Anda di halaman 1dari 13

PEMBAGIAN DAN PEMBATASAN KEKUASAAN

Dosen Mata Kuliah :Nurfaika Ishak,S.H.,M.H.

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Presentasi pada Mata Kuliah

Ilmu Negara Semester Dua (II) Tahun Akademik 2021/2022

Oleh:

KELOMPOK 5

Mutmainnah Muzakkir (10100121102)

Gita adzani putri (10100121104)

Fahruddin Rivai(10100121097)

A. Falhan syakir (10100121108)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

TAHUN 2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan

perlindungan-Nya makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Ucapan terima

kasih juga kepada ibu Nurfaikah Ishak,S.H.,M.H.selaku dosen ilmu negara yang telah

memberikan tugas ini kepada kami, sehingga secara langsung menambah pengetahuan

kami. Tak lupa kepada semua pihak yang telah ikut membantu dalam terselesaikannya

makalah ini.

Dengan terselesainya makalah ini diharapkan dapat menjadi suatu bahan

pembelajaran yang baik bagi kita semua dalam peningkatan pengetahuan terkait

dengan pembagian dan pemisahan kekuasaan. Harapan kami juga semoga apa yang

tulis didalamnya memiliki nilai akademis yang dapat menunjang pengetahuan

akademisi kita, untuk itu mari kita menambah dan meningkatkan pengetahuan kita

demi terwujudnya bangsa Indonesia yang edukatif. Kami juga menyadari bahwa

makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kami sangat mengharapkan adanya

kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun untu lebih meningkatkan lagi

pemahaman kita semua, baik terkait dengan isi maupun sistematika dan cara

penulisannya.

Akhir kata kami ucapkan selamat membaca

GOWA,MEI 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

DAFTAR PENGNTAR…………………………………………………………….2

DAFTA ISI…………………………………………………………………………..3

BAB I (Pendahuluan)……………………………………………………………….4

A. Latar belakang…………………………………………………………………..4

B. Rumusan masalah………………………………………………………………..5

C. Tujuan…………………………………………………………………………….5

BAB II (Pembahasan)………………………………………………………………6

A. Pembagian kekuasaan …………………………………………………………..6

B. Pembagian kekuasan di indonesia………………………………………………7

C. Pemisaan kekuasaan ……………………………………………………………10

BAB II (PENUTUP)………………………………………………………………..12

Kesimpulan …………………………………………………………………………12

Saran…………………………………………………………………………………12

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….13

3
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Dalam objek ilmu hukum tata negara, dikenal tentang sistem pemisahan dan

pembagian kekuasaan untuk menghindari tumpang tindih dalam penggunaan

kewenangan masing masing pihak. Salah satu ciri negara hukum, yang dalam bahasa

inggris disebut legal state atau state based on the rule of law, dalam bahasa Belanda

dan Jerman disebut rechtsstaat, adalah adanya ciri pembatasan kekuasaan dalam

penyelenggaraan kekuasaan negara.Meskipun kedua istilah rechtsstaat dan rule of

law itu memiliki latar belakang sejarah dan pengertian yang berbeda, tetapi sama

sama mengandung ide pembatasan kekuasaan.Pembatasan itu dilakukan dengan

hukum yang kemudian menjadi ide dasar pahamkonstitusionalisme modern. Oleh

karena itu, konsep negara hukum juga disebut sebagainegara konstitusional atau

constitutional state, yaitu negara yang dibatasi oleh konstitusi.Dalam konteks yang

sama, gagasan negara demokrasi atau kedaulatan rakyat disebut puladengan istilah

constitutional demoracy yang dihubungkan dengan pengertian negarademokrasi yang

berdasarkan atas hukum.

Seperti diuraikan di atas, persoalan pembatasan kekuasaan berkaitan erat

dengan teori pemisahan kekuasaan dan teori pembagian kekuasaan.Pada umumnya,

doktrin pemisahan kekuasaan atau pembagian kekuasaan dianggap berasal dari Montesquieu

dengan trias politicanya. Namun dalam perkembangannya, banyak versi yang biasa diapakai

oleh para ahli berkaitan dengan peristilahan pemisahan dan pembagian kekuasaan

ini.Sebenarnya, konsep awal mengenai hal ini dapat ditelusuri kembali dalam tulisan John

&ocke,Second Treaties of CivilGovernment yang berpendapat bahwa kekuasaan untuk

menetapkan aturan hukum tidak boleh dipegang sendiri oleh mereka yang menerapkannya.

4
Istilah pemisahan kekuasaan dalam bahasa indonesia merupakan terjemahan perkataan

separation of power berdasarkan teori trias politica atau tiga fungsi kekuasaan,yang dalam

pandangan Montesquieu, harus dibedakan dan dipisahkan secara struktural dalam organ organ

yang tidak saling mencampuri urusan masing masing.

B. Perumusan masalah

Penulis telah menyusun beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah

ini sebagai batasan dalam pembahasan bab isi. Beberapa masalah tersebut antara lain :

1. Pembagian kekuasaan?

2. Pembagian kekuasaan di indonesia?

3. Pemisahan kekuasaan?

C. Tujuan

Berdasarkan dari rumusan masalah tersebut diatas, maka tujuan dari makalah ini

adalah :

1. Mengetahui apa itu pembagian kekuasaan.

2. Mengetahui apa itu pembagian kekuasaan di indonesia.

3. Mengetahu apa itu pemisahan kekuasaan.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. PEMBAGIAN KEKUASAAN

Pemisahan kekuasaan berarti kekuasaan negara itu terpisah-pisah dalam

beberapa bagian, baik mengenai organnya maupun fungsinya. Dengan kata lain,

lembaga pemegang kekuasaan negara yang meliputi lembaga legislatif, eksekutif dan

yudikatif merupakan lembaga yang terpisah satu sama lainnya, berdiri sendiri tanpa

memerlukan koordinasi dan kerjasama. Setiap lembaga menjalan fungsinya masing-

masing. Contoh negara yang menganut mekanisme pemisahan kekuasaan adalah

Amerika Serikat.

Berbeda dengan mekanisme pemisahan kekuasaan, di dalam mekanisme

pembagian kekuasaan, kekuasaan negara itu memang dibagi-bagi dalam beberapa

bagian (legislatif, eksekutif dan yudikatif), tetapi tidak dipisahkan. Hal ini membawa

konsekuensi bahwa diantara bagian-bagian itu dimungkinkan ada koordinasi atau

kerjasama. Mekanisme pembagian ini banyak sekali dilakukan oleh banyak negara di

dunia, termasuk Indonesia.

Mekanisme pembagian kekuasaan di Indonesia diatur sepenuhnya di dalam

UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penerapan pembagian kekuasaan di

Indonesia terdiri atas dua bagian, yaitu pembagian kekuasaan secara horizontal dan

pembagian kekuasaan secara vertikal.

6
B. PEMBAGIAN KEKUASAAN DI INDONESIA

Penerapan pembagian kekuasaan di Indonesia terdiri atas dua bagian, yaitu

pembagian kekuasaan secara horizontal dan pembagian kekuasaan secara vertikal.

1. Pembagian kekuasaan secara horizontal

Pembagian kekuasaan secara horizontal yaitu pembagian kekuasaan menurut

fungsi lembaga-lembaga tertentu (legislatif, eksekutif dan yudikatif). Berdasarkan

UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, secara horizontal pembagian

kekuasaan negara di lakukan pada tingkatan pemerintahan pusat dan pemerintahan

daerah. Pembagian kekuasaan pada tingkatan pemerintahan pusat berlangsung antara

lembaga-lembaga negara yang sederajat. Pembagian kekuasaan pada tingkat

pemerintahan pusat mengalami pergeseran setelah terjadinya perubahan UUD Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. Pergeseran yang dimaksud adalah pergeseran

klasifikasi kekuasaan negara yang umumnya terdiri atas tiga jenis kekuasaan

(legislatif, eksekutif dan yudikatif) menjadi enam kekuasaan negara, yaitu:

Kekuasaan konstitusi

Yaitu kekuasaan untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.

Kekuasaan ini dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana

ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang

menyatakan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan

menetapkan Undang-Undang Dasar.

Kekuasaan legislatif

7
Yaitu kekuasaan untuk membentuk undang-undang. Kekuasaan ini dipegang

oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 20 ayat (1)

UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Dewan

Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.

Kekuasaan yudikatif

Kekuasaan yudikatif atau disebut kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan untuk

menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan ini

dipegang oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sebagaimana ditegaskan

dalam Pasal 24 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang

menyatakan bahwa Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung

dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,

lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata

usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

Kekuasaan eksaminatif/inspektif

yaitu kekuasaan yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemeriksaan atas

pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Kekuasaan ini dijalankan

oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 E ayat (1)

UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa untuk

memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu

Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.

Kekuasaan moneter

yaitu kekuasaan untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter,

mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta memelihara kestabilan

nilai rupiah. Kekuasaan ini dijalankan oleh Bank Indonesia selaku bank sentral di

8
Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 D UUD Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa negara memiliki suatu bank sentral

yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan indepedensinya diatur

dalam undang-undang.

Pembagian kekuasaan secara horizontal pada tingkatan pemerintahan daerah

berlangsung antara lembaga-lembaga daerah yang sederajat, yaitu antara Pemerintah

Daerah (Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD). Pada tingkat provinsi, pembagian kekuasaan berlangsung antara Pemerintah

provinsi (Gubernur/wakil Gubernur) dan DPRD provinsi. Sedangkan pada tingkat

kabupaten/kota, pembagian kekuasaan berlangsung antara Pemerintah

Kabupaten/Kota (Bupati/wakil Bupati atau Walikota/wakil Walikota) dan DPRD

kabupaten/kota.

2. Pembagian kekuasaan secara vertikal

Pembagian kekuasaan secara vertikal merupakan pembagian kekuasaan menurut

tingkatnya, yaitu pembagian kekuasaan antara beberapa tingkatan pemerintahan. Pasal 18

ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Kesatuan

Republik Indonesia dibagi atas daerahdaerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai

pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.

Berdasarkan ketentuan tersebut, pembagian kekuasaan secara vertikal di negara

Indonesia berlangsung antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah (pemerintahan

provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota). Pada pemerintahan daerah berlangsung pula

pembagian kekuasaan secara vertikal yang ditentukan oleh pemerintahan pusat. Hubungan

antara pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota terjalin dengan koordinasi,

pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintahan Pusat dalam bidang administrasi dan

9
kewilayahan. Pembagian kekuasaan secara vertikal muncul sebagai konsekuensi dari

diterapkannya asas desentralisasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan asas

tersebut, Pemerintah Pusat menyerahkan wewenang pemerintahan kepada pemerintah daerah

otonom (provinsi dan kabupaten/kota) untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan

pemerintahan di daerahnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan

Pemerintah Pusat, yaitu kewenangan yang berkaitan dengan politik luar negeri, pertahanan,

keamanan, yustisi, agama, moneter dan fiskal. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 18 ayat

(5) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan Pemerintah daerah

menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang

ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. (CN).

C. PEMISAHAN KEKUASAAN

“pemisahan kekuasaan” dalam bahasa Indonesia merupakan terjemahan istilah

pemisahan kekuasaan berdasarkan teori trias politica atau tiga fungsi kekuasaan, yang dalam

pandangan Montesquieu, harus dibedakan secara struktural dalam organ-organ yang tidak

saling mencampuri urusan masing-masing. Kekuasaan kekuasaan hanya dilakukan oleh

lembaga kekuasaan kekuasaan eksekutif hanya dilakukan oleh lembaga eksekutif, dan

demikian pula kekuasaan yudikatif hanya dilakukan oleh kekuasaan yudisial. Sehingga pada,

satu organ hanya memiliki satu fungsi, sebaliknya satu fungsi hanya dilakukan oleh satu

organ.

Sebagai sandangan atas konsep pemisahan kekuasaan, para ahli biasa menggunakan

pula istilah pembagian kekuasaan atau distribusi kekuasaan . Ada pula sarjana yang

menggunakan istilah division of power sebagai genus, sedangkan separation of power

merupakan bentuk species -nya. Bahkan, Arthur Mass, misalnya, membedakan pengertian

pembagian kekuasaan tersebut kedalam dua pengertian, yaitu; pembagian kekuasaan kapital

dan pembagian kekuasaan teritorial . Pengertian pertama bersifat fungsional sedangkan yang

kedua bersifat kewilayahan dan kedaerahan.

10
Separation of power diartikan oleh O. Hood Philips dan yang lainnya sebagai

distribusi kekuasaan pemerintahan di antara organ-organ yang berbeda . Dengan kata lain,

kata pemisahan kekuasaan diidentikkan dengan pembagian kekuasaan . Oleh karena itu,

istilah pemisahan kekuasaan , pembagian kekuasaan , distribusi kekuasaan , dan demikian

pula istilah pemisahan kekuasaan dan pembagian kekuasan, menurut Jimly Asshiddiqie,

sebenarnya memiliki arti yang sama, tergantung konteks pengertian yang dianut. Jimly

mencontohkan, misalnya, dalam Konstitusi Amerika Serikat, kedua istilah s eparation of

Power dan division of powersama-sama digunakan. Hanya saja, istilah pembagian kekuasaan

itu digunakan dalam konteks pembagian kekuasaan antara federal dan negara bagian ,

sedangkan istilah pemisahan kekuasaan digunakan dalam konteks kekuasaan di tingkat

federal, yaitu antara legislatif , eksekutif , dan yudikatif ( ibu kota ). pembagian kekuasaan ).

Guna membatasi pemisahan kekuasaan , dalam bukunya “ Constitutional Theor y,” G.

Marshall membdedakan ciri-ciri pemisahan kekuasaan itu ke dalam lima aspek:

1. Diferensiasi .

2. Ketidaksesuaian hukum dalam memegang jabatan .

3. Isolasi , kekebalan , kemandirian .

4. Checks and balances .

5. Koordinasi negara dan kurangnya akuntabilitas .

11
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pembatasan Kekuasaan Negara: Pembagian dan Pemisahan Kekuasaan seperti

dijelaskan di atas, masalah kekuasaan (pembatasan kekuasaan) berkaitan erat dengan teori

pemisahan kekuasaan dan teori kekuasaan kekuasaan (pembagian kekuasaan atau distribusi

kekuasaan).

PEMBAGIAN KEKUASAAN Pembagian kekuasaan dalam suatu negara, yaitu

diletakkan secara vertikal dan horizontal . Kekuasaan secara vertikal adalah pembagian

kekuasaan menurut tingkatnya, antara beberapa tingkat pemerintahan.

pemisahan kekuasaan” dalam bahasa Indonesia merupakan terjemahan istilah

pemisahan kekuasaan berdasarkan teori trias politica atau tiga fungsi kekuasaan, yang dalam

pandangan Montesquieu, harus dibedakan secara struktural dalam organ-organ yang tidak

saling mencampuri urusan masing-masing.

B. SARAN

Penulis dalam hal ini menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini banyak sekali

kesalahan, maka dari itu saya minta kritik dari dosen pembimbing mata kuliah ILMU

NEGARA dan pembaca.

12
DAFTAR PUSTAKA

https://nantzuprogresif.wordpress.com/2016/12/04/pembagian-kekuasaan-negara/

https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5774275/konsep-pembagian-kekuasaan-menurut-

montesquieu

https://123dok.com/article/teori-pembagian-kekuasaan-negara-dan-

kekuasaan.y8go1ver#:~:text=Pembagian%20kekuasaan%20berarti%20bahwa%20orang

%20%E2%80%93%20orang%20dan,yang%20sama%20itu%2C%20mempunyai

%20kekuasaan%20%E2%80%93%20kekuaasaan%20tertentu.

https://gunawantauda.wordpress.com/2010/03/14/pembatasan-kekuasaan/

http://webhukum.com/pembatasan-kekuasaan-negara-pembagian-dan-pemisahan-kekuasaan/

#:~:text=Seperti%20diuraikan%20di%20atas%2C%20persoalan%20pembatasan

%20kekuasaan%20%28limitation,kekuasaan%20%28division%20of%20power%20atau

%20distribution%20of%20power%29.

13

Anda mungkin juga menyukai