Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH PEMBAGIAN KONSEP KEKUASAAN DI

INDONESIA

Disusun oleh :
- Ivan jones
- Febran rizkita grafisanda
- Aurel pricilla moling
- Agnes ophelia dayanti
- Rosanno hanif prasetyo

SMA NEGERI 46 JAKARTA


Jl. Masjid Darussalam kav. 23-25 ,Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jakarta
Selatan, DKI Jakarta,Indonesia
Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN

Kata Pengantar

1.1 Latar Belakang …………………………………………........


1.2 Permasalahan …………………………………………........
1.3 Tujuan …………………………………………........
1.2 Manfaat …………………………………………........
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep Trias Politica ........................


2.2 Pembagian kekuasaan Murni atau Campuran ........................

BAB III KESIMPULAN ..…………………………………………...............

DAFTAR PUSTAKA … …………………………………………............


KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
rahmat dan karunia-Nya yang diberikan sehingga hingga dapat
membuat makalah hingga menyelesaikannya di mata kuliah Hukum Kelembagaan
Negara. Sholawat dan salam dihaturkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta
keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga hari kiamat, semoga kita menjadi
umatnya yang kelak mendapatkan syafaat di hari kiamat. Makalah yang
berjudul tentang “Pembagiaan Kekuasaan di Indonesia” disusun untuk memenuhi
salah satu tugasnya dari mata kuliah Hukum Kelembagaan Negara.
Semoga makalah ini dapat memberikan sumbangan pemikiran yang
bermanfaat bagi kalangan siswa/siswi dan guru sekalian dalam pengembangan
ilmu pengetahuan tentang Hukum Kelembagaan Negara. Sehingga bentuk karya
ilmiah akan semakin berkembang dalam lingkup SMA NEGERI 46 Jakarta.
Aamiin.

Jakarta, 30 juli 2016


1.1 Latar Belakang

Masyarakat Indonesia telah terlalu lama terkungkung dalam suatu


pemerintahan yang sangat sentralistik dan banyak diwarnai dengan
banyaknya korupsi dan kolusi yang terjadi pada pemerintahan. Pada masa
orde baru yang lalu. Hal tersebut membuat hilangnya kepercayaan dari masyarakat
terhadap pemerintahan. Masyarakat menuntut adanya suatu perubahan di dalam
tubuh pemerintahan yang ada. Pemerintahan yang sentralistik tersebut membuat
banyak daerah yang merasa tidak diperhatikan oleh pusat. Hal tersebut
menimbulkan adanya suatu hubungan yang kurang baik antara Jakarta dengan
daerah, di mana semua sumber daya yang ada di daerah dieksploitasi oleh
pemerintahan pusat dan hasilnya juga dinikmati oleh para yang ada di pusat
sedangkan daerah tidak mendapat apa-apa. Hal tersebut membuat masyarakat
menuntut adanya perubahan dalam pemerintahan.

Maka dari itu perubahan yang di inginkan oleh rakyat di amandemen


sampai empat kali dalam perubahan konstitusi agar dapat memberikan peluang
pemisahan kekuasaan agar tak sewenang-wenang. Tak heran apabila hal yang
pertama kali di amandemen adalah masa jabatan dari kekuasaan. Hingga dapat di
jelaskan dalam konstitusi agar dapat memberikan perubahan yang di inginkan
rakyat dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.
Sistem ketatanegaraan Republik Indonesia menurut UUD 1945, tidak
menganut suatu sistem negara manapun, tetapi adalah suatu sistem khas menurut
kepribadian bangsa indonesia, namun sistem ketatanegaraan Republik indonesia
tidak terlepas dari ajaran Trias Politica Montesquieu. Ajaran trias politica tersebut
adalah ajaran tentang pemisahan kekuasaan negara menjadi tiga yaitu Legislatif,
Eksekutif, dan Judikatif yang kemudian masing-masing kekuasaan tersebut dalam
pelaksanaannya diserahkan kepada satu badan mandiri, artinya masing-masing
badan itu satu sama lain tidak dapat saling mempengaruhi dan tidak dapat saling
meminta pertanggung jawaban.
Apabila ajaran trias politika diartikan suatu ajaran pemisahan kekuasaan
maka jelas Undang-undang Dasar 1945 menganut ajaran tersbut, oleh karena
memang dalam UUD 1945 kekuasaan negara dipisah-pisahkan, dan masing-
masing kekuasaan negara tersebut pelaksanaannya diserahkan kepada suatu alat
perlengkapan negara.

1.2 PERMASALAHAN
APAKAH PEMBAGIAN KEKUASAAN DI INDONESIA SUDAH DI
TERAPKAN DI INDONESIA ?
1.3 TUJUAN
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sabagai berikut:
Ø Agar Para Pembaca Dapat Memahami Pembagian Kekuasaan Negara
Ø Agar Dapat Memahami Konsep Trias Politica
Ø Mengetahui Pembagian Kekuasaan Murni atau Campuran
Ø Memahami Asal Mula Trias Politica
Ø Menambah Wawasan Pembaca Tentang Pembagian Kekuasaan
Ø Agar Dapat Menambah Bahan Bacaan Para Pembaca

1.4 MANFAAT
Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah untuk memberikan
pengetahuan kepada pembaca tentang Pembagian Kekuasaan di Indonesia
khususnya mengenai dalam Hukum Kelembagaan Negara, Sehingga dapat
digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

2.1 Konsep Trias Politika


Doktrin ini pertama kali dikenalkan oleh John Locke (1632-1704) dan
Montesquie (1689-1755) yang ditafsirkan
menjadi “pemisahan kekuasaan”. Pemikiran John Locke mengenai Trias
Politica ada di dalam Magnum Opus (karya besar) yang ia tulis dan berjudul Two
Treatises of Government yang terbit tahun 1690. Dalam karyanya tersebut, Locke
menyebut bahwa fitrah dasar manusia adalah “bekerja (mengubah alam dengan
keringat sendiri)” dan “memiliki milik (property)”.
Namun dua pemikir ini (Locke dan Montesquieu) punya sejumlah perbedaan
dalam memandang fungsi negara. Locke merinci fungsi negara yang kuasanya
dipisah menjadi legislatif, eksekutif, dan federatif. Locke kurang penekanannya
pada lembaga yudikatif. Sementara, Montesquieu membagi fungsi negara ke dalam
tiga kewenangan yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Bagi Locke, negara hadir
sebagai pelindung property. Property yang dimaksud ini bukanlah milik civil
society yang ada dalam teori demokrasi mutakhir, melainkan property kaum
bangsawan (kaum yang dibela Locke). Glorious revolution yang muncul di Inggris
era Locke, bukanlah seperti Revolusi Perancis: Revolusi tersebut di mana raja
berbagi kuasa dengan bangsawan seputar pembuatan hukum (legislasi). Di sisi
lain, Montesquieu memandang negara berfungsi menjamin kelangsungan hidup
civil society. Locke bertitik berat lakukan penekanan pada aspek legislasi,
sementara Montesquieu pada yudikasi. Pemerintahan negara yang cocok bagi
locke adalah aristokrasi, sementara bagi Montesquieu adalah Republik. Dari
pandangan ini jelas perbedaan keduanya, bukan?
Trias Politika merupakan konsep pemerintahan yang kini banyak dianut di
berbagai negara di aneka belahan dunia. Konsep dasarnya adalah, kekuasaan di
suatu negara tidak boleh dilimpahkan pada satu struktur kekuasaan politik
melainkan harus terpisah di lembaga-lembaga negara yang berbeda.
Trias Politika yang kini banyak diterapkan adalah, pemisahan kekuasaan
kepada 3 lembaga berbeda: Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif. Legislatif adalah
lembaga untuk membuat undang-undang; Eksekutif adalah lembaga yang
melaksanakan undang-undang; dan Yudikatif adalah lembaga yang mengawasi
jalannya pemerintahan dan negara secara keseluruhan, menginterpretasikan
undang-undang jika ada sengketa, serta menjatuhkan sanksi bagi lembaga ataupun
perseorangan manapun yang melanggar undang-undang.
Dengan terpisahnya 3 kewenangan di 3 lembaga yang berbeda tersebut,
diharapkan jalannya pemerintahan negara tidak timpang, terhindar dari korupsi
pemerintahan oleh satu lembaga, dan akan memunculkan mekanisme check and
balances (saling koreksi, saling mengimbangi). Kendatipun demikian, jalannya
Trias Politika di tiap negara tidak selamanya serupa, mulus atau tanpa halangan.

2.2 Pembagian kekuasaan Murni atau Campuran


Pemisahan kekuasaan juga disebut dengan istilah trias politica adalah
sebuah ide bahwa sebuah pemerintahan berdaulat harus dipisahkan antara dua atau
lebih kesatuan kuat yang bebas, mencegah satu orang atau kelompok mendapatkan
kuasa yang terlalu banyak.
Pemisahan kekuasaan merupakan suatu cara pembagian dalam tubuh
pemerintahan agar tidak ada penyalahgunaan kekuasaan, antara legislatif, eksekutif
dan yudikatif. Pemisahan kekuasaan juga merupakan suatu prinsip normatif bahwa
kekuasaan-kekuasaan itu sebaiknya tidak diserahkan kepada orang yang sama,
untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa.
Pada dasarnya Negara yang konsekuen melaksanakan teori Montesquieu ini
adalah Amerika Serikat, tetapi inipun tidak murni, karena antara ketiga badan
kenegaraan yang masing-masing mempunyai pekerjaan sendiri-sendiri itu, dalam
menyelesaikan sesuatu pekerjaan tertentu diawasi oleh badan kenegaraan lainnya.
Sistem ini dikenal dengan sebagai sistem ”check and balance” atau ”sistem
pengawasan”.
Menurut Bachsan Mustafa, tujuan dari sistem check and balances ini adalah
;
(i) Untuk menghindarkan kemungkinan adanya salah satu dari ketiga badan
kenegaraan itu akan bertindak melampaui batas kekuasaannya sehingga merupakan
tindakan yang sewenang-wenang;
(ii) Agar ketiga fungsi tersebut menjadi seimbang dalam tiap-tiap keadaan tertentu,
sehingga perlu diadakan pengawasan tertentu pula. Jadi sistem check and balances
itu bersifat kasuistis.
Pada dasarnya Montesquieu tidak mengusulkan bentuk pemisahan yang
bersifat kaku dan mutlak, dan ia menguraikan sejumlah contoh dimana kekuasaan
eksekutif, legislatif dan yudikatif saling bertumpang tindih. Pada hakikatnya
kekuasaan raja untuk memveto adalah termasuk dalam cabang legislatif, dan hak
parlemen untuk menyelidiki bagaimana hukum dilaksanakan dan hak untuk
meminta pertanggungjawaban para menteri raja menyebabkan tumpang tindih
dengan kekuasaan eksekutif. Lebih jauh lagi, Majelis Tinggi para bangsawan
berfungsi sebagai sebuah sidang pengadilan dalam dengar pendapat
pertanggungjawaban itu, mengadili salah satu anggota mereka sendiri yang dituduh
atas kejahatan tertentu, atau memperlunak suatu hukuman yang dijatuhkan oleh
pengadilan rendah.
Di Indonesia
Untuk menilai apakah UUD 1945 menganut pemisahan kekuasaan atau
pembagian kekuasaan, kita dapat menggunakan kriteria yang dibuat oleh Ivor
Jenning. Jennings dalam bukunya ”The Law and the Constitution” membuat suatu
kriteria untuk menilai apakah suatu UUD menganut teori pemisahan atau
pembagian kekuasaan. Jenning mengatakan bahwa pemisahan kekuasaan
(separation of powers) dapat dilihat dari sudut materil dan formil. Pemisahan
kekuasaan dalam arti materil berarti bahwa pembagian kekuasaan itu
dipertahankan dengan tegas dalam tugas-tugas kenegaraan yang secara
karakteristik memperlihatkan adanya pemisahan kekuasaan itu dalam tiga bagian
yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif. Sebaliknya apabila pembagian kekuasaan
tidak dipertahankan secara tegas, maka disebut pemisahan kekuasaan dalam arti
formil.
Menurut Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, pemisahan kekuasaan dalam
arti materil dapat disebut sebagai pemisahan kekuasaan. Sementara pemisahan
kekuasaan dalam arti formil disebut dengan pembagian kekuasaan. Jimly
Assiddiqie, berpendapat bahwa pemisahan kekuasaan bersifat horizontal dalam arti
kekuasaan dipisah-pisahkan ke dalam fungsi-fungsi yang tercermin dalam
lembaga-lembaga negara yang sederajat dan saling mengimbangi (check and
balances).Sedangkan pembagian kekuasaan bersifat vertikal dalam arti perwujudan
kekuasaan itu dibagikan secara vertikal ke bawah kepada lembaga-lembaga tinggi
negara di bawah lembaga pemegang kedaulatan rakyat.
Berdasarkan kriteria yang dibuat Jenning, Kusnardi dan Harmaily berkesimpulan
bahwa UUD 1945 (sebelum amandemen: pen) tidak menganut sistem pemisahan
kekuasaan (Trias Politica) sebagaimana diajarkan oleh Montesquieu, melainkan
menganut sistem pembagian kekuasaan karena:
1. UUD 1945 tidak membatasi secara tajam, bahwa setiap kekuasaan itu
harus dilakukan oleh satu organ/badan tertentu yang tidak boleh saling
campur tangan.
2. UUD 1945 tidak membatasi kekuasaan itu dibagi atas tiga bagian saja
dan juga tidak membatasi pembagian kekuasaan dilakukan oleh tiga
organ/badan saja.
3. UUD 1945 tidak membagi habis kekuasaan rakyat yang dilakukan
oleh MPR (Pasal 1 ayat 2), kepada lembaga negara lainnya.
Demikian juga Jimly, yang menyatakan bahwa selama ini (sebelum
amandemen:pen), UUD 1945 menganut paham pembagian kekuasaan yang
bersifar vertikal, bukan pemisahan kekuasaan yang bersifat horizontal. Kedaulatan
rakyat dianggap terwujud penuh dalam wadah MPR yang dapat ditafsirkan sebagai
lembaga tertinggi ataupun sebagai forum tertinggi. Dari sini, fungsi-fungsi tertentu
dibagikan sebagai tugas dan kewenangan lembaga-lembaga tinggi negara yang ada
dibawahnya, yaitu Presiden, DPR, MA, dan seterusnya.

BAB III KESIMPULAN


Sistem pembagian kekuasaan di negara Republik Indonesia jelas
dipengaruhi oleh ajaran Trias Politica yang bertujuan untuk memberantas tindakan
sewenang-wenang penguasa dan untuk menjamin kebebasan rakyat. Undang-
undang Dasar 1945 menganut ajaran Trias Politica karena memang dalam UUD
1945 kekuasaan negara dipisah-pisahkan, dan masing-masing kekuasaan negara
terdiri dari Badan legislatif, yaitu badan yang bertugas membentuk Undang-
undang, Badan eksekutif yaitu badan yang bertugas melaksanakan undang-undang,
Badan yudikatif, yaitu badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan Undang-
undang, memeriksa dan mengadilinya.
Menurut UUD 1945 penyelenggaraan negara pelaksanaannya diserahkan
kepada suatu alat perlengkapan negara seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR), Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah
(DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), Mahkamah
Konstitusi (MK).
Lembaga-lembaga negara merupakan lembaga kenegaraan yang berdiri
sendiri yang satu tidak merupakan bagian dari yang lain. Akan tetapi, dalam
menjalankan kekuasaan atau wewenangnya, lembaga Negara tidak terlepas atau
terpisah secara mutlak dengan lembaga negara lain, hal itu menunjukkan bahwa
UUD 1945 tidak menganut doktrin pemisahan kekuasaan, dengan perkataan lain,
UUD 1945 menganut asas pembagian kekuasaan dengan menunjuk pada jumlah
badan-badan kenegaraan yang diatur di dalamnya serta hubungan kekuasaan di
antara badan-badan kenegaraan yang ada.
Sistem pembagian kekuasaan yang di anut oleh Republik Indonesia saat ini
tidak tertutup kemungkinan akan berubah sesuai dengan kebutuhan masyarakat
Indonesia, dengan di amandemen UUD 1945 tahun 1999-2004 menunjukkan
terjadinya perubahan dalam penyelenggaraan negara, namun semua itu tetap dalam
kerangka kedaulatan rakyat di atas segalanya.

Daftar Pustaka
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemisahan_kekuasaan Di akses tanggal 30 Juli 2016,
Pukul 14.00 WIB
http://andukot.wordpress.com/2010/05/03/sistim-pembagian-kekuasaan-negara-
republik-indonesia-menurut-uud-1945/ Di akses tanggal 30 Juli 2016, Pukul 14.00
WIB
http://riisur.blogspot.com/2012/10/sistim-pembagian-kekuasaan-negara.html Di
akses tanggal 30 Juli 2016, Pukul 14.00 WIB
http://edrasatmaidi2010.wordpress.com/2010/11/07/ajaran-pemisahan-kekuasaan-
perkembagan-dan-implementasinya-di-indonesia/ Di akses tanggal 30 Juli 2016,
Pukul 14.00 WIB
http://shiningwiris.wordpress.com/2012/04/17/trias-politica/ Di akses tanggal 30
Juli 2016, Pukul 14.05 WIB
http://setabasri01.blogspot.com/2009/02/trias-politika-pemisahan-
kekuasaan.html Di akses tanggal 30 Juli 2016, Pukul 14.07 WIB
http://aguzssudrazat.blogspot.com/2012/09/makalah-pembagian-kekuasaan-
mengenai.html Di akses tanggal 30 Juli 2016, Pukul 14.07 WIB
http://hadiwahono.blogspot.com/2013/05/pemisahan-kekuasaan-dan-
demokrasi.html Di akses tanggal 30 Juli 2016, Pukul 14.07 WIB
http://sesukakita.wordpress.com/2012/01/30/sistem-pembagian-kekuasaan-negara-
republik-indonesia-menurut-uud-1945/ Di akses tanggal 30 Juli 2016, Pukul 14.08
WIB

Anda mungkin juga menyukai