan atau
berakhlak dengan baik. Sebab Allah SWT. Sangat memperhatikan orang-orang yang berilmu,
Allah SWT. Memulai dengan Diri-Nya lalu dengan malaikat setelah itu dengan para ahli ilmu,
sengguh betapa tingginya kemuliaan, keutamaan dan kehormatan ini.

13
Selain ayat-ayat di atas yang menjelaskan tentang akhlak tentu masih banyak ayat-ayat
al-Qur’an yang berhubungan dengan akhlak, baik berupa perintah untuk berakhlak yang baik
serta pujian dan pahala yang diberikan kepada orang-orang yang mematuhi perintah itu, maupun
larangan berakhlak yang buruk serta celaan dan dosa bagi orang-orang yang melarangnya. Tidak
diragukan lagi bahwa banyak ayat-ayat al-Qur’an tentang akhlak ini membuktikan bahwa betapa
penting nya kedudukan akhlak di dalam Islam. Secara spesifik berikut ini ayat-ayat al-Qur’an
yang berkaitan dengan akhlak diantaranya sebagai berikut:

No Tema Keterangan dalam Al-Quran


1 Akhlak yang Berhubungan dengan Allah SWT.
a. Mentauhidkan Allah SWT. QS. Al-Ikhlas [112]:1-4
b. Takwa QS. Al-Nisa [4]: 1
c. Berdoa QS. Al-Mu’minunُ[23]:ُ60
d. Dzikirullah QS. Al-Baqarah [2]: 152
e. Tawakal QS. Al-Imran [3]: 28
2 Akhlak Terhadap Diri Sendiri
a. Sabar QS. Al-Baqarah [2]: 153
b. Syukur QS. Al-Nahl [16]: 14
c. Tawadhu QS. Luqman [31]: 119
d. Benar QS. Al-Taubah [9]: 119
3 Akhlak Terhadap Keluarga
a. Birrul walidain QS. Al-Nisa [4]: 36
b. Adil terhadap saudara QS. Al-nahl [16]: 90
c. Memelihara keturunan QS. Al-Nahl [16]: 58-59
4 Akhlak Terhadap Masyarakat
a. Ukhuwah/persaaudaraan QS. Alhujurat [49]: 0
b. Ta’awun QS. Al-Maidah [5]: 2
c. Adil QS. Al-Nisa [4]: 58
d. Pemurah QS. Ali Imran [3]: 134
e. Pemaaf QS. Ali Imran [3]: 153
f. Menepati janji QS. Al-Isra [42]: 38
g. Musyawarah QS. Asy-Syura [42]: 38
h. Wasiat di dalam keluarga QS. Al-Ashr [103]: 1-3
5 Akhlak Terhadap Alam
a. Memperhatikan dan QS. Ali Imran [3]: 190
merenungkan penciptaan alam
b. Memanfaatkan alam QS. Yunus [10]: 101
c. Istighfar dan taubat QS. Al-Rum [30]: 30

Semua ayat di atas dekat hubungannya dengan pendidikanakhlak dan tujuan bukanlah
semata-mata menunjauhkan diri dari neraka dan masuk surga, tetapi tujuan yang di dalamnya
terdapat dorongan bagi kepentingan dan pembinaan akhlak yang menyangkut kepentingan

14
masyarakat. Masyarakat yang baik dan Bahagia adalah masyarakat yang para anggotanya
memiliki akhlak mulia dan budi pekerti luhur. Dengan demikian Allah SWT. Memberikan
Keridhaan-Nya.
Seseorang yang bersyukur kepada Allah akan senantiasa melakukan segala perintah Allah
dan meninggalkan segala larangan-Nya yang lazimnya dinamakan taqwa. Dalam bahasa lain
bahwa manusia yang dikendalikan oleh nafsu nathiqah akan selalau bersikap terpuji, sopan,
santun, punya tatakrama, saling menyayangi dan menghormati, gemar membantu, peka atau
peduli, hidup bersih, disiplin, tekun dan rajin, sabar, jujur, adil, amanah, selalu benar, merasakan
apa yang dirasakan orang lain (empati), punya semangat hidup dan senantiasa toleran, transparan
dan akuntabel. Berikut merupakan macam-macam akhlak:

1. Akhlak kepada Allah

a. Beribadah kepada Allah, yaitu melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi
larangannya.
b. Berzikir kepada Allah, yaitu mengingat Allah dalam berbagai situasi dan kondisi,
baik diucapkan dengan mulut maupun dalam hati. Berzikir kepada Allah melahirkan
ketenangan dan ketentraman hati.
c. Berdo’aُkepadaُ Allah,ُ yaituُ memohonُapaُ sajaُkepadaُ Allah.ُDo’aُ merupakanُ intiُ
ibadah, karena itu merupakan pengakuan akan keterbatasan dan ketidakmampuan
manusia, sekaligus pengakuan akan kemahakuasaan Allah terhadap segala sesuatu.
Kekuatanُ do’aُ dalamُ ajaranُ Islamُ sangatُ luarُ biasa,ُ karenaُ ituُ mampuُ menembusُ
kekuatanُ akalُ manusia.ُ Olehُ karenaُ ituُ berusahaُ danُ berdo’aُ merupakanُ duaُ sisiُ
tugas hidup manusia yang bersatu secara utuh dalam aktifitas hidup setiap muslim.
Sedangkanُ orangُ yangُ tidakُ pernahُ berdo’aُ adalahُ orangُ yangُ tidakُ menerimaُ
keterbatasan dirinya sebagai manusia karena itu dipandang sebagai orang yang
sombong dan Allah sangat membenci perilaku sombong.
d. Tawakal kepada Allah, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah dan menunggu
hasil pekerjaan atau menanti akibat dari suatu keadaan.
e. Tawaduk kepada Allah, yaitu rendah hati di hadapan Allah. Mengakui bahwa dirinya
rendah dan hina di hadapan Allah Yang Maha Kuasa, dengan mengakui secara sadar

15
bahwa tidak layak hidup dengan angkuh dan sombong, tidak mau memaafkan orang
lain, dan pamrih dalam melaksanakan ibadah kepada Allah.

2. Akhlak kepada diri sendiri


a. Sabar, yaitu perilaku seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil dari
pengendalian nafsu dan penerimaan terhadap apa yang menimpanya. Sabar
diungkapkan ketika melaksanakan perintah, menjauhi larangan dan ketika ditimpa
musibah.
b. Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas pemberian nikmat Allah yang tidak bisa
terhitung banyaknya. Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan perbuatan.
Syukur dengan ucapan adalah memuji Allah dengan bacaan alhamdulillah, sedangkan
syukur dengan perbuatan dilakukan dengan menggunakan dan memanfaatkan nikmat
Allah sesuai dengan aturan-Nya.
c. Tawaduk, yaitu rendah hati, selalu menghargai siapa saja yang dihadapinya, orang
tua, muda, kaya atau miskin. Sikap tawaduk melahirkan ketenangan jiwa,
menjauhkan dari sifat iri dan dengki yang menyiksa diri sendiri dan tidak
menyenangkan orang lain.

3. Akhlak kepada keluarga


a. Akhlak terhadap keluarga adalah mengembangkann kasih sayang di antara anggota
keluarga yang diungkapkan dalam bentuk komunikasi.
b. Akhlak kepada ibu bapak adalah berbuat baik kepada keduanya dengan ucapan dan
perbuatan. Berbuat baik kepada ibu bapak dibuktikan dalam bentuk-bentuk perbuatan
antara lain, menyayangi dan mencintai ibu bapak sebagai bentuk terima kasih dengan
cara bertutur kata sopan dan lemah lembut, mentaati perintah, meringankan beban,
serta menyantuni mereka jika sudah tua.

4. Akhlak kepada sesama manusia


a. Husnuzan, berasal dari lafal husnun (baik) dan Adhamu (Prasangka). Husnuzan
berarti prasangka, perkiraan, dugaan baik. Lawan kata husnuzan adalah suuzan yakni
berprasangka buruk terhadap seseorang .

16
b. Hukum kepada Allah dan rasulnya adalah wajib, wujud husnuzan kepada Allah dan
Rasul-Nya antara lain:
 Meyakini dengan sepenuh hati bahwa semua perintah Allah dan Rasul-Nya
Adalah untuk kebaikan manusia.
 Meyakini dengan sepenuh hati bahwa semua larangan agama pasti berakibat
buruk.

b. Moral
Kata moral berasal kata latin ''mos'' yaitu kebiasaan. Moral berasal dari Bahasa Latin
yaitu Moralitas adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan
yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia
tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah
hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Namun demikian karena manusia selalu
berhubungan dengan masalah keindahan baik dan buruk bahkan dengan persoalan-persoalan
layak atau tidak layaknya sesuatu.

Menurut Izutsu seorang pengkaji Islam asal Jepang membagi konsep etika religius Al-
Qur'an ke dalam tiga tataran:

1. Menunjuk pada relasi Tuhan dan manusia. Pada yang pertama ini ditunjukkan bagaimana
sikap yang diperlihatkan Tuhan kepada manusia yang tercermin dalam keagungan sifat-
sifatnya.
2. Menunjuk pada relasi manusia dengan Tuhan. Relasi kedua ini memperlihatkan perilaku
yang diperlihatkan manusia kepada Tuhan. Disini kedudukan manusia adalah sama.
3. Relasi diantara manusia dalam kerangka manusia dengan Tuhannya. Pada yang ketiga ini
bisa disebut dengan 'etika sosial'. Etika sosial yang mengatur pergaulan di antara manusia
dalam Islam dikenal dengan sebutan Al-Ahkam Al-Khuluqiyah.

Moral dalam kehidupan manusia memiliki kedudukan yang amat penting. Nilai-nilai
moral sangat diperlukan bagi manusia, baik kapasitasnya sebagai pribadi (individu) maupun
sebagai anggota suatu kelompok (masyarakat dan bangsa). Peradaban suatu bangsa dapat dinilai
melalui karakter moral masyarakatnya. Moral memiliki kedudukan yang amat penting karena,
manusia dalam hidupnya harus taat dan patuh pada norma-norma, aturan-aturan, adat istiadat,
undang-undang, dan hukum yang ada dalam suatu masyarakat.

17
Norma-norma, aturan-aturan, undang-undang, dan hukum, baik yang dibuat atas
kesepakatan sekelompok manusia atau aturan yang berasal dari hukum Tuhan (wahyu).
Berkaitan dengan norma-norma, aturan-aturan, adat istiadat, undang-undang, dan hukum yang
mengatur kehidupan manusia, maka faedah atau fungsi moral adalah agar manusia dapat hidup
sesuai dengan norma yang disepakati dalam komunitas kehidupan manusia mau pun hukum dari
Tuhan. Adapun moral dalam proses pembelajaran yang mengajarkan tentang cara berbicara,
bersikap, dan berbuat sesuai dengan nilai dan norma, agama dan adat-istiadat.

c. Etika
Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah "Ethos", yang berarti
hati nurani ataupun perikelakuan yang pantas (atau yang diharapkan). Secara sederhana hal itu
kemudian diartikan sebagai ajaran tentang perikelakuan yang didasarkan pada perbandingan
mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk.

Istilah ini sama dengan ilmu akhlaq (dalam Islam), yaitu "suatu ilmu yang menerangkan
pengertian baik dan buruk, menjelaskan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam
hubungannya dengan sesama manusia". Sebagaimana firman Allah SWT. QS. An-Nur:27

‫ّل ٰا َمنُ ْوا الَّ ِذيْنَُ ٰياَيُّ َها‬


ُ َ ‫ْر بُيُ ْوتًا تَ ْد ُخلُ ْوا‬
َُ ‫س ُْوا َحتّٰى بُيُ ْوتِ ُك ُْم َغي‬ ُ ِ‫س ِل ُم ْوا تَ ْستَأْن‬
َ ُ ‫اَ ْه ِل َهاُ َع ٰلى َوت‬
‫تَذَ َّك ُر ْونَُ لَعَلَّ ُك ُْم لَّ ُك ُْم َخيْرُ ٰذ ِل ُك ُْم‬
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang
bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. yang
demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. (QS. An-Nur: 27).

Ayat ini menerangkan tentang etika kunjung-mengunjungi yang merupakan bagian dari
tuntunan ilahi yang berkaitan dengan pergaulan dengan sesama manusia. Karena dalam ayat ini
mengandung sekian banyak ketetapan, hukum-hukum dan tuntunan-tuntunan yang sesuai bagi
kehidupan, antara pergaulan antar sesama manusia, pria dan wanita. Dalam ayat diatas
sebenarnya merupakan tuntunan kepada umat Islam agar ketika bertamu dan berkunjung ke
rumah orang lain, harus mengucap salam serta meminta izin kepada pemilik atau penghuni
rumah.

18
B. Hadis-hadis yang Berkaitan dengan Akhlak, Moral dan Etika
Dalam Islam ajaran tentang akhlaq merupakan bagian integral dalam setiap sendi
kehidupan umat Islam, bahkan Nabi Muhammad SAW diturunkan kebumi menjadi Rasul. Salah
satu tujuannya adalah menyempurnakan akhlak manusia. Hal itu ditegaskan dalam sebuah hadis.

ُ‫ل ه َُريرة أَبِي َع ْن‬


َُ ‫قَا‬: ‫ل‬
َُ ‫ل قَا‬ َُِّ ‫صلَّى‬
ُُ ‫ّللا رسو‬ َ ُ‫ّللا‬ َ ‫سلَّ َُم‬
َُّ ‫علَ ْي ُِه‬ َ "‫ح ِألُتَ ِم َُم بُ ِعثتُُ إِنَّ َما‬
َ ‫و‬: َُ ‫صا ِل‬ َ
َ
ُِ ‫ْاأل ْخ َال‬
‫ق‬

Artinya: "Dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW. pernah
bersabda: "Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak-
akhlak yang baik”ُ(HR. Ahmad 2/381)

Sedangkan menurut istilahal-Ghazali akhlaq adalah: "Suatu bentuk (naluri asli) dalam
jiwa seseorang manusia yang dapat melahirkan suatu tindakan dan kelakuan yang mudah dan
spontan tanpa reka pikiran". (Imam Ghazali).
Akhlak yang mulia, menurut Imam Ghazali ada 4 perkara; yaitu bijaksana, memelihara
diri dari sesuatu yang tidak baik, keberanian (menundukkan kekuatan hawa nafsu) dan bersifat
adil. Jelasnya, ia merangkumi sifat-sifat seperti berbakti pada keluarga dan negara, hidup
bermasyarakat dan bersilaturahim, berani mempertahankan agama, senantiasa bersyukur dan
berterima kasih.

Akhlak yang baik adalah bagian dari amal shalih yang dapat menambah keimanan dan
memiliki bobot yang berat dalam timbangan. Pemiliknya sangat dicintai oleh Rasulullah
SAW.dan akhlak yang baik adalah salah satu penyebab seseorang untuk dapat masuk Surga.
Rasulullah SAW. bersabda:

‫َيءُ َما‬ ُُ َ‫ي أَثْق‬


ْ ‫لش‬ ُِ ‫ن ْال ِقيَا َم ُِة يَ ْو َُم ْال ُمؤْ ِم‬
ُِ َ‫ن ِميْز‬
ُْ ِ‫ان ف‬ ُْ ‫سنُ ُخلُقُ ِم‬ َُّ ِ‫ض للاَُ َوإ‬
َ ‫ن َح‬ ُُ ‫لَيُ ْب ِغ‬
َُ ‫اح‬
‫ش‬ ِ َ‫ِي َُء ْالف‬
ْ ‫ْالبَذ‬
Artinya: "Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin di
hari Kiamat melainkan akhlak yang baik, dan sesungguhnya Allah sangat membenci orang yang
suka berbicara keji dan kotor." (HR. At-Tirmidzi no. 2002 dan Ibnu Hibban no. 1920.)

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Akhlak adalah ilmu yang memberikan keterangan tentang perbuatan yang mulia dan
memberikan cara-cara untuk melakukannya. Adapun moral dalam proses pembelajaran yang
mengajarkan tentang cara berbicara, bersikap, dan berbuat sesuai dengan nilai dan norma, agama
dan adat-istiadat. Akhlak yaitu "suatu ilmu yang menerangkan pengertian baik dan buruk,
menjelaskan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam hubungannya dengan sesama
manusia". Dalam Islam ajaran tentang akhlaq merupakan bagian integral dalam setiap sendi
kehidupan umat Islam, bahkan Nabi Muhammad SAW. diturunkan kebumi menjadi Rasul. Salah
satu tujuannya adalah menyempurnakan akhlak manusia.

20
DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.co.id/books/edition/Akhlak_Tasawuf_Menyelami_Kesucian_
Diri/DKroDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=akhlak+dan+tasawuf&printsec=front
cover
https://nusagates.com/gambar/hadis-nabi-tentang-akhlak-moral-dan-etika/

21

Anda mungkin juga menyukai