Anda di halaman 1dari 79

1|Halaman

LEMBAR PENGESAHAN
MODUL FLEBOTOMI DAN PENGELOLAAN SPESIMEN

NO. DOKUMEN:
MODUL PRAKTIKUM:
MDL-FLEBO/SPESIMEN-
BIOLOGI/2023/REV-00
PROGRAM STUDI:
SARJANA TERAPAN TANGGAL DISAHKAN:
TEKNOLOGI LABORATORIUM
MEDIS

DOSEN PENGAMPU PRAKTIKUM:


PARAF

Diana Intan Gabriella Lusiana, S.Si., M.Biomed

Pangeran Andareas, M.Si.

KEPALA LABORATORIUM:

Pangeran Andareas, M.Si.

Penerima Salinan:
1. Dosen Pengampu Praktikum
2. Kepala Laboratorium

2|Halaman
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................................................... 2


DAFTAR ISI .......................................................................................................................................... 3
MODUL I. PENGENALAN ALAT DAN BAHAN FLEBOTOMI ...................................................... 4
DASAR TEORI .................................................................................................................................. 4
ALAT DAN BAHAN .......................................................................................................................18
PROSEDUR KERJA .......................................................................................................................18
MODUL II. TEKNIK PENGAMBILAN DAN PENANGANAN DARAH VENA DAN KAPILER .19
DASAR TEORI ................................................................................................................................19
ALAT DAN BAHAN .......................................................................................................................23
PROSEDUR KERJA .......................................................................................................................23
MODUL III. PENGAMBILAN SAMPEL DARAH MENGGUNAKAN WING INFUSION SET ...26
DASAR TEORI ................................................................................................................................26
ALAT DAN BAHAN .......................................................................................................................27
PROSEDUR KERJA .......................................................................................................................27
MODUL IV. TEKNIK PENGAMBILAN DAN PENANGANAN DARAH ARTERI........................29
DASAR TEORI ................................................................................................................................29
ALAT DAN BAHAN .......................................................................................................................30
PROSEDUR KERJA .......................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................79

3|Halaman
MODUL I. PENGENALAN ALAT DAN BAHAN FLEBOTOMI

TUJUAN PEMBELAJARAN:
a. Mengetahui nama dan fungsi alat yang digunakan dalam flebotomi.
b. Mampu melakukan prosedur persiapan alat flebotomi.

DASAR TEORI
Tugas utama seorang flebotomis adalah mengumpulkan spesimen darah untuk diuji secara
laboratorium. Pengetahuan pertama flebotomis sebelum melakukan pengambilan darah pada
klien adalah memahami semua peralatan yang dibutuhkan untuk pengambilan spesimen
darah. Hal ini disebabkan pemilihan alat yang tepat dan mampu menggunakannya dengan
benar dapat membantu memastikan pengumpulan spesimen darah secara aman dan
berkualitas tinggi. Kiswari (2014) menyatakan bahwa berbagai peralatan yang harus
dimengerti oleh flebotomis adalah ;

1. Sarung tangan medis

Ket : (A) Sarung Tangan Lateks, (B) Sarung Tangan Nitril, (C) Sarung Tangan Polivinil.
Sumber: Klik MRO Industrial Supply (2019)
Gambar 1.1. Sarung Tangan Medis

Center of Disease Control/Healthcare Infection Control Practices Advisory Committee


(CDC/HICPAC) mewajibkan flebotomis memakai sarung tangan selama melakukan tindakan.
Sepasang sarung tangan baru digunakan untuk setiap pasien dan dibuang setelah prosedur
ini dilakukan. Sarung tangan sekali pakai ini terbuat dari bahan lateks, nitril, neoprene,
polietilena, atau vinil. Sarung tangan harus pas dipakai. Khusus untuk mereka yang alergi
terhadap bahan-bahan tersebut, maka dapat menggunakan sarung tangan yang terbuat dari
bahan linen.

2. Antiseptik

4|Halaman
Sumber : OneMed (2020)
Gambar 2.1. Alkohol 70% isopropil alkohol

Antiseptik adalah zat yang digunakan untuk mencegah sepsis (adanya mikroorganisme atau
produk-produknya yang beracun dalam aliran darah). Antiseptik mencegah atau menghambat
pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme, tetapi tidak selalu dapat
membunuhnya. Antiseptik dianggap aman untuk digunakan pada kulit manusia dan digunakan
untuk membersihkan daerah yang telah ditentukan sebelum melakukan pengambilan darah.
Antiseptik yang paling umum digunakan untuk pengambilan darah rutin adalah isopropil
alkohol (isopropanol) 70 %. Untuk antiseptik yang lebih lagi, pada umumnya digunakan
povidon-iodin dalam bentuk stik atau spons apus.

3. Disinfektan

Sumber : ARK (2020)


Gambar 3.1. Natrium Hipoklorit

Disinfektan adalah zat atau larutan kimia yang berfungsi untuk menghilangkan atau membunuh
mikroorganisme pada instrumen. Disinfektan biasanya bersifat korosif jika terkena kulit
manusia. Natrium hipoklorit merupakan produk disinfektan yang banyak digunakan untuk
membersihkan tumpahan darah pada saat melakukan pengambilan darah.

4. Pembersih tangan

5|Halaman
Sumber : OneMed (2020)
Gambar 4.1. Alkohol 70% isopropil alkohol

Pembersih tangan merupakan zat pembersih yang digunakan mencuci tangan yang
terkontaminasi bahan organik seperti tumpahan darah. Zat yang dipakai sebagai pembersih
tangan pada saat dan sebelum melakukan prosedur pengambilan darah pada klien adalah
detergen dan alkohol. Biasanya sudah dalam bentuk botol kecil yang dipersiapkan bersama
dengan peralatan tindakan.

5. Kapas beralkohol dan plester

Sumber : OneMed (2020)


Gambar 5.1. Swab Alkohol dan Plester untuk Flebotomi

Kapas beralkohol digunakan untuk menekan situs (tempat) tusukan selama tindakan agar
pendarahan terhenti. Apabila pendarahan sudah terhenti maka digunakan plester untuk
menutup daerah tusukan.

6. Kontainer benda tajam

6|Halaman
Sumber : OneMed (2020)
Gambar 6.1. Wadah Benda Tajam

Kontainer benda tajam merupakan wadah khusus yang dipakai untuk membuang berbagai
benda tajam yang digunakan dalam pengambilan darah seperti jarum atau lancet. Kontainer
ini hendaknya mempunyai tanda dengan simbol biohazard dan tahan bocor yang otomatis
akan terkunci tutupnya ketika telah penuh.

7. Pena

Gambar 7.1. Pena

7|Halaman
Flebotomis harus selalu membawa pena/alat tulis dengan tinta yang tidak dapat terhapus
(permanen) untuk menuliskan label dan informasi catatan lain terkait klien.

8. Tourniquet

Ket. : (A) Rubber Tourniquet, (B) Velcro-closure, (C) Buckle Torniquet.


Sumber : OneMed (2020); Lagaay International (2020); Office Stationery (2020)
Gambar 8.1. Berbagai Macam Tourniquet

Tourniquet adalah alat yang diikatkan di lengan pasien sebelum pengambilan darah yang
bertujuan agar pembuluh darah tampak lebih melebar dan menonjol karena pembendungan
serta dindingnya menjadi lebih tipis sehingga lebih mudah ditembus oleh jarum. Penggunaan
tourniquet yang benar adalah cukup ketat untuk membatasi atau menahan aliran darah vena
tetapi tidak menghalangi atau membatasi alirah darah arteri.

9. Spuit

Gambar 9.1. Bagian spuit

8|Halaman
Spuit disebut juga spet atau semprit atau dalam bahasa Inggris disebut syringe merupakan
alat yang digunakan untuk mengambil dan menampung sampel darah pada flebotomi sistem
tertutup (Nugraha, 2017). Oleh karena itu, spuit tidak cocok disebut jarum suntik pada
prosedur flebotomi karena tidak digunakan untuk menginjeksikan atau memasukkan apa pun
ke dalam tubuh reponden. Spuit yang digunakan untuk flebotomi harus steril. Jadi, flebotomis
harus memastikan kemasan spuit yang membungkus tidak mengalami kerusakan (WHO,
2010b). Spuit terdiri atas jarum (needle) dan penutup jarum (cap) pada bagian depan dan
tabung (barrel) dengan piston yang keluar hingga belakang (plunger). Bagian-bagian ini dapat
dilihat pada Gambar . Volume spuit yang digunakan untuk flebotomi berkisar 2,5 hingga 10
mL dengan ukuran jarum 21 sampai 23 G dan panjang 1,5 inci (Nugraha, 2017). Spuit yang
umum digunakan berukuran 3 mL dengan jarum 23 G. Akan tetapi, spuit yang digunakan harus
disesuaikan dengan volume pemeriksaan yang dibutuhkan dan ukuran vena.

10. Jarum

Gambar 10.1. Bagian Jarum

Sumber: Vitality Medical (2020)


Gambar 11.1. Kode Warna Hub yang Menunjukkan Ukuran Gauge Jarum

Jarum atau dalam bahasa Inggris disebut needle digunakan untuk menusuk pembuluh darah
vena dan mengambil darah (Nugraha, 2017). Jarum terdiri atas bagian hub sebagai
penghubung antara jarum dan spuit serta dapat digunakan sebagai indikator jika jarum sudah
masuk pada pembuluh darah, shaft yang merupakan bagian pipa memanjang pada jarum,
bevel yang merupakan bagian kemiringan pada ujung jarum, dan lumen yang merupakan
bagian lubang jarum (Gambar 10). Ukuran jarum ditentukan berdasarkan diameter ukuran
jarum yang dinyatakan dalam angka dengan satuan gauge (G) dan panjang jarum dalam inci
(Nugraha, 2017). Ukuran gauge jarum tersebut dapat diketahui selain dari kemasan dengan
melihat warna jarum terutama pada hub. Kode warna jarum dapat dilihat pada Gambar 11.

9|Halaman
Terdapat tiga jenis jarum yang umum digunakan untuk flebotomi, yaitu jarum spuit, jarum
vacutainer, dan jarum bersayap (Gambar 12). Jarum spuit merupakan jarum yang biasa kita
kenal. Jarum ini digunakan untuk flebotomi dengan sistem terbuka. Jarum vacutainer
merupakan jarum yang digunakan untuk flebotomi dengan sistem tabung vakum atau dikenal
juga sistem tertutup. Jarum bersayap disebut juga butterfly needle atau lebih dikenal dengan
sebutan winged needle. Alasan disebut demikian karena jarum memiliki sepasang sayap yang
digunakan sebagai pegangan untuk mempermudah pungsi dengan selang transparan yang
memanjang. Winged needle dapat digunakan pada sistem terbuka maupun tertutup, tinggal
disesuaikan dengan jenis hub pada jarum (BD Company, 2020; Nugraha, 2017).

Ket.: (A) Jarum Untuk Spuit, (B) Jarum Untuk Sistem Vakum, (C) Winged Needle Untuk
Spuit, dan (D) Winged Needle Untuk Sistem Vakum. Sumber: Becton, Dickinson and
Company (2020)
Gambar 12.1. Berbagai Macam Jenis Jarum.

Aplikasi penggunaan jarum harus disesuaikan dengan ukuran pembuluh darah vena dan jenis
responden. Hal ini secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 1. Keterampilan memilih jarum
perlu dimiliki oleh seorang flebotomis karena jika jarum yang digunakan lebih besar dari vena,
vena akan tersobek dan menyebabkan perdarahan (hematoma). Di sisi lain, jika jarum terlalu
kecil, sel darah akan rusak selama pengambilan sampel (hemolisis) yang menyebabkan hasil
laboratorium tidak valid (WHO, 2010b).

Tabel 1. Jarum yang Direkomendasikan untuk Flebotomi Berdasarkan Kelompok Usia

11. Holder

10 | H a l a m a n
Ket.: (A) Regular Holder dan (B) Quick Release Holder. Sumber: BD Company (2020);
Sunphoria (2020)
Gambar 13.1. Berbagai Macam Jenis Holder Tabung Vakum

Holder merupakan alat yang digunakan sebagai dudukan jarum dan tabung vakum pada
flebotomi sistem tertutup. Terdapat dua jenis holder seperti pada Gambar 13. Regular holder
merupakan holder yang umum digunakan. Pemasangan dan pelepasan jarum dilakukan
dengan memulir. Quick release holder merupakan holder yang pemasangan jarum dilakukan
dengan cara memulir dan melepaskannya dengan cara menekan tombol unlock pada sebelah
pengunci (BD Company, 2020; Nugraha, 2017). Penggunaan quick release holder dinilai lebih
aman karena pelepasan jarum dapat dilakukan tanpa harus menyentuh jarum sehingga dapat
meminimalkan risiko tertusuk.

12. Evacuated Tube (Tabung evakuasi)

Tabung vakum merupakan tabung hampa udara yang digunakan untuk pengumpulan darah
vena. Oleh karena itu, tabung ini disebut juga tabung pengumpul darah (evacuated tube).
Tabung terbuat dari kaca atau plastik dengan penutup berwarna yang bagian tengahnya
berupa karet sebagai penyumbat tabung. Warna pada tutup merupakan warna universal
sebagai kode jenis aditif yang terkandung dalam tabung (Tabel 2). Beberapa produsen
menggunakan silikon pada tabung kaca untuk membantu mengurangi kemungkinan hemolisis
dan mencegah darah menempel ke sisi tabung (Keohane dkk., 2016; Turgeon, 2012). Tabung
vakum tersedia dalam berbagai ukuran tergantung dari volume darah yang dibutuhkan, yaitu
dari 1,8 mL hingga 10 mL (BD Company, 2020).

Tabel 2. Berbagai Macam Jenis Tabung Vakum dan Kegunaannya

11 | H a l a m a n
12 | H a l a m a n
Tabel 3. menunjukkan urutan tabung pada pengumpulan darah vena yang sering digunakan.
Jika penelitian dilakukan di rumah sakit atau pelayanan laboratorium kesehatan lainnya,
prosedur urutan tabung dapat mengikuti di tempat penelitian tersebut.
Tabung dengan clot activators, antikoagulan, dan agen antiglikolitik perlu dilakukan inversi
yang tepat agar zat aditif dapat tercampur merata (homogen). Kehati-hatian dalam melakukan
inversi harus dilakukan karena beda jenis tabung yang digunakan memerlukan perlakuan
inversi yang berbeda. Proses inversi dilakukan kurang dari yang direkomendasikan dapat
menyebabkan 1) darah tetap mengalami pembekuan pada tabung yang menggunakan
antikoagulan, 2) glukosa darah mengalami penurunan pada tabung yang menggunakan
antiglikolitik, dan 3) darah lama menggumpal bahkan hemolisis pada tabung yang
menggunakan clot activators. Inversi berlebihan terutama pada tabung yang menggunakan
antikoagulan dapat menyebabkan hemolisis. Jumlah inversi yang direkomendasikan pada
berbagai tabung dapat dilihat pada Tabel 3.

13 | H a l a m a n
Tabel 3. Urutan Tabung Vakum pada Flebotomi

13. Botol Kultur Darah

Botol kultur darah merupakan botol hampa udara yang berisi kaldu atau media pertumbuhan
mikroorganisme (broth). Volume darah yang ditampung sebanyak 3 sampai 10 mL untuk
responden dewasa dan 0,5 sampai 5 mL untuk responden anak. Pemeriksaan yang dilakukan
pada penggunaan botol kultur darah bertujuan untuk identifikasi bakteri, jamur (khamir atau
kapang), dan mikobakteri (BD Company, 2021). Penggunaan botol penampung ini ditujukan
untuk mendukung pertumbuhan mikroorganisme pada responden yang mengalami infeksi
dalam darah sehingga mikroorganisme tetap hidup sampai dilakukannya pemeriksaan di
laboratorium. Hal ini karena pada dasarnya darah manusia tidak mengandung bakteri (steril).
Jika terdapat mikroorganisme dalam spesimen darah, amplifikasi mikroorganisme dapat
terjadi yang pada akhirnya menyebabkan pertumbuhan bakteri yang terlihat dan dapat
dideteksi melalui alat pemeriksaan mikrobiologi. Ketika pertumbuhan terdeteksi pada botol,
maka akan dilanjutkan pada pemeriksaan mikrobiologi di laboratorium (Ombelet dkk., 2019).
Secara garis besar, botol kultur dibagi menjadi dua jenis, yaitu botol kultur darah aerobik dan
botol kultur darah anaerobik. Akan tetapi, berdasarkan kegunaannya, botol kultur darah
tersedia dalam banyak jenis seperti pada Tabel 4. Sama seperti tabung vakum, perbedaan
warna pada botol menandakan zat yang ditambahkan ke dalam botol. Zat tambahan tersebut
adalah resin, saponin, dan antibiotik. Resin memiliki fungsi untuk menetralkan antibiotik pada
responden yang telah menjalani pengobatan sehingga mikroorganisme akan mengalami
pemulihan dengan cepat. Saponin berfungsi untuk melepaskan mikroorganisme yang
difagositosis leukosit sehingga meningkatkan laju pemulihan. Antibiotik yang umum digunakan

14 | H a l a m a n
adalah tobramisin dan kloramfenikol karena dapat menekan pertumbuhan bakteri. Antibiotik
tersebut biasanya ditambahkan pada media pertumbuhan jamur (BD Company, 2021).

Tabel 4. Berbagai Macam Jenis Tabung Kultur Darah dan Kegunaannya

15 | H a l a m a n
5

Flebotomi untuk pengumpulan darah pada botol kultur darah memiliki teknik khusus dalam
penanganannya. Prosedur dilakukan untuk mencegah kontaminasi bakteri dari luar spesimen
darah. Flebotomi dilakukan secara steril sehingga dilakukan disinfeksi pada lokasi dan
peralatan flebotomi. Jika pengambilan darah dilakukan secara bersamaan dengan tabung
vakum, botol kultur darah harus dilakukan pada urutan pertama (Tabel 2) (Ombelet dkk.,
2019).

14. Alat Destruksi Jarum

Sumber: Isioksigen.net (2021)


Gambar 14.1. Alat Destruksi Jarum

16 | H a l a m a n
Alat destruksi jarum atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan sebutan syringe destroyer
merupakan alat yang digunakan menghancurkan jarum pada spuit yang telah dipakai (Gambar
14). Penggunaan alat tersebut bertujuan untuk mencegah tertusuk jarum atau penggunaan
ulang spuit yang dapat berisiko menularkan patogen dalam darah (Kim dkk., 2019).

15. Wadah Transpor

Sumber: Foam Sales (2015); Medical Total Solutions (2017); Medicus Health (2020)
Gambar 15.1. Berbagai Macam Wadah Transpor

Wadah transpor merupakan wadah untuk membungkus atau menyimpan spesimen darah
yang akan dikirimkan ke laboratorium. Penggunaan wadah ini ditujukan untuk menghindari
kontaminasi jika terjadi tumpahan pada tabung vakum yang mengalami pecah atau tutup
terlepas. Selain itu, wadah ini juga digunakan untuk mempertahankan suhu yang diinginkan
selama dilakukan transportasi. Wadah transportasi dapat berupa kantong maupun kotak yang
terbuat dari plastik atau gabus (Gambar 15). Penutup wadah harus mampu menutup dengan
rapat, khususnya pada wadah transpor yang digunakan untuk menjaga suhu tetap stabil
(Mardiana & Rahayu, 2017).

16. Baki Flebotomi

Ket.: (A) Baki Jinjing dan (B) Baki Troli. Sumber: Medicus Health (2020); Unico (2017)
Gambar 16.1. Berbagai Macam Baki

17 | H a l a m a n
Baki flebotomi merupakan wadah untuk menyimpan dan membawa perlengkapan flebotomi.
Baki flebotomi tersedia dalam bentuk jinjing dan troli (Gambar 16). Baki jinjing biasanya
digunakan jika flebotomi dilakukan di rumah sakit atau pelayanan kesehatan lainnya yang
membutuhkan mobilitas dari satu ruangan ke ruangan lainnya. Baki troli digunakan jika
flebotomi hanya dilakukan di ruangan flebotomi (satu ruangan) sehingga lebih mudah
menggeser-geser troli untuk menjangkau perlengkapan flebotomi (Medicus Health, 2020a;
Unico, 2017).

ALAT DAN BAHAN


1. Masker
2. Sarung tangan
3. Kapas alkohol
4. Plester/michropore
5. Jarum suntik
6. Syringe
7. Tabung evakuasi
8. Kontainer benda tajam
9. Alkohol 70 %

PROSEDUR KERJA
a. Persiapkan semua peralatan yang digunakan untuk flebotomi
b. Dokumentasikan peralatan flebotomi dan deskripsikan fungsinya masing-masing.

INTERPRETASI HASIL

No Nama Alat Gambar Bagian-Bagian Fungsi Alat

18 | H a l a m a n
MODUL II. TEKNIK PENGAMBILAN DAN PENANGANAN
DARAH VENA DAN KAPILER
TUJUAN PEMBELAJARAN:
a. Mampu melakukan prosedur memasang torniquet.
b. Mampu melakukan prosedur memilih vena.
c. vena menggunakan alat spuit dan vacutainer untuk pengambilan darah vena klien/
pasien dewasa.
d. Mampu melakukan prosedur pendekatan, identifikasi dan persiapan kepada klien
e. Mahasiswa mampu melakukan prosedur pengambilan darah kapiler

DASAR TEORI
Terdapat dua sistem flebotomi yang dapat digunakan untuk pungsi vena, yaitu sistem terbuka
(open system) dan sistem tertutup (close system). Sistem terbuka merupakan flebotomi yang
menggunakan alat jarum dan spuit. Hal ini disebut demikian karena untuk memindahkan
spesimen darah yang sudah terkumpul pada spuit ke dalam tabung vakum harus dilakukan
dengan melepas jarum. Beberapa flebotomis melakukannya dengan melepas jarum dan
penutup tabung vakum lalu darah dimasukkan, sementara flebotomis lainnya langsung
menusukkan jarum pada spuit berisi darah pada tabung vakum. Dengan demikian, sistem ini
memungkinkan darah kontak dengan udara yang mengakibatkan darah terkontaminasi
mikroorganisme udara, terutama pada flebotomis yang melepaskan jarum dan tutup tabung
vakum (Nugraha, 2017; WHO, 2010a).

Tabel 1. Pertimbangan dalam Pemilihan Sistem pada Flebotomi


Jenis Kelebihan Kekurangan
Perlu dilakukan transfer
darah yang memungkinkan
Peralatan yang tersedia
kontaminasi mikroorganisme
dengan mudah
udara pada sampel

Harga Murah Risiko tertusuk jarum


Sistem Terbuka Jarum tersedia dalam
berbagai Panjang dan
ukuran
Sulit mendapatkan volume
Aman untuk pengambilan
darah dalam jumlah banyak
darah anak.
Mudah diterapkan pada
vena kecil.
Harus memiliki keterampilan
Risiko tertusuj jarum minim khusus dalam
penggunaanya
System Tertutup Mampu mendapatkan Kevakuman tabung untuk
specimen yang bebas dari responden pediatri dan
kontaminasi mikroorganisme neonates kurang cocok
Harga mahal

19 | H a l a m a n
Sistem tertutup merupakan flebotomi yang menggunakan alat jarum, holder, dan tabung
vakum. Oleh karena itu, sistem ini disebut juga sistem vakum. Karena pada saat dilakukan
pungsi vena, darah langsung mengalir ke tabung vakum tanpa terjadi kontak dengan udara
(Nugraha, 2017; WHO, 2010a). Flebotomi sistem tertutup sangat cocok untuk pengambilan
darah yang membutuhkan lebih dari satu tabung vakum atau untuk pengumpulan darah pada
botol kultur darah. Kelebihan dan kekurangan sistem yang akan digunakan dapat dilihat pada
Tabel 1.
Pengambilan darah vena secara manual dengan alat suntik (syring) merupakan cara yang
masih lazim dilakukan di berbagai laboratorium klinik dan tempat-tempat pelayanan kesehatan.
Alat suntik ini adalah sebuah pompa piston sederhana yang terdiri dari sebuah tabung silinder,
pendorong, dan jarum. Berbagai ukuran jarum yang sering dipergunakan mulai dari ukuran
terbesar sampai terkecil adalah : 21G, 22G, 23G, 24G dan 25G.
Vacutainer Needle atau jarum multisample adalah jarum steril yang digunakan untuk
melakukan pungsi vena yang dirancang untuk sekali pakai saja. Vacutainer Needle dapat
mengisi beberapa tabung evakuasi sekaligus dalam satu kali pungsi. Jarum multisample
biasanya tersegel atu ditutupi oleh pelindungnya. Jarum multisample memiliki kode warna
penutup dan hub, jarum multisample yang sering digunakan untuk pungsi vena umumnya
sepanjang 1-1,5 inchi. Penggunaan jarum mutilsample ini dibantu dengan penghubung
berbahan dasar plastik (holder), holder berfungsi akan menghubungkan jarum multisample
dengan tabung sample. Yang perlu diperhatikan dalam penganbilan sample darah
menggunakan Vacutainer needle atau jarum multisample adalah :
- Keadaan pasien.
- Keadaan pembuluh darah.
- Keadaan kemasan vacutainer needle.
- Urutan tabung sample dalam proses evakuasi.

Gambar 1.2 Jenis – jenis vacutainer needle


Kuning : 20G Biru : 23 G Hitam : 22 G
Hijau : 21 G Pink : 18 G

20 | H a l a m a n
Gambar 2.2 Rangkaian Vacutainer Needle

Tourniquet adalah alat yang diikatkan di lengan pasien sebelum pengambilan darah yang
bertujuan agar pembuluh darah tampak lebih melebar dan menonjol karena pembendungan
serta dindingnya menjadi lebih tipis sehingga lebih mudah ditembus oleh jarum. Penggunaan
tourniquet yang benar adalah cukup ketat untuk membatasi atau menahan aliran darah vena
tetapi tidak menghalangi atau membatasi alirah darah arteri.

Cara Memilih Vena


Daerah pungsi vena yang disukai adalah daerah antecubital lengan, dimana beberapa vena
terletak cukup dekat dengan permukaan. Biasanya yang paling menonjol dari ini adalah vena
mediana cubiti, vena sefalika dan vena basilika. Vena mediana cubiti biasanya lebih dekat
permukaan dan menempati daerah persyarafan yang minimal. Dengan demikian vena tersebut
merupakan pilihan utama untuk pungsi vena, diikuti oleh vena sefalika dan vena sefalika media.
Vena basilika adalah pilihan terakhir karena dekat dengan syaraf medianus dan arteri brakialis
yang bisa tertusuk tanpa sengaja.
Seorang klien umumnya memiliki pembuluh darah vena yang paling menonjol, untuk
mengetahuinya perlu dilakukan palpasi pada daerah tersebut dengan cara menekan pada kulit
dengan ujung jari telunjuk. Cara tersebut selain dapat menemukan vena dapat membantu
menentukan patensinya, ukuran dan kedalaman serta alurnya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih vena adalah :
a. Jangan gunakan ibu jari untuk meraba karena ibu jari memiliki denyutan, sehingga
dikhawatirkan vena dianggap sebagai arteri.
b. Jangan memilih vena yang terasa keras
c. Meredupkan lampu dan menggunakan perangkat transluminator atau lampu halogen
dapat menemukan pembuluh vena, terutama pada bayi dan anak.
d. Menyeka situs dengan alkohol sering menyebabkan permukaan vena tampak lebih
terlihat.
e. Jika vena antecubital tidak sesuai, periksa vena di bagian punggung atau pergelangan
tangan.
f. Untuk membantu memperjelas vena dapat dengan cara membungkus handuk basah
hangat di sekitar lengan atau tangan selama beberapa menit. Pemanasan akan
meningkatkan aliran darah dan membuat pembuluh darah lebih mudah terlihat.
Namun, hal ini tidak boleh dimanipulasi secara berlebihan karena dapat mengubah
komposisi di daerah tersebut dan menyebabkan kesalahan hasil tes.

21 | H a l a m a n
Gambar 3.2. Daerah Pungsi vena
Ket.: (A) Pola H dan (B) Pola M.

Pendekatan, identifikasi, dan persiapan kepada klien.


Prosedur pendekatan, identifikasi, dan persiapan klien dalam flebotomi merupakan interaksi
kepada klien dengan tujuan mendapatkan kepercayaan dari klien sehingga pada saat
pengambilan sampel darah, klien selanjutnya akan merasa nyaman karena flebotomis sudah
dianggap profesional dalam melakukan pekerjaan pengambilan darah.
Bishop et al (2010) menyatakan bahwa cara pendekatan pada klien dilakukan dengan cara
interaksi antara flebotomis dan klien agar klien memandangnya sebagai seorang profesional.
Hal ini disebabkan mendapatkan kepercayaan dari klien merupakan aspek penting dari suatu
pertemuan yang sukses dan merupakan tindakan profesional. Disamping itu kepercayaan klien
mengindikasikan perasaan nyaman berada di dekat flebotomis.
Prosedur penting yang juga harus diperhatikan adalah identifikasi klien. Dalam melakukan
identifikasi pasien hendaknya meminta kepada klien untuk menyebutkan nama lengkap dan
tanggal lahirnya. Tidak dibenarkan dalam identifikasi klien anda menyebutkan nama
depan/belakang untuk konfirmasi, misalnya “apakah anda tuan joko?” pasien yang sangat tuli,
sakit atau sehabis dibius mungkin akan berkata, “ya, padahal nama pasien bukan joko, apabila
benar nama depan joko mungkin banyak (Kiswari, 2014).
Flebotomis juga harus dituntut untuk bisa melakukan persiapan pada klien. Artinya flebotomis
harus bisa menjelaskan prosedur pengambilan darah pada klien. Apabila terdapat klien yang
fobia terhadap jarum maka perlu dilakukan empati dan perhatian khusus sehingga pada
akhirnya mereka memiliki keberanian untuk bersedia diambil sampel darahnya.

Pembuluh darah kapiler


Pembuluh darah kapiler (dari bahasa Latin capillaris) ialah pembuluh darah terkecil di tubuh,
berdiameter 5-10 μm, yang menghubungkan arteriola dan venula, dan memungkinkan
pertukaran air, oksigen, karbon dioksida, serta nutrien dan zat kimia antara darah dan jaringan
di sekitarnya. Pengambilan darah kapiler atau dikenal dengan istilah skinpuncture yang berarti
proses pengambilan sampel darah dengan tusukan kulit. Tempat yang digunakan
untukpengambilan darah kapiler adalah :
a. Ujung jari tangan (fingerstick) atau anak daun telinga.

22 | H a l a m a n
b. Untuk anak kecil dan bayi diambil di tumit (heelstick) pada 1/3 bagian tepi telapak kaki
atau ibu jari kaki.
c. Lokasi pengambilan tidak boleh menunjukkan adanya gangguan peredaran, seperti
vasokonstriksi (pucat), vasodilatasi (oleh radang, trauma, dsb), kongesti atau sianosis
setempat.
d. Pengambilan darah kapiler dilakukan untuk tes-tes yang memerlukan sampel dengan
volume kecil, misalnya untuk pemeriksaan kadar glukosa, kadar Hb, hematocrit
(mikrohematokrit) atau analisa gas darah (capillary method).
Adapun prinsip pengambilan darah kapiler yaitu dilakukan penusukan pada ujung-ujung jari
tangan atau cuping telinga dan pada anak bayi biasanya pada ujung ibu jari kaki atau tumit
dengan kedalaman tertentu sehingga didapatkan sampel darah.

Gambar 4.2. Prosedur pengambilan darah kapiler

ALAT DAN BAHAN


1. Plester
2. Kasa steril
3. Tourniquet
4. Jarum
5. Syiringe 2,5-10 ml
6. Lancet
7. Tabung evakuasi / vakutainer
8. Kontainer benda tajam
9. Alkohol 70 %
PROSEDUR KERJA

Cara Kerja menggunakan spuit

1. Atur posisi klien, pasang tourniquet dan minta klien untuk mengepalkan tangan.
2. Pilih vena, buka tahanan tourniquet, minta klien untuk membuka kepala tangannya.
3. Lepaskan tourniquet, disinfektan daerah situs.
4. Ulangi pemasangan tourniquet, siapkan jarum suntik.
5. Tusuk daerah yang ditentukan dengan mendorong barrel jarum suntik.

23 | H a l a m a n
6. Isap darah dengan menarik plunger.
7. Pasang kasa steril di atas situs tusukan, tarik jarum dari tusukan.
8. Tekan kasa steril, rekatkan plester di atas kasa.
9. Buang jarum ke dalam kontainer benda tajam.

Cara kerja menggunakan vacuntainer

1. Persiapkan tabung dan peralatan yang sesuai dengan prosedur.


2. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan.
3. Posisikan lengan pasien sedikit menekuk ke dalam, buat pasien merasa nyaman.
Kemudian mintalah pasien untuk mengepal tangannya, usahakan lengan pasien tidak
hiperekstensi (peregangan sendi).
4. Pasang torniquet di lengan pasien dengan jarak 3-4 inci di atas fosca antecubiti.
5. Palpasi daerah tusukan ke arah vertikal dan horizontal utuk mencari pembuluh darah
yang besar dan untuk menentukan kedalaman, arah serta ukuran jarum yang akan
digunakan. Pilih bagian vena median cubital atau cephalic. vena teraba seperti sebuah
pipa kecil, elastis dan memiliki dinding tebal. Jika vena tidak teraba, lakukan pengurutan
dari arah pergelangan ke siku, atau kompres hangat selama 5 menit daerah lengan.
6. Lepaskan torniquet dan minta pasien membuka kepalan tangannya.
7. Bersihkan situs tusukan dengan kapas alkohol 70 % dalam lingkaran konsentris
bergerak ke luar dan biarkan kering.
8. Rakit peralatan sambil menunggu alkohol yang diusap tadi mengering. Pasang jarum
multisample (vacutainer needle) dan pemegangnya ( Tube holder ). Rakit peralatan
sambil menunggu alkohol yang diusap tadi mengering. Pasang jarum multisample
(vacutainer needle) dan pemegangnya ( Tube holder ). Dengan cara membuka tutup
bagian bawah dari vacutainer needle yang berwarna putih, kemudian hubungkan
dengan tube holder, jangan buka tutup jarum bagian atas sebelum lengan pasien benar-
benar sudah siap untuk dilakukan pungsi.
9. Ulangi pemasangan tourniquet, jangan menyentuh situs tusukan dengan jari yang tidak
steril. Mintalah pasien untuk mengepal tangannya kembali.
10. Lepaskan tutup jarum plastik dan periksa kemungkinan jarum cacat sepertu tumpul atau
bergerigi.
11. Renggangkan kulit dengan ibu jari sampai 2 inchi di atas situs.
12. Pegang jarum yang telah dirakit pada pemegang tabung menggunakan tangan dominan
dengan ibu jari di bagian atas, dan jari-jari lain di bawahnya, masukkan jarum ke
pembuluh darah dengan sudut 15-30o dengan bevel. Cegah pergerakan lengan yang
dapat mengubah posisi jarum ketika memasang tabung. Gunakan ibu jari, dorong
tabung ke jarum tabung evakuasi, sambil jari telunjuk dan jari tengah menahan
pemegang.
13. Ketika darah telah mengalir ke dalam tabung, lepaskan tourniquet dan mintalah pasien
untuk membuka kepalan tangan.
14. Dengan hati-hati keluarkan tabung ketika darah berhenti mengalir ke dalamnya.
15. Tutupi situs tusukan denngan kasa atau kapas kering. Tarik jarum keluar dan tekan atau
minta pasien untuk menekan.
16. Buanglah jarum atau holder yang telah di tutup dengan pengaman ke dalam container
benda tajam . beri label pada tabung sebelum meninggalkan pasien dan memverifikasi
identitasnya, lengkapi dokumen yang di butuhkan.
17. Periksa situs tusukan, tempatkan kasa perban di atas llipatan untuk member tekanan
tambahan.
18. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan.

Tempat tusukan Pembuluh Kapiler

24 | H a l a m a n
1. Tempat tusukan untuk pengambilan darah kapiler adalah pada bagian pinggir ujung jari
tangan (biasanya jari ke-3 atau ke-4). Jangan melakukan tusukan di bagian tengah ujung jari
(dapat mengenai tulang, selain itu vaskularisasi kurang baik) dan jangan pada jari yang
beberapa saat sebelumnya pernah ditusuk.
2. Aliran darah di daerah tusukan harus lancar. Tidak lancarnya aliran darah memperlihatkan
kondisi yang pucat atau sianotik. Bila terjadi hal demikian, maka perlu dilakukan pijatan ringan
pada jari atau dibalut kain basah yang hangat selama beberapa menit sebelum ditusuk.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan aliran darah pada daerah penusukan.

Prosedur penusukan Pembuluh Kapiler


1. Pegang jari klien, disinfeksi daerah tusukan dengan alkohol 70 % dan biarkan kering
2. Usap daerah tusukan dengan kapas atau kasa kering. Apabila daerah tusukan tidak benar-
benar kering, maka darah akan sulit menetes. Selain itu darah dapat bercampur dengan
alkohol sehingga pemeriksaaan menjadi tidak akurat.
3. Dengan menggunakan lancet steril lakukan penusukan secara menyilang terhadap sidik jari.
4. Usap tetesan pertama yang keluar karena selain kemungkinan tercampur dengan alkohol
juga tercampur dengan cairan jaringan. Tetesan berikutnya dipakai untuk pemeriksaaan.
Sampel yang baik akan keluar secara spontan, tidak dengan memijit-mijit jari.
5. Ambil darah dengan menggunakan tabung kapiler
6. Letakkan pada wax.
7. Usap daerah tusukan dengan kapas alkohol, tutup dengan kapas atau kasa steril, mintalah
kepada probandus untuk menekannya hingga darah tidak keluar lagi sampai bersih.

INTERPRETASI HASIL

25 | H a l a m a n
MODUL III. PENGAMBILAN SAMPEL DARAH
MENGGUNAKAN WING INFUSION SET

TUJUAN PEMBELAJARAN:
a. Mahasiswa mampu mengenali rangkaian alat Wing Infusion Set.
b. Mahasiswa mampu menggunakan alat Wing Infusion Set.

DASAR TEORI
Wing Infusion Set (jarum bersayap) atau sering disebut jarum “kupu-kupu” atau butterfly
needle adalah alat yang sangat diperlukan untuk mengumpulkan darah dari pembuluh darah
kecil atau pada vena yang tidak tampak jelas, misalnya pada vena di tangan, pada vena pasien
lanjut usia dan pada anak-anak. Wing Infusion Set hampir sama dengan Vacutainer Needle
perbedaannya adalah antara jarum anterior dan posterior terdapat dua buah sayap plastik
pada pangkal jarum anterior dan selang yang menghubungkan jarum anterior dan posterior.
Jika penusukan tepat mengenai vena, darah akan kelihatan masuk pada selang (flash).
Perangkat ini terdiri dari sebuah jarum stainless steel sepanjang ½ - ¾ inci yang secara
permanen terhubung dengan selang plastik sepanjang 5-12 inchi. Di lengkapi dengan ekstensi
dari bahan plastik yang menyerupai sayap kupu-kupu yang melekat pada jarum yang
terhubung dengan selang. Pada saat jarum hendak di tusukkan, “sayap” hendak dicengkram
dengan ibu jari dan jari telunjuk, sehingga memungkinkan pengguna untuk mencapai sudut
dangkal dari insersi jarum yang diperlukan untuk mengakses vena yang berukuran kecil.
Seperti halnya pengumpulan darah yang lain, wing infusion set wajib memiliki perangkat
keselamatan yaitu penguncian perisai yang dapat di geser di atas jarum.
Karena wing infusion set memiliki ukuran jarum yang relative kecil dan pendek, maka
kegunaan dari jarum ini pun khusus. Indikasinya adalah sebagai berikut:

1. Vena yang kecil pada anak-anak atau bayi dan orang tua
2. Penderita luka bakar yang cukup berat
3. Untuk pengobatan IV (intra vena)
4. Pada seseorang yang memiliki vena tipis, rapuh, atau diakses.

Kelemahan wing infusion set


1. Aliran darah kurang lancer.
2. Darah cepat membeku dan menyumbat selang.
3. Kemungkinan hemolisis tinggi.
Keuntungan menggunakan wing infusion set
1. Dapat digunakan untuk pasien yang memiliki vena lebih kecil dan rapuh karena ukuran
jarum yang lebih kecil.
2. Lebih aman karena memiliki sistem penguncian ganda pada ujung jarum (double safety
lock).

26 | H a l a m a n
Gambar 1.3. Jenis Wings needle berdasarkan ukuran.

ALAT DAN BAHAN


1. Microphore
2. Tourniquet
3. Jarum
4. Wing Infusion Set
5. Tabung evakuasi
6. Kontainer benda tajam
7. Alkohol 70 %

PROSEDUR KERJA
1. Persiapkan tabung dan peralatan yang sesuai dengan prosedur.
2. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan.
3. Posisikan lengan pasien sedikit menekuk ke dalam, buat pasien merasa nyaman.
Kemudian mintalah pasien untuk mengepal tangannya, usahakan lengan pasien tidak
hiperekstensi (peregangan sendi).
4. Pasang torniquet di lengan pasien dengan jarak 3-4 inci di atas fosca antecubiti.
5. Palpasi daerah tusukan ke arah vertikal dan horizontal utuk mencari pembuluh darah
yang besar dan untuk menentukan kedalaman, arah serta ukuran jarum yang akan
digunakan. Pilih bagian vena median cubital atau cephalic. vena teraba seperti sebuah
pipa kecil, elastis dan memiliki dinding tebal. Jika vena tidak teraba, lakukan
pengurutan dari arah pergelangan ke siku, atau kompres hangat selama 5 menit
daerah lengan.
6. Lepaskan torniquet dan minta pasien membuka kepalan tangannya.

27 | H a l a m a n
7. Bersihkan situs tusukan dengan kapas alkohol 70% dalam lingkaran konsentris
bergerak ke luar dan biarkan kering.
8. Rakit peralatan sambil menunggu alkohol yang diusap tadi mengering. Dengan cara
hubungkan karet pembungkus hub yang terdapat pada bagian posterior ke holder,
kemudian buka plastik pelindung jarum yang terdapat dibagian anterior.
9. Ulangi pemasangan tourniquet, jangan menyentuh situs tusukan dengan jari yang tidak
steril. Mintalah pasien untuk mengepal tangannya kembali.
10. Lepaskan tutup jarum plastik dan periksa kemungkinan jarum cacat seperti tumpul atau
bergerigi.
11. Renggangkan kulit dengan ibu jari sampai 2 inchi di atas situs.
12. Pegang jarum yang telah dirakit pada pemegang tabung menggunakan tangan
dominan dengan ibu jari di bagian atas, dan jari-jari lain di bawahnya, masukkan jarum
ke pembuluh darah dengan sudut 15-30o dengan bevel. Cegah pergerakan lengan
yang dapat mengubah posisi jarum ketika memasang tabung. Gunakan ibu jari, dorong
tabung ke jarum tabung evakuasi, sambil jari telunjuk dan jari tengah menahan
pemegang.
13. Ketika darah telah mengalir ke dalam tabung, lepaskan tourniquet dan mintalah pasien
untuk membuka kepalan tangan.
14. Dengan hati-hati keluarkan tabung ketika darah berhenti mengalir ke dalamnya.
15. Tutupi situs tusukan dengan kasa atau kapas kering. Tarik jarum keluar dan tekan atau
minta pasien untuk menekan. Kemudian tarik selang sampai jarum masuk ke dalam
plastik yang terdapat di atas sayap jarum.
16. Buanglah jarum atau holder yang telah di tutup dengan pengaman ke dalam container
benda tajam . beri label pada tabung sebelum meninggalkan pasien dan memverifikasi
identitasnya, lengkapi dokumen yang di butuhkan.
17. Periksa situs tusukan, tempatkan kasa perban di atas llipatan untuk memberi tekanan
tambahan.
18. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan.

28 | H a l a m a n
MODUL IV. TEKNIK PENGAMBILAN DAN PENANGANAN
DARAH ARTERI

TUJUAN PEMBELAJARAN:
Mahasiswa Mampu melakukan prosedur pengambilan darah arteri

DASAR TEORI
Pemeriksaan analisa gas darah dikenal juga dengan nama pemeriksaan Astrup yaitu suatu
pemeriksaan gas darah yang dilakukan melalui darah arteri. AGD atau Analisa Gas Darah
mempunyai tujuan sebagai berikut :
1. Mengetahui keseimbangan asam dan basa dalam tubuh.
2. Mengevaluasi ventilasi melalui pengukuran pH, tekanan parsial oksigen arteri dan jumlah
oksigen yang diedarkan oleh paru-paru (PO2) dan tekanan parsial karbon dioksida (PCO2).
Perlu diketahui adalah sebelum melakukan pengambilan darah arteri di daerah arteri radialis
dan arteri urnalis adalah memastikan bahwa test allen’s positif karena, menandakan pasien
memiliki pasokan darah normal ganda. Test Allen’s merupakan uji penilaian terhadap sirkulasi
darah di tangan, hal ini dilakukan dengan meminta klien untuk mengepalkan tangannya,
kemudian berikan tekanan pada arteri radialis dan ulnaris selama beberapa menit, setelah itu
minta pasien untuk membuka tangannya, lepaskan tekanan pada arteri, observasi warna jari-
jari, ibu jari dan tangan. Jari-jari dan tangan harus memerah dalam 15 detik, warna merah
menunjukkan test allen’s positif . Apabila tekanan dilepas, tangan tetap pucat, menunjukkan
test allen’s negatif. Jika pemeriksaan negatif hindarkan tangan tersebut dan periksa tangan
yang lain.

Lokasi pengambilan darah arteri :

A. Arteri radialis (RA) dan arteri ulnaris


1. Arteri yang berada di pergelangan tangan pada posisi ibu jari
2. Terdapat sirkulasi kolateral (suplai darah dari beberapa arteri)
3. Apabila terjadi kerusakan RA pada saat pengambilan, ulnar arteri akan mensuplai darah
ke tangan
4. Ulnar arteri tidak boleh dipakai untuk AGD, gunakanlah Arteri Radialis.
5. Apabila tidak ditemukan sirkulasi kolateral, RA tidak boleh digunakan.
6. Hematoma pada RA jarang terjadi karena adanya tekanan di atas ligamen dan tulang
pada pergelangan.
4. Kesulitan : ukuran arteri kecil dan sulit memperoleh kondisi pasien dengan curah jantung
yang rendah.

B. Arteri Brakialis (AB)


Arteri yang berada pada medial anterior bagian antecubital fosca, terselip diantara oto bisep
1. Ukuran arteri besar sehingga mudah dipalpasi dan ditusuk
2. Sirkulasi kolateral cukup, tidak sebanyak RA

29 | H a l a m a n
3. Kesulitan : Letak arteri lebih dalam, Letaknya dekat dengan basilik vena dan syaraf
median, Hematoma mungkin terjadi.

C. Femoral Arteri (FA)


Arteri yang paling besar untuk analisis gas darah. Berada pada permukaan paha bagian dalam,
di sebelah lateral tulang pubis. FA digunakan hanya dalam kondisi gawat darurat atau sulit
mendapatkan arteri lain.

Gambar 4.1. Lokasi pengambilan darah arteri.

ALAT DAN BAHAN


Alat Bahan
1. Jarum hipodermik ukuran 20- 25 gauge 1pcs 1. Larutan antiseptic 10 ml
Branchial Arteri (BA) dengan 22 gauge providine iodine atau
2. Femoral Arteri (FA) dengan 25 gauge klorheksidin
3. Spuit/ syiringe 1-5 ml dengan heparin 1pcs 2. Larutan anastetik local 5 ml
4. Untuk anastesi: 1-2 ml syringe 1pcs lidokaim 0,5%
5. Luer tip cap sebagai penutup untuk ujung 1pcs 3. Li/Na heparin 0,2 ml
spuit setelah jarum dibuang agar kondisi 4. Balok karet atau lateks 1pcs
anaerob terjaga untuk memendam jarum
6. Label dan tinta tahan air 1pcs 5. Kapas 1 box

PROSEDUR KERJA
1. Catat jam pengambilan Arterial Blood Gas (ABG)
2. Identifikasi klien dan jelaskan prosedurnya
5. Catat : Suhu tubuh klien dan Kecepatan pernafasan

30 | H a l a m a n
6. Cuci tangan dan kenakan sarung tangan
7. Siapkan semprit dengan heparin 0,2 ml:
 Gunakan Spuit 3 cc atau spuit khusus untuk AGD yang sudah preheparinized
 Bersihkan bagian atas botol heparin ke dalam semprit
 Tarik plunger bolak balik untuk membasahi semua bagian semprit
 Dengan posisi vertikal keluarkan heparin
 Ganti jarum dengan ukuran yang sesuai dengan kondisi arteri.

8. Letakkan tangan pasien di atas gulungan handuk dengan posisi menghadap ke atas
9. Ukur sirkulasi kolateral dengan allen test atau Doppler Ultrasonic Flow Indicator.
a) Allen test
1) Klien diminta mengepalkan tangan
2) Cari radial dan ulnar arteri dengan jari telunjuk dan tengah kedua tangan
3) Dengan tetap menekan arteri tersebut, pasien diminta membuka dan menutup
tangannya perlahan-lahan beberapa kali. Tangan harus kelihatan memucat.
4) Lepaskan tekanan pada ulnar arteri.
5) Tangan pasien menjadi berwarna merah jambu selama 15 detik.
6) Catat hasilnya.
b) Allen test positif apabila pada prosedur akhir muncul warna merah jambu selama
15 detik pada tangan dan sebaliknya adalah negatif.
c) Allen test negatif artinya ulnar arteri tidak cukup mensuplai darah ke tangan (tidak
ada sirkulasi kolateral).
10. Dengan tangan tetap menghadap ke atas, biarkan pasien menggerakkan
pergelangan tangannya dengan posisi 30-45°.
11. Cari RA dengan jari telunjuk dan tengah tangan kanan, kemudian dipalpasi (jaringan
dengan ibu jari).
12. Usapkan alkohol pada bagian yang akan diambil, kemudian diteruskan dengan
mengusapkan providone iodine, demikian pula jari yang dipakai untuk palpasi.
Biarkan bagian tersebut mengering, jangan disentuh dengan sesuatu yang tidak
steril.
13. *Apabila digunakan anestesi lokal. Infiltrasi kulit sekitar tempat pengambilan,
suntikkan dengan posisi 10° terhadap kulit. Tarik plunger sedikit sehingga vena tidak
rusak. Apabila semprit terkena darah ganti dengan yang baru. Ulangi prosedur pada
titik yang berbeda di sekitarnya. Tunggu 1-2 menit sampai efek anestetik bekerja.
Beri catatan apabila digunakan anestetik.*
14. Siapkan semprit untuk Analysis Blood Gas (ABG). Jangan sampai terdapat udara.
Sebelum darah diambil cari kembali RA/ Tusuk pada yang denyutnya paling
menonjol, masukkan jarum dengan menghadap ke atas, posisi jarum 45° (pada
femoral 90°), 5-10 mm dari posisi tangan kita. Posisi lubang jarum berhadapan
dengan aliran darah.
15. Kedalaman jarum ditambah sedikit. Apabila darah telah nampak pada ujung semprit,
pegang semprit tanpa gerakan, biarkan darah masuk ke dalam semprit, plunger akan
bergerak dengan sendrinya karena adanya tekanan arteri atau tarik plunger syiringe
perlahan.
16. Apabila arteri menghilang. Perlahan-lahan Tarik jarum sampai ujung lubangnya di
bawah kulit. Masukkan kembali jarum seperti prosedur 14-15.
17. Apabila darah telah cukup, Tarik jarum segera. Tekan bagian tusukan dengan kapas
kering selama ˃ 5 menit. Pada pasien dengan terapi antikoagulan waktu menekan
diperpanjang.
18. Sambil menekan tangan pasien, buanglah gelembung-gelembung udara pada
spesimen dan pendam jarum ke dalam balok latek. Spesimen dibolak-balik perlahan-
lahan.

31 | H a l a m a n
19. Lepaskan jarum, ganti dengan luer cap.
20. Spesimen diberi label dan masukkan ke dalam kotak pendingin.
21. Setelah 5 menit angkat kapas, periksa apakah ada pembengkakan, bersihkan bagian
ABG yang mengandung providone iodine dengan kapas alkohol, tunggu 2 menit,
periksa kembali bagian tersebut. Periksa denyut nadi, apabila normal beri plester.
Apabila redup atau menghilang panggil dokter segera.
22. Buang semua peralatan dengan memperhatikan keamanan kerja. Buka sarung
tangan dan cucilah tangan.
23. Serahkan spesimen kepada laboratorium segera.
*Tidak perlu dilakukan jika tidak digunakan anastesi.

32 | H a l a m a n
MODUL V. TEKNIK PENGAMBILAN DAN PENANGANAN
DARAH DENGAN KONDISI PENYULIT

TUJUAN PEMBELAJARAN:
Mahasiswa mampu melakukan teknik pengambilan darah dengan penyulit dan pencegahan
serta penanganan komplikasi dalam pengambilan darah.
DASAR TEORI
Pengumpulan spesimen darah dengan pungsi vena adalah prosedur yang umum dikerjakan
oleh tenaga kesehatan pada proses pemeriksaan penunjang pasien. Hasil dari analisis
spesimen darah ini sangat penting mempengaruhi keputusan klinis, mulai dari diagnosis,
penatalaksanaan, kontrol respon terapi sampai dengan prognosis pasien. Kesalahan prosedur
dalam proses pengambilan spesimen darah dapat menyebabkan pengambilan sampel
berulang dan keterlambatan diagnosis dan dapat membahayakan keamanan pasien.
(Bolenius, et.al, 2014)
Pada beberapa kondisi pasien dengan penyulit seperti kelompok pasien pediatri, pasien
geriatri, pasien luka bakar, pasien edema, pasien hematoma, pasien terpasang infus, pasien
dengan riwayat mastektomi, pasien dengan kemoterapi, pasien dengan antioagulan dan
pasien tidak sadar, dibutuhkan pendekatan yang khusus untuk menghindari cidera, kesalahan
dan kegagalan dalam pengumpulan spesimen. Dengan teknik yang baik diharapkan spesimen
yang dikumpulkan oleh flebotomis memberikan hasil akurat dan tidak menimbulkan cidera
pada pasien. Dalam tutor ini akan dibahas mengenai proses pengumpulan sampel darah yang
benar baik pada pasien normal maupun dengan penyulit. (McCall, 2011).

ALAT DAN BAHAN


1. Masker
2. Sarung tangan
3. Kapas alkohol
4. Plester/michropore
5. Syringe/ spuit 3 cc
6. Torniquet
7. Tabung evakuasi
8. Kontainer benda tajam
9. Phantom lengan dewasa
10. Winged needle
11. Vacuntainer

PROSEDUR KERJA
Pengambilan Spesimen Pada Pediatri
Pada kelompok pediatri perlu dikelompokkan lagi atas bayi dan anak-anak. Idealnya untuk
anak dengan usia kurang dari 2 tahun, prosedur pengambilan darahnya menggunakan metode
pungsi dermal. Untuk anak yang lebih besar dengan vena juga sudah relatif besar dan mudah
terlihat, prosedurnya sama dengan tusukan vena pada orang dewasa. Saat melakukan
pengambilan spesimen pada kelompok pediatri, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:

33 | H a l a m a n
a. Persiapan diri Flebotomis – Perlu kesiapan khusus karena pasien yang akan dihadapi
belum tentu kooperatif.
b. Mempersiapkan anak dan orang tua merupakan salah satu poin penting adalah
meyakinkan orang tuanya bahwa tindakan yang akan dilakukan benar-benar diperlukan
dalam rangka diagnostik dan terapi yang tepat.
c. Prosedur flebotomi pediatri – Jelaskan secara sederhana teknik yang akan digunakan. Bila
perlu dijelaskan bahwa kemungkinan ditusuk bisah lebih dari satu kali karena pembuluh
darahnya masih halus/ kecil. Prosedur flebotomi yang akan digunakan sangat tergantung
pada usia dan besar/ kecilnya anak.
Pembuluh darah vena pada kelompok umur ini belum berkembang dengan sempurna.
Pengambilan melalui vena harus dilakukan dengan jarum yang kecil atau winged needle.
Bantuan asisten (orang tua, perawat atau tenaga medis lainnya) dibutuhkan untuk membantu
stabilitasi lengan atau tangan anak-anak. (Lorenzo and Strasinger, 2011)

Gambar 1.5. Winged Needle. (Lorenzo and Strasinger, 2010)

Pengambilan Spesimen Pada Geriatri


Pada pasien geriatri (lanjut usia) tidak diperlukan teknik atau metode khusus untuk
mendapatkan spesimen darah. Yang menjadi bahan pertimbangan adalah adanya penurunan
fungsi-fungsi organ akibat proses penuaan. Metode penusukan kulit/kapiler, winged needle
maupun dengan tabung vakum biasa merupakan alternatif pilihan tergantung kondisi fisiknya.
(McCall, 2011)
Pengambilan darah pada geriatri lebih sulit karena terjadi penipisan dan penurunan
elastisitas/kelenturan kulit. Keadaan tersebut mengakibatkan pengambilan spesimen lebih sulit
karena vena menjadi lebih mudah bergerak (mobile) pada saat dilakukan penusukan.
Elastisitas kulit yang menurun juga menyebabkan mudah terjadi pendarahan atau hematom.
Pada kelompok geriatri, ada pula pembuluh darah yang juga mengalami aterosklerosis
(pengerasan) sehingga relatif lebih sulit pada saat tusukan vena.
Pengambilan spesimen tidak boleh dilakukan pada pembuluh vena yang melebar (varises).
Darah yang diperoleh pada varises tidak menggambarkan biokimiawi tubuh yang sebenarnya
karena darah yang diperoleh adalah darah yang mengalami stasis. Risiko lainnya adalah
kecendrungan untuk terjadi komplikasi pendarahan dan infeksi. (Lorenzo and Strasinger,
2011).

34 | H a l a m a n
Pasien Luka Bakar, Jaringan Parut dan Tattoo
Pada pasien dengan luka bakar, biasanya vena lebih sulit diraba. Selain itu pasien tersebut
juga lebih mudah terkena infeksi karena epidermis sebagai pelindung telah rusak. Sebaiknya
gunakan sisi lain yang tidak terbakar atau melalui pembuluh darah kapiler. Pada daerah luka
bakar yang sudah sembuh dan membentuk jaringan parut juga biasanya sulit dipalpasi dan
juga relatif lebih keras kulitnya. Sebaiknya dipilih lokasi lain yang tidak terdapat jaringan parut.
Sedangkan kulit yang terdapat tattoo akan sulit diidentifikasi pembuluh venanya, lebih rentan
terhadap infeksi dan tinta pewarna pada tattoo bisa mengganggu akurasi hasil. Disarankan
untuk menghindari kulit yang terdapat tattoo untuk pengambilan spesimen. Jika tidak
memungkinkan, sebaiknya tusuk pada bagian kulit yang tidak terdapat tinta pewarna tattoo.
(Lorenzo and Strasinger, 2011).

Edema
Edema adalah pembengkakan yang disebabkan oleh akumulasi cairan abnormal pada
jaringan. Hal ini seringkali diakibatkan oleh cairan intravena yang merembes (infiltrasi) ke
jaringan sekitarnya pada pasien yang terpasang infus intravena. Spesimen yang dikumpulkan
dari daerah edema bisa memberikan hasil yang tidak akurat akibat kontaminasi cairan jaringan
atau komposisi darah yang berubah akibat bengkak. Selain itu, pembuluh vena juga lebih sulit
untuk diidentifikasi, serta jaringan biasanya lebih mudah terluka akibat pemasangan tourniquet
dan proses penyembuhan luka bekas tusukan lebih lama pada daerah tersebut. Disarankan
untuk memilih lokasi lain yang tidak edema untuk pengumpulan spesimen jika memungkinkan.
(McCall, 2011).

Hematoma
Hematoma adalah pembengkakan atau kumpulan darah yang disebabkan oleh darah yang
merembes keluar dari pembuluh darah saat prosedur penusukan vena atau prosedur
sebelumnya. Memar yang luas bisa menyebar pada sekitar lokasi penusukan, Prosedur pungsi
vena pada lokasi yang mengalami hematoma bisa sangat nyeri dan spesimennya
terkontaminasi oleh darah yang terhemolisis dari pembuluh vena luar dan tidak cocok untuk
dilakukan pemeriksaan. Selain itu, obstruksi aliran darah karena hematoma dan gangguan
proses koagulasi bisa mengakibatkan hasil analisis yang tidak akurat. Disarankan pada pasien
dengan hematoma untuk mencari lokasi lain untuk pengambilan spesimen. Jika tidak
memungkinan, coba tusuk pembuluh darah yang lebih distal dari lokasi hematoma untuk
mendapatkan aliran darah yang lebih baik. (McCall, 2011).

Gambar 2.5. Hematoma (McCall, 2011).

35 | H a l a m a n
Post Mastektomi
Pengambilan darah sebaiknya tidak dilakukan pada lokasi yang sama dengan lokasi
mastektomi (operasi pengangkatan payudara). Pada saat prosedur mastektomi, biasanya
jaringan limfa disekitar payudara juga ikut diangkat. Hal tersebut bisa menimbulkan limfostasis
(obstruksi atau penghentian dari aliran limfa yang normal). Aliran limfa yang terganggu sangat
rentan terhadap pembengkakan (limfa edema) dan infeksi. Penggunaan tourniquet pada
daerah tersebut juga bisa menimbulkan luka. Limfostasis juga bisa mengakibatkan perubahan
kompisis darah yang berakibat hasil yang tidak akurat. Disarankan untuk mengambil darah
pada lokasi/bagian tubuh yang tidak dilakukan mastektomi. Jika dilakukan mastektomi pada
kedua payudara sebaiknya konsultasikan dengan dokter yang menangani untuk menentukan
lokasi yang lebih cocok. Secara umum, lokasi yang paling baru dilakukan mastektomi harus
dihindari. (McCall, 2011).

Terpasang Infus
Pada pasien yang menjalani rawat inap, umumnya sudah terpasang infus pada lengan pasien.
Lengan/tungkai yang terpasang infus sebaiknya tidak digunakan untuk pungsi vena karena
kontaminasi spesimen yang diambil atau darah terdilusi oleh cairan intravena. Pada pasien
yang terpasang infus, sebaiknya gunakan lengan atau tempat lain untuk pungsi vena. Jika tidak
ada alternatif lain tempat lain disarankan untuk menghentikan dulu aliran infusnya selama 2
menit kemudian baru diambil darahnya dari daerah distal sisi infus. Buang darah yang diambil
pertama kali (3-10 cc), lalu darah yang diambil kedua kalinya yang dipakai untuk pemeriksaan.
Setelah selesai pungsi vena, alirkan kembali infus tersebut sesuai tetesan sebelumnya dan
sebaiknya jenis cairan infus yang digunakan oleh psien dicatat. Selain itu pada pasien post
terpasang infus 24-48 jam, juga disarankan tidak dilakukan pengambilan spesimen darah pada
lokasi tersebut. (McCall, 2011).

Pasien Dengan Pengobatan Khusus


Kemoterapi
Pasien yang sedang atau telah menjalani proses kemoterapi misalnya akibat penyakit kanker
memiliki tingkat kesulitan dalam pengambilan darah cukup tinggi. Obat-obatan kemoterapi
yang digunakan seringkali membuat pembuluh darah menyempit, rapuh, skelrosis, mudah
kolaps dan mudah bergerak (mobile). Pada pasien dengan riwayat kemoterapi ini lebih
disarankan menggunakan jarum yang kecil atau winged needle pada proses pengumpulan
darahnya untuk mencegah pembuluh darah pecah atau kolaps ketika pengambilan darah.
(McCall, 2011).

Antikoagulan
Pasien yang memiliki gangguan koagulasi darah biasanya mendapatkan terapi dengan obat
pengencer darah, misalnya pada pasien dengan riwayat gangguan jantung atau stroke. Pasien
dengan riwayat penggunaan obat antikoagulan ini berisiko mengalami hematom dan
perdarahan yang sulit terkontrol pada lokasi penusukan. Flebotomis harus memastikan telah
memberikan tekanan yang cukup pada lokasi bekas penusukan hingga perdarahan berhenti.
Jika pasien tidak dapat melakukannya, flebotomis harus membantu menekan lokasi tersebut
beberapa saat. Namun, jangan menekan terlalu kencang karena berisiko menimbulkan luka
atau memar. Apabila perdarahan tidak berhenti juga bisa konsultasikan dengan dokter
penanggung jawab yang menangani pasien. (McCall, 2011).

36 | H a l a m a n
Gambar 3.5. Penekanan Lokasi Penusukan. (Lorenzo and Strasinger, 2011)

Pasien Tidak Sadar


Pada pasien tidak sadar, prosedur pengambilan darah dapat dilakukan dengan prosedur
seperti biasanya (tetap menyapa, memperkenalkan diri dan meminta izin pasien untuk
melakukan tindakan). Yang harus lebih diperhatikan adalah pada pasien tidak sadar atau
dengan kesadaran yang menurun tetap bisa merasakan nyeri atau sakit pada saat penusukan
jarum. Saat timbul rangsangan nyeri, bisa timbul refleks pasien untuk menarik atau
menjauhkan jarum dari lokasi penusukan. Oleh sebab itu disarankan untuk mengajak asisten
(bisa penunggu pasien, perawat, atau tenaga kesehatan lain) untuk membantu memegang dan
mengawasi pasien ketika flebotomis mengumpulkan sampel darah. (McCall, 2011).

37 | H a l a m a n
MODUL VI. TEKNIK PENGAMBILAN DAN PENANGANAN
URINE, SPERMA, FESES

TUJUAN PEMBELAJARAN:
Mahasiswa menguasai proses pengambilan dan penanganan Urin, Sperma, Feses.
DASAR TEORI
Spesimen Urine
Urine merupakan Sisa material yang dieksresikan oleh ginjal dan ditampung dalam saluran
kemih hingga akhirnya dikeluarkan oleh tubuh melalui proses urinasi dalam bentuk cairan.
Pemeriksaan urine merupakan pemeriksaan dasar pada pasien yang dicurigai mengalami
gangguan ginjal atau infeksi saluran kemih. Selain itu, banyak pasien yang tidak menunjukkan
gejala klinis sama sekali; pada kasus-kasus seperti ini, infeksi saluran kemih, yang sebelumnya
tidak terdeteksi, dapat didiagnosis melalui pemeriksaan urine. Hasil pemeriksaan urine tidak
hanya dapat memberikan informasi tentang ginjal dan saluran kemih, tetapi juga mengenai faal
berbagai organ tubuh seperti hati, saluran empedu, pankreas, dsb. Namun, untuk
mendapatkan hasil pemeriksaan yang akurat, diperlukan spesimen yang memenuhi syarat.
Pemilihan jenis sampel urine, tehnik pengumpulan sampai dengan pemeriksaan harus
dilakukan dengan prosedur yang benar.
Urin yang tidak segera diperiksa dan disimpan sebelum pemeriksaan harus menggunakan
bahan pengawet. Pengawet tidak bersifat universal karena tidak bisa dipakai untuk semua jenis
pemeriksaan urine, beberapa Pengawet Urin adalah :
• Toluen (Pemeriksaan Glukosa, aseton, dan asam aseto-asetat)
• Thymol
• Formaldehida (Pengawet sedimen urin)
• Asam sulfat pekat (Kalsium, nitrogen, zat anorganik)
• Natrium Karbonat (Urobilinogen)
• Deteksi telur Schistosoma haematobium yang akan diperkisa beberapa jam setelah
pengambilan sampel harus “diasamkan” (asidifikasi urine) dengan beberapa tetes
asam asetat 10%

Gambar 6.1. Spesimen Urine Dalam Wadah Penampung.

38 | H a l a m a n
Spesimen Sperma
Semen atau ejakulat disebut juga mani, cairan putih, air mani, atau pejuh adalah cairan yang
membawa sel-sel sperma yang dikeluarkan oleh organ seksual jantan. Fungsi utama semen
adalah untuk mengantarkan sel-sel sperma untuk membuahi sel telur yang dihasilkan oleh
individu betina Pemeriksaan spesimen semen dilakukan terhadap pasien untuk menyingkirkan
kemungkinan infertilitas. Pemeriksaan ini dilakukan melalui penilaian berbagai karakteristik
fungsional spermatozoa dalam cairan semen (cairan vesika seminalis).

Gambar 6.2. Prosedur Persiapan Spesimen Semen Untuk Pemeriksaan Sel Sperma.

Sejak ditemukannya metode penyimpanan spermatozoa terutama pada sapi dalam kemasan
semen beku, kriopreservasi spermatozoa telah menjadi salah satu pilihan dalam upaya
memanfaatkan secara maksimal dan melestarikan sumber gamet hewan jantan tertentu dari
kepunahan.

Gambar 6.3. Prosedur Pengawetan Sel Sperma Menggunakan Teknik Kriopreservasi.

39 | H a l a m a n
Spesimen Feses
Feses merupakan sisa hasil pencernaan dan absorbsi dari makanan yang kita makan,
dikeluarkan lewat anus dari saluran cerna Feses (tinja) juga merupakan hasil pemisahan dan
terdiri dari : sisa – sisa makanan; air; bakteri; zat warna empedu. Pemeriksaan feses dilakukan
untuk:
• Melihat ada tidaknya darah.
• Mendeteksi telur cacing dan parasit.
• Mendeteksi virus dan bakteri.
Penyimpanan spesimen merupakan salah satu faktor pre analitik yang harus diperhatikan
kesalahan penyimpanan feses patologis bisa menyebabkan kesalahan dalam pemeriksaan.

Gambar 6.4. Proses Penampungan Feses Ke Dalam Wadah Pemeriksaan.

Spesimen feses mungkin dikirim ke laboratorium spesialistik untuk pengidentifikasian parasit


yangjarang ditemukan dan sulit dikenali. Dalam hal ini, suatu bahan pengawet harus
ditambahkan ke spesimen sebelum spesimen tersebutdikirim untuk pemeriksaan. Berbagai
bahan pengawet betikut dapat digunakan:
• larutan formaldehid 10%, untuk spesimen basah;
• larutan lugol iodin 0,5%
• larutan fiksatif polVinil alkohol (PVA)
• latutan fiksatiftiomersal-iodin-formaldehid (TIF), untuk spesimen basah.
Campuran di atas dapat mengawetkan semua bentuk parasit untuk jangka waktu tak-terbatas,
termasuk bentuk vegetatif ameba (flagellata sedikit rusak dengan cara ini).

ALAT DAN BAHAN


Alat Bahan
1. Wadah Penampung Urin 6 pcs 1. Etanol 70% 10 ml
2. Wadah Penampung Feses 6 pcs 2. Larutan Lugol Iodin 0,5% 10 ml
3. Wadah Penampung Semen (Sperma) 6 pcs 3. Larutan Formaldehid 10 ml
4. Mikroskop 6 pcs 37%
5. Batang pengaduk 6 pcs 4. Larutan Toluen 10 ml
6. Chemistry Spatula 6 pcs 5. Thymol 10 ml
7. Handscoon 1 pcs 6. Asam sulfat pekat 10 ml
8. Masker 6 pcs (Kalsium, nitrogen, zat
9. Pipet Tetes 6 pcs anorganik)
10. Kaca objek dan penutup 6 pcs 7. Natrium Karbonat 1 ml
11. Sentrifuge 6 pcs (Urobilinogen)
12. Tabung Falcon 1 pcs 8. Aquadest 100 ml

40 | H a l a m a n
PROSEDUR KERJA
1. Pengambilan Spesimen Urine
Wadah spesimen urine haruslah bersih, kering, dan bermulut lebar. Kalau spesimen urine
harus dikirim ke tempat lain, berapa pun lamanya, pengawet yang sesuai harus ditambahkan
pada spesimen tersebut, untuk mencegah tumbuhnya bakteri atau menetasnya telur viabel.
Spesimen urine sewaktu atau spesimen urine 24 jam tidak memerlukan bahan pengawet,
spesimen ini harus disimpan pada suhu 4-8°C, untuk mencegah tumbuhnya bakteri. Spesimen
yang dikumpulkan harus dijaga pada suhu 4°C sampai pemeriksaan dilakukan. Jika
pemeriksaan ternyata ditunda lebih dari 24 jam, spesimen tersebut harus disimpan pada suhu
-20°C.
Catatan: Jika tidak ada formalin, dapat dipakai pemutih pakaian sebanyak 2 ml per 100 ml
urine.
Peringatan: Formalin dan pemutih bersifat korosif dim jangan sampai tertelan.

Jenis-jenis spesimen urine


Spesimen urine pagi
Sampel urine pagi memiliki konsentrasi yang paling pekat.
Speslmen urine sewaktu
Sampel urine sewaktu, yang dapat diambil kapan saja, dapat digunakan untuk pemeriksaan
skrining terhadap zat-zat yangmmerupakan indikator infeksi ginjal.
Spesimen urine 24 jam
Spesimen urine 24 jam disimpan di dalam botol bening berkapasitas 2 liter dan bertutup
sumbat. Pada hari pertama, setelah bangun pagi, pasien biasanya akan berkemih; urine ini
(urine pertama) tidak diambil sebagai sampel. Urine yang dikeluarkan sewaktu pasien
berkemih berikutnya, sepanjang hari tersebut, ditampung dalam botol. Urine pertama pada
hari berikutnya dijadikan sampel dan ditampung dalam botol. Botol berisi sampel urine ini
harus segera dikirim ke laboratorium. Ukurlah volume sampel urine tersebut memakai gelas
ukur dan catatlah hasilnya.
Spesimen urine porsi-tengah (midstream)
Pasien menampung kira-kira sebanyak 20 ml urine, ke dalam suatu wadah terbuka, saat
sedang berkemih; wadah ini harus langsung ditutup sesudahnya.
Spesimen urine terminal
Pasien menampung porsi terakhir urine yang dikeluarkannya ke dalam suatu wadah terbuka.
Spesimen urine yang diambil dengan kateter
Pengambilan spesimen urine dengan kateter harus dilakukan oleh dokter atau perawat terlatih.
Spesimen yang diambil dengan prosedur ini biasanya dipakai untuk uji-uji bakteriologis
tertentu, terutama pada pasien wanita. Namun, spesimen yang diambil dengan prosedur biasa
(non-invasif), setelah daerah genital dibersihkan dengan seksama, biasanya dapat dipakai juga
untuk tujuan tersebut.
Spesimen urine bayi
Urine dapat ditampung di dalam sebuah kantong plastik yang berperekat. Kantong plastik ini
direkatkan di sekeliling daerah genital selama 1-3 jam, tergantung pemeriksaan yang diminta.
Kantong kolostomi (colostomy bag) jaga dapat dipakai sebagai wadah spesimen urine bayi.

2. Persiapan dan Pengambilan Spesimen Semen (Sperma)


Sebelum mengambil spesimen semen, buat cairan pengencer semen dengan komposisi
sebagai berikut.
- Natrium bikarbonat 5 g
- Fenol atau formalin 1 ml
- Air suling 100 ml
Pengambilan spesimen semen dilakukan sendiri oleh pasien dengan memasukkan cairan
semen yang dikeluarkannya ke dalam suatu botol yang bersih dan kering; selanjutnya, botol

41 | H a l a m a n
berisi semen tersebut dikirimkan ke laboratorium sesegera mungkin, paling baik dalam 30
menit atau kurang setelah pengambilan spesimen. Spesimen ini tidak dapat langsung
diperiksa karena semen merupakan cairan berviskositas tinggi sehingga harus “mencair”
dahulu. Waktu yang diperlukan untuk “pencairan” ini sekitar 15-30 menit dan harus diperiksa
sesegera mungkin setelahnya.

Pembuatan preparat
Setelah spesimen “mencair”, buat apusan semen tipis pada kaca objek (sama seperti
membuat apusan darah), biarkan mengering dan panaskan, dengan sangat hati-hati untuk
memfiksasi apusan. Bersihkan mukus (yang mengganggu pewarnaan) pada apusan dengan
cara mencuci preparat dengan cairan pengencer semen (Lihat Di atas). Selanjutnya, bilas kaca
objek, dengan hati-hati, dengan air suling. Pulas sperma dengan larutan pewarna Giemsa.

3. Persiapan dan Pengambilan Spesimen Feses


Wadah Spesimen Feses
Jenis-jenis wadah berikut cocok untuk spesimen feses (Gambar di bawah):

- Kotak karton berlapis lilin


- Kaleng kosong dengan penutup
- Kotak plastik ringan
- Toples kaca (glassjar) bermulut lebar, yang dirancang khusus sebagai wadahspesimen
feses, dengan sendok yang menempel di sumbat penutupnya.

Pengambilan Spesimen Feses


Ambil kira-kira 100 g feses dalam wadah yang bersih dan kering tanpa pengawet. Wadah yang
paling coeok, yaitu wadah bertutup ulir. Pastikan bahwa setiap cacing dewasa atau segmen-
segmennya ikut terambil. Untuk pengambilan spesimen feses untuk pemeriksaan bakteriologis
(mis., untuk kultur Vibrio eholerae dan bakteri lain penyebab disentri).

Hal-hal yang harus diperhatikan


• Jangan sekali-kali membiarkan spesimen feses terpapar udara dalam wadah tanpa
penutup.
• Jangan sekali-kali menerima spesimen feses yang tereampur urine (mis., dalam pispot).
• Jangan sekali-kali memeriksa spesimen feses tanpa mengenakan sarung tangan.

42 | H a l a m a n
• Periksa selalu spesimen tinja dalam 1-4 jam setelah pengambilan. Bila beberapa
spesimen diterima dalam waktu bersamaan, periksa spesimen feses yang eair dan
mengandung lendir atau darah terlebih dahulu karena spesimen- spesimen tersebut dapat
mengandung ameba motil (yang mati dalam waktu singkat).

Pemeriksaan visual
Pelaporan hasil pemeriksaan sampel feses yang ideal meliputi warna, konsistensi, dan ada-
tidaknya eksudat atau darah makroskopik.
Warna
Warna dapat dilaporkan sebagai:
- Hhitam (darah samar, occult blood)
- Cokelat, kuning pucat (lemak)
- Putih (ikterus obstruktif, obstructive jaundice).
Konsistensi
Konsistensi dapat dilaporkan sebagai:
- Konsistensi padat (konsistensi feses yang normal)
- Konsistensi lunak
- Konsistensi eair (eneer).
Darah ataulendir pada feses biasanya terlihat sebagai bereak (atau noda) merah atau putih.
Darah pada feses dapat dijumpai pada kondisi medis tertentu (mis., kolitis ulseratif,
skistosomiasis).

Teknik Pengambilan Spesimen Feses

43 | H a l a m a n
MODUL VII. TEKNIK PENGAMBILAN DAN PENANGANAN
SPUTUM, SWAB NASOFARING DAN OROFARING

TUJUAN PEMBELAJARAN:
Mahasiswa menguasai proses pengambilan dan penanganan sputum, swab nasofaring dan
orofaring.
DASAR TEORI
Saat ini dunia sedang berjuang menghadapi pandemi COVID-19. Coronavirus Disease 2019
(COVID-19) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory
Syndrome Coronavirus 2 (SARSCoV-2). SARS-CoV-2 merupakan coronavirus jenis baru yang
belum pernah diidentifikasisebelumnya pada manusia. Pada 31 Desember 2019, WHO China
Country Office di Kota Wuhan melaporkan kasus pneumonia yang tidak diketahui
penyebabnya. Pada tanggal 7 Januari 2020, Pemerintah China kemudian mengumumkan
bahwa penyebab kasus tersebut adalah Coronavirus jenis baru yang kemudian diberi nama
SARS-CoV-2. Sejak dilaporkan, penambahan jumlah kasus COVID-19 berlangsung dengan
cepat dan penyebaran telah meluas ke negara- negara lain di seluruh dunia. (WHO, 2020)
Pada tanggal 30 Januari 2020 World Health Organization (WHO) menetapkan COVID-19
sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Yang Meresahkan Dunia/ Public Health
Emergency of International Concern (KKMMD/PHEIC). Sampai dengan 18 Februari 2021,
secara global dilaporkan 110.456.787 kasus konfimasi di 215 negara dengan total 2.441.480
kematian (CFR 2,21%). Beberapa negara dengan jumlah kasus terkonfirmasi terbanyak adalah
Amerika (28 juta kasus, 502 ribu kematian), India (10 juta kasus, 156 ribu kematian), Brazil (9
juta kasus, 242 ribu kematian), Rusia (4 juta kasus, 81 ribu kematian), Inggris (4 juta kasus,
118 ribu kematian). Indonesia menduduki peringkat ke-19 untuk jumlah kasus terkonfirmasi
terbanyak. (CDC, 2020) Salah satu aspek yang menerima dampak paling besar dari pandemi
adalah bidang kesehatan. Seiring dengan meluasnya penyakit ini, masalah-masalah di bidang
kesehatan semakin terlihat jelas. Beberapa permasalahan yang signifikan adalah kurangnya
sarana prasarana fasilitas kesehatan, dengan 2 terbatasnya ketersediaan Insentive Care Unit
(ICU) dan ventilator untuk pasien COVID-19, kurangnya kapasitas dan tidak meratanya tes
COVID-19, ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) yang terbatas terutama bagi tenaga
kesehatan. Kapasitas tes real time reverse-transcription polymerase chain reaction (RT-PCR)
per 1 juta penduduk hanya sekitar 36.739 orang, yang merupakan angka yang rendah jika
dibandingkan dengan negara lain di dunia. Ketidaksiapan fasilitas kesehatan (Puskesmas, RS
Rujukan, RS Utama) dalam menghadapi situasi COVID-19 tampak dari belum optimalnya tata
kelola sumber daya manusia (SDM) kesehatan, ketergantungan impor obat-obatan dan alat
kesehatan, rendahnya infrastruktur kesehatan, belum fokusnya penguatan standar pelayanan
kesehatan dasar dan jaminan kesehatan nasional serta kinerja pelayanan kesehatan yang
masih rendah. Semua hal tersebut tentunya akan berdampak juga pada risiko tertular dan
terpajan tenaga medis akan semakin tinggi. (Kemenkes, PPI, 2020) Untuk pemeriksaan SARS-
CoV-2, tidak disarankan dilakukan pemeriksaan lebih dari sekali dalam periode 24 jam pada
individu yang sama. Pemeriksaan laboratorium yang direkomendasikan interim guidance
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) 21 Januari 2021 adalah NAAT atau

44 | H a l a m a n
pemeriksaan antigen bila tidak memungkinkan dilakukan nucleic acid amplification tests
(NAAT), misalnya real time reverse-transcription polymerase chain reaction (RT-PCR) atau
Tes Cepat Molekuler (TCM) SARSCoV-2, dan pemeriksaan antigen SARS-CoV-2.
Pemeriksaan antigen (Antigen Rapid Diagnostic Test Antigen, Ag-RDT) hanya untuk fase akut
sebagai alternatif RT-PCR karena sensitivitas bervariasi, diperkirakan berkisar 34– 80%, dan
uji validasi masih terbatas. Pemeriksaan yang direkomendasikan WHO adalah pemeriksaan
virus menggunakan NAAT. (WHO, 2020) World Health Organization (WHO)
merekomendasikan pengambilan spesimen pada dua lokasi, yaitu dari saluran napas atas
(swab nasofaring atau orofaring) atau saluran napas bawah [sputum, bronchoalveolar lavage
(BAL), atau aspirat endotrakeal]. Sampel diambil selama 2 hari berturut turut, boleh diambil
sampel tambahan bila ada perburukan klinis. Pada kontak erat risiko 3 tinggi, sampel diambil
pada hari 1 dan hari 14. Zou, dkk melaporkan deteksi virus pada hari ketujuh setelah kontak
pada pasien asimtomatis dan deteksi virus di hari pertama onset pada pasien dengan gejala
demam. Titer virus lebih tinggi pada sampel nasofaring dibandingkan orofaring. (Zhou P, dkk,
2020) Sebelum kegiatan pengambilan spesimen dilaksanakan, harus memperhatikan
universal precaution atau kewaspadaan universal untuk mencegah terjadinya penularan
penyakit dari pasien ke paramedis maupun lingkungan sekitar. Hal tersebut meliputi: selalu
mencuci tangan dengan menggunakan sabun/desinfektan sebelum dan sesudah tindakan,
dan menggunakan APD. Penggunaan APD dapat mengacu pada Petunjuk Teknis Alat
Pelindung Diri Dalam Menghadapi Wabah COVID19 yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal
Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan Tahun 2020. (Kemenkes, 2020)

Cara Pengambilan
Cara pengambilan sampel meliputi:
• Sputum
Pasien berkumur terlebih dahulu dengan air, kemudian pasien diminta mengeluarkan
dahaknya dengan cara batuk yang dalam. Sputum ditampung pada wadah steril yang anti
bocor. Pengambilan sampel sputum dengan cara induksi dapat menimbulkan risiko infeksi
tambahan bagi petugas kesehatan. Jika tidak memungkinkan pengambilan specimen saluran
pernafsan bawah, maka dapat di ambil specimen dari saluran pernafasan atas.

Spesimen yang digunakan tergantung pada insert kit alat TCM dan PCR yang
digunakan, dapat berupa:
a) Swab nasofaring
b) Swab orofaring
c) Sputum
d) Aspirat saluran napas bagian bawah

e) Bronchoalevolar lavage (BAL)


f) Aspirat nasofaring atau aspirat nasal

Sebelum kegiatan pengambilan spesimen dilaksanakan, harus


memperhatikan kewaspadaan universal (universal precaution) untuk
mencegah terjadinya penularan penyakit, meliputi:
a. Selalu mencuci tangan dengan menggunakan sabun

45 | H a l a m a n
sebelum dan sesudah tindakan.
b. Pemasangan APD level 3 sesuai Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19) Kemenkes
revisi 04, sebagai berikut:
1. Mengganti baju dengan baju kerja
2. Menggunakan pelindung sepatu (shoe cover)

3. Memakai sarung tangan dalam

4. Mengenakan jubah (gown) lengan panjang dan sekali


pakai yang terbuat dari kain yang telah teruji
ketahanannya
5. Memakai respirator partikulat seperti N95 sertifikasi
NIOSH, EUFFP2 atau setara. Ketika mengenakan
respirator partikulat disposable, periksa selalu
kerapatannya (fit test)
6. Memakai pelindung mata (yaitu kacamata google)
7. Menggunakan headcap (pelindung kepala),
bila diperlukan menggunakan face shield
8. Memakai sarung tangan luar, diusahakan
menutupi lengan gaun
c. Diwajibkan menyediakan tempat sampah infeksius

Bahan pengambilan spesimen :


1. Formulir pengambilan spesimen, sesuai Lampiran 7
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus
Disease (COVID-19) Kemenkes revisi 04
2. Virus Transport Media (VTM) atau Universal Transport Media (UTM)
a. Dapat digunakan dengan beberapa merk komersil yang
sudah siap pakai atau dengan mencampur beberapa
bahan (Hanks BBS; antifungal dan antibiotik dengan
komposisi tertentu) untuk disatukan dalam 1 wadah steril
b. Simpan dalam suhu -20oC. Dalam kondisi beku, VTM berwarna kuning
c. Jika akan digunakan, dicairkan terlebih dahulu
d. Hindaribeku cair berulang (frezze-thaw), yang
menyebabkan VTM rusak

3. Swab dakron atau flocked swab, viscous,


rayon Catatan: Untuk pemeriksaan menggunakan TCM,
siapkan VTM atau UTM dan swab satu paket dengan
cartridge TCM
4. Tongue spatel

5. Parafilm

46 | H a l a m a n
6. Plastik klip

7. Marker atau labe


8. Bahan pengiriman spesimen :

a) Ice pack dan cold box (diutamakan sudah menggunakan sistem tiga lapis)
b) Label alamat
c) Lakban/perekat

Penyimpanan spesimen sampai saat pemeriksaan dilakukan:


1. Untuk pemeriksaan metode TCM: disimpan pada suhu ruang
(15-300C) spesimen stabil hingga 8 jam dan disimpan pada
lemari es (2-8oC) spesimen stabil hingga 7 hari
2. Untuk pemeriksaan metode PCR: disimpan dalam suhu 2-
8oC dan segera dikirimkan ke laboratorium rujukan (dengan
menggunakan ice pack).
3. Disimpan pada freezer ≤ -700C, maka spesimen harus
dikirimkan menggunakan dry ice.
Tabel 1. Penyimpanan Tipe Spesimen

Cara pengepakan spesimen

1. Masukkan cryotube berisi spesimen ke dalam plastik klip per


spesimen. Jika menggunakan pot maka setiap pot dapat diisi
beberapa cryotube
2. Demikian juga untuk swab, harus dikirim dalam plastik klip
secara terpisah (per pasien/spesimen)
3. Seluruh spesimen dimasukkan kedalam cool box berisi ice
pack yang terlebih dahulu dibekukan. Suhu pengiriman

47 | H a l a m a n
dijaga 2-8°C
4. Ice pack sebaiknya ditempatkan pada sisi kiri kanan
(ditambahkan juga bagian atas bawah jika memungkinkan).
5. Harus dapat dipastikan bahwa spesimen terjaga kondisi
suhunya tetap dingin saat diterima di laboratorium pemeriksa
6. Jangan lupa masukkan juga formulir kuisioner yang telah
diisi dan diberi label kedalam cool box dengan terlebih
dahulu dimasukkan dalam wadah plastik
7. Ke dalam cool box juga bisa dimasukkan kertas pengganjal
(bisa berupa kertas koran yang diremas remas), kemudian
ditutup.

8. Tutup cool box dengan selotip dan beri label pada sisi kanan
dan atau kiri cool box, yang ditujukan ke laboratorium
pemeriksa.

Gambar 2. Tempat Penyimpanan Spesimen dan


Transportasi Spesimen

Waktu Pengambilan Spesimen

Untuk pemeriksaan menggunakan TCM dan RT PCR maka jumlah spesimen


sesuai dengan Tabel 2.

48 | H a l a m a n
Tabel 2. Waktu pengambilan Spesimen
Kasus Waktu Pengambilan Laboratorium Pemeriksa
PDP Hari ke-1 dan hari ke-2
serta bila ada perburukan

ODP Hari ke-1 dan hari ke-2 Sesuai Lampiran 19


serta bila ada perburukan Pedoman Pencegahan
dan
Pengendalian
Coronavirus
Disease (COVID-19)
Kemenkes revisi 04

OTG Hari ke-1 dan hari ke-14


serta bila ada perburukan

Prosedur Swab Nasofaring dan Orofaring (Panduan PatKLin, 2020)

Cara pengambilan spesimen swab nasofaring

1. Persiapkan cryotube yang berisi 1,5 ml media transport


virus (Hanks BSS + antibiotika), dapat juga digunakan
VTM komersil yang siap pakai.
2. Berikan label yang berisi nama pasien dan kode nomer
spesimen. Jika label bernomer tidak tersedia maka
penamaan menggunakan marker/pulpen pada bagian
berwarna putih di dinding cryotube. (Jangan
menggunakan media Hanks bila telah berubah warna
menjadi kuning).
3. Gunakan swab yang terbuat dari dakron/rayon steril
dengan tangkai plastik atau jenis flocked swab (tangkai
lebih lentur). Lidi kapas steril tidak dianjurkan karena lidi
dan kapas bersifat toksik terhadap virus.
4. Pastikan tidak ada obstruksi( hambatan pada lubang hidung).
5. Masukkan secara perlahan swab ke dalam hidung,
pastikan posisi swab pada septum bawah hidung, secara
perlahan-lahan ke bagian nasofaring.
6. Swab kemudian dilakukan gerak memutar secara
perlahan. Dengan swab yg sama, lakukan tindakan yang
sama pada lubang hidung yang lain, sehingga diperoleh
spesimen swab nasopharyng dari ke dua lubang hidung.

49 | H a l a m a n
7. Kemudian masukkan sesegera mungkin kedalam
cryotube yang berisi VTM.
8. Dengan menggunakan gunting steril, putuskan tangkai
plastik di daerah mulut cryotube agar cryotube
dapat ditutup dengan rapat. Untuk setiap pasien,
gunting harus didisinfeksi terlebih dulu.
9. Pastikan label kode spesimen sesuai dengan kode yang
ada di formulir/ kuesioner.
10. Cryotube kemudian dililit parafilm. Cryotube yang sudah
berisi swab dibungkus dalam tisu bersih, dan masukkan
ke dalam plastik klip. Jika ada lebih dari 1 pasien, maka
plastik klip dibedakan/ terpisah. Untuk menghindari
kontaminasi silang.

Gambar 3. Cara Pengambilan Swab Nasofaring


Cara pengambilan spesimen swab orofaring
1. Gunakan APD sesuai standar

2. Persiapkan cryotube yang berisi 1,5 ml media transport virus


(Hanks BSS + antibiotika), dapat juga digunakan VTM
komersil yang siap pakai.
3. Berikan label yang berisi nama pasien dan kode nomer
spesimen. Jika label bernomer tidak tersedia maka
penamaan menggunakan marker/pulpen pada bagian
berwarna putih di dinding cryotube. (Jangan menggunakan
media Hanks bila telah berubah warna menjadi kuning).
4. Gunakan swab yang terbuat dari dakron/rayon steril dengan
tangkai plastik atau jenis flocked swab (tangkai lebih lentur).
Jangan menggunakan swab kapas atau swab yang
mengandung calcium alginat atau swab kapas dengan

50 | H a l a m a n
tangkai kayu, karena mungkin mengandung substansi yang
dapat menghambat menginaktifasi virus dan dapat
menghambat proses pemeriksaan secara molekuler.
5. Lakukan swab pada lokasi yang diduga terdapat koplik
spot/bercak koplik (biasanya belakang faring) dan hindarkan
menyentuh bagian lidah.
6. Kemudian masukkan swab orofaring sesegera mungkin ke dalam cryotube
yang berisi VTM.
7. Putuskan tangkai plastik di daerah mulut cryotube agar
cryotube dapat ditutup dengan rapat.

Gambar 4. Cara memasukkan swab nasofaring ke dalam VTM


Sumber: Balitbangkes. 2020. Penatalaksanaan dan pemeriksaan
spesimen COVID-19

8. Cryotube kemudian dililit parafilm. Cryotube yang sudah


berisi swab dibungkus dalam tisu bersih, dan masukkan ke
dalam plastik klip. Jika ada lebih dari 1 pasien, maka plastik
klip dibedakan/ terpisah. Untuk menghindari kontaminasi
silang.

Gambar 5. Pengemasan spesimen


Sumber: Kemenkes. 2020. Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19).

51 | H a l a m a n
Gambar 6. Lokasi Pengambilan Swab Orofaring

Tabel Jenis specimen untuk pengujian MERS berikut cara penanganannya

52 | H a l a m a n
53 | H a l a m a n
MODUL VIII. TEKNIK PENANGANAN CAIRAN TRANSUDAT-
EKSUDAT: PLEURA DAN ASCITES
TUJUAN PEMBELAJARAN:
Mahasiswa menguasai proses penanganan cairan Transudat-Eksudat: Pleura dan Ascites.
DASAR TEORI
A. Asites
Kata asites awalnya berasal dari bahasa Yunani (askos) dimana arti dari kata tersebut adalah
kantung. Jadi, Asites adalah keadaan terkumpulnya cairan patologis di dalam rongga abdomen
dan biasanya berbentuk kantung yang diisi air.
Ascites adalah akumulasi dari cairan (biasanya cairan serosa yang merupakan cairan kuning
pucat dan bening) yang terletak dalam rongga perut (peritoneal). Rongga perut terletak
dibawah rongga dada dimana mereka berdua dipisahkan oleh diafragma. Cairan ini berasal
dari hasil beberapa penyakit lain seperti penyakit hati, kanker, gagal ginjal, atau gagal jantung
kongestif.
Penyebab yang paling umum untuk penyebab ascites berasal dari penyakit sirosis hati, dan ini
diketahui penyebab utama dari sekitar 80% kasus. Walaupun kita telah mengetahui definisi
asites, namun sebenarnya tidak ada mekanisme pasti yang dapat menjelaskan bagaimana
asites ini terjadi. Tapi terdapat teori yang paling mungkin menyebabkan hal tersebut yaitu
adanya hipertensi portal yang artinya terjadinya peningkatan tekanan dalam aliran dara yang
berada di hati.
Faktor penyebab lainnya yang dapat di perhitungkan adalah retensi garam dan air. Volume
sirkulasi darah dapat dianggap rendah oleh ginjal yang bertanggung jawab pada proses
pembentukan asites. Ini akan membuat ginjal menyerap kembali lebih banyak garam dan air
sebagai ganti hilangnya volume.
Gejala asites:
Sebenarnya tidak ada gejala yang dapat dilihat dari luar jika asites masih dalam kondisi ringan
yaitu memiliki cairan 100-400 ml pada orang dewasa .Namun jika cairan lebih dari itu maka
cairan akan menumpuk-menumpuk dan akan terjadi peningkatan ukuran perut ini akan
menjadi terlihat jelas.Nyeri perut ketidaknyamanan dan kembung juga sering dianggap
sebagai gejala ascites. Sesak napas juga dapat terjadi pada ascites besar karena
meningkatnya tekanan pada diagfragma dan migrasi. Fluida melintasi diagfragma
menyebabkan efusi pleura (cairan disekitar paru-paru).

B. Paracentesis
Paracentesis adalah prosedur untuk mengambil cairan yang telah dikumpulkan di dalam perut
(cairan peritoneal). Asites mungkin disebabkan oleh infeksi, peradangan, cedera, atau kondisi
lain, seperti sirosis atau kanker. Cairan diambil menggunakan jarum tipis panjang dimasukkan
melalui perut. Cairan tersebut dikirim ke laboratorium dan diperiksa untuk menemukan
penyebab penumpukan cairan. Paracentesis juga dilakukan untuk mengurangi tekanan perut
atau sakit pada orang dengan kanker atau sirosis.
Ada beberapa alasan untuk melakukan parasentesis, termasuk:
1) Diagnosis kanker metastatic.
2) Menentukan adanya infeksi, seperti peritonitis bakteri spontan.
3) Meredakan tekanan perut yang disebabkan oleh asites.
4) Mengumpulkan darah pada rongga peritoneal apabila terjadi trauma atau cedera.
5) Melubangi membran timpani untuk menentukan penyebab penumpukan gas berlebih pada
saluran pencernaan.
6) Menentukan luasnya kerusakan pada daerah perut karena sakit atau cedera.

54 | H a l a m a n
7) Mengumpulkan sampel untuk pemeriksaan bakteri pada telinga.
8) Meredakan tekanan pada retina.

Indikasi, ada beberapa indikasi yang berlaku umum untuk paracentesis perut:
1) Evaluasi ascites onset baru.
2) Pengujian cairan asites pada pasien dengan ascites yang sudah ada sebelumnya yang
dirawat di rumah sakit, terlepas dari alasan untuk masuk.
3) Evaluasi pasien dengan ascites yang memiliki tanda-tanda klinis, seperti demam, sakit perut
/ nyeri, ensefalopati, leukositosis perifer, penurunan fungsi ginjal, atau asidosis metabolik.
4) Melakukan paracentesis pada saat masuk ke rumah sakit pada pasien dengan sirosis dan
asites dapat menurunkan angka kematian.
Selain membantu untuk memperjelas penyebab ascites dan mengevaluasi untuk infeksi,
paracentesis dapat mengidentifikasi diagnosis tak terduga, seperti chylous, hemoragik, atau
asites eosinofilik.

Pungsi pleura (torakosintesis) merupakan tindakan invasif dengan menginsersi jarum melalui
dinding toraks untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura. Tindakan ini memiliki tujuan
diagnostik yaitu mendapatkan spesimen cairan pleura untuk pemeriksaan lebih lanjut dan juga
tujuan terapeutik untuk mengurangi tekanan mekanik terhadap paru. Efusi pleura adalah
adanya cairan abnormal dalam rongga pleura yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit.
Dengan mendapatkan spesimen cairan pleura dapat diperiksa lebih lanjut, diantaranya apakah
tergolong transudat atau eksudat yang akan membantu dalam penegakan diagnosis penyakit.

PROSEDUR KERJA
A. Cara Pengambilan Cairan Rongga Perut :
Tahap Pra Analitik
1. Persiapan Pasien
Persiapan Pasien terdiri menjelaskan prosedur untuk pasien dan memperoleh
informed consent. Pasien tidak perlu puasa sebelum prosedur.
2. Persiapan Alat
Peralatan yang diperlukan untuk paracentesis sebuah meliputi:
a) Formulir persetujuan ditanda tangani
b) Mesin USG jika diperlukan untuk melokalisasi situs entri.
c) slip lab selesai dan label.
d) 1 sampai 2 liter botol vakum (untuk paracentesis terapi, cukup botol untuk
menghapus 8 L cairan harus tersedia).
e) Yodium atau chlorhexidine.
f) Alkohol tisu (3).
g) steril spons 4x4 kasa (2).
h) gaun non-steril.
i) sarung tangan steril dan steril.
j) jarum suntik steril (3, 5, dan 20 mL).

55 | H a l a m a n
k) jarum anestesi Kulit (25- atau 27-gauge jarum 1,5 inci, atau jarum suntik
tuberkulin ditambah, 18-gauge 1 sampai 1,5 inci jarum dan 22-gauge jarum 1,5
atau 3,5 inci).
l) jarum untuk inokulasi botol kultur darah dan spesimen tabung (2 atau 3)
m) pisau scalpel (untuk paracentesis terapi)
n) Lidocaine, 1%
o) Adhesive perban
p) kotak wadah Tajam
3. Pemilihan Jarum

Sebuah paracentesis diagnostik dapat dilakukan pada pasien ramping dengan 1


atau 1,5 inci jarum 22-gauge, sementara 3,5 inci 22-gauge "tulang belakang" jarum
dapat digunakan untuk paracentesis diagnostik pada pasien obesitas. Untuk
paracentesis terapi, yang lebih besar, 15- atau 16-gauge jarum digunakan untuk
mempercepat penghapusan cairan asites.
Tahap Analitik
1. Pastikan kantung kemih pasien kosong, baik melalui pengosongan yang dilakukan
oleh pasien atau melalui penggunaan kateter Foley.
2. Posisikan pasien, dan persiapkan kulit di sekitar tempat penusukan dengan larutan
antiseptik. Oleskan gorden fenestrated steril untuk membuat bidang steril (lihat
gambar di bawah).

(penerapan antiseptik ) (Draping /pembentukan pola)

3. Gunakan semprit 5 mL dan jarum 25-gauge untuk mengangkat kulit kecil lidocaine
wheal di sekitar tempat penusukan. (lihat gambar di bawah).

56 | H a l a m a n
4. Beralihlah ke jarum 20-gauge yang lebih panjang, dan berikan 4-5 mL lidokain di
sepanjang saluran penyisipan kateter. Pastikan untuk membius sampai ke
peritoneum. (Lakukan injeksi bolak-balik dan aspirasi intermiten ke saluran sampai
cairan asites diperhatikan di jarum suntik. Perhatikan kedalaman di mana
peritoneum masuk). Pada pasien obesitas, mencapai peritoneum yang mungkin
melewati sejumlah besar jaringan adiposa.

5. Gunakan pisau bedah nomor 11 untuk membuat jepit kecil di kulit untuk
memudahkan pelepasan Kateter (lihat gambar di bawah).

6. Masukkan jarum dengan posisi tegak lurus ke titik kulit yang akan ditusuk . (lihat
gambar di bawah). Lakukan penyisipan lambat dengan penambahan 5 mm untuk
meminimalkan risiko masuknya vaskular yang tidak disengaja atau tusukan usus
kecil.

57 | H a l a m a n
7. Terapkan tekanan ke semprit saat jarumnya maju. Saat masuk ke rongga
peritoneum, dan cairan asites bisa terlihat mengisi semprit (lihat gambar di bawah).
Pada titik ini, naikkan perangkat 2-5 mm ke dalam rongga peritoneal untuk
mencegah perpindahan yang salah selama pemasangan kateter. Secara umum,
hindari memajukan jarum lebih dalam dari pada tanda pengaman pada kateter atau
lebih dalam dari 1 cm di luar kedalaman cairan asites yang diperhatikan pada jarum
suntik lidocaine.

(Mengisi semprit dengan cairan asites pada saat masuk peritoneal)


8. Gunakan satu tangan untuk memberi jangkar jarum dan jarum suntik dengan kuat
pada tempatnya untuk mencegah agar jarum masuk lebih jauh ke dalam rongga
peritoneal (lihat gambar di bawah).

9. Gunakan tangan satunya untuk menahan stopcock dan kateter dan memajukan
kateter di atas jarum dan masuk ke rongga peritoneal sampai ke kulit. Jika ada
perlawanan, catheter mungkin salah letak ke jaringan subkutan. Jika demikian,
cabut perangkat sepenuhnya dan periksakan kembali penyisipan. Saat menarik

58 | H a l a m a n
perangkat, selalu lepaskan jarum dan kateter bersama sebagai unit untuk
mencegah agar tidak memotong kateter.

10. Sambil menahan stopcock, tarik jarum keluar. Katup penyegel pada jarum
berfungsi mencegah kebocoran cairan. Pasang semprit 60 mL ke stopcock tiga
arah dan lakukan aspirasi untuk mendapatkan cairan asites, dan kemudian
masukkan ke botol spesimen. Gunakan katup tiga arah yang diperlukan untuk
mengendalikan aliran fluida dan mencegah kebocoran bila tidak ada semprit atau
tabung yang terpasang.

11. Hubungkan salah satu ujung tabung pengumpulan cairan ke stopcock dan ujung
lainnya ke botol vakum atau kantong drainase.

Kateter bisa tersumbat oleh loop usus atau omentum. Jika aliran berhenti, kink
atau gesper tubing untuk mencegah hilangnya aliran cairan, segera segel dan
pindahkan kateter sedikit, dan hubungkan kembali, lihat apakah alirannya kembali.

59 | H a l a m a n
Memutar kateter kadang-kadang bisa mengubah aliran pada model kateter dengan
port samping.
Pasca Analitik
Setelah jumlah yang diinginkan cairan asites telah dikeringkan, lepaskan kateter
(lihat gambar di bawah). Oleskan tekanan kuat untuk menghentikan perdarahan, jika
ada. Tempatkan perban di atas tempat tusukan kulit.

B. Cara Pengambilan Cairan Pleura :

Melakukan Persiapan
A. Pasien
1. Memperkenalkan diri kepada pasien.
2. Menanyakan identitas pasien.
3. Memberikan penjelasan kepada pasien tentang tidakan yang akan dilakukan, tujuan
tindakan, serta risiko yang mungkin terjadi dan manfaat tindakan tersebut.
4. Evaluasi kembali lokasi pungsi dengan cara pemeriksaan fisis dan melihat foto toraks.
Pungsi dilakukan di tempat perkusi yang paling redup di garis aksillaris posterior. Tusukan
harus dilakukan di atas tulang iga agar tidak mengenai pembuluh darah dan saraf interkostal.

B. Bahan dan Alat


- Sarung tangan steril
- Spuit 5 cc dan 50 cc
- Kateter vena nomor 16 - Three way stopcock
- Blood set
- Lidocain 2%
- Alkohol 70 %
- Betadine
- Kasa steril
- Plester
- Beberapa tabung/spuit untuk pemeriksaan spesimen.

PROSEDUR
- Pasien diinstruksikan posisi duduk bila memungkinkan atau setengah duduk, menghadap
sandaran kursi dengan lengan berada di atas sandaran kursi.
- Tentukan tempat aspirasi dengan pemeriksaan fisik dan dengan bantuan foto toraks.
- Memberi tanda daerah yang akan dipungsi di linea aksilaris posterior, khususnya tempat
insersi di bawah batas redup pada pemeriksaan perkusi, di ruang interkostal, tepi atas iga.
- Desinfeksi dengan kasa steril yang diberi betadine, dari arah dalam ke luar, lalu ulangi dengan
alkohol 70%. Pasang duk steril dengan lubang pada tempat yang akan dipungsi.

60 | H a l a m a n
- Anastesi lokal dengan lidocain 2% 2-4 cc dengan spuit 5 cc, diinfiltrasikan anestesi lokal
intradermal, tunggu sesaat kemudian lanjutkan ke arah dalam hingga terasa jarum menembus
pleura.
- Jika jarum telah menembus rongga pleura lalu dilakukan aspirasi di dalam kavum pleura
sampai spuit penuh, kemudian spuit dicabut.
- Luka bekas tusukan segera di tutup dengan kasa betadine.
- Selanjutkan tusukkan kateter vena nomor 16 di tempat tusukan jarum anastesi lokal dan
apabila telah menembus pleura, maka maindrain (piston) jarum dicabut.
- sambungkan bagian pangkal jarum dengan threeway stopcock (stopkran) dan spuit 50 cc
(untuk aspirasi). - Dilakukan aspirasi sampai cairan memenuhi spuit 50 cc.
- Ujung threeway stopcock yang lain dihubungkan dengan blood set (untuk pembuangan). -
Dilakukan penutupan kran aliran threeway stopcock ke rongga pleura.
- Cairan dalam spuit dibuang melalui aliran blood set.
- Kran threeway stopcock kembali di putar ke arah rongga pleura dan dilakukan aspirasi
kembali 50 cc.
- Dilakukan evakuasi sampai jumlah cairan maksimal 1500 cc.
- Setelah selesai evakuasi kateter vena dicabut dan luka bekas tusukan ditutup dengan kasa
steril yang telah diberi betadine.
- Spesimen kemudian diberi label dan dikirim untuk pemeriksaan.

61 | H a l a m a n
MODUL IX. TEKNIK PENANGANAN CAIRAN
SEREBROSPINAL
TUJUAN PEMBELAJARAN:
Mahasiswa menguasai proses penanganan cairan serebrospinal.
DASAR TEORI
Cairan serebrospinal yang berada di ruang subarakhnoid merupakan salah satu proteksi untuk
melindungi jaringan otak dan medula spinalis terhadap trauma atau gangguan dari luar. Pada
orang dewasa volume intrakranial kurang lebih 1700 ml, volume otak sekitar 1400 ml, volume
cairan serebrospinal 52-162 ml (rata-rata 104 ml) dan darah sekitar 150 ml. 80% dari jaringan
otak terdiri dari cairan, baik ekstra sel maupun intra sel. Rata-rata cairan serebrospinal
dibentuk sebanyak 0,35 ml/menit atau 500 ml/hari, sedangkan total volume cairan
serebrospinal berkisar 75-150 ml dalam sewaktu. Ini merupakan suatu kegiatan dinamis,
berupa pembentukan, sirkulasi dan absorpsi. Untuk mempertahankan jumlah cairan
serebrospinal tetap dalam sewaktu, maka cairan serebrospinal diganti 4-5 kali dalam sehari.
Perubahan dalam cairan serebrospinal dapat merupakan proses dasar patologi suatu kelainan
klinik. Pemeriksaan cairan serebrospinal sangat membantu dalam mendiagnosa penyakit-
penyakit neurologi. Selain itu juga untuk evaluasi pengobatan dan perjalanan penyakit, serta
menentukan prognosa penyakit. Pemeriksaan cairan serebrospinal adalah suatu tindakan
yang aman, tidak mahal dan cepat untuk menetapkan diagnosa, mengidentifikasi organisme
penyebab serta dapat untuk melakukan test sensitivitas antibiotika.
Komposisi dan fungsi cairan serebrospinal (CSS) Cairan serebrospinal dibentuk dari
kombinasi filtrasi kapiler dan sekresi aktif dari epitel. CSS hampir meyerupai ultrafiltrat dari
plasma darah tapi berisi konsentrasi Na, K, bikarbonat, Cairan, glukosa yang lebih kecil
dankonsentrasi Mg dan klorida yang lebih tinggi. Ph CSS lebihrendah dari darah.
Perbandingan komposisi normal cairan serebrospinal lumbal dan serum.

CSS mempunyai fungsi:


1. CSS menyediakan keseimbangan dalam sistem saraf. Unsur-unsur pokok pada CSS
berada dalam keseimbangan dengan cairan otak ekstraseluler, jadi mempertahankan
lingkungan luar yang konstan terhadap sel-sel dalam sistem saraf.
2. CSS mengakibatkann otak dikelilingi cairan, mengurangi berat otak dalam tengkorak dan
menyediakan bantalan mekanik, melindungi otak dari keadaan/trauma yang mengenai
tulang tengkorak
3. CSS mengalirkan bahan-bahan yang tidak diperlukan dari otak, seperti CO2,laktat, dan
ion Hidrogen. Hal ini penting karena otak hanya mempunyai sedikit sistem limfatik. Dan
untuk memindahkan produk seperti darah, bakteri, materi purulen dan nekrotik lainnya
yang akan diirigasi dan dikeluarkan melalui villi arakhnoid.

62 | H a l a m a n
4. Bertindak sebagai saluran untuk transport intraserebral. Hormonhormon dari lobus
posterior hipofise, hipothalamus, melatonin dari fineal dapat dikeluarkan ke CSS dan
transportasi ke sisi lain melalui intraserebral.
5. Mempertahankan tekanan intrakranial. Dengan cara pengurangan CSS dengan
mengalirkannya ke luar rongga tengkorak, baik dengan mempercepat pengalirannya
melalui berbagai foramina, hingga mencapai sinus venosus, atau masuk ke dalam rongga
subarakhnoid lumbal yang mempunyai kemampuan mengembang sekitar 30%.

Patofisiologi Cairan Serebrospinal


Keadaan normal dan beberapa kelainan cairan serebrospinal dapat diketahui dengan
memperhatikan:
a. Warna
Normal cairan serebrospinal warnamya jernih dan patologis bila berwarna:
kuning,santokhrom, cucian daging, purulenta atau keruh. Warna kuning muncul dari protein.
Peningkatan protein yang penting danbermakna dalam perubahan warna adalah bila lebih dari
1 g/L. Cairan serebrospinal berwarna pink berasal dari darah dengan jumlah sel darah merah
lebih dari 500 sdm/cm3 . Sel darah merah yang utuh akan memberikan warna merah segar.
Eritrosit akan lisis dalam satu jam danakan memberikan warna cucian daging di dalam cairan
serebrospinal. Cairan serebrospinal tampak purulenta bila jumlah leukosit lebih dari 1000
sel/ml.
b. Tekanan
Tekanan CSS diatur oleh hasil kali dari kecepatan pembentukan cairan dan tahanan terhadap
absorpsi melalui villi arakhnoid. Bila salah satu dari keduanya naik, maka tekanan naik, bila
salah satu dari keduanya turun, maka tekanannya turun. Tekanan CSS tergantung pada posisi,
bila posisi berbaring maka tekanan normal cairan serebrospinal antara 8-20 cm H2O pada
daerahh lumbal, siterna magna dan ventrikel, sedangkan jika penderita duduk tekanan cairan
serebrospinal akan meningkat 10-30 cm H2O. Kalau tidak ada sumbatan pada ruang
subarakhnoid, maka perubahan tekanan hidrostastik akan ditransmisikan melalui ruang
serebrospinalis. Pada pengukuran dengan manometer, normal tekanan akan sedikit naik pada
perubahan nadi dan respirasi, juga akan berubah pada penekanan abdomen dan waktu batuk..
Bila terdapat penyumbatan pada subarakhnoid, dapat dilakukan pemeriksaan Queckenstedt
yaitu dengan penekanan pada kedua vena jugularis. Pada keadaan normal penekanan vena
jugularis akan meninggikan tekanan 10-20 cm H2O dan tekanan kembali ke asal dalam waktu
10 detik. Bila ada penyumbatan, tak terlihat atau sedikit sekali peninggian tekanan. Karena
keadaan rongga kranium kaku, tekanan intrakranial juga dapat meningkat, yang bisa
disebabkan oleh karena peningkatan volume dalam ruang kranial, peningkatan cairan
serebrospinal atau penurunan absorbsi, adanya masa intrakranial dan oedema serebri.
Kegagalan sirkulasi normal CSS dapat menyebabkan pelebaran ven dan hidrocephalus.
Keadaan ini sering dibagi menjadi hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus obstruktif. Pada
hidrosefalus komunikans terjadi gangguan reabsorpsi CSS, dimana sirkulasi CSS dari
ventrikel ke ruang subarakhnoid tidak terganggu. Kelainan ini bisa disebabkan oleh adanya
infeksi, perdarahan subarakhnoid, trombosis sinus sagitalis superior, keadaan-keadaan
dimana viscositas CSS meningkat danproduksi CSS yang meningkat. Hidrosefalus obstruktif
terjadi akibat adanya ganguan aliran CSS dalam sistim ventrikel atau pada jalan keluar ke
ruang subarakhnoid. Kelainan ini dapat disebabkan stenosis aquaduktus serebri, atau
penekanan suatu msa terhadap foramen Luschka for Magendi ventrikel IV, aq. Sylvi dan for.
Monroe. Kelainan tersebut bis aberupa kelainan bawaan atau didapat.
c. Jumlah sel
Jumlah sel leukosit normal tertinggi 4-5 sel/mm3 , dan mungkin hanya terdapat 1 sel
polymorphonuklear saja, Sel leukosit junlahnya akan meningkat pada proses inflamasi.
Perhitungan jumlah sel harus sesegera mungkin dilakukan, jangan lebih dari 30 menit setelah
dilakukan lumbal punksi. Bila tertunda maka sel akan mengalami lisis, pengendapan dan

63 | H a l a m a n
terbentuk fibrin. Keadaaan ini akan merubah jumlah sel secara bermakna. Leukositosis ringan
antara 5-20 sel/mm3 adalah abnormal tetapi tidak spesifik. Pada meningitis bakterial akut akan
cenderung memberikan respon perubahan sel yang lebih besar terhadap peradangan
dibanding dengan yang meningitis aseptik. Pada meningitis bakterial biasanya jumlah sel lebih
dari 1000 sel/mm3 , sedang pada meningitis aseptik jarang jumlah selnya tinggi. Jika jumlah
sel meningkat secara berlebihan (5000-10000 sel /mm3 ), kemungkinan telah terjadi rupture
dari abses serebri atau perimeningeal perlu dipertimbangkan. Perbedaan jumlah sel
memberikan petunjuk ke arah penyebab peradangan. Monositosis tampak pada inflamasi
kronik oleh L. monocytogenes. Eosinophil relatif jarang ditemukan dan akan tampak pada
infeksi cacing dan penyakit parasit lainnya termasuk Cysticercosis, juga meningitis
tuberculosis, neurosiphilis, lympoma susunan saraf pusat, reaksi tubuh terhadap benda asing.
d. Glukosa
Normal kadar glukosa berkisar 45-80 mg%. Kadar glukosa cairan serebrospinal sangat
bervariasi di dalam susunan saraf pusat, kadarnya makin menurun dari mulai tempat
pembuatannya di ventrikel, sisterna dan ruang subarakhnoid lumbar. Rasio normal kadar
glukosa cairan serebrospinal lumbal dibandingkan kadar glukosa serum adalah >0,6.
Perpindahan glukosa dari darah ke cairan serebrospinal secara difusi difasilitasi transportasi
membran. Bila kadar glukosa cairan serebrospinalis rendah, pada keadaan hipoglikemia, rasio
kadar glukosa cairan serebrospinalis, glukosa serum tetap terpelihara. Hypoglicorrhacia
menunjukkan penurunan rasio kadar glukosa cairan serebrospinal, glukosa serum, keadaan
ini ditemukan pada derjat yang bervariasi, dan paling umum pada proses inflamasi bakteri
akut, tuberkulosis, jamur dan meningitis oleh carcinoma. Penurunan kadar glukosa ringan
sering juga ditemukan pada meningitis sarcoidosis, infeksi parasit misalnya, cysticercosis dan
trichinosis atau meningitis zat khemikal. Inflamasi pembuluh darah semacam lupus serebral
atau meningitis rhematoid mungkin juga ditemukan kadar glukosa cairan serebrospinal yang
rendah. Meningitis viral, mump, limphostic khoriomeningitis atau herpes simplek dapat
menurunkan kadar glukosa ringan sampai sedang.
e. Protein
Kadar protein normal cairan serebrospinal pada ventrikel adalah 5-15 mg%. pada sisterna 10-
25 mg% dan pada daerah lumbal adalah 15-45 ,g%. Kadar gamma globulin normal 5-15 mg%
dari total protein. Kadar protein lebih dari 150 mg% akan menyebabkan cairan serebrospinal
berwarna xantokrom, pada peningkatan kadar protein yang ekstrim lebih dari 1,5 gr% akan
menyebabkan pada permukaan tampak sarang laba-laba (pellicle) atau bekuan yang
menunjukkan tingginya kadar fibrinogen. Kadar protein cairan serebrospinal akan meningkat
oleh karena hilangnya sawar darah otak (blood barin barrier), reabsorbsi yang lambat atau
peningkatan sintesis immunoglobulin loka. Sawar darah otak hilang biasanya terjadi pada
keadaan peradangan,iskemia baktrial trauma atau neovaskularisasi tumor, reabsorsi yang
lambat dapat terjadi pada situasi yang berhubungan dengan tingginya kadar protein cairan
serebrospinal, misalnya pada meningitis atau perdarahan subarakhnoid. Peningkatan kadar
immunoglobulin cairan serebrospinal ditemukan pada multiple sklerosis, acut inflamatory
polyradikulopati, juga ditemukan pada tumor intra kranial dan penyakit infeksi susunan saraf
pusat lainnya, termasuk ensefalitis, meningitis, neurosipilis, arakhnoiditis dan SSPE (sub acut
sclerosing panensefalitis). Perubahan kadar protein di cairan serebrospinal bersifat umum tapi
bermakna sedikit, bila dinilai sendirian akan memberikan sedikit nilai diagnostik pada infeksi
susunan saraf pusat.
f. Elektrolit
Kadar elektrolit normal CSS adalah Na 141-150 mEq/L, K 2,2-3,3 mRq, Cl 120-130 mEq/L, Mg
2,7 mEq/L. Kadar elektrolit ini dalam cairan serebrospinal tidak menunjukkan perubahan pada
kelainan neurologis, hanya terdpat penurunan kadar Cl pada meningitis tapi tidak spesifik.
g. Osmolaritas
Terdapat osmolaritas yang sama antara CSS dan darah (299 mosmol/L0. Bila terdapat
perubahan osmolaritas darah akan diikuti perubahan osmolaritas CSS.

64 | H a l a m a n
h. PH
Keseimbangan asam bas harus dipertimbangkan pada metabolik asidosis danmetabolik
alkalosis. PH cairan serebrospinal lebih rendah dari PH darah, sedangkan PCO2 lebih tinggi
pada cairan serebrospinal. Kadar HCO3 adalah sama (23 mEg/L). PH CSS relatif tidak berubah
bila metabolik asidosis terjadi secara subakut atau kronik, dan akan berubah bila metabolik
asidosis atau alkalosis terjadi secara cepat.

ALAT DAN BAHAN


1. Water for injeksi
2. Needle lumbal pungsi
3. Sarung tangan steril
4. kassa steril
5. Betadine
6. lidocain
7. Spuit

PROSEDUR KERJA
Pengambilan Cairan Serebrospinal

Pengambilann cairan serebrospinal dapat dilakukan dengan cara Lumbal Punksi, Sisternal
Punksi atau Lateral Cervical Punksi. Lumbal Punksi merupakan prosedure neuro diagnostik
yang paling sering dilakukan, sedangkan sisternal punksi dan lateral hanya dilakukan oleh
orang yang benar-benar ahli. Indikasi Lumbal Punksi:
1. Untuk mengetahui tekanan dan mengambil sampel untuk pemeriksan sel, kimia dan
bakteriologi
2. Untukmembantu pengobatan melalui spinal, pemberian antibiotika, anti tumor dan spinal
anastesi
3. Untuk membantu diagnosa dengan penyuntikan udara pada pneumoencephalografi, dan
zat kontras pada myelografi.

Kontra Indikasi Lumbal Punski:


1. Adanya peninggian tekanan intra kranial dengan tanda-tanda nyeri kepala, muntah dan
papil edema.
2. Penyakit kardiopulmonal yang berat
3. Ada infeksi lokal pada tempat Lumbal Punksi.

Persiapan Lumbal Punksi:


1. Periksa gula darah 15-30 menit sebelum dilakukan LP
2. Jelaskan prosedur pemeriksaan, bila perlu diminta persetujuan pasen/keluarga terutama
pada LP dengan resiko tinggi.

Teknik Lumbal Punksi:


6. Pasien diletakkan pada pinggir tempat tidur, dalam posisi lateral decubitus dengan leher,
punggung, pinggul dan tumit lemas. Boleh diberikan bantal tipis dibawah kepala atau lutut.
7. Tempat melakukan pungsi adalah pada kolumna vetebralis setinggi L 3-4, yaitu setinggi
crista iliaca. Bila tidak berhasil dapat dicoba lagi intervertebrale ke atas atau ke bawah.
Pada bayi dan anak setinggi intervertebrale L4-5.
8. Bersihkan dengan yodium dan alkohol daerah yang akan dipungsi.
9. Dapat diberikan anasthesi lokal lidocain HCL.

65 | H a l a m a n
10. Gunakan sarung tangan steril dan lakukan punksi, masukkan jarum tegak lurus dengan
ujung jarum yang mirip menghadap ke atas. Bila telah dirasakan menembus jaringan
meningen penusukan dihentikan, kemudian jarum diputar dengan bagian pinggir yang
miring menghadap ke kepala.
11. Dilakukan pemeriksaan tekanan dengan manometer dan test Queckenstedt bila
diperlukan. Kemudian ambil sampel untuk pemeriksaan jumlah danjenis sel, kadar gula,
protein, kultur baktri dan sebagainya.

Komplikasi Lumbal Punksi


1. Sakit kepala Biasanya dirasakan segera sesudah lumbal punksi, ini timbul karena
pengurangan cairan serebrospinal.
2. Backache, biasanya di lokasi bekas punksi disebabkan spasme otot.
3. Infeksi.
4. Herniasi.
5. Untrakranial subdural hematom.
6. Hematom dengan penekanan pada radiks.
7. Tumor epidermoid intraspinal.

66 | H a l a m a n
MODUL X. TEKNIK PENANGANAN CAIRAN SENDI
TUJUAN PEMBELAJARAN:
Mahasiswa menguasai proses penanganan cairan sendi.
DASAR TEORI
Sendi merupakan suatu engsel yang membuat anggota tubuh dapat bergerak dengan baik,
juga merupakan suatu penghubung antara ruas tulang yang satu dengan ruas tulang lainnya,
sehingga kedua tulang tersebut dapat digerakkan sesuai dengan jenis persendian yang
diperantarainya. Sendi merupakan tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Sendi dapat
dibagi menjadi tiga tipe, yaitu:
1. Sendi fibrosa dimana tidak terdapat lapisan kartilago, antara tulang dihubungkan dengan
jaringan ikat fibrosa, dan dibagi menjadi dua subtipe yaitu sutura dan sindemosis;
2. Sendi kartilaginosa dimana ujungnya dibungkus oleh kartilago hialin, disokong oleh
ligament, sedikit pergerakan, dan dibagi menjadi subtipe yaitu sinkondrosis dan simpisis;
3. Sendi sinovial. Sendi sinovial merupakan sendi yang dapat mengalami pergerakkan,
memiliki rongga sendi dan permukaan sendinya dilapisi oleh kartilago hialin. Kapsul sendi
membungkus tendon-tendon yang melintasi sendi, tidak meluas tetapi terlipat sehingga dapat
bergerak penuh. Sinovium menghasilkan cairan sinovial yang berwarna kekuningan, bening,
tidak membeku, dan mengandung leukosit. Asam hialuronidase bertanggung jawab atas
viskositas cairan sinovial dan disintesis oleh pembungkus sinovial. Cairan sinovial mempunyai
fungsi sebagai sumber nutrisi bagi rawan sendi.
Jenis sendi sinovial :
(1) Ginglimus : fleksi dan ekstensi, monoaxis ;
(2) Selaris : fleksi dan ekstensi, biaxila ;
(3) Globoid : fleksi dan ekstensi, rotasi sinkond multi axial ;
(4) Trochoid : rotasi, mono aksis ;
(5) Elipsoid : fleksi, ekstensi, lateral fleksi, sirkumfleksi, multi axis.
Secara fisiologis sendi yang dilumasi cairan sinovial pada saat bergerak terjadi tekanan yang
mengakibatkan cairan bergeser ke tekanan yang lebih kecil. Sejalan dengan gerakan ke
depan, cairan bergeser mendahului beban ketika tekanan berkurang cairan kembali ke
belakang.
Tulang rawan merupakan jaringan pengikat padat khusus yang terdiri atas sel kondrosit, dan
matriks. Matrriks tulang rawan terdiri atas sabut-sabut protein yang terbenam di dalam bahan
dasar amorf. Berdasarkan atas komposisi matriksnya ada 3 macam tulang rawan, yaitu :
1. Tulang rawan hialin, yang terdapat terutama pada dinding saluran pernafasan dan ujung-
ujung persendian;
2. Tulang rawan elastis misalnya pada epiglotis, aurikulam dan tuba auditiva; dan
3. Tulang rawan fibrosa yang terdapat pada anulus fibrosus, diskus intervertebralis, simfisis
pubis dan insersio tendo-tulang. Kartilago hialin menutupi bagian tulang yang menanggung
beban pada sendi sinovial. Rawan sendi tersusun oleh kolagen tipe II dan proteoglikan yang
sangat hidrofilik sehingga memungkinkan rawan tersebut mampu menahan kerusakan
sewaktu sendi menerima beban yang kuat. Perubahan susunan kolagen dan pembentukan
proteoglikan dapat terjadi setelah cedera atau penambahan usia

67 | H a l a m a n
Sebagian besar sendi kita adalah sendi sinovial. Permukaan tulang yang bersendi
diselubungi oleh tulang rawan yang lunak dan licin. Keseluruhan daerah sendi dikelilingi
sejenis kantong, terbentuk dari jaringan berserat yang disebut kapsul. Jaringan ini dilapisi
membran sinovial yang menghasilkan cairan sinovial untuk “meminyaki” sendi. Bagian luar
kapsul diperkuat oleh ligamen berserat yang melekat pada tulang, menahannya kuat-kuat di
tempatnya dan membatasi gerakan yang dapat dilakukan.
Rawan sendi yang melapisi ujung-ujung tulang mempunyai mempunyai fungsi ganda yaitu
untuk melindungi ujung tulang agar tidak aus dan memungkinkan pergerakan sendi menjadi
mulus/licin, serta sebagai penahan beban dan peredam benturan. Agar rawan berfungsi baik,
maka diperlukan matriks rawan yang baik pula.
Matriks terdiri dari 2 tipe makromolekul, yaitu :
o Proteoglikan : yang meliputi 10% berat kering rawan sendi, mengandung 70-80% air,
hal inilah yang menyebabkan tahan terhadap tekanan dan memungkinkan rawan sendi elastic
o Kolagen : komponen ini meliputi 50% berat kering rawan sendi, sangat tahan terhadap
tarikan. Makin kearah ujung rawan sendi makin tebal, sehingga rawan sendi yang tebal
kolagennya akan tahan terhadap tarikan Disamping itu matriks juga mengandung mineral, air,
dan zat organik lain seperti enzim.
Cairan sendi adalah cairan pelumas yang terdapat dalam sendi-sendi. Cairan itu merupakan
ultrafiltrate plasma yang mengandung asam hialuronat yang disekresikan oleh lapisan synovia
sendi; asam hialuronat itu menyebabkan cairan sendi bersifat kental sehingga cairan itu dapat
berfungsi sebagai pelumas.
Indikasi memeriksa cairan sendi diberikan oleh bertambah banyak-nya cairan itu dan
pemeriksaan laboratorium membantu diagnosis kelainan. Aspirasi cairan sendi harus
mengindahkan syarat-syarat asepsis dan aspirat ditampung dalam 3 tabung steril. Dua tabung
diisi heparin steril untuk bermacam-macam pemeriksaan, sedangkan tabung ketiga tidak
diberikan antikoagulans : jikalau mungkin tiap tabung diisi 1-3 ml cairan.

Proses Pengambilan Sampel Cairan Sendi


Arthrocentesis dilakukan oleh dokter atau paramedik terlatih dengan mengunakan alat yang
steril dan tepat.
Pre Analitik
1. Spuit yang digunakan (19/21 untuk sendi besar, 23/25 untuk sendi kecil).
2. Digunakan sarung tangan steril.
3. Dilakukan anastesi lokal (lidokain atau etiklorida spray).
4. Kapas alkohol dan betadine.
5. Empat tabung penampungan tanpa antikoagulan.
Analitik
1. Ditentukan lokasi penusukan, daerah ektensor lebih aman (bebas saraf) dan
beri tanda.

68 | H a l a m a n
2. Dilakukan tindakan aseptik pada lokasi.
3. Dilakukan anastesi lokal (inflamasi lidokain/prokain dengan jarum halus atau
etiklorida spray).
4. Ditusuk daerah yang sudah ditandai dengan spuit yang berisi 25 µ sodium
heparin (dibilas) dan gunakan jarum yang sesuai hingga terasa jarum
menembus membran sinovia (seperti menusuk kertas).
5. Dilakukan aspirasi perlahan-lahan (untuk meminimalisasi nyeri).
6. Spesimen ditampung (sesuai urutan tabung pertama kali diisi).
~ Tabung I (tabung heparin ) steril untuk pemeriksaan mikrobiologis (gram dan biakan).
~ Tabung II (tabung EDTA) untuk pemeriksaan mikroskopis, memeriksa kristal, dan hitung
jenis sel.
~ Tabung III (tanpa EDTA) untuk pemeriksaan kimia atau imunologi dan untuk pemeriksaan
makroskopis.

A. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel:


1. Mengetahui apakah pasien mempunyai gangguan hemostasis.
2. Melakukan dengan tehnik yang benar dan berusaha untuk selalu steril.
3. Sampel yang didapatkan sesegera mungkin untuk dibawa kelaboratoium.
4. Jika akan dikerjakan pemeriksaan glukosa cairan sendi maka pasien
dipuasakan 6-8 jam terebih dahulu.
5. Bila dikehendaki antikoagulan digunakan heparin.
6. Bila akan dilakukan pemeriksaan mikrobiologi wadah untuk menampung cairan
sendi harus steril

Macam – macam pemerisaan


a. Tes Makroskopik
 Volume
Dalam keadaan normal cairan sendi susah didapat dan biasanya volume normal tidak melebihi
2 ml. Volume yang melebihi 2 ml menandakan adanya kelainan, makin besar volume itu, maka
makin luas juga kelainan yang ada.
 Warna dan kejernihan :
Warna
Cairan sendi normal tidak berwarna atau mempunyai warna kekuning-kuningan yang sangat
muda.Jika terjadi warna merah karena adanya darah biasanya disebabkan oleh trauma pungsi.
 Kejernihan
Dalam keadaan normal cairan sendi jernih.Proses patologis seperti radang dapat mengubah
ciri-ciri itu menjadi agak keruh sampai keruh sekali. Selain oleh peradangan kekeruhan
mungkin juga disebabkan proses-proses lain, yakni oleh adanya beberapa macam Kristal atau
oleh sel-sel synovia yang terlepas.
 Viskositas
Cairan sendi mempunyai nilai viskositas tertentu; beberapa keadaan patologis dapat
mengurangi viskositas sehingga cairan itu seolah-olah menjadi lebih encer, untuk menguji
viskositas isaplah cairan sendi ke dalam semprit 2 ml, kemudian biarkan cairan itu mengalir
keluar dari semprit tanpa jarum dan perhatikan panjangnya benang lendir yang dapat dibentuk
sampai saat cairan jatuh. Dalam keadaan normal panjangnya paling sedikit 5 cm. makin
pendek benang itu, makin abnormal; kadang-kadang viskositas itu rendah sekali sehingga
menetesnya seperti air saja.
 Adanya Bekuan
Perhatikan dalam tabung penampung cairan sendi yang tidak diberi antikoagulans apakah
terbentuk bekuan setelah tabung didiamkan beberapa waktu. Cairan sendi normal tidak
membeku karena tidak berisi fibrinogen. Proses peradangan dapat menyebabkan

69 | H a l a m a n
menyusupnya fibrinogen ke dalam cairan sendi. Kalua ada bekuan laporkanlah besarnya
bekuan itu; semakin besar bekuan, semakin berat proses inflamasi.

Pre Analitik
Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus.
Persiapan sampel : tidak ada persiapan khusus.
Prinsip tes : setiap kelainan memberi warna dan kejernihan yang berbeda.
Alat : tabung yang steril.
Analitik
Cara kerja :
1. Sampel dimasukan kedalam tabung steril
2. Dilihat warna dan kejernihan sampel .
3. Nilai rujukan : tidak berwarna dan jernih.
Pasca Analitik
Interpretasi :
• Kuning jernih : artritis traumatik, osteoartritis dan artritis rematoid ringan.
• Kuning keruh : inflamasi spesifik dan non spesifik, karena bertambahnya lekosit.
• Seperti susu (chyloid) : artritis rematoid dengan efusi kronik, pirai dengan efusi
akut dan obstruksi limfatik dengan efusi.
• Seperti nanah atau purulent : artritis septik yang lanjut.
• Seperti darah : pada trauma, hemofilia dan sinovisitis vilonodularis hemoragik.
Bila darah terjadi karena trauma pada waktu aspirasi maka warna merahnya
akan berkurang bila aspirasi diteruskan, sedangkan jika bukan oleh trauma
maka warna merah akan menetap.
• Kuning kecoklatan : pada perdarahan yang telah lama (Gandasoebrata,2006).
 Bekuan
Cairan sendi normal tidak membeku karena tidak berisi fibrinogen. Proses peradangan dapat
menyebabkan menyusupnya fibrinogen ke dalam cairan sendi. Kalau ada bekuan laporkanlah
besarnya bekuan itu, semakin besar bekuan itu, maka semakin berat proses inflamasi
Pre analitik
Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus.
Persiapan sampel : tidak ada persiapan khusus.
Prinsip tes : fibrinogen menyebabkan sampel membeku.
Alat : tabung yang steril.

Analitik
Cara kerja :
1. Sampel dimasukan kedalam tabung steril
2. Dibiarkan sampel selama 1 jam
3. Dilihat ada tidaknya bekuan.
4. Nilai rujukan : tidak membeku.

Pasca analitik
Interpretasi :
Bekuan + : ada proses peradangan (Gandasoebrata,2006).
 Viskositas
Cairan sendi mempunyai nilai viskositas tertentu, beberapa keadaan patologis dapat
mengurangi viskositas sehingga cairan itu seolah-olah menjadi encer.Untuk menguji viskositas
isaplah cairan sendi kedalam semprit 2 ml, kemudian biarkan cairan itu mengalir keluar dari
semprit (tanpa jarum) dan perhatikan panjangnya benang lendir yang dapat dibentuk sampai
saat cairan itu jatuh. Dalam keadaan normal panjangnya paling sedikit 5 cm. Makin pendek

70 | H a l a m a n
benang itu, maka makin abnormal, kadang-kadang viskositas itu rendah sekali sehingga
menetesnya seperti air saja.

Pre analitik
Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus.
Persiapan sampel : tidak ada persiapan khusus.
Prinsip tes : asam hialuronat dalam cairan sendi menentukan viskositas cairan.
Alat : spuit atau semprit tanpa jarum.

Analitik
Cara kerja :
1. Dihisap sampel ke dalam spuit atau semprit tanpa jarum.
2. Diteteskan sampel ke luar dari spuit tersebut.
3. Diukur panjang tetesan. Atau diambil sampel dengan jari telunjuk, direntangkan
antara jari telunjuk dan ibu jari.
4. Hitung panjang rentangan.
5. Nilai rujukan : panjangnya tanpa putus 4-6 cm disebut viskositas tinggi.

Pasca analitik
Interpretasi :
non inflamatorik → Viskositas tinggi.
Viskositas menurun (< inflamatorik akut dan septik) hemoragik →Viskositas bervariasi
(Gandasoebrata,2006).

71 | H a l a m a n
MODUL X. TEKNIK PENANGANAN SEKRET VAGINA DAN
URETHRA
TUJUAN PEMBELAJARAN:
Mahasiswa mampu melakukan pengambilan dan pengiriman genital discharge (vaginal
discharge) secara baik, benar dan efisien.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS :

Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa :


1. Dapat melakukan persiapan alat/bahan dengan benar
2. Dapat memberikan penjelasan pada penderita atau keluarganya tentang apa yang akan
dilakukan, alat yang dipakai, bagaimana melakukan, apa manfaatnya, serta jaminan atas aspek
keamananan dan kerahasiaan data penderita.
3. Dapat menjelaskan kepada penderita atau keluarganya tentang hak-hak penderita, misalnya
tentang hak penderita untuk menolak tindakan yang akan dilakukan tanpa kehilangan hak
untuk mendapat pelayanan.
4. Dapat melakukan cuci tangan biasa dan asepsis dengan benar
5. Dapat memasang sarung tangan steril dengan benar, dan melepaskannya setelah pekerjaan
selesai.
6. Dapat melakukan pengambilan dan pemeriksaan genital discharge dengan benar
7. Dapat melakukan pengiriman spesimen secara benar dan tepat

PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN

- Air mengalir
- 5 ml NaCl fisiologis steril dalam tabung reaksi
- Larutan antiseptik - Kapas lidi steril / cotton swab/ dacron (3-4 batang)
- Lap kering, handuk kecil atau tissue - Kapas dengan alkohol 70%
- Lampu spiritus/bunsen - Kaca benda
- Sarung tangan steril - Vaginal Swab Specimen Collection Kit
- Cover glass/ De Glass - KOH 10%
- Baskom berisi larutan khlorin 0,5% - Tempat sampah medis
- Sabun cair - Tempat sampah non-medis

INDIKASI
Pasien yang dicurigai mengalami :
a. Bakterial vaginosis
b. Vaginitis akibat infeksi Trichomonas vaginalis
c. Vulvovaginitis Candida albicans

ACUAN
Informed Consent
Tujuan pengambilan Specimen (bahan pemeriksaan): untuk mengetahui penyebab penyakit
dengan tepat sehingga dapat diberikan pengobatan yang tepat pula.
Cara pengambilan: semua dilakukan secara steril (bebas hama) dan memakai alat yang juga
steril. Tangan petugas dicuci secara asepsis dan memakai sarung tangan yang steril. Alat dan
bahan yang dipakai, kapas lidi, air garam fisiologis, semuanya steril.
Cara pengambilan
Bagian distal urethra dibersihkan sebelum pengambilan specimen, karena bagian tersebut
tidak bebas hama & biasanya mengandung mikroba yang sama dengan yang ditemukan pada

72 | H a l a m a n
daerah glans penis. Alat yang dipakai (kapas lidi) tidak boleh disterilkan dengan memakai cara
kimiawi, karena residu bahan kimia dapat mematikan mikroorganisme, sehingga bisa
didapatkan hasil yang negatif palsu. Khusus bahan pemeriksaan untuk biakan Chlamydia
trachomatis, kapas lidi harus sedikit ditekan sambil diputar pada mukosa urethra.

Cara transportasi
Preparat hapus setelah fiksasi aman ditransport dalam bungkusan tissue (supaya preparat
tidak tergores atau hilang) dan dikirim dalam amplop berlabel pada suhu kamar. Specimen
dalam medium transpor aman dikirim pada suhu kamar karena transpor medium
memungkinkan kehidupan semua mikroorganisme tanpa bermetabolisme (tidak berkembang
biak). Specimen ini tidak boleh disimpan pada suhu dingin (lemari es) karena suhu dingin
dapat mematikan N. gonorrhoae.

Cara Kerja :
Pasien diminta melepaskan celana yang menutupi bagian organ genitalnya dan diminta untuk
tidur tertelentang

Pasien diminta dalam posisi litotomi

Prosedur umum pengambilan vaginal discharge


a. Bukalah sebagian pembungkus kapas lidi steril. Ambillah secara perlahan dengan lege artis,
jangan menyentuh bagian halus dari kapas lidi atau mengenai bagian luar dari pembungkus
kapas lidi.
b. Peganglah kapas lidi dengan meletakkannya diantara ibu jari dan jari telunjuk.
c. Masukkan kapas lidi steril ke dalam vagina secara berhati-hati kira-kira 2 inchi (sekitar 5 cm)
melalui introitus vagina kemudian putar secara hati hati selama 10 sampai 30 detik. Pastikan
kapas lidi menyentuh dinding vagina sampai spesimen meresap pada kapas lidi.
d. Keluarkann kapas lidi perlahan tanpa menyentuh vulva dan kulit.
e. Sambil memegang swab, bukalah penutup dari tabung. Jangan menumpahkan isi tabung.
Jika isi tabung tumpah, maka ambil Vaginal Swab Specimen Collection Kit yang baru.
f. Segera masukkan kapas lidi ke dalam medium transport, jangan mengenai dinding tabung.
Pastikan semua bagian kapas berada dalam isi medium transport.
g. Patahkanlah ujung atas kapas lidi secara berhati-hati.
h. Tutuplah medium transport dengan erat.
i. Buanglah ujung kapas lidi ke dalam tempat sampah medis.

73 | H a l a m a n
SETELAH PENGAMBILAN SPECIMEN SELESAI

1. Masukkan tangan yang masih bersarung tangan ke dalam baskom berisi larutan khlorin
0,5%, gosokkan kedua tangan untuk membersihkan bercak-bercak sekret urethra yang
2. mungkin menempel pada sarung tangan.
3. Lepaskanlah kedua sarung tangan dan buanglah ke dalam tempats ampah medis
4. Cucilah kedua tangan secara asepsis.

Tulislah surat pengantar pemeriksaan laboratorium yang lengkap berisi:


a. Tanggal pengiriman
b. Tanggal dan jam pengambilan specimen
c. Data penderita (nama, umur, jenis kelamin, alamat, nomor rekam medik)
d. Identitas pengirim

74 | H a l a m a n
e. Jenis spesimen: vaginal discharge
f. Pemeriksaan laboratorium yang diminta
g. Transport media/pengawet yang digunakan
h. Keterangan klinis.
Tulislah pada label tabung medium transpor:
- Data penderita
- Tanggal pengambian vaginal discharge
Masukkanlah botol/tabung medium transpor ke dalam tabung lain. Bungkuslah preparat hapus
yang telah difiksasi dalam kertas tissue, dan masukkan ke amplope dengan data penderita.
Bawalah botol medium transpor dan preparat hapus tadi ke laboratorium pada suhu kamar.

75 | H a l a m a n
TUJUAN PENANGANAN URETHRA
Mahasiswa mampu melakukan pengambilan dan pengiriman sekret urethra secara baik, benar
dan efisien.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa :
1. Dapat melakukan persiapan alat/bahan dengan benar
2. Dapat memberikan penjelasan pada penderita atau keluarganya tentang apa yang akan
dilakukan, alat yang dipakai, bagaimana melakukan, apa manfaatnya, serta jaminan atas
aspek keamananan dan kerahasiaan data penderita.
3. Dapat menjelaskan kepada penderita atau keluarganya tentang hak-hak penderita, misalnya
tentang hak penderita untuk menolak tindakan yang akan dilakukan tanpa kehilangan hak
untuk mendapat pelayanan.
4. Dapat melakukan cuci tangan biasa dan asepsis dengan benar
5. Dapat memasang sarung tangan steril dengan benar, dan melepaskannya setelah pekerjaan
selesai.
6. Dapat melakukan pengambilan sekret urethra dengan benar
7. Dapat melakukan pengiriman spesimen secara benar dan tepat

PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN


- Air mengalir
- Sabun cair
- Larutan antiseptik
- Lap kering, handuk kecil atau tissue
- Lampu spiritus/bunsen
- Sarung tangan steril
- Baskom berisi larutan khlorin 0,5%
- 5 ml NaCl fisiologis steril dalam tabung reaksi
- Kapas lidi steril (3-4 btg)
- Kapas dgn alkohol 70%
- Kaca benda
- Stuart medium
- Tempat sampah medis
- Tempat sampah non-medis

INDIKASI
Dugaan menderita urethritis atau prostatitis

ACUAN
Informed Consent
Tujuan pengambilan Specimen (bahan pemeriksaan): untuk mengetahui penyebab penyakit
dengan tepat sehingga dapat diberikan pengobatan yang tepat pula.
Cara pengambilan: semua dilakukan secara steril (bebas hama) dan memakai alat yang juga
steril.
Tangan petugas dicuci secara asepsis dan memakai sarung tangan yang steril.
Alat dan bahan yang dipakai, kapas lidi, air garam fisiologis, semuanya steril.

Cara pengambilan
Bagian distal urethra dibersihkan sebelum pengambilan specimen, karena bagian tersebut
tidak bebas hama & biasanya mengandung mikroba yang sama dengan yang ditemukan pada
daerah glans penis.

76 | H a l a m a n
Alat yang dipakai (kapas lidi) tidak boleh disterilkan dengan memakai cara kimiawi, karena
residu bahan kimia dapat mematikan mikroorganisme, sehingga bisa didapatkan hasil yang
negatif palsu.
Khusus bahan pemeriksaan untuk biakan Chlamydia trachomatis, kapas lidi harus sedikit
ditekan sambil diputar pada mukosa urethra.

Cara transportasi
Preparat hapus setelah fiksasi aman ditransport dalam bungkusan tissue (supaya preparat
tidak tergores atau hilang) dan dikirim dalam amplop berlabel pada suhu kamar.
Specimen dalam medium transpor aman dikirim pada suhu kamar karena transpor medium
memungkinkan kehidupan semua mikroorganisme tanpa bermetabolisme (tidak berkembang
biak). Specimen ini tidak boleh disimpan pada suhu dingin (lemari es) karena suhu dingin
dapat mematikan N. gonorrhoae.

MENYIAPKAN PENDERITA
1. Sapalah klien atau keluarganya dengan ramah dan perkenalkan diri anda, serta
tanyakan keadaannya. Klien dipersilakan duduk.
2. Berikan informasi umum pada klien atau keluarganya tentang pengambilan darah,
tujuan dan manfaat untuk keadaan klien.
3. Berikan jaminan pada klien atau keluarganya tentang keamanan atas tindakan yang
anda lakukan
4. Berikan jaminan pada klien atau keluarganya tentang kerahasiaan yang diperlukan
klien
5. Jelaskan pada klien tentang hak-hak klien atau keluarganya, misalnya tentang hak
untuk menolak tindakan pengambilan secret urethra tanpa kehilangan hak akan
pelayanan lain.
6. Mintalah kesediaan klien untuk pengambilan sekret urethra
MENYIAPKAN ALAT DAN BAHAN YANG AKAN DIPAKAI
7. Letakkan semua alat dan bahan yang diperlukan di tempatnya yang mudah dicapai..
8. Bersihkanlah kaca benda yang akan dipakai dengan kapas alkohol dan sterilkan
dengan meliwatkan kaca benda tersebut pada nyala api.
9. Tulislah identitas penderita dengan spidol permanen pada bagian kaca benda tersebut:
nama atau nomor register penderita.
10. Letakkan kaca benda tersebut mendatar di atas meja.

MENYIAPKAN DIRI UNTUK PENGAMBILAN SPECIMEN


11. Lakukanlah cuci tangan cuci tangan rutin.
12. Pakailah sarung tangan steril
13. Berdirilah disebelahh kanan penderita,
MENGAMBIL SEKRET URETHRA
14. Pasien diminta melepaskan celana yang menutupi bagian organ genitalnya dan
diminta untuk tidur tertelentang.
15. Bila pasien tidak disirkumsisi, tariklah preputium kearah pangkal.
16. Degan pincet, bersihkanlah glans penis dan .......... dengan kain kasa steril yang
dibasahi air garam fisiologis steril. Buanglah kain kasa bekas pakai ini ke dalam tempat
sampah medis. Pincet yang telah dipakai diamsukkan ke dalam baskom yang berisi
chlorin 0,5%.
17. Masukkanlah kapas lidi yang telah dibasahi NaCl fisiologis sterilsedalam kira-kira 1 cm
sambil diputar untuk membersihkan orificium urthrae ecterna dan bagian distal dari
urethra. Buanglah kapas lidi ini ke tempat sampah medis

77 | H a l a m a n
18. Pelan-pelan masukkanlah kapas lidi kedua yang dibasahi air garam fisiologis steril,
kedalam urethra sampai sedalam kira-kira 2 - 3 cm sambil diputar searah jarum jam,
kemudian sambil memutar, tarik kapas lidi tersebut pelan-pelan keluar.
19. Sapukanlah melingkar kapas lidi ini pada bagian tengah permukaan satu kaca benda
bersih yang telah disiapkan. Biarkan terletak di meja sampai mengering.
20. Buanglah kapas lidi kedua ini ke dalam tempat sampah medis.
21. Masukkanlah lidi kapas basah ketiga ke dalam urethra sampai sedalam kira-kira 2 –
3 cm sambil diputar searah jarum jam.
22. Masukkanlah hapusan kapas lidi ketiga ini ke dalam medium transport hingga seluruh
bagian kapas terbenam dalam medium. Kemudian patahkanlah lidi tersebut dengan
cara membakanya pada api bunzen
23. Tutuplah botol médium transport dengan rapat dan disegel
24. Berikanlah label yang berisi data penderita pada botol médium tersebut
25. Fiksasilah preparat hapus tadi setelah kering.
SETELAH PENGAMBILAN SPECIMEN SELESAI
26. Masukkan tangan yang masih bersarung tangan ke dalam baskom berisi larutan
khlorin 0,5%, gosokkan kedua tangan untuk membersihkan bercak-bercak sekret
urethra yang mungkin menempel pada sarung tangan.
27. Lepaskanlah kedua sarung tangan dan buanglah ke dalam tempats ampah medis
28. Cucilah kedua tangan secara asepsis.
PENGIRIMAN SPESIMEN
29. Tulislah surat pengantar pemeriksaan laboratorium yang lengkap berisi:
a. Tanggal pengiriman
b. Tanggal dan jam pengambilan specimen
c. Data penderita (nama, umur, jenis kelamin, alamat, nomor rekam medik)
d. Identitas pengirim
e. Jenis specimen: sekret urethra
f. Pemeriksaan laboratorium yang diminta
g. Transport media/pengawet yang digunakan
h. Keterangan klinis.
30. Tulislah pada label tabung medium transpor:
- Data penderita
- Tanggal pengambian sekret urethra
31. Masukkanlah botol/tabung medium transpor ke dalam tabung lain
32. Bungkuslah preparat hapus ayang telah difiksasi dalam kertas tissue, dan masukkan
ke amplope dengan data penderita.
33. Bawalah botol medium transpor dan preparat hapus tadi ke laboratorium pada suhu
kamar.

78 | H a l a m a n
DAFTAR PUSTAKA

Gandasoebrata, R. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat. 2004.


Kiswari, Rukman. Hematologi & Transfusi. Jakarta: Erlangga. 2014.
Hoeltke, L.B. The Complete Textbook of Phlebotomy Fourth Edition. Delmar, New York. 2013.
WHO. WHO Guidelines On Drawing Blood: Best Practices In Phlebotomy. Geneva. 2010.
Bolenius, K., Brulin C., Granenheim , U.H. 2014. Personnel’s Experiences of Phlebotomy
Practices after Participating in an Educational Intervention Programme. Hindawi
Publishing Corporation. Sweden. 2014:1-9.
Booth, K.H., Wallace, A.C., Fitzgerald, D.T., 2009. Performing Venipuncture and Dermal
Punture. In: Booth, K.H., Wallace, A.C., Fitzgerald, D.T. Phlebotomy for Healthcare
Personnal. 2nd Ed. New York: McGraw Hill. p. 90-130 .
Davis, B.K. 2011. Collection by Routine Venipuncture. In : Davis, B.K. Phlebotomy from Student
to Professional. 3rd Ed. New York: Cengage Learning. p. 99-114.
Gandasoebrata, R. 2013. Hematologi. In : Gandasoebrata, R. Penuntun
Laboratorium Klinik. 15th Ed. Jakarta: Dian Rakyat. p. 1-11.
Lorenzo, M.S.D., Strasinger, S.K. 2010. Complication and Additional Techniques. In : Lorenzo,
M.S.D., Strasinger, S.K. Blood Collection A Short Course. 2nd Ed. Philadelphia: F.A.
Davis Company. p. 63-76.
Lorenzo, M.S.D., Strasinger, S.K. 2011. Routine Venipuncture. In : Lorenzo, M.S.D., Strasinger,
S.K. The Phlebotomy Textbook. 3rd Ed. Philadelphia: F.A. Davis Company. p. 128-145.
McCall, R.E., Tankersley, C.M. 2012. Venipuncture Procedure. In : McCall, R.E., Tankersley,
C.M. Phlebotomy Essentials. 5th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. p.
225-282.
Phillips, S. Collins, M. Dougherty, L. 2011. Procedure for Venepuncture and Cannulation. In:
Verteuil, AD. Venepuncture and Cannulation. Chichester: Blackwell Publishing. p. 131-
174.
Warekois, R.S., Robinson, R. 2016. Introduction to Phlebotomy. In : Warekois, R.S., Robinson,
R. Phlebotomy Worktext and Procedures Manual. Missouri: Elsevier. p. 1-38.
WHO. 2011. WHO Guidelines in Drawing Blood: best practices in phlebotomy.
Geneva: WHO Press. p. 1-55

79 | H a l a m a n

Anda mungkin juga menyukai