Disusun Oleh :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TAHUN 2023
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Pembagian Kekuasaan
Negara”.
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memahami lebih dalam tentang konsep pembagian
kekuasaan dalam negara, yang merupakan prinsip dasar dalam sistem pemerintahan
demokrasi. Melalui pembagian kekuasaan, kita dapat memastikan bahwa tidak ada satu
lembaga atau individu yang memiliki kekuasaan absolut, sehingga mencegah penyalahgunaan
kekuasaan.
Dalam makalah ini, kami akan membahas tentang asal-usul konsep pembagian kekuasaan,
bagaimana konsep ini diterapkan dalam berbagai sistem pemerintahan, dan pentingnya
pembagian kekuasaan dalam menjaga keseimbangan dan keadilan dalam masyarakat.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi perbaikan makalah ini
di masa mendatang.
Akhir kata, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dalam memahami
pentingnya pembagian kekuasaan dalam sebuah negara.
Kelompok 11
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara hukum adalah istilah Indonesia yang terbentuk dari dua suku kata, negara dan
hukum1. Secara Etimologis, istilah negara berasal dari bahasa Inggris (state), Belanda
(staat), Italia (e’tat), Arab (daulah). Kata staat berasal dari kata Latin, status atau
statum yangberarti menaruh dalam keadaan berdiri, membuat berdiri, menempatkan
diri2. Padanan kata ini menunjukkan bentuk dan sifat yang saling mengisi antara
negara di satu pihak dan hukum di pihak lain. Tujuan negara adalah untuk memelihara
ketertiban hukum (rectsorde). Oleh karena itu, Negara membutuhkan hukum dan
sebaliknya pula hukum dijalankan dan ditegakkan melalui otoritas negara 3.
Prinsip pembagian kekuasaan di Indonesia dianut UUD 1945 selama kurun waktu
1970-1998. Akibatnya sangat berpengaruh terhadap sistem kekuasaan di Indonesia
sebagaimana tercermin dari berbagai produk hukum. Dalam konteks kekuasaan
kehakiman, Mahkamah Agung dan peradilan yang ada dibawahnya hanya dijadikan
corong undang-undang dan bukan corong hukum dan keadilan. Sehingga kekuasaan
kehakiman yang bebas dan merdeka sebagaimana yang diatur dalam pasal 24 UUD
1945, tidak sepenuhnya dapat diwujudkan5.
1
Majda El Muhtaj, 2005, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia, Kencana, Jakarta,h. 19.
2
Mexsasai Indra, 2011, Dinamika Hukum Tata Negara Indonesia, Refika Aditama, Bandung, h. 23.
3
Sudargo Gautama, 1973, Pengertian Negara Hukum, Alumni, Bandung, h. 20.
4
Lieberman, Jethro K. "Separation of Powers." Microsoft®️ Encarta®️2006 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft
Corporation, 2005.
5
Janpatar Simamora, 2016, Considering Centralization of Judicial Review Authority in Indonesia Constituti
iv
“delegasi kekuasaan” (delegation of power). Pada asas delegasi kekuasaan, MPR
sebagai lembaga tertinggi negara mendistribusikan kekuasaannya kepada lembaga-
lembaga negara yang telah ditetapkan dalam UUD 1945. Sehingga, lahirlah
pertanggungjawaban kekuasaan dari penerima delegasi kepada pemberi delegasi,
yaitu lembaga-lembaga tinggi negara kepada lembaga tertinggi negara 6.
6
Ibid, 3.
v
BAB II
PEMBAHASAN
7
http://pkn-ips.blogspot.co.id/2014/10/konsep-pembagian-kekuasaan-negara-di.html, diakses tgl 9 Januari
2018 pukul 14.50
vi
bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh
sebuah Mahkamah Konstitusi.
2. Vertikal
Pasal 18 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah
provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan
kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
vii
Dengan asas tersebut, Pemerintah Pusat menyerahkan wewenang pemerintahan
kepada pemerintah daerah otonom (provinsi dan kabupaten/kota) untuk mengurus dan
mengatur sendiri urusan pemerintahan di daerahnya, kecuali urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, yaitu kewenangan yang berkaitan
dengan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, agama, moneter dan fiskal 8.
Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 18 ayat (5) UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang menyatakan Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-
luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai
urusan Pemerintah Pusat. Pemberian otonomi kepada daerah bertujuan meningkatkan
daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan di daerah, terutama dalam
pelaksanaan kepada masyarakat maupun meningkatkan kestabilan politik dan
kesatuan bangsa9.
Di dalam two treatises on civil goverment (1690), John Locke mengkritik kekuasaan
mutlak raja-raja Stuart serta sebagai pembenaran revolusi gemerlap pada tahun 1688
(glorious revolution of 1688). John Locke memisahkan tiga macam kekuasaan negara
8
ibid
9
HAW. Widjaja, 1998, Percontohan Otonomi Daerah di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, h. 147.
10
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2010:458
viii
yaitu: legislative, executive, dan federative 11. Konsep pemisahan kekuasaan tersebut
memberikan inspirasi kepada Montesquieu 12. Dalam bukunya esprit des lois (1948),
Montesquieu dengan teori trias politica-nya membagi menjadi 3 (tiga) kekuasaan
yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Pembagian kekuasaan di Amerika Serikat
adalah gambaran pelaksanaan ide trias politica Montesquieu. Ketiga kekuasaan
tersebut harus dipisahkan secara mutlak sehingga muncul adanya check and balance.
Pemisahan kekuasaan dengan asas ‘check and balance’ seperti di Amerika Serikat
bisa mengurangi timbulnya tirani dan diktator13.
Artinya, The Founding Father bangsa menyadari sepenuhnya bahwa Indonesia secara
hitrogen meliputi struktur sosial, budaya dan agama maupun wilayah luas
memerlukan pemerintahan efektif dan politik stabil. Jawaban paling tepat adalah
pemerintahan menggunakan sistem presidensial, pemikiran Giovanni Sartori
sebagaimana dikutip A. B. Kusuma menyatakan bahwa: “Semua sistem konstitusi
yang benar selalu mengandung sistem checks and balances, all truly constitusional
system are systems of checks and balances
11
Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, 151–52
12
Benny K. Harman, Konfigurasi Politik dan Kekuasaan Kehakiman di Indonesia (Jakarta: Elsam, 1997), 48–49
13
Lihat CC. Rodde et.al, Pengantar Ilmu Politik (Introduction to Political Science), cet. IV, diterjemahkan oleh
Zulkifli Hamid (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000), 66–67. Lihat juga Suparto, “Pemisahan Kekuasaan,
Konstitusi dan Kekuasaan Kehakiman Yang Independen Menurut Islam,” JURNAL SELAT Volume. 4, no. 1
(Oktober 2016): 117–18.
ix
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penerapan pembagian kekuasaan di Indonesia terdiri atas dua bagian, yaitu pembagian kekuasaan
secara horizontal dan pembagian kekuasaan secara vertikal. Pembagian kekuasaan horizontal
pada tingkat pemerintahan pusat mengalami pergeseran setelah terjadinya perubahan UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi enam kekuasaan negara yaitu kekuasaan
konstitutif, kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif, kekuasaan yudikatif, eksaminatif/inspektif
dan kekuasaan moneter. Sedangkan pembagian kekuasaan horizontal pada tingkat pemerintahan
daerah berlangsung antara lembaga-lembaga daerah yang sederajat, yaitu antara Pemerintah
Daerah (prov/kab/kota) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD prov/kab/kota).
Pembagian kekuasaan secara vertikal berlangsung antara pemerintahan pusat dan pemerintahan
daerah (pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota).
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka arah analisis pengaturan dan praktik pemisahan
kekuasaan dalam sistem pemerintahan presidensial Indonesia mengandung materi muatan
pertimbangan landasan filosofis, sosiologis, yuridis maupun politis bersumber Pancasila dan
UUD 1945, baik sebelum dan sesudah perubahan UUD NRI Tahun 1945. Khususnya,
pascaperubahan konstitusi keblablasan dan dinyatakan sah oleh lembaga legislatif.
Konsekuensinya, padahal ini merupakan sebuah kekhawatiran. Konsep arah pemisahan
kekuasaan dalam konteks kekinian tidak menunjukkan respon positif.
3.2 Saran
Sebaiknya di rumuskan dalam konstitusi mengenai negara hukum mana sesungguhnya bangsa
Indonesia saat ini. Apakah negara hukum dalam arti rechtsstaat atau Negara hukum dalam arti
the rule of law atau justru merupakan negara hukum dengan ciri khas tersendiri. Dengan jelasnya
negara hukum apa yang dianut bangsa Indonesia ini akan menyebabkan seluruh proses
penyelenggaraan pemerintahan atau negara benar-benar didasarkan pada kaidahkaidah yang
tertuang dalam konstitusi itu sendiri.
x
DAFTAR PUSTAKA
Majda El Muhtaj, 2005, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia, Kencana, Jakarta,h.
19.
Mexsasai Indra, 2011, Dinamika Hukum Tata Negara Indonesia, Refika Aditama, Bandung,
h. 23.
Ibid, 3.
http://pkn-ips.blogspot.co.id/2014/10/konsep-pembagian-kekuasaan-negara-di.html, diakses
tgl 9 Januari 2018 pukul 14.50
ibid
HAW. Widjaja, 1998, Percontohan Otonomi Daerah di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, h.
147.
xi