Anda di halaman 1dari 22

BENTUK NEGARA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Pemerintahan Daerah


Dosen Pengampu : Muwaffiq Jufri, S.H., M.H.

Kelompok 1 :
Siti Maimunah 210111100177
Muhammad Zhafran Shobirin 210111100179
Wafiq Mahsun 210111100184
Melysa Eka Febriyanti 210111100215
Nelly Magdalina Sarumaha 210111100217

FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah yang berjudul “BENTUK NEGARA” ini dapat tersusun sampai selesai.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih
terdapat beberapa kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca untuk penyempurnaan makalah ini.

Bangkalan, 1 Mei 2023

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………….……..i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………ii
BAB I……………………………………………………………………………………1
1.1 Latar belakang……………………………………………………………...1
1.2 Rumusan masalah…………………………………………………………..2
1.3 Tujuan……………………………………………………………………….2
BAB II………………………………………………………………………………...…4
2.1 Negara kesatuan……………………………………………………………4
2.2 Negara Serikat (federal)……………………………………………………4
2.3 Hubungan Desentralisasi dalam konsep bentuk Negara Federasi……...9
2.4 Perbedaan konsep jika dikomparasikan dari dua bentuk negara antara
negara kesatuan dengan negara federasi……………………………………10
2.5 Perbedaan Bentuk Negara kesatuan dengan Negara Federal …………12
BAB III………………………………………………………………………...………17
3.1 Kesimpulan……………………………………………………..…………17
3.2 Saran…………………………………………………………….…………17
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….……………19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Negara merupakan suatu organisasi, institusi atau badan tertinggi yang dibentuk
oleh kumpulan – kumpulan orang yang hidup dalam wilayah tertentu dengan tujuan
yang sama yang terikat dan taat terhadap perundang-undangan yang memiliki
pemerintahan sendiri serta memiliki kewenangan untuk mengatur perihal yang
berhubungan dengan kepentingan rakyat dan memiliki kewajiban untuk
mensejahterakan, melindungi, dan mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana
tertuang dalam Undang – Undang Dasar 1945.1
Diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Negara Indonesia ialah
negara kesatuan, yang berbentuk republik.” Hal tersebut dideklarasikan oleh para
pendiri saat kemerdekaan dengan mengklaim bahwa seluruh wilayahnya sebagai
bagian dari suatu negara. Bentuk negara merupakan hal yang sangat penting dalam
sebuah negara. Hal tersebut didasari bahwasanya dalam kehidupan ketatanegaraan
memerlukan adanya suatu hubungan yang jelas antara pemerintahan pusat dan
pemerintahan daerah. Selain itu, hal yang menentukan strategi dalam mewujudkan
tujuan dari sebuah negara adalah dari adanya bentuk negara tersebut. Bentuk negara
dalam sebuah negara dapat dilihat dalam hukum dasar dan peraturan – peraturan
yang berkaitan dengan hubungan dan kewenangan pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah.
Menurut Konstitusi, negara Indonesia menganut bentuk negara kesatuan.
Dengan demikian bentuk negara kesatuan Indonesia akan melahirkan strategi dalam
pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah guna mewujudkan tujuan dari negara
sebagaimana diatur dalam Alinea ke IV Undang – Undang Dasar 1945 yaitu
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia; memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta dalam
melaksanakan ketertiban dunia.2

1
Pheni Chalid, Otonomi Daerah..., h.17
2
Ni’matul Huda, Hukum Pemerintahan..., h. 43

1
Adapun keterkaitan antara pemerintah pusat dengan pemerintahan daerah
sebagai perwujudan bentuk Negara Republik Indonesia ditegaskan pada Pasal 18
Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia ayat (1). Kemudian ditegaskan
lagi dalam Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan
peraturan pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan
pemerintahan antara pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan
daerah kabupaten/ kota yang menjelaskan secara terinci tentang kekuasaan/ urusan
pemerintah pusat.
Sedangkan unsur bentuk negara federal lainnya ditunjukkan dengan adanya
pemilihan kepala daerah secara langsung, sebagaimana yang diatur dalam Undang –
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah jo Undang – Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang – Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 6
Tahun 2005 tentang pemilihan, pengangkatan, dan pemberhentian Kepala Daerah.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari bentuk negara kesatuan dan negara federasi serta apa saja
prinsip – prinsip dasar pembentukan negara federasi dan implementasinya di
berbagai negara?
2. Apa kaitannya desentralisasi dengan bentuk negara kesatuan dan negara
federasi?
3. Bagaimana perbedaan konsep jika dikomparasikan dari dua bnetuk negara
antara negara kesatuan dengan negara federasi?
4. Bagaimana cita negara kesatuan Indonesia itu sendiri?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian bentuk negara kesatuan dan negara federasi secara
umum serta memahami bagaimana prinsip – prinsip yang dianut dalam dasar
pembentukan negara federasi dan implementasinya di berbagai negara.
2. Memahami adanya hubungan desentralisasi dalam konsep bentuk negara
federasi..

2
3. Memahami bagaimana perbedaan konsep dari bentuk negara kesatuan dengan
negara federasi.
4. Memahami seperti apa cita negara kesatuan Indonesia

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Negara Kesatuan


Negara kesatuan adalah bentuk suatu negara yang merdeka dan berdaulat,
dengan satu pemerintahan pusat yang berkuasa dan mengatur seluruh daerah. Namun
dalam pelaksanaannya, negara kesatuan ini terbagi kedalam 2 macam sistem
pemerintahan yaitu: Sentral dan Otonomi.
a. Negara kesatuan dengan sisitem sentralisasi adalah pemerintahan yang
langsung dipimpin oleh pemerintahan pusat, sementara pemerintahan daerah di
bawahnya melaksanakan kebijakan pemerintahan pusat. Model pemerintahan Orde Baru
di bawah pemerintahan presiden Soeharto adalah salah satu contoh sistem pemerintahan
model ini.
b. Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi adalah kepala daerah diberikan
kesempatan dan kewenangan untuk memgurus urusan pemerintahan diwilayah sendiri.
Sisitem ini dikenal dengan istilah otonomi daerah atau swatantra. Sistem pemerintahan
negara Malaysia dan pemerintahan paske Orde Baru di Indonesia dengan sistem
otonomi khusus dapat dimasukan kedalam model ini.3

2.2 Negara Serikat (federal)


Negara serikat atau Federasi merupakan bentuk negara gabungan yang terdiri
dari beberapa negara bagian dari sebuah negara serikat. Pada mulanya negara-negara
bagian tersebut merupakan negara yang merdeka, berdaulat dan berdiri sendiri. Setelah
memnggabungkan dengan negara serikat, dengan sendirinya negara tersebut
melepaskan sebagian dari kekuasaannya dan menyerahkannya kepada Negara Serikat.
Penyerahan kekuasaan dari negara-negara bagian kepada nagara serikat tersebut dikenal
dengan istilah limitatif (satu demui satu) dimana hanya kekuasaan yang diberikan oleh
negara-negara bagian saja (delagated powers) yang menjadi kekuasaan Negara Serikat.

3
M.R. Khairul Muluk, Desentralisasi dan Pemerintah Daerah, (Malang: Bayumedia Publishing, Cet 2,
2007), h. 10

4
Namun pada perkembangan selanjutnya, negara serikat mengatur hal yang bersifat
strategis seperti kebijakan politik luar negeri, keamanan dan pertahanan negara.4
 
Ada kalanya dalam pembagian kekuasaan antara pemerintahan federasi dan
peerintahan negara-negara bagian yang disebut adalah urusan-urusan yang
diselenggarakan oleh pemerintah negara-negara bagian, yang berarti bahwa bidang
kegiatan federal adalah urusan-urusan kenegaraan selebihnya (reseduary powers).
Disamping 2 bentuk diatas, dari sisi pelaksana dan mekanisme pemilihannya, bentuk
Negara dapat digolongkan ketiga kelompok yaitu: Monarki, Oligarki, dan Demokrasi.

A.    Monarki
Pemerintahan monarki adalah model pemerintahan yang dikepalai oleh raja atau
ratu. Dalam prakteknya, monarki ada dua jenis yaitu: Monarki absolut dan monarki
konstutional.
a)      Monarki absolut adalah model pemerintahan dengan kekuasaan tertinggi di tangan
satu orang raja atu ratu. Termasuk dalam kategori ini adalah negara Arab saudi, Brunae,
Swazilan, bhutan, dll.
b)      Monarki konstitusional adalah bentuk pemerintahan yang kekuasaan kepala
negaranya (perdana mentri) dibatasi oleh ketentuan-ketentuan kostitusi nagara. Praktek
monarki konstitusional ini adalah yang paling banyak dipraktekan di beberapa negara,
seperti Thailand, Jepang, Inggris, jordania dan lan-lain.
c)      Monarki parlamenter adalah bentuk pemerintahan yang bertanggung jawab atas
kebijaksanaan pemerintahannya adalah mentri, Termasuk dalam kategori ini adalah
negara Inggris, Belanda, dan Malaysia.
Dengan demikian pengertian negara yang berbentuk monarki adalah negara dimana cara
penunjukan kepala negaranya berdasarkan keturunan dari raja yang sebelumya.

B.     Oligarki
Model pemerintahan oligarki adalah pemerintahan yang dijalankan oleh
beberapa orang berkuasa dari golongan atau kelompok tertentu.

4
Ismaya dwi Agustina. Bentuk negara federasi dan negara kesatuan hlm.2

5
C.     Demokrasi
Pemerintahan model demokrasi adalah pemerintahan yang bersandarkan pada
kedaulatan rakyat atau bendasarkan kekuasaannya pada pilihan atau kehendak rakyat
malalui mekanisme pemulihan Umum (pemilu) yang berlangsung secara jujur, bebas,
aan, dan adil. Dalam perkembangan negara modern, demokrasi menjadi pilihan
dibanyak negara sebagai konsep dalam menjalankan tatanan pemerintahan. Demokrasi
dianggap sangat dekat dengan konsep kedaulatan rakyat yang menekankan bahwa
kedaulatan berada di tangan rakyat, sehingga sinergisitas kedua konsep ini adalah
bagaimana membentuk suatu pemerintahan yang didasarkan atas kehendak bersama dan
untuk menjalankan kepentingan dan hak-hak rakyat banyak .
Istilah demokrasi berasal dari dua kata Yunani, yakni demos yang artinya rakyat
dan cratos yang artinya pemerintahan. Sehingga demokrasi adalah pemrintahan dari
rakyat untuk rakyat.Secara harfiah kata demokrasi dapat diartikan sebagai rakyat
memerintah atau kekuasaan yang ada pada rakyat seluruhnya.Artinya demokrasi dapat
dipahami sebagai bentuk pemerintahan atau kekuasaan yang sumber kekuasaan
tertingginya adalah kekuasaan rakyat.

Prinsip federal adalah bahwa kekuasaan dibagi sedemikian rupa sehingga


pemerintah federal dan pemerintah negara bagian dalam bidang-bidang tertentu adalah
bebas satu sama lain. Sedangkan menurut C.F. Strong salah satu ciri negara federal
adalah bahwa sistem tersebut mencoba menyesuaikan dua konsep yang sebenarnya
bertentangan, yaitu kedaulatan negara federal dalam keseluruhannya dan kedaulatan
negara-negara bagian. Untuk membentuk negara federal suatu menurut C.F. Strong
diperlukan dua syarat, yaitu :
1. Adanya perasaan sebangsa di antara kesatuan-kesatuan politik yang hendak
membentuk federasi itu, dan.
2.  Adanya keinginan pada kesatuan-kesatuan politiik yang hendak mengadakan
federasi untuk mengadakan ikatan terbatas, oleh karena itu apabila kesatuan-kesatuan
politik itu menghendaki persatuan sepenuhny, maka bukan federasilah yang akan
dibentuk, melainkan negara kesatuan.

6
Menurut A.B. Lapian, dkk (1996: 192), yang dimaksud dengan negara federal atau
serikat pada hakikatnya adalah suatu negara-negara bagian. Secara terperinci negara
federal memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
 Penyelenggaraan kedaulatan ke luar dari negara-negara bagian diserahkan
sepenuhnya kepada Pemerintah Federal, sedangkan untuk kedaulatan ke dalam
dibatasi.
 Soal-soal yang menyangkut negara dalam keseluruhannya diserahkan kepada
kekuasaan pemerintah federal.
 bentuk ikatan keasatuan-kesatuan politik pada negara federal bersifat terbatas.
 Tiap negara bagian memiliki kepala negara, parlemen, dewan menteri (kabinet)
demi kepentingan negara bagian.
 Tiap negara bagian boleh membuat konstitusi sendiri, tetapi tidak boleh
bertentangan dengan konstitusi negara serikat
 Hubungan antara pemerintah federal (pusat) dengan rakyat diatur melalui
negara bagian, kecuali dalam hal tertentu yang kewenangannya telah diserahkan
secara langsung kepada pemerintah federal.
Dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan UUD NRI
1945, negara kesatuan (unitary state) merupakan salah satu asas pokok dalam
penyusunan struktur organisasi negara maupun struktur pemerintahannya. UUD NRI
1945 dalam Pasal 1 ayat (1) menyatakan "Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan,
yang berbentuk Republik". Kekhususan corak implementasi konsep negara kesatuan di
Negara Republik Indonesia dapat diketahui dari ketentuan Bab IV tentang Pemerintahan
Daerah Pasal 18 dan Pasal 18B UUD NRI 1945.
Secara konseptual negara kesatuan pada umumnya dirumuskan sebagai suatu
bangunan negara yang bersusun tunggal, di mana di dalam negara tidak terdapat bagian-
bagian wilayah yang bestatus negara. Esensi negara kesatuan adalah bahwa pemegang
tampuk kekuasaan tertinggi atas segenap urusan negara adalah Pemerintah Pusat
(central government) tanpa adanya gangguan oleh suatu delegasi atau pelimpahan
kekuasaan kepada Pemerintah Daerah (local government). Urusan-urusan negara dalam
negara kesatuan yang pada asasnya hanya dimiliki Pemerintah Pusat, dalam
pelaksanaannya (untuk urusan tertentu) dapat diserahkan kepada Daerah. Lahirnya
hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah merupakan konsekuensi penerapan asas

7
pembagian kekuasaan negara secara vertikal (territorial) yang berakibat terbaginya
kekuasaan pemerintahan, Penerapan asas pembagian kekuasaan negara mengasumsikan
teori politik negara demokrasi, karena salah satu prinsip negara demokrasi adalah
pembagian (distribution) atau pemisahan kekuasaan (separation of power). Prinsip ini
mengandung konsekuensi timbulnya variasi bentuk negara dan sistem pemerintahan
yang mencerminkan integrasi dan divergensi politik penduduknya. Suatu negara dengan
integrasi penduduk yang relatif tinggi adalah negara kesatuan (unitary state). Masalah
penyelenggaraan pemerintahan daerah merupakan sesuatu yang bergantung pada bentuk
negara. Andi Mustari Pide menyatakan "Bentuk negara menggambarkan atau
menjelaskan pembagian kekuasaan dalam suatu negara secara vertikal yaitu antara
pemerintah yang di pusat dan pemerintah yang di daerah". Pendapat senada
dikemukakan oleh Solly Lubis yang menyatakan: Dari segi ketatanegaraan, masalah
pemerintahan daerah adalah merupakan salah satu aspek struktural dari suatu negara,
dan perihal pemerintahan/pemerintah daerah itu sendiri serta hubungannya dengan
pemerintah pusatnya tergantung kepada bentuk negara kesatuan atau negara serikat.
Sedangkan kemungkinan-kemungkinan negara kesatuan itu masih dapat dibedakan,
apakah ia negara kesatuan dengan sistem desentralisasi atau negara kesatuan dengan
sentralisasi.
Para pakar ketatanegaraan secara umum berkesimpulan bahwa penerapan asas
negara kesatuan dalam konsep orisinalnya akan melahirkan sistem pemerintahan yang
sentralistik dengan menerapkan dua prinsip penyelenggaraan pemerintahan daerah
secara bersma-sama yaitu prinsip dekonsentrasi dan prinsip desentralisasi. Pola ini
tampak dalam sistem UUD NRI 1945 sebagaimana tersebut dalam Pasal Pasal 18 UUD
NRI 1945 yang didalamnya mengandung 3 (tiga) esensi bangunan pemerintahan
Republik Indonesia, yaitu:
A. Susunan pemerintahan negara akan terdiri atas daerah-daerah besar setingkat daerah
provinsi, dan daerah-daerah yang lebih kecil setingkat kabupaten dan/atau setingkat
desa;
B. Ada daerah otonom yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri
(streek dan local rechtsgemeenschappen), dan daerah administratif yang semata- mata
menjadi wakil pemerintah pusat di daerah yang semua akan diatur dengan undang-
undang; dan

8
C. Pemerintahan daerah harus disusun dan diselenggarakan dengan memandang dan
mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak- hak
asal-usul dalam daerah yang bersifat istimewa.
Penerapan prinsip desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat
dikatakan sebagai corak khusus implementasi konsep negara kesatuan, karena dengan
prinsip itu membuka ruang bagi pembentukan daerah yang bersifat khusus atau
istimewa (setingkat provinsi, kabupaten/kota, atau desa), yang sistem pemerintahannya
dilakukan dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan, dan hak-hak
asal-usul dalam daerah yang bersifat istimewa.
Berdasarkan prinsip tersebut maka pola penyelenggaraan pemerintahan daerah
yang diterapkan adalah pola keberagaman dengan memberikan ruang seluas-luasnya
kepada tiap-tiap daerah untuk mengembangkan diri sesuai dengan kondisi khusus yang
menjadi karakter daerah masing-masing. Keleluasaan dan keberagaman itu semakin
terbuka pada daerah-daerah dengan otonomi khusus atau yang bersifat istimewa karena
daerah-daerah itu dijamin secara konstitusional untuk mengembangkan diri.

2.3 Hubungan Desentralisasi dalam konsep bentuk Negara Federasi


Desentralisasi merupakan suatu istilah yang secara etimologis merupakan bahasa
Latin yang terdiri dari kata de berarti lepas, dan centrum berarti pusat, sehingga bila
diartikan, desentralisasi berarti melepaskan diri dari pusat.Maksud pengertian tersebut
bukan berarti daerah dapat berdiri sendiri melepaskan diri dari ikatan negara, tetapi dari
sudut ketatanegaraan, desentralisasi berarti pelimpahan kekuasaan pemerintahan dari
pemerintah pusat kepada daerah-daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri
dengan kata lain, daerah diberikan otonomi untuk menjadi daerah otonom.Kaitan antara
desentralisasi khususnya otonomi dengan dasar kedaulatan rakyat atau kerakyatan telah
pula di tegaskan berdasarkan kedaulatan rakyat mempunyai hak untuk menentukan
nasib tidak hanya ada pada pucuk pemerintahan negeri, melainkan juga pada tiap tempat
(di kota, desa dan daerah). Tiap–tiap golongan persekutuan mempunyai badan
perwakilan sendiri (seperti Gemeenteraad Provinciale Raad, dan lain–lainnya).
Sehingga tiap–tiap bagian atau golongan rakyat mendapat autonomi (membuat dan
menjalankan peraturan sendiri) dan (menjalankan peraturan–peraturan yang dibuat oleh
dewan yang lebih tinggi). Sehingga bukan saja persekutuan yang besar

9
mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri, melainkan rakyat semuanya, juga
tiap–tiap bagian dari negeri atau bagian dari rakyat yang banyak. Keadaan yang seperti
ini penting sekali, karena keperluan setiap tempat dalam suatu negara berbeda-beda”.5

2.4 Perbedaan konsep jika dikomparasikan dari dua bentuk negara antara negara
kesatuan dengan negara federasi
Perbedaan Antara Negara Kesatuan dan Negara Serikat Negara Kesatuan :
a. Hak otonomi dari daerah-daerah dalam negara kesatuan merupakan pemberian dari
pemerintah pusat.
b. Kekuasaan yang belum diatur dengan jelas apakah termasuk kekuasaan pemerintah
pusat, maka kekuasaan itu dianggap merupakan pemerintah pusat.
c. Pemerintahan Pemerintahan daerah (Sentralisasi)/pusat

Negara Serikat (Federasi):


a. Hak-hak negara bagian untuk mengatur urusan dalam negaranya adalah hak asli dari
negara bagian itu.
b. Bila hal ini terdapat (terjadi) dalam negara serikat, maka kekuasaan yang belum jelas
itu dianggap termasuk kekuasaan pemerintah negara bagian.
c. Negara Negara Bagian (Desentralisasi) Serikat
Menurut Prof. Mr. Kranengburg tentang perbedaan atara Negara Kesatuan dan Negara
Serikat merupakan pendapat yang tepat dan umum diterima. Prof. Mr. Kranengburg
mengemukakan dua kriteria menurut hukum positif (positief rechttelijk).

Negara Kesatuan:
a. Organisasi bagian-bagian negara dalam garis-garis besarnya telah ditetapkan oleh
pembentuk Undang-undang Pusat.
b. Wewenang pembentuk Undang-undang Pusat ditetapkan dalam suatu rumusan yang
umum dan wewenang pembentuk Undang-undang rendahan (lokal) tergantung pada
badan pembentuk Undang-undang pusat.

5
M.R. Khairul Muluk, Desentralisasi..., h. 10

10
Negara Serikat (Federasi):
Negara Bagian sesuatu federasi memiliki "pouvour contituant), wewenang
membentuk UUD sediri dan wewenang mengatur organisasi sendin dalam rangka
konstitusi federal. Wewenang pembentuk Undang-undang pusat untuk mengatur hal-hal
tertentu telah diperinci satu persatu dalam konstitusi federal. Karena persengketaan
dengan Belanda telah berakhir dengan menghasilkan suatu kompromi yang
membawakan konsepsi Negara Republik Indonesia Serikat yang berbentuk federasi.
Pada tanggal 27 Desember 1949 sebagai hasil persetujuan Konferensi Meja Bundar
telah terjadi menyerahkan kedaulatan atas Indonesia kepada Republik Indonesia Serikat.
RIS ini adalah negara federal yang terdiri dari Republik Indonesia dan 18 daerah
bagiqan atau kota, yaitu: Pasundan, Indonesia Timur, Jawa Timur, Jawa Tengah,
Madura. Sumatra Timur, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Banjarmasin, Bangka,
Belitung, Riau, Dayak Besar, Kalimantan Tenggara, Kalimantan Timur, Padang, Sabang
dan Kotawaringin, federasi dapat juga terjadi dari satu negara kesatua, karena keadaan
luas daerahnya dserta keinginan untuk lebih mengembangkan swadaya didaerah-daerah.
dipandang perlu untuk dirubah menjadi federasi. Dalam hal demikian maka pemeritah
pusat adalah pangkal tolak dan sumber kekuasaan bagi konstruksi federasi ini.

Contoh :
Di Kanada, "enumerated power" itu diberikan kepada negara-negara bagian
sedang "reserved power" ada pada pemerintah pusat. Pada umumnya kekuasaan yang
diberikan kepada pemerintah federal itu dapat dibagi dalam lima bagian, yaitu: Hal-hal
yang mengenai kedudukan negara sebagai subjek hukum internasional, seperti soal-soal
daerah, dan soal-soal kewarganegaraan, termasuk soal-soal naturalisasi, imigrasi,
emigrasi dan transmigrsi, soal-soal hubungan dan pertukaran perwakilan dengan lain
negara. Hal-hal yang mutlak mengenai keselamatan negara (pertahanan) perang dan
damai. Hal-hal yang mengenai konstitusi dan organisasi pemerintahan federasi dan
mengenai asas pokok hukum serta organisasi peradilan sepanjang yang dipandang perlu
diatur oleh pemerintah pusat.Hal-hal yang mengenai mata uang dan mengenai keuangan
bagi pembiayaan pemerintah federal, termasuk pajak bea dan cukai, bea materai,
monopoli-monopoli negara dan sebagainya. Hal-hal mengenai kepentingan bersama

11
antara negara-nagara bagian, seperti soal-soal pos dan komunikasi, darat, laut dan udara,
industri, perdagangan dan lain sebagainya.

2.5 Perbedaan Bentuk Negara kesatuan dengan Negara Federal


Dalam model Negara Kesatuan, asumsi dasarnya berbeda secara diametric dari
Negara Federal. Formasi Negara Kesatuan dideklarasikan saat kemerdekaan oleh para
pendiri negara dengan mengklaim seluruh wilayahnya sebagai bagian dari satu negara.
Tidak ada kesepakatan para penguasa daerah, apalagi negaranegara, karena diasumsikan
bahwa semua wilayah yang termasuk di wilayahnya bukanlah bagian-bagian wilayah
yang bersifat independen. Dengan dasar itu, maka negara membentuk daerah-daerah
atau wilayah - wilayah yang kemudian diberi kekuasaan atau kewenangan oleh
Pemerintah Pusat untuk mengurusi berbagai kepentingan masyarakatnya.5 Di Indonesia
sendiri daerah-daerah tersebut dinamakan provinsi. Provinsi-provinsi ini kemudian
diberi otonomi, diberi kedaulatan untuk mengurus rumah tangganya sendiri untuk hal-
hal yang sudah ditentukan oleh pemerintah pusat. Kedaulatan atau yang namanya
otonomi di provinsi ini hanyalah otonomi yang ditentukan.6
Sedangkan Negara Federal, Dilihat dari asal-usulnya, kata “federasi” berasal
dari bahasa latin, feodus yang artinya Liga. Liga Negara - negara kota yang otonom
pada zaman Yunani kuno dapat dipandang sebagai Negara Federal yang mula-mula.
Bentuk modern pemerintahan federal berasal dari pengalaman konstitusional Amerika
Serikat. Dapat dikatakan bahwa pemerintahan federal merupakan salah satu sumbangan
sejarah ketatanegaraan Amerika Serikat terhadap dunia modern. Model Negara Federal
berangkat dari suatu asumsi dasar bahwa ia dibentuk oleh sejumlah negara atau wilayah
yang independen, yang sejak awal memiliki kedaulatan atau semacam kedaulatan pada
dirinya masingmasing. Negara-negara atau wilayah-wilayah itu yang kemudian
bersepakat membentuk sebuah federal. Negara dan wilayah pendiri federasi itu
kemudian berganti status menjadi negara bagian atau wilayah administrasi dengan nama
tertentudalamlingkunganfederal.

6
Tim Lapera, Otonomi Pemberian Negara,Kajian Kritis Atas Kebijakan Otonomi Daerah, (Jakarta :
Lapera Pustaka Utama, 2001), h. 154-155

12
Jadi melihat dari pembentukan Negara Federal tersebut kita dapat mengambil
suatu pendefinisian bahwa Negara Federal adalah negara yang tersusun dari beberapa
negara yang semula berdiri sendiri kemudian negara-negara mengadakan ikatan
kerjasama yang efektif, tetapi disamping itu, negara-negara tersebut masih ingin
mempunyai wewenangwewenang yang dapat diurus sendiri. Jadi, disini tidaklah semua
urusan diserahkan kepada pemerintah gabungannya atau pemerintah federal, tetapi
masih ada beberapa urusan tertentu yang tetap diurus sendiri. Biasanya urusan-urusan
yang diserahkan oleh pemerintah negara-negara bagian kepada pemerintahan federal
adalah urusan-urusan yang menyangkut kepentingan semua negara-negara bagian
tersebut misalnya urusan moneter, pertahanan, peradilan dan hubungan luar negeri.
Sistem pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 18B
mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus
dan istimewa yang diatur dengan undang- undang. Orang asli Papua adalah salah satu
rumpun ras Melanesia yang merupakan bagian dari suku-suku bangsa di Indonesia yang
memiliki keragaman budaya, sejarah, adat istiadat dan bahasa sendiri. Orang asli Papua
sebagai insan ciptaan Tuhan sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai-nilai
agama, demokrasi, hukum, dan nilai-nilai budaya yang hidup dalam masyarakat hukum
adat serta memiliki hak untuk menikmati hasil pembangunan secara wajar. Pelanggaran
HAM, pengabaian hak-hak dasar penduduk asli Papua dan adanya perbedaan pendapat
mengenai sejarah penyatuan Papua kedalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
adalah masalah-masalah yang perlu diselesaikan. Upaya penyelesaian masalah tersebut
selama ini dinilai kurang menyentuh akar masalah dan aspirasi masyarakat Papua,
sehingga memicu berbagai bentuk kekecewaan dan ketidakpuasan.7
Momentum reformasi di Indonesia memberi peluang bagi timbulnya pemikiran
dan kesadaran baru untuk menyelesaikan permasalahan besar bangsa Indonesia dalam
menata kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik. Sehubungan dengan itu,
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia menetapkan perlunya pemberian
status otonomi khusus kepada Propinsi Irian Jaya sebagaimana diamanatkan dalam

7
Lihat lebih lanjut lihat ketentuan Pasal 18 UUD RI Tahun 1945

13
Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara
Tahun 1999-2004 Bab IV huruf g angka 2. Selanjutnya dalam Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indinesia Nomor IV/MPR/2000 tentang
Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah Bagian III tentang
Rekomendasi menentukan undang-undang otonomi khusus bagi Daerah Istimewa Aceh
dan Irian Jaya sesuai amanat Ketetapan Majelis Permusyawatan Rakyat Nomor
IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004, agar
dikeluarkan selambat- lambatnya 1 Mei 2001 dengan memperhatikan aspirasi
masyarakat daerah yang bersangkutan.
Secara nasional merupakan suatu langkah awal yang penting dan mendasar bagi
peralihan praktek penyelenggaraan pemerintahan yang sentralistik kepada sistem
desentaralisasi. Kedua ketetapan tersebut lahir karena penyelenggaraan pemerintahan
yang tidak sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 serta kedua
ketetapan tersebut turut mengilhami lahirnya Pasal 18B Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia Tahun 1945 (perubahan kedua). juga merupakan langkah awal yang
positif dalam rangka membangun kepercayaan masyarakat kepada Pemerintah,
sekaligus merupakan langkah strategis untuk meletakkan kerangka dasar yang kukuh
bagi berbagai upaya yang perlu dilakukan demi tuntasnya penyelesaian masalah di
Provinsi Papua. Otonomi khusus bagi Provinsi Papua pada dasarnya adalah pemberian
kewenangan yang lebih luas bagi Provinsi dan rakyat Papua untuk mengatur dan
mengurus diri sendiri di dalam kerangka Negara Kesatuan Republik. Kewenangan ini
berarti pula pula kewenangan untuk memberdayakan potensi sosial budaya dan
perekonomian masyarakat Papua, termasuk memberikan peran yang memadai bagi
orang-orang asli Papua melalui wakil adat, agama dan kaum perempuan. Peran yang
dilakukan adalah ikut serta merumuskan kebijakan daerah, menentukan strategi
pembangunan dengan tetap menghargai kesetaraan dan keragaman kehidupan
masyarakat Papua, melestarikan budaya serta lingkungan alam Papua, yang tercermin
melalui perubahan nama Irian Jaya menjadi Papua, lambang daerah dalam bentuk
bendera daerah dan lagu daerah sebagai bentuk aktualisasi jati diri rakyat Papua dan
pengakuan terhadap eksistensi hak ulayat, adat dan hukum adat.8

8
M. Solly Lubis, Pergeseran Garis Politik dan Perundang-undangan Mengenai Pemerintah Daerah,
Alumni, Bandung, 1983, h. 8

14
Hal-hal mendasar yang menjadi isi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus Bagi Papua adalah :
Pertama, pengaturan kewenangan antara Pemerintah dengan Pemerintah Provinsi
Papua serta penerapan kewenangan tersebut di Provinsi Papua yang dilakukan dengan
kekhususan;
Kedua, pengakuan dan penghormatan hak-hak dasar orang asli Papua serta
pemberdayaannya secara strategis dan mendasar; dan
Ketiga, mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik yang berciri :
a. partisipasi rakyat sebesar-besarnya dalam perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pelaksanaan pembangunan
melalui keikutsertaan para wakil adat, agama, dan kaum perempuan;
b. pelaksanaan pembangunan yang diarahkan sebesar-besarnya untuk memenuhi
kebutuhan dasar penduduk asli Papua pada khususnya dan penduduk Provinsi Papua
pada umumnya dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip pelestarian
lingkungan, pembangunan berkelanjutan, berkeadilan dan bermanfaat langsung bagi
masyarakat, dan
c. penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan yang transparan
dan bertanggungjawab kepada masyarakat.
Keempat, pembagian wewenang, tugas, dan tanggungjawab yang tegas dan jelas antara
Badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, serta Majelis Rakyat Papua sebagai
representasi kultural penduduk asli Papua yang diberikan kewenangan tertentu.
Pemberian Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua dimaksudkan untuk mewujudkan
keadilan, penegakan supermasi hukum, penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia
(HAM), percepatan pembangunan ekonomi, peningkatan kesejahteraan dan kemajuan
masyarakat Papua, dalam rangka kesetaraan dan keseimbangan dengan kemajuan
provinsi lain. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi
Papua menempatkan orang asli Papua dan penduduk Papua pada umumnya sebagai
subyek utama. Keberadaan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten/Kota, serta perangkat di bawahnya, semua diarahkan untuk memberikan
pelayanan terbaik dan pemberdayaan rakyat. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001
tentang Otonomi Khusus Bagi Papua juga mengandung semangat penyelesaian masalah
dan rekonsiliasi, antara lain dengan pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.

15
Pembentukan komisi ini dimaksudkan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan
yang terjadi di masa lalu. Penjabaran dan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Papua di Provinsi dan Kabupaten/Kota
dilakukan secara proporsional sesuai dengan jiwa dan semangat berbangsa dan
bernegara yang hidup dalam nilai-nilai luhur masyarakat Papua, yang diatur dalam
Peraturan Daerah Khusus dan Peraturan Daerah Provinsi. Peraturan Daerah Khusus
dan/atau Peraturan Daerah Provinsi adalah Peraturan Daerah Provinsi Papua yang tidak
mengesampingkan peraturan perundang-undangan lain yang ada sepanjang tidak diatur
dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Papua.9

Bentuk Negara Desentralisasi Otonomi Daerah


Kesatuan Division / sharing of power - Otonomi luas
(pembagian - Otonomi terbatas
kekuasaan/kewenangan) - Otonomi khusus
Federal Separation of power Otonomi penuh
(pemisahan kekuasaan)

9
Syaukani, Afan gaffar dan M.Ryaas Rasyid, Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan, (Yogyakarta:
Pustaka dan PUSKAP, 2002), h. 3

16
BAB I II
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Negara kesatuan adalah bentuk suatu negara yang merdeka dan berdaulat,
dengan satu pemerintahan pusat yang berkuasa dan mengatur seluruh daerah. Namun
dalam pelaksanaannya, negara kesatuan ini terbagi kedalam 2 macam sistem
pemerintahan yaitu: Sentral dan Otonomi. Dalam sentralisasi, artinya semua aspek
diatur langsung oleh pemerintah pusat tanpa adanya campur tangan dari pemerintah
daerah. Pemerintah daerah hanya berhak untuk menjalankan peraturan pemerintah pusat
dan tidak berhak untuk mengatur rumah tangganya sendiri atau membuat peraturan
sendiri. Sementara itu desentralisasi bisa diartikan sebaliknya. daerah diberi wewenang
untuk mengatur dan mengembangkan rumah tangganya secara mandiri, namun
pemerintah pusat tetap berperan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Negara serikat
atau Federasi merupakan bentuk negara gabungan yang terdiri dari beberapa negara
bagian dari sebuah negara serikat. Pada mulanya negara-negara bagian tersebut
merupakan negara yang merdeka, berdaulat dan berdiri sendiri. Setelah
memnggabungkan dengan negara serikat, dengan sendirinya negara tersebut
melepaskan sebagian dari kekuasaannya dan menyerahkannya kepada Negara Serika
dan di dalam sisi pelaksana dan mekanisme pemilihannya, bentuk Negara dapat
digolongkan ketiga kelompok yaitu: Monarki, Oligarki, dan Demokrasi.

Perbedaan Antara Negara Kesatuan dan Negara Serikat Negara Kesatuan :


A.Hak otonomi dari daerah-daerah dalam negara kesatuan merupakan pemberian
dari pemerintah pusat.
B. Kekuasaan yang belum diatur dengan jelas apakah termasuk kekuasaan
pemerintah pusat, maka kekuasaan itu dianggap merupakan pemerintah pusat.
C. Pemerintahan Pemerintahan daerah (Sentralisasi)/pusat

3.2 Saran
Sebagai warga negara Indonesia kita harus dapat mensejahterakan melindungi,
dan mencerdaskan bangsa Indonesia. Negara Indonesia ini ialah negara kesatuan di

17
dalam kehidupan negara ini memerlukan adanya hubungan antar pemerintah pusat dan
daerah karena hal itu dapat mewujudkan tujuan dari negara, dalam kehidupan
ketenagakerjaan sangat perlu adanya hubungan yang jelas Antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Untuk mewujudkan tujuan dari negara tersebut harus ada yang
namanya bentuk negara. Bentuk negara itu sendiri dapat dilihat dalam hukum darar
peraturan yang tentunya berkaitan dengan hubungan kewenangan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah

18
DAFTAR PUSTAKA

Chalid, Pheni. Otonomi Daerah : Masalah, Pemberdayaan dan Konflik Jakarta :


Kemitraan, 2005
Huda, Ni’matul. Hukum Pemerintahan Daerah. Bandung: Nusamedia, 2010
Ismaya dwi Agustina. Bentuk negara federasi dan negara kesatuan. E-journal. 2012
Lubis, M. Solly. Pergeseran Garis Politik dan Perundang-undangan Mengenai
Pemerintah Daerah. Alumni, Bandung, 1983
Muluk, M.R. Khairul Desentralisasi dan Pemerintah Daerah. Malang: Bayumedia
Publishing, Cet 2, 2007
Syaukani, Afan Gaffar, dan M.Ryaas Rasyid Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan,
Yogyakarta: Pustaka dan PUSKAP, 2002
Tim Lapera, Otonomi Pemberian Negara,Kajian Kritis Atas Kebijakan Otonomi Daerah.
Jakarta: : Lapera Pustaka Utama, 2001

19

Anda mungkin juga menyukai