Anda di halaman 1dari 17

“MAKALAH SEJARAH KONSTITUSI DI INDONESIA”

DI SUSUN OLEH KELAS A :

1. MUH FADLAN ALI ( 10114219147 )


2. RAHMAT MOKODOMPIT ( 1011421032 )
3. MARDIONO PAPUTUNGAN ( 1011421001)
4. INDRA RAMADHAN BIGA ( 1011421248 )
5. MOH. IKBAL ( 1011421252 )
6. MOH.FERDY JUSUF ( 1011421158 )
7. RAHMAD R.ARSYAD ( 1011421159 )
8. SALMAN FARISI ( 1011421150 )
9. RIAN LUMULA ( 1011421009 )
10. RIZKI ANANI ( 1011421152 )
11. NOER AKBAR NAKI ( 1011421011 )
12. HAVID TOLINGGILO ( 1011421004 )
13. ALDIN KARIM ( 1011421260 )
14. ABDUL KARIM ADAM ( 1011421261 )
15. REYNALDI USMAN ( 1011421148 )
16. ADITYA SAHRUL RAMADAN ( 1011421157 )

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat ALLAH SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan karunian-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah tentang “sejarah
konstitusi di Indonesia “untuk memenuhi tugas mata kuliah etika profesi dan tangun jawab
profesi hukum .dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari Makalah ini masih banyak kekurangan dan kelemahanya, baik dalam hal
pengetikan maupun dalam keseluruhan isinya.Hal ini disebabkan karena keterbatasan
pengetahuan.Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan Makalah ini.Semoga Makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis
maupun bagi pembaca.

Gorontalo, September 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………..

1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………..

1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………..

1.3 manfaat ………………………………………………………………

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………….

2.1 sejarah konstitusi…………………………………………….

2.2 sejarah dinamika konstitusi di Indonesia …………………………………….

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1. PENDAHULUAN

Sejarah kehidupan berbangsa dan bernegara pada Republik Indonesia dimulai pada tahun 1945.
Pada tahun itulah berdirinya Negara Republik Indonesia sebagai suatu kumpulan besar manusia,
yang sehat jiwanya dan berkobar-kobar hatinya, menimbulkan suatu kesadaran batin yang
dinamakan bangsa.

Persatuan Indonesia merupakan ide besar yang merupakan cita-cita hukum dan cita-cita
moral bangsa Indonesia. Persatuan Indonesia telah menjiwai proses penetapan bentuk negara.
Bentuk negara yang telah dipilih harus memungkinkan terwujud dan terjaminnya Persatuan
Indonesia. Berdirinya Negara ini tidak hanya ditandai oleh Proklamasi dan keinginan untuk bersatu
bersama, akan tetapi hal yang lebih penting adalah adanya UUD 1945 yang merumuskan berbagai
masalah kenegaraan. Atas dasar UUD 1945 berbagai struktur dan unsur Negara mulai adaWalaupun
secara jelas pada masa itu belum ada lembaga-lembaga yang diamanatkan oleh UUD. Akan tetapi
hal ini dapat diatasi dengan adanya Aturan Tambahan dan Aturan Peralihan dalam UUD 1945

Setelah UUD 1945 berlangsung selama 4 tahun diganti dengan Konstitusi RIS pada tahun
1949, kemudian diganti lagi dengan UUDS 1950. Pada masa UUDS 1950 terselenggara pemilihan
umum pada tahun 1955 untuk memenuhi amanat masyarakat dalam Undang-Undang Dasar. Hasil
pemilihan umum tersebut melahirkan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai suatu lembaga perwakilan
rakyat, dan terbentuk Konstituante yang bertugas membuat UUD. Setelah bersidang selama
beberapa tahun Konstituante dibubarkan oleh Presiden Sukarno secara sepihak. Setelah itu
dimulailah periode kembali ke UUD 1945 ditandai dengan Dekrit Presiden tahun 1959.

Setelah tahun 1998 maka dimulai zaman reformasi dan zaman ini diakibatkan oleh berbagai
krisis yaitu:
1. Krisis ekonomi.

2. Krisis Politik ditandai dengan adanya krisis kepemimpinan.

3. Krisis Konstitusi ditandai dengan otoriternya kepemimpinan nasional atas dasar


konstitusi (executive heavy).

Krisis-krisis tersebut melahirkan gerakan reformasi yang menginginkan suatu perubahan di


Indonesia. Suatu jaman perubahan yang dinamakan reformasi, menandai berakhirnya orde baru,
dengan digantikan oleh orde reformasi atau zaman reformasi.

Pada saat itu terjadi perubahan Konstitusi yang sangat dinantikan oleh masyarakat
Indonesia. Berkembanglah setelah itu wacana mengenai masyarakat madani atau dikenal sebagi
civil society. Menurut Alexis de Tocqueville memandang civil society sebagai wilayah otonom dan
memiliki dimensi politik dalam dirinya sendiri yang dipergunakan untuk menahan intervensi
negara. Menurut Al Mawardi ada beberapa syarat untuk mencapai keseimbangan dalam segi politik
negara yang ideal menurut Islam:

1. Agama yang dihayati


2. Penguasa yang berwibawa
3. Keadilan yang menyeluruh
4. Sistem Pemerintahan
5. Imamah (kepemimpinan)

6. Cara pemilihan atau seleksi imam.


Kriteria lain untuk format masyarakat madani, seperti adanya lembaga perwakilan.
Demokratisasi, supremasi hukum, pengadilan yang bersih juga merupakan kriteria masyarakat
madani. Setelah tahun 1998 dimulai tuntutan-tuntutan akan perubahan mendasar di Republik
Indonesia. Yang terpenting adalah dua tuntutan masyarakat pada saat itu adalah Supremasi Hukum
dan Amandemen atau Perubahan Undang-Undang Dasar 1945.
Untuk kata Amandemen atau Perubahan maka yang dipakai dalam karya ilmiah ini adalah
Perubahan Undang-Undang Dasar karena dalam bahasa Inggris, to amend the Constitution artinya
mengubah Undang Undang Dasar dan Constitutional Amandement artinya perubahan Undang-
Undang Dasar mempunyai makna yang berbeda. Dengan demikian kata mengubah dan perubahan
yang berasal dari kata dasar “ubah” sama dengan to amend atau amandement, dan pemakaian kata
yang lebih tepat adalah amandement. Lebih lanjut kata “amandement” itu diserap atau di
Indonesiakan menjadi “amandemen”, dan kata mengubah berarti menjadikan lain atau menjadi lain
dari, sedangkan kata perubahan berarti berubahnya sesuatu (dari asalnya). Dengan demikian apabila
kita menyebut kata perubahan berarti sama dengan “amandemen”, tetapi dalam Bahasa Indonesia
resmi yang dipergunakan adalah kata “perubahan”.10 Dalam penulisan akan dipakai kata
Perubahan Undang-Undang Dasar.

Pada tahun 1999 terjadi Perubahan I UUD 1945 yang mengatur tentang pembatasan jabatan
presiden dan pada tahun 2000 terjadi Perubahan II UUD 1945 yang mengatur HAM11. Perubahan
I dan II terjadi beberapa perubahan yang mendasar dalam UUD 1945. Pada Perubahan
UndangUndang Dasar 1945 sampai tahun 2000 terdapat beberapa reduksi kekuasaan lembaga
eksekutif seperti dalam pembatasan kekuasaan Presiden. Dalam banyak hal, Presiden tidak lagi
memegang kekuasaan legislatif dan Presiden harus memperhatikan pendapat Dewan Perwakilan
Rakyat ataupun Mahkamah Agung jika berkaitan dengan hukum12. Sampai dengan Perubahan II
belum ada kritik yang tajam terhadap Perubahan yang terjadi terhadap UndangUndang Dasar 1945
dari mayoritas Ahli Hukum Tata Negara dan Para Politisi Partai Politik.

setelah Perubahan III maka terjadi perubahan mendasar terhadap UUD 1945. Secara garis
besar dapat disimpulkan Perubahan III UndangUndang Dasar 1945 meliputi:

1. Adanya Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Langsung. Hal ini berakibat besar
terhadap tugas Majelis Permusyawaratan Rakyat.

2. Adanya Penghapusan Utusan Golongan dalam MPR dan dilembagakannnya Utusan


Daerah menjadi Dewan Perwakilan Daerah sehingga komposisi MPR berubah secara total.

Setelah Perubahan III Undang-Undang Dasar 1945 berlaku maka banyak kekurangan-kekurangan
yang ada dalam Undang-Undang Dasar. Proses Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 menjadi
salah satu sebab banyaknya kekurangan yang terjadi, Karena ada beberapa hal yang belum diatur
dengan jelas, sehingga menimbulkan masalah secara tekhnis hukum. Hal ini dikritisi sebagian besar
oleh praktisi hukum terutama Hukum Tata Negara.

Ketika sedang memasuki Proses Perubahan IV perubahan yang kurang dicoba diperbaiki.
Perubahan IV menjadi suatu keharusan yang mau tidak mau harus ada, karena dengan adanya
Pemilihan Presiden Langsung, maka Presiden langsung bertanggung jawab kepada pemilihnya.
Dan tidak ada lagi tugas membuat GBHN yang dilakukan oleh MPR. Perubahan III dan IV UUD
1945 telah mengubah status dan peran MPR. Majelis Permusyawaratan Rakyat berubah dari
lembaga pemegang kedaulatan rakyat yang disebutkan secara eksplist dalam UUD 1945 menjadi
lembaga negara.

Setelah adanya Perubahan UUD 1945 maka berakhirlah kekuasaan Majelis


Permusyawaratan Rakyat sebagai lembaga pemegang kedaulatan rakyat. Dan berakhir juga
kedudukannya sebagai lembaga tertinggi negara dalam struktur kelembagaan Negara di Indonesia.
Hukum Tata Negara Indonesia menghadapi suatu masa perubahan besar dalam tugas dan
wewenang lembaga Negara. Sangat penting untuk diselidiki bagaimanakah nantinya lembaga
Negara melakukan tugas dan wewenangnya dan menjalankannya. Dalam karya tulis ini akan
dibahas mengenai kedudukan lembaga negara Majelis Permusyawaratan Rakyat. Pembahasan lebih
dikhususkan setelah Perubahan UUD 1945 dan undangundang mengenai susunan dan kedudukan
MPR, DPR dan DPRD. Dan mendudukkan lembaga ini kembali didalam struktur ketatanegaraan
Indonesia, setelah Perubahan UUD 1945 dalam peraturan-peraturan tentang struktur umum Negara.

b. RUMUSAN MASALAH

1. SEJARAH KONSTITUSI

2. SEJARAH DINAMIKA KONSTITUSI DI INDONESIA.


C MANFAAT

Pada asasnya kami membuat tulisan ini, untuk menjadikan tulisan ini

sebagai hal yang bermanfaat untuk siapapaun yang membacanya,

antaralain sebagai penambah wawasan dan sumber refrensi. Dan di

sisilain, tulisan ini merupakan pemenuhan tugas mata kulia konstitusi.


BAB 2

PEMBAHASAN

1. SEJARAH KONSTITUSI

Konstitusi merupakan suatu fundamen atau arah dari suatu roda kenegaraan yang

akan dijalankan, dengan tujuna untuk membatasi kekuasaan dalam negara, karena

dalam suatu negara terdapat banyak pusat-pusat kekuasaan. Oleh karena itu para

pendiri negara sepakat untuk membatasi kekuasaan tersebut dalam suatu

Istilah konstitusi telah lama dikenal, yaitu sejak zaman Yunani Kuno.

Diduga “Konstitusi Athena” yang ditulis oleh seorang Aristokr. Xenophon

(waktunya mungkin 425 S.M.). Penulis itu sekaligus memandang Konstitusi

Athena sebagai instrumen demokrasi yang paripurna. Dapat diduga pula bahwa

pemahaman orang tentang apa yang diartikan konstitusi, sejalan dengan

pemikiran orang-orang Yunani Kuno tentang Negara

Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim mengucapkan, bahwa sejak zaman Yunani

Purba istilah konstitusi telah diketahui, hanya konstitusi itu masih diartikan

materiil karena konstitusi itu belum diletakkan dalam suatu naskah yang tertulis.

Hal ini dapat dibuktikan pada paham Aristoteles yang membedakan istilah

politea dan nomoi. Politeia diartikan sebagai konstitusi, sedangkan nomoi adalah

Undang-Undang biasa. Di antara kedua istilah tersebut terdapat perbedaan yaitu

bahwa politeia mengandung kekuasaan yang lebih tinggi dari pada nomoi,

karena politeia mempunyai kekuasaan membentuk sedangkan pada nomoi


kekuasaan itu tidak ada, karena ia hanya merupakan materi yang harus dibentuk

agar supaya tidak berceceran.

Pemahaman awal tentang “konstitusi” pada masa itu, hanyalah

merupakan suatu kumpulan dari peraturan serta adat kebiasaans saja. Kemudian

pada masa Kekaisaran Roma, pengertian consitutionnes memeperoleh tambahan

arti sebagai sekumpulan ketentuan serta peraturan yang dibuat oleh para kaisar

atau para preator. Termasuk di dalamnya pernyataan-pernyataan pendapat dari

para ahli hukum/negarawan, sert kebiasaan setempat, di samping undang-

undang. Konstitusi Roma mempunyai pengaruh cukup besar sampai abad

pertengahan. Di mana konsep tentang kekuasaan tertinggi (ultimate power) dari

para Kaisar Roma, telah menjelma dalam bentuk L’Etat General di Perancis,

bahkan kegandrungan orang Romawi akan ordo et unitas telah memberi inspirasi

bagi tumbuhnya paham: “Demokrasi Perwakilan” dan “Nasionalisme”. Dua

paham inilah yang merupakan cikal bakal munculnya paham konstitusionalisme

modern

Dalam abad pertengahan timbul ajaran dari kaum monarchomachen

(monarkomaken), yaitu ajaran yang membenci atau tidak senang terhdap eksisis

kekuasaan raja yang bersifat absolut, sebagai akibat berkembangnya teori

theokrasi pada waktu itu. Usaha untuk mencegah agar Raja tidak berbuat

sewenang-wenang maka golongan ini menghendaki suatu perjanjian yang

membatasi kekuasaan Raja. Perjanjian antara rakyat dan raja dalam kedudukan

sama tinggi dan sama rendah menghasilkan suatu naskah yang disebut Leges
Fundamental. Di dalamnya diatur dan ditetapkan hak dan kewajiban masing-

masing pihak. Dalam perkembangan sejarah sejak saat itu, maka setiap kali

diadakan perjanjian antara rakyat dan raja dibuatkan atau dituangkan dalam

naskah, yang di dalamnya terdapat hak dan kewajiban yang berkaitan dengan

hubungan pemerintahan (antara yang memerintah dan yang diperintah).

Pada giliran berikutnya, masa Perang Dunia I Tahun 1914 telah banyak

memberikan dorongan yang kuat bagi konstitusionalisme, yaitu dengan jalan

menghancurkan pemerintahan yang tidak liberal, dan menciptakan negaranegara

baru dengan konstitusi yang berasaskan demokrasi dan nasionalisme. Upaya itu

dikonkritkan dengan didirikannya Liga Bangsa-bangsa untuk perdamaian dunia.

Tiga tahun kemudian muncul reaksi keras melawan konstitusionalisme politik

yang ditandai dengan Revolusi Rusia (1917), diikuti meletusnya fasisme di

Italia, dan pemberontakan Nazi di Jerman, sampai pada akhirnya meletus Perang

Dunia II

Pengaruh Perang Dunia II terhadap konstitusionalisme politik jauh lebih

parah bila dibandingkan pada masa Perang Dunia I. Sebab kemenangan dari

bangsa-bangsa yang berserikat terhadap kekuatan tirani saat itu. Berarti Perang

Dunia II telah memberikan kesempatan kedua kalinya kepada bangsabangsa

untuk menerapkan metode-metode konstitusionalisme terhadap bangunan


internasional melalui Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mencapai

perdamaian dunia yang permanen.

Dari segi bahasa istilah konstitusi berasal dari kata constituer (Perancis) yang

berarti membentuk. Dengan pemakaian istilah konstitusi tersebut, maka yang

dimaksud pembentukan di sini ialah pembentukan suatu negara, menata dan

menyusun suatu negara. Demikian pula dalam bahasa Inggris kata constitute

dapat berarti mengangkat, mendirikan atau menyusun.

Kemudian Wirjono Prodjodikoro mengatakan, bahwa konstitusi mengandung

permulaan dari segala peraturan mengenai suatu Negara; …. Dengan demikian

suatu konstitusi memuat suatu peraturan pokok (fundamental) mengenai soko

guru-soko guru atau sendi-sendi pertama untuk menegakkan bangunan besar

yang bernama “Negara” Suatu sendi atau pokok peraturan dari negara ini

tentunya harus kuat dan tidak akan mudah runtuh, agar bangunan negara tetap

berdiri. Secara umum dapat dikatakan bahwa istilah konstitusi pada umumnya

menggambarkan keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara, yaitu berupa

kumpulan peraturan untuk membentuk, mengatur atau memerintah negara.

Peraturan-peraturan tersebut ada yang tertulis sebagai keputusan badan yang

berwenang, dan ada yang tidak tertulis yang berupa kebiasaan dalam praktek

penyelenggaraan negara

Sedangkan istilah Undang-Undang Dasar merupakan terjemaham istilah yang

dalam bahasa Belandanya Gronwet. Perkataan wet diterjemahkan ke dalam


bahasa Indonesia adalah undang-undang, dan samping istilah Undang-Undang

Dasar, lazim pula dipergunakan istilah konstitusi. Demikian juga halnya dengan

orang Belanda di samping istilah grondwet mengenal pula istilah constitutie.

Penyamaan devinisi antara konstitusi dengan Undang-Undang Dasar,

sebenarnya sudah dimulai sejak Oliver Cromwell (Lord Protector Republik

Inggris 1649-1660) yang menamakan Undang-Undang Dasar itu sebagai

Instrument of Government, yaitu bahwa Undang-Undang Dasar dibuat sebagai

landasan untuk memerintah dan disinilah timbul identifikasi dari pengertian

Konstitusi dan Undang-Undang Dasar.

2. SEJARAH DAN DINAMIKA KONSTITUSI DI INDONESIA

Sebagai negara yang berdasarkan hukum, tentu saja Indonesia memiliki

konstitusi yang dikenal dengan Undang-undang Dasar 1945. Eksistensi Undang-

undang Dasar 1945 sebagai konstitusi di Indonesia mengalami sejarah yang

sangat panjang hingga akhirnya diterima sebagai landasan hukum bagi

pelaksanaan ketatanegaraan di Indonesia.

Dalam sejarahnya, Undang-undang Dasar 1945 dirancang sejak 29 Mei 1945

sampai 16 Juni 1945 oleh Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan

Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang beranggotakan 21 orang, diketuai Ir.

Soekarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil ketua dengan 19 orang anggota yang

terdiri dari 11 orang wakil dari Jawa, 3 orang dari Sumatra dan masing-masing 1

wakil dari Kalimantan, Maluku, dan Sunda Kecil. Badan tersebut (BPUPKI)
ditetapkan berdasarkan Maklumat Gunseikan Nomor 23 bersamaan dengan ulang

tahun Tenno Heika pada 29 April 1945

Latar belakang terbentuknya konstitusi (UUD 1945) bermula dari janji Jepang

untuk memberikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia di kemudian hari. Janji

tersebut antara lain berisi “sejak dari dahulu, sebelum pecahnya peperangan Asia

Timur Raya, Dai Nippon sudah mulai berusaha membebaskan bangsa Indonesia

dari kekuasaan pemerintah Hindia Belanda. Tentara Dai Nipon serentak

menggerakkan angkatan perangnya, baik di darat, laut, maupun udara, untuk

mengakhiri kekuasaan pemerintahan Belanda.” Sejak saat itu, Dai Nippon

Teikoku memandang bangsa Indonesia sebagai saudara muda serta membimbing

bangsa Indonesia dengan giat dan tulus ikhlas di semua bidang, sehingga

diharapkan kelak bangsa Indonesia siap untuk berdiri sendiri sebagai bangsa Asia

Timur Raya. Namun janji hanyalah janji, penjajah tetaplah penjajah yang selalu

ingin lebih lama menindas dan menguras kekayaan bangsa Indonesia. Setelah

Jepang dipukul mundur tentara sekutu, Jepang tak lagi ingat akan janjinya.

Setelah menyerah tanpa syarat kepada sekutu, rakyat Indonesia lebih bebas dan

leluasa untuk berbuat dan tidak bergantung pada Jepang sampai saat

kemerdekaan tiba. Setelah kemerdekaan diraih, kebutuhan akan sebuah konstitusi

resmi nampaknya tidak bisa ditawar-tawar lagi, dan segera harus dirumuskan.

Sehingga lengkaplah Indonesia menjadi sebuah negara yang berdaulat. Pada

tanggal 18 Agustus 1945 atau sehari setelah ikrar kemerdekaan, Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidangnya yang pertama kali dan

menghasilkan beberapa keputusan sebagai berikut:

1. Menetapkan dan mengesahkan pembukaan UUD 1945 yang bahannya

diambil dari Rancangan Undang-Undang yang disusun oleh panitia perumus

pada tanggal 22 Juni 1945;

2. Menetapkan dan mengesahkan UUD 1945 yang bahannya hampir

seluruhnya diambil dari RUU yang disusun oleh Panitia Perancang UUD tanggal

16 Juni 1945;

3. Memilih ketua persiapan Kemerdekaan Indonesia Ir.Soekarno sebagai

Presiden dan wakil ketua Drs. Muhammad Hatta sebagai wakil Presiden;

4. Pekerjaan Presiden untuk sementara waktu dibantu oleh Panitia

Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang kemudian menjadi Komite Nasional;

Dalam perkembangnnya adapun UUD 1945 yang menjadi dasar ataupun

konstitusi dari negara Indonesia beberapa kali mengalami amandemen konstitusi,

amandemen merupakan sebuah istilah dari satu proses perubahan secara resmi

menganai dokumen ataupun catatan resmi, dan yang paling utama adalah untuk

memperbaiki, yang kemudian perubahan ini berupa menambah ataupun

menghapus catatan yang salah, istilah amandemen ini sering di gunakkan pada

perubahan undang-undang ketatanegaraan.


Undang-undang dasar 1945 dalam sejarahnya mengalami empat kali

perubahan atau degan istilahnya adalah amandemen, dalam periodesisasinya pun

antara lain sebagai brikut

Amandemen pertama terhadap UUD 1945 di lakukan dalam sidang


umum MPR 1999 dan berlangsung dari 14 oktober sampai 21 oktober 1999,
amandemen pertama ini pertamakali terjadi pada pasal 5, pasal 7, pasal 9, pasal
13, pasal 14, pasal 15, pasal 17, pasal 20, dan pasal 21. Yang secara umum
bertujuan pada membatasi kekuasaan presiden yang di lihat terasa berlebihan dan
salahsatunya adalah pembatasan periode jabatan presiden.

Amandemen kedua di lakukan dalam siding umum MPR yang


berlangsung pada 7 agustus hingga 18 agustus, amandemen ke dua ini berfokus
pada 5 bab dan 25 pasal, amandemn kali ini di lakukan beberapa penambahan
beberapa aturan. Amandemen yang ke tiga di lakukan dalam sidang umum MPR
2001 yang berlangsung sejak 1 november hingga 9 november, dalam amandemen
ini ke tiga ini beberapa pasal dan bab mengenai bentuk kedaulatan negara,
kewenagn MPR, kepresidenan, pemakzulan, keuangan negara, kekuasaan
kehakiman. Dan ysng terakhir adalah amandemen ke empat, dalam amandemen
yang berlangsung dari 1 agustus hingga 11 agustus 2002, untuk amandemen ke
empat ini di fokuskan untuk menyempurnakan penyesuaian dan dan perubahan-
perubahan termasuk pada penghapusan dan penambahan pasal atau bab.

Dalam catatan sejarah amandemen konstitusi di Indonesia tercatat empat


kali amandemen inilah yang menjadi bagian dari dinamika sejarah konstitusi,
walaupun wacana amandemen ke lima selalu di gaungan oleh para akademisi
melalui disertasi-disertasi yang mereka uji secara akademis tentang urgensi
amandemen ke lima, hal ini tentunya merupakan bagian yang lumbrah terjadi di
sisi lain konstitusi membolehkan untuk mengamandemen konstitusi itu sendiri.
BAB 3
PENUTUP
3. 1 KESIMPULAN
Konstitusi dalam sejarah perjalanannya merupakan bagian dari dinamika rotasi
paradigma system pemikiran, sejak awal filsafat yunani hingga skolastik di abat
pertengahan yang di kuasai oleh pemerintahan gereja dan bersamaan dengan
megahnya peradaban islam menuju pada periode moderenisme hingga
posmoderensime, konstitusi suda merupakan aliran pemikiran dalam
ketatanegaran, demikianlah indonesoia yang menganut konstitusionalisme dan
kemudaian di serap menjadi UUD 1945

Anda mungkin juga menyukai