Anda di halaman 1dari 12

RESUME

FAKTOR PENYULIT DAN SOLUSI


PADA PENGAMBILAN DARAH VENA
TEHNIK SAMPLING CAIRAN TUBUH

Disusun oleh :
Angel
P17344123498

POLTEKKES KEMENKES BANDUNG


ALIH JENJANG D-IV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK
T.A 2023/2024

1
1. Pengertian Flebotomi

Teknik pengambilan darah dikenal dengan istilah flebotomi.


Nama flebotomi berasal dari bahasa Yunani kuno yang secara harfiah
berarti fléba (dari flés) yang artinya vena dan tomia (dari témno) yang
berarti insisi. Berdasarkan pendekatan tersebut, flebotomi dapat di-
artikan sebagai insisi vena. Memang, bangsa Yunani kuno
menggunakan penyayatan pembuluh darah vena untuk mengeluarkan
darah dengan tujuan terapeutik. Akan tetapi, saat ini, insisi vena lebih
dike- nal dengan istilah venipuncture atau dalam bahasa Indonesia disebut
sebagai teknik pengambilan darah vena atau pungsi vena. Orang yang
melakukan flebotomi disebut flebotomis (Ialongo & Bernardini, 2016).
Teknik pengambilan darah vena merupakan teknik yang sering
dilakukan karena penggunaan spesimen darah vena yang sering
diminta untuk pemeriksaan laboratorium. Terdapat dua teknik lain
untuk pengambilan darah, yaitu teknik pengambilan darah kapiler yang
juga disebut skinpuncture dan teknik pengambilan darah arteri yang
juga disebut arterial puncture (Nugraha, 2017). Prosedur flebotomi
harus dilakukan di tempat tenang, bersih, dan cukup penerangan.
Selain itu, aspek yang perlu diperhatikan flebotomis selain
mendapatkan spesimen yang memenuhi standar pemeriksaan, juga
harus memperhatikan kenyamanan dari responden (WHO, 2010b).
Flebotomis juga harus memperhatikan aspek keselamatan responden
dan dirinya untuk mencegah penularan paparan patogen yang
ditularkan melalui darah. Oleh karena itu, protokol pengambilan darah
harus dipatuhi dan spesimen darah diperlakukan sebagai spesimen
infeksius (Keohane dkk., 2016).

2
2. Flebotomis

Personel yang dapat melakukan flebotomi adalah individu yang telah


melakukan pendidikan atau pelatihan tentang teknik flebotomi dan
dinyatakan lulus sebagai flebotomis (WHO, 2010b). Sebaiknya, personel
yang melakukan flebotomi adalah petugas kesehatan yang telah
ditetapkan dalam peraturan pemerintah. Berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 4 Tahun 2002 tentang
Laboratorium Kesehatan Swasta, pengambilan spesimen pada
laboratorium swasta dilakukan oleh perawat. Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 411 Tahun 2010 tentang
Laboratorium Klinik menyebutkan bahwa pengambilan bahan
pemeriksaan atau spesimen klinik dilakukan oleh perawat dan analis
kesehatan (sekarang disebut ahli teknologi laboratorium medik,
ATLM). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 78 Tahun 2014 tentang Skrining Hipotiroid Kongenital, pengambilan
spesimen darah dilakukan oleh dokter, bidan, per- awat, dan ATLM.
Selain itu, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 42
Tahun 2015 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Ahli Teknologi
Laboratorium Medik menyebutkan bahwa pengambilan spesimen
darah dilakukan oleh ATLM (Kepmenkes No. 04, 2002; Permenkes
No. 411, 2010; Permenkes No. 78, 2014; Permenkes No. 42, 2015).
Penentuan flebotomis sangat berperan penting dalam memini- malkan
kesalahan selama pengambilan darah pada tahap pre-analitik. Selain
itu, pemilihan flebotomis dari tenaga kesehatan dapat memberikan
keamanan dan keselamatan bagi responden selama flebotomi karena
dapat memberikan pertolongan pertama jika terjadi gangguan medis
selama flebotomi (Permenkes No. 411, 2010).

3
3. Komplikasi Flebotomi dan Solusi Pengambilan Darah Vena
a. Tehnik Flebotomi
Flebotomis dalam menjalankan tugasnya tidak luput dari
kegagalan pengambilan darah. Penyebab kegagalan pungsi vena
dapat disebabkan faktor dari perlengkapan flebotomi atau posisi
jarum yang tidak sesuai dalam vena. Posisi jarum yang benar
umumnya ditusukkan pada sudut 15 sampai 30 derajat dengan posisi
lumen berada di dalam vena. Jika jarum tepat mengenai vena, hal ini
akan ditandai dengan masuknya darah pada hub dan darah dengan
mudah untuk diambil, ketidakcukupan darah atau terhentinya aliran
darah pada proses flebotomi dapat disebabkan oleh kesalahan dalam
posisi jarum terhadap vena (Bishop dkk., 2010; Keohane dkk.,

A B

C D

E F

2016).
Ket.: (A) Posisi Jarum Yang Benar, (B) Posisi Bevel Sejajar Dengan Dinding Vena Atas,
(C) Posisi Bevel Sejajar dengan Dinding Vena Bawah, (D) Jarum yang Menembus Terlalu Dalam, (E)
Jarum yang Menusuk Tidak Cukup Dalam, (F) Vena Lumpuh, dan (G) Jarum di Samping Vena. Sumber:
Bishop (2010)

Tindakan yang harus dilakukan jika darah tidak mengalir adalah


melakukan pengecekan posisi tabung vakum. Pastikan tabung
terpasang dengan benar pada kedudukan holder dan jarum telah
menembus penutup karet tabung vakum karena jika darah tetap tidak
mengalir, lakukan penggantian tabung. Kemungkinan tabung
tersebut sudah kehilangan kevakuman. Kedua tindakan ini dilakukan
pada flebotomi sistem tertutup, sedangkan tindakan pada sistem
terbuka umumnya disebabkan karena posisi jarum (Bishop dkk.,
2010).
Insiden kegagalan pada posisi jarum dapat berupa posisi bevel
sejajar dengan dinding vena (Gambar 1B dan C) sehingga aliran da-
rah terhalang dan tekanan vakum dapat merusak dinding vena yang

4
dapat menyebabkan rasa sakit dan hematoma. Tindakan perbaikan
pada kasus tersebut adalah menarik jarum atau memutar sedikit bevel.
Pada flebotomi sistem tertutup, lepaskan tabung vakum dari
kedudukan holder terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan
perbaikan. Hentikan prosedur jika terjadi hematoma (Bishop dkk.,
2010).
Jarum yang menembus terlalu dalam (Gambar 1D) disebabkan
posisi memegang jarum kurang erat sehingga mudah goyang atau
akibat dorongan saat memasukkan tabung vakum ke dalam dudukan
holder. Tindakan perbaikan yang harus dilakukan adalah melakukan
sedikit tarikan terhadap jarum untuk melancarkan aliran darah.
Hentikan prosedur jika terjadi hematoma (Bishop dkk., 2010).
Jarum yang menusuk tidak cukup dalam (Gambar 1E) dapat
disebabkan oleh flebotomis yang melakukan penusukan terlalu
pelan. Tindakan perbaikan yang harus dilakukan adalah mendorong
kembali jarum secara perlahan hingga darah mengalir dengan lancar.
Hentikan prosedur jika terjadi hematoma (Bishop dkk., 2010).
Jarum di samping vena (Gambar 1F) disebabkan oleh pembebatan
kurang kencang sehingga ketika dilakukan penusukan, vena bergulir
ke samping. Tindakan perbaikan yang dapat dilakukan adalah
dengan menarik jarum hingga bevel tepat di bawah kulit dan arahkan
pada vena yang tergelencir. Setelah itu, lakukan penusukan kembali.
Teknik pada flebotomi sistem tertutup dilakukan dengan cara
melepaskan tabung vakum dari kedudukan holder terlebih dahu- lu
sebelum melakukan tindakan perbaikan. Jangan lakukan prosedur
berulang-ulang karena dapat merusak jaringan (Bishop dkk., 2010).
Vena lumpuh atau collapsed (Gambar 1G) disebabkan oleh
tekanan vakum terlalu tinggi atau tarikan plunger terlalu kuat,
pembebatan terlalu kuat, dan turniket dekat dengan lokasi pungsi.
Kondisi tersebut mengakibatkan aliran darah dalam tabung vakum
berkurang bahkan terhenti. Vena dapat rusak terutama pada res-
ponden lansia. Tindakan perbaikan adalah dengan menghentikan
prosedur flebotomi dan melakukan pungsi vena di tempat lain
dengan memperhatikan pembebatan dan memperlambat pengisapan
darah (Bishop dkk., 2010) Tindakan flebotomi tidak selamanya
dilakukan dengan lancar. Walau sudah dilakukan tindakan perbaikan
saat gagal melakukan penu- sukan pada vena, kemungkinan tidak
didapatkan spesimen dapat terjadi. Jika flebotomis tidak berhasil
mengumpulkan spesimen pada upaya pertama, lakukan tindakan
flebotomi kembali pada vena yang lainnya atau bila perlu pindah
pada lengan lainnya. Flebotomis juga dapat menggunakan vena

5
metakarpal dorsal atau pleksus vena dorsal kaki. Jika upaya kedua
tidak berhasil, minta orang lain untuk meng- ambil alih. Upaya
pungsi vena yang tidak berhasil membuat pasien dan flebotomis
frustrasi. Jika orang kedua tidak berhasil dalam dua kali percobaan,
berikan waktu kepada pasien untuk istirahat dan coba kembali
kecuali tes tersebut dipengaruhi waktu. Saat terjadi kega- galan
flebotomi, perlu dibangun kembali dan ditingkatkan terhadap
keyakinan dan kemantapan flebotomis untuk kesuksesan flebotomi
(Bishop dkk., 2010).
b. Keadaan Pasien
Phlebotomy juga dapat menyebabkan komplikasi pada beberapa
pasien yang sensitif. Menurut Anonim, 2012 komplikasi pada
phlebotomy dibagi sebagai berikut :
1. Syncope
Syncope adalah keadaan dimana pasien kehilangan kesadarannya
beberapa saat atau sementara waktu sebagai akibat menurunnya tekanan
darah. Gejala dapat berupa rasa pusing, keringat dingin, nadi cepat,
pengelihatan kabur atau gelap, bahkan bisa sampai muntah. Hal ini
biasanya terjadi karena adanya perasaan takut atau akibat pasien puasa
terlalu lama. Rasa takut atau cemas bisa juga timbul karena kurang “
percaya diri “ Itulah sebabnya mengapa perlu memberikan penjelasan
kepada pasien tentang tujuan pengambilan darah dan prosedur yang
akan dialaminya. Penampilan dan perilaku seorang phlebotomist juga
bisa mempengaruhi keyakinan pasien sehingga timbul rasa curiga
ketika proses pengambilan darah akan dilaksanakan. Oleh sebab itu
penampilan dan perilaku seorang phlebotomist harus tampak
berkompetensi dan professional.
a. Cara mengatasi :

1) Hentikan pengambilan darah

6
2) Baringkan pasien ditempat yang rata atau tempat tidur, kepala
dimiringkan kesalah satu sisi
3) Tungkai bawah ditinggikan ( lebih tinggi dari posisi kepala)
4) Longgarkan baju yang sempit dan ikat pinggang
5) Minta pasien menarik nafas panjang
6) Hubungi dokter
7) Pasien yang tidak sempat dibaringkan , diminta menundukan kepala
diantara kedua kakinya dan menarik nafas panjang
b. Cara Pencegahan :
1) Pasien diajak bicara supaya perhatiannya dapat dialihkan
2) Pasien yang akan dirawat syncope sebaiknya dianjurkan berbaring
3) Kursi pasien mempunyai sandaran dan sandaran tangan
2. Rasa Nyeri
Rasa nyeri berlangsung tidak lama sehingga tidak memerlukan
penanganan khusus. Nyeri bisa timbul akibat alkohol yang belum
kering atau akibat penarikan jarum yang terlalu kuat
a. Cara pencegahan :
1) Setelah disinfeksi pada kulit, tunggu hingga alkohol kering sebelum
pengambilan darah dilakukan
2) Penarikan jarum tidak terlalu kuat
3) Penjelasan atau Menggambarkan sifat nyeri yang sebenarnya
(memberi contoh )
3. Hematoma

Hematoma adalah terkumpulnya massa darah dalam jaringan ( dalam


hal phlebotomy yakni jaringan dibawah kulit ) sebagai akibat

7
robeknya pembuluh darah.
a. Faktor penyebab terletak pada teknik pengambilan darah :
1) Jarum terlalu menungkik sehingga menembus dinding vena
2) Penusukan jarum dangkal sehingga sebagian lubang jarum berada
diluar vena
3) Setelah pengambilan darah, tempat penusukan kurang ditekan
4) Pada waktu jarum ditarik keluar dari vena, tourniquet belum
dikendorkan
5) Tempat penusukan jarum terlalu dekat dengan tempat tourniquet
b. Cara mengatasi Jika dalam proses pengambilan darah terjadi
pembengkakan kulit disekitar tempat penusukan jarum, maka :
1) Lepaskan tourniquet dan jarum
2) Tekan tempat penusukan jarum dengan kain kasa
3) Angkat lengan pasien lebih tinggi dari kepala kurang lebih 15 menit
4) Kalau perlu kompres untuk mengurangi rasa nyeri
4. Pendarahan
Komplikasi pendarahan lebih sering terjadi pada pengambilan darah
arteri. Pengambilan darah kapiler lebih kurang resikonya. Pendarahan
yang berlebihan ( atau sukar berhenti ) terjadi karena terganggunya
sistem koagulasi darah pasien.
a. Penyebabnya adalah :
1) Pasien mengalami pengobatan dengan obat antikoagulan sehingga
menghambat pembekuan darah.
2) Pasien menderita gangguan pembekuan darah (trombositopenia,
defisiensi faktor pembeku darah (misalnya hemofilia )
3) Pasien mengidap penyakit hati yang berat ( pembentukan
protrombin, fibrinogen terganggu )
b. Cara mengatasi :
1) Tekan tempat pendarahan
2) Panggil perawat atau dokter untuk penanganan selanjutnya
c. Cara pencegahan
1) Perlu anamnesis ( wawancara) yang cermat dengan pasien
2) Setelah pengambilan darah, penekanan tempat penusukan jarum
perlu ditekan lebih lama
5. Alergi

8
Alergi bisa terjadi terhadap bahan- bahan yang dipakai dalam
phlebotomy, misalnya terhadap zat antiseptic atau desinfektan, latex
yang ada pada sarung tangan, tourniquet atau plester. Gejala alergi
bisa ringan atau berat, berupa kemerahan, rhinitis, radang selaput
mata, terkadang bisa menyebabkan shock
a. Cara mengatasi :
1) Tenangkan pasien dan berikan penjelasan
2) Panggil dokter atau perawat untuk penanganan selanjutnya
b. Cara pencegahan
1) Wawancara apa ada riwayat allergi
2) Memakai plester atau sarung-tangan yang tidak mengandung latex
6. Trombosis

Terjadi karena pengambilan darah yang berulang kali ditempat yang


sama sehingga menimbulkan kerusakan dan peradangan setempat dan
berakibat dengan 21 penutupan ( occlusion ) pembuluh darah. Hal ini
juga terlihat pada kelompok pengguna obat ( narcotics ) yang
memakai pembuluh darah vena.
a. Cara pencegahan
1) Hindari pengambilan berulang ditempat yang sama
2) Pembinaan pengidap narkotika
7. Radang Tulang
Penyakit ini sering terjadi pada bayi karena jarak kulit dengan tulang
yang sempit dan pemakaian lanset yang berukuran panjang
a. Cara Pencegahan: Menggunakan lanset yang ukurannya sesuai
8. Amnesia Pada bayi
Terutama bayi baru lahir dimana volume darah sedikit, pengambilan
darah berulang dapat menyebabkan anemia. Selain itu pengambilan darah

9
kapiler pada bayi terutama yang bertulang dapat menyebabkan selulitis,
abses, osteomielitis, jaringan parut dan nodul klasifikasi. Nodul
klasifikasi tersebut mula-mula tampak seperti lekukan yang 4-12 bulan
kemudian akan menjadi nodul dan menghilang dalam 18-20 bulan.
9. Komplikasi neurologis
Komplikasi neurologis dapat bersifat lokal karena tertusuknya syaraf
dilokasi penusukan, dan menimbulkan keluhan nyeri atau kesemutan
yang menjalar ke lengan, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Walaupun jarang, serangan kejang (seizures) dapat pula terjadi.
a. Cara mengatasi :
1) Pasien yang mengalami serangan saat pengambilan darah harus
dilindungi dari luka
2) Hentikan pengambilan darah, baringkan pasien dengan kepala
miringkan ke satu sisi, bebaskan jalan nafas, hindari agar lidah tidak
tergigit
3) Segera mungkin aktifkan perlengkapan keselamatan, hubungi dokter
4) Lakukan penekanan secukupnya di daerah penusukan sambil
membatasi pergerakan pasien.

10
Daftar Pustaka
Bishop, M. L., Fody, E. P., & Schoeff, L. E. (2010). Clinical Chemistry:
Techniques, principles, correlations (6th ed.). Lippincott Williams &
Wilkins, a Wolters Kluwet.
Ialongo, C., & Bernardini, S. (2016). Phlebotomy: A bridge between
lab- oratory and patient. In Biochemia Medica 26(1), 17–33). https://
doi.org/10.11613/BM.2016.002
Keohane, E. M., Smith, L. J., & Walenga, J. M. (2016). Rodaks’s
hematol- ogy: Clinical principles and application (edisi kelima). Elsevier.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 04/MEN-
KES/SK/I/2002 tentang Laboratorium Kesehatan Swasta. (2002).
https://manajemenrumahsakit.net/wp-content/uploads/2012/09/
kmk42002.pdf.
Nugraha, G. (2017a). Lipid: Klasifikasi, metabolisme, aterosklerosis dan
analisis laboratorium. Trans Info Media.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 411 Tahun
2010 Tentang Laboratorium Klinik. (2010). http://dinkes.babel-
prov.go.id/sites/default/files/dokumen/produk_hukum/PMK No. 411
ttg Laboratorium Klinik.pdf.
WHO. (2010b). WHO Guidelines on Drawing Blood: Best Practices
in Phlebotomy. World Health Organization

11
12

Anda mungkin juga menyukai