Anda di halaman 1dari 42

DR. H. HUSEN SARUJIN, SH, MM, M.

Si, MH
Dosen Pengampu Mata Kuliah :
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
“ NILAI-NILAI KONSTITUSI BANGSA INDONESIA ”

OLEH :
KELOMPOK 6
1. Suci Maharani (20400121067)
2. Rika Pratiwi (20400121090)
3. Irmayanti (20400121093)
4. Nisai Mardhoti (20400121099)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR


TARBIYAH DAN KEGURUAN
PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
2021/2022
DR. H. HUSEN SARUJIN, SH, MM, M.Si, MH.
DOSEN PENGAMPU MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA DAN
KEWARGANEGARAAN FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN
ALAUDDIN MAKASSAR
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat,
inayah, taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah yang berjudul "Nilai-Nilai Konstitusi Bangsa Indonesia " dengan tepat
waktu.
Terima kasih kepada Bapak DR. H. Husen Sarujin, SH, MM, M.Si, MH
selaku dosen pengampu mata kuliah Pendidikan pancasila dan Kewarganegaraan
yang membimbing dan membina kami dalam penyelesaian penulisan makalah ini,
sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan baik dan sesuai
waktu yang di berikan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi ujian tengah semester mata kuliah
Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan. Selain itu makalah ini bertujuan
menambah wawasan bagi pembaca dan juga penulis. Harapan kami semoga
makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca,
sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.
Kami juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan masalah ini. Kami
menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran
yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Gowa, 23 Mei 2022

Penulis
i
DAFTAR ISI

bab I Pendahuluan ........................................................................................................ 1

A. LATAR BELAKANG...................................................................................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH................................................................................................................................ 3
C. TUJUAN ...................................................................................................................................................... 4

Bab Ii Pembahasan ........................................................................................................ 5

A. PENGERTIAN KONSTITUSI .......................................................................................................................... 5


B. PENERAPAN NILAI-NILAI KONSTITUSI DALAM UNDANG-UNDANG DASAR 1945 ........................... 12

C. NILAI MORAL DALAM KONSTITUSI ........................................................................................................... 15


D. SIFAT KONSTITUSI .................................................................................................................................... 15

E. FUNGSI DAN TUJUAN KONSTITUSI ........................................................................................................... 18

F. TUJUAN KONSTITUSI TERTULIS ................................................................................................................. 21

G. PERKEMBANGAN KONSTITUSI TERTULIS DAN BERLAKU DI INDONESIA .................................................. 21

Bab 3 Penutup ............................................................................................................. 32

A. KESIMPULAN ........................................................................................................................................... 32
B. SARAN ...................................................................................................................................................... 35

Daftar Pustaka ............................................................................................................. 37

ii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konstitusi merupakan segala ketentuan dan aturan dasar mengenai


ketatanegaraan. Berdirinya sebuah negara tidak lepas dari adanya konstitusi
yang mendasarinya. Konstitusi dapat berupa hukum dasar tertulis yang lazim
disebut Undang-Undang Dasar, dan dapat pula tidak tertulis.

Konstitusi merupakan dasar dari tatanan hukum sebuah negara, yang di


dalamnya terdapat perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) dan
mengatur tentang distribusi kekuasaan (Distribution of Power) dalam
penyelenggaraan negara. Konstitusi biasanya juga disebut sebagai hukum
fundamental negara, sebab konstitusi ialah aturan dasar. Aturan dasar yang
nantinya akan menjadi acuan bagi lahirnya aturan-aturan hukum lain yang ada
dibawahnya. Konstitusi dalam arti formal adalah suatu dokumen resmi,
seperangkat norma hukum yang hanya dapat diubah di bawah pengawasan
ketentuan-ketentuan khusus, yang tujuannya adalah untuk menjadikan
perubahan norma-norma ini lebih sulit. Konstitusi dalam arti material terdiri
atas peraturanperaturan yang mengatur pembentukan norma-norma hukum
yang bersifat umum, terutama pembentukan undang-undang. Di Indonesia,
konstitusi yang digunakan merupakan konstitusi tertulis yaitu Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau biasa disebut UUD 1945.
UUD 1945 pertama kali disahkan sebagai konstitusi negara Indonesia dalam
sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yaitu padatanggal 18 Agustus
1945. Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan mempertegas kedudukan
Undang-Undang Dasar sebagai sebuah Hukum Dasar. Ketika terjadi reformasi
konstitusi (UUD 1945) tahun 1999, muncul beberapa kesepakatan dasar dalam
melakukan perubahan UUD 1945, antara lain mempertegas sistem presidensiil.
Namun dalam kenyataannya kesepakatan tersebut tidak ditaati secara

1
konsisten oleh MPR. Pembongkaran konstruksi presidensialisme dalam UUD
1945 secara signifikan pada perubahan pertama (1999), kemudian penguatan
kelembagaan DPR pada perubahan kedua (2000), bukannya melahirkan
keseimbangan kekuasaan antara presiden dan DPR, tetapi justru menimbulkan
ketidakjelasan sistem presidensiil yang ingin dibangun melalui Perubahan UUD
1945. Kesan ‘parlementernya’ justru semakin menguat. Secara umum Negara
dan konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan satu sama
lain. Bahkan, setelah abad pertengahan yang ditandai dengan ide demokrasi
dapat dikatakan tampa konstitusi Negara tidak mungkin terbentuk. Konstitusi
merupakan hukum dasarnya suatu Negara. Dasar-dasar penyelenggaraaan
bernegara didasarkan pada konstitusi sebagai hukum dasar. Dalam hal yang
sama, sesungguhnya jati dari sebuah hukum adalah meindungi rakyat dari
kesewenang-wenangan Negara/pemerintah dalam menjalankan tugas dan
fungsinya dengan maksud membatasi rakyat dalam menjalankan fungsi Negara
yang berdasarkan Kedaulatan Rakyat. Perasaan tersebut merupakan hasil dari
fungsi konstitusi yaitu dalam hal membatasi kekuasaan dan menjamin hak
rakyat untuk menjalankan tugas serta fungsinya yang diikat oleh sebuah paham
yang disebut Koinstitusionalisme.

Konstitusonalisme adalah paham yang beranggapan bahwa sebuah kekuasaan


harus dibatasi dan menjamin hak-haknya untuk terpenuhi tanpa harus
menambah atau mengurangi hak yang sudah melekat pada warga Negara.
Negara yang berlandaskan kepada suatu konstitusi dinamakan Negara
konstitusional. Akan tetapi, untuk dapat dikatakan secara ideal sebagai Negara
konstitusional maka konstitusi Negara tersebut harus memenuhi sifat-sifat dan
ciri-ciri dari konstitusionalisme. Jadi Negara tersebut harus menganut gagasan
tentang konstitusionalisme. Konstitusionalisme sendiri merupakan suatu ide,
gagasan, atau paham. Oleh sebab itu, bahasan tentang negara dan konstitusi
pada makalah ini terdiri atas fungsi, maksud, dan nilai-nilai konstitusi

2
Konstitusi merupakan istilah yang berkaitan dengan aturan
ataupun norma yang telah berlaku dalam sebuah wilayah. Namun, apabila
diartikan secara terminologis, konstitusi merupakan keseluruhan dari
peraturan yang mencakup peraturan tertulis dan peraturan tidak tertulis.
Namun, berbagai bentuk aturan tersebut tetap memiliki tujuan utama yang
sama, yakni untuk mengatur dan mengikat secara keseluruhan dari
kepentingan di sebuah negara.

Baik kepentingan yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara, bentuk


negara, sistem pemerintahan dan lain sebagainya. Konstitusi di Indonesia lebih
dikaitkan dengan Undang Undang Dasar. Dimana aturan tersebut telah
mencakup berbagai hal yang berkaitan dengan Indonesia.

Yang mana apabila dibagi dalam tiga garis besar berisikan mengenai bentuk
negara, warga negara dan lembaga pemerintahannya. Namun, nyatanya
konstitusi bermakna lebih luas dari itu, lebih tepatnya yang mencakup aturan
tertulis dan aturan tidak tertulis.

Sedangkan UUD hanya sebuah kumpulan peraturan yang tertulis.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian konstitusi?


2. Bagaimana Penerapan Nilai-Nilai Konstitusi Dalam Undang-Undang
Dasar 1945?
3. Apa Nilai Moral dalam Konstitusi?
4. Apa saja Sifat Konstitusi?
5. Apa Fungsi dan Tujuan Konstitusi?
6. Apa tujuan konstitusi tertulis?
7. Bagaimna perkembangan konstitusi tertulis dan berlaku di
indonesia?

3
C. Tujuan

1. Untuk Mengetahui pengertian konstitusi


2. Untuk Mengetahui Bagaimana Penerapan Nilai-Nilai Konstitusi
Dalam Undang-Undang Dasar 1945
3. Untuk Mengetahui nilai moral dalam konstitusi
4. Untuk Mengetahui sifat konstitusi
5. Untuk Mengetahui fungsi dan tujuan konstitusi
6. Untuk mengetahui tujuan konstitusi tertulis
7. Untuk mengetahui bagaimna perkembangan konstitusi tertulis dan
berlaku di indonesia

4
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Konstitusi

Menurut Prof. Pujosewodjo, S.H., bahwa Undang-Undang Dasar ialah sebagai


suatu bentuk konstitusi, dimana tertulis dari induk dari segala perundang-
undangan dalam negara yang bersangkutan tersebut. Dimana memberikan
landasan hukum untuk pembuatan seluruh peraturan serta berlakunya peraturan-
peraturan itu
Konstitusi adalah hukum tertinggi suatu Negara. Sebab tanpa konstitusi negara
tidak mungkin terbentuk. Dengan demikian konstitusi menempati posisi yang
sangat vital dalam kehidupan ketatanegaraan suatu Negara. Dengan kata lain,
konstitusi membuat suatu peraturan pokok mengenai sendi-sendi pertama untuk
menegakkan Negara.
Menurut Prof. Pujosewodjo, S.H., Undang-Undang Dasar sebagai suatu bentuk
konstitusi tertulis adalah induk dari segala perundang-undangan dalam negara
yang bersangkutan, yang memberikan landasan hukum untuk pembuatan segala
peraturan dan berlakunya peraturan-peraturan itu.

PENGERTIAN KONSTITUSI MENURUT PARA AHLI


a. Miriam Budiarjo
Pengertian konstitusi adalah keseluruhan peraturan. Baik tertulis maupun tidak
tertulis yang mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana suatu pemerintah
diselenggarakan dalam suatu masyarakat.
b. K. C. Wheare
Konstitusi merupakan keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara yang
berupa kumpulan peraturan yang membentuk, mengatur atau memerintah dalam
pemerintahan suatu negara.
c. C.F. Strong

5
Konstitusi adalah sekumpulan asas-asas yang mengatur kekuasaan pemerintahan,
hak-hak dari pemerintah, dan hubungan antara pemerintah dengan yang
diperintah.
d. Jimly Asshiddiqie
Pengertian konstitusi adalah hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam
penyelenggaraan suatu negara. Konstitusi juga dapat berupa hukum dasar tertulis
yang biasa disebut Undang-Undang Dasar serta dapat pula tidak tertulis.
e. Bolingbroke
Pengertian konstitusi adalah sekumpulan kaidah-kaidah hukum, institusi-institusi
dan kebiasaan-kebiasaan. Yang diambil dari asas penalaran tertentu serta
berisikan sistem umum atas dasar nama masyarakat itu sepakat atau setuju untuk
diperintah.
f. Kamus Oxford Dictionary of Law
- Konstitusi bukan saja aturan tertulis
- Segala yang diatur tidak hanya berkenaan dengan organ negara dan fungsinya
baik di tingkat pusat dan daerah
- Mekanisme hubungan antara negara dan warganya.
g. I Dewa Gede Atmadja
Pengertian tentang konstitusi dibedakan menurut definisi dan konseptual.
Menurut definisi dapat dikatakan konstitusi adalah himpunan norma atau kaidah
konstitusi suatu negara yang menyiratkan bahwa konstitusi merupakan dokumen
yang berisi norma atau kaidah-kaidah hukum untuk mengoperasionalkan
penyelenggaraan kekuasaan negara.
h. Ferdinand Lassalle
Pengertian sosiologis atau politis (sociologische/ politische begriffe), konstitusi
diartikan sebagai sintesis faktor-faktor kekuatan riil yang menggambarkan
hubungan antara kekuasaan-kekuasaan yang terdapat dengan nyata dalam suatu
negara (parlemen, kabinet, pressure groups, partai politik, dsb).

6
Dalam pengertian yuridis (juridische begriff), konstitusi adalah suatu naskah yang
memuat semua bangunan negara dan sendi-sendi pemerintahan.
UUD 45 sebagai bentuk konstitusi tertulis di Indonesia memiliki sistematika yang
terdiri dari :
a. Pembukaan
b. Batang Tubuh
c. Penjelasan
Kedudukan dan Hub Pembukaan UUD 45 Dengan Batang Tubuh UUD 45 yaitu
Pembukaan UUD 45 mempunyai kedudukan Lebih tinggi dibanding Batang tubuh,
alasannya
Dalam Pembukaan terdapat :
a. dasar negara (Pancasila)
b. Fungsi dan tujuan bangsa Indonesia
c. Bentuk negara Indonesia (republik)
Pembukaan tidak bisa diubah, mengubah sama saja membubarkan negara,
sedangkan BT bisa diubah(diamandeman). Dalam sistem tata hukum RI,
Pembukaan UUD 45 memenuhi kedudukan sebagai pokok kaidah negara yang
fundamental, alasan:
a. dibuat oleh pendiri negara (PPKI)
b. pernyataan lahirnya sebagai bangsa yang mandiri
c. memuat asas rohani (Pancasila), asas politik negara (republik
berkedaulatan rakyat), dan tujuan negara (jadi negara adil makmur)
d. memuat ketentuan yang menetapkan adanya suatu UUD.
Undang-Undang Dasar ini pun telah mengalami 4 kali amandemen yaitu :
▪ Amandemen I (14-21 Okt 1999)
▪ Amandemen II ( 7-8 Agust 2000)
▪ Amandemen III (1-9 Nov 2001)
▪ Amandemen IV (1-11 Agust 2002)

7
Mirriam Budiardjo memiliki pendapat bahwa Isi Konstitusi itu sendiri memuat
tentang:
a. Organisasi Negara
b. HAM
c. Prosedur penyelesaian masalah pelanggaran hukum
d. Cara perubahan konstitusi dan larangan mengubah konstitusi

Konstitusi di Indonesia dijadikan sebagai alat untuk melaksanakan nilai-nilai yang


terkandung dalam Pancasila. Dilihat dari sejauh mana tanggapan masyarakat
terhadap konstitusi yang dibuat oleh Negara maka ada tiga nilai yang dapat
dikemukakan disini, yaitu:

1. Nilai Normatif
Nilai ini merupakan suatu konstitusi dimana telah resmi diterima oleh suatu
bangsa dan bagi mereka konstitusi itu tidak hanya berlaku dalam arti hukum atau
legal saja. Namun juga nyata berlaku terhadap masyarakat dalam arti berlaku
efektif serta dilaksanakan secara murni dan konsekuensi yang tinggi. Suatu
konstitusi yang telah resmi diterima oleh suatu bangsa dan bagi mereka konstitusi
tersebut bukan hanya berlaku dalam arti hukum, akan tetapi juga merupakan
suatu kenyataan yang hidup dalam arti sepenuhnya diperlukan dan efektif.
Dengan kata lain, konstitusi itu dilaksanakn secara murni dan konsekuen.
Konstitusi dalam nilai normatif ini berarti bahwa sebuah konstitusi yang telah
ditetapkan tidak hanya sebatas sebuah peraturan ataupun aturan tertulis yang
telah disahkan oleh berbagai pihak. Melainkan, peraturan dan aturan tersebut
harus bisa dilakukan dan diimplementasikan adanya dalam kehidupan
masyarakat.

Secara tidak langsung bisa diartiakan bahwa segala aturan dan peraturan yang
telah ditetapkan, tidak hanya menjadi sebuah formalitas saja, tetapi semua

8
kandungan pesan dan ketentuan yang ada didalamnya harus bisa dilakukan dan
diterapkan dalam kehidupan sehari hari.

Sehingga peraturan tersebut bisa hidup dan berkembang di tengah kehidupan


masyarakat. Namun, yang terpenting dalam hal ini adalah semua aturan yang
sifatnya normatif harus bisa diterima oleh semua masyarakat yang berada di
wilayah terkait.
Hal ini nantinya akan lebih mempermudah masyarakat untuk memahami serta
mengimplementasikan berbagai norma serta aturan yang telah disepakati
bersama.
Apabila suatu konstitusi telah resmi diterima oleh suatu bangsa dan bagi mereka
konstitusi itu bukan hanya berlaku dalam arti hukum (legal), tetapi merupakan
suatu kenyataan (reality) dalam arti sepenuhnya diperlukan dan efektif. Dengan
kata lain Konstitusi itu dilaksanakan secara murni dan konsekuen. Sebagai contoh
dapat diberikan Konstitusi Amerika Serikat dimana kekuasaan eksekutif, legislative
dan yudikatif menjalankan fungsinya masing masing secara terpisah.

2. Nilai Nominal
Nilai ini ialah suatu konstitusi yang menurut hukum berlaku, namun tidak begitu
sempurna. Ketidaksempurnaan tersebut disebabkan pasal – pasal tertentu yang
kurang atau tidak berlaku / tidak seluruh pasal-pasal yang terdapat dalam UUD itu
berlaku bagi seluruh kalangan wilayah di Negara. Konstitusi yang mempunyai nilai
nominal berarti secara hukum konstitusi itu berlaku, tetapi kenyataannya kurang
sempurna, sebab pasal-pasal tertentu dari konstitusi tersebut dalam
kenyataannya tidak berlaku.
Konstitusi merupakan kumpulan dan keseluruhan peraturan yang telah dibentuk
dan disepakati oleh berbagai pihak yang bersangkutan. Dan tentunya aturan dan
peraturan tersebut bisa diterima dengan baik oleh seluruh rakyat. Namun,

9
menurut hukum yang berlaku suatu konstitusi yang telah disepakati memiliki sifat
yang tidak sempurna.

Yang mana dalam hal ini, terdapat beberapa aturan dan ketentuan yang ada dalam
konstitusi yang tidak bisa berlaku bagi seluruh wilayah negara. Melainkan, akan
ada beberapa bagian dari konstitusi tersebut yang berlaku dan mengatur salah
satu wilayah saja.

Dan wilayah lainnya tidak wajib untuk melaksanakannya. Namun, aturan dan
ketentuan yang memiliki sifat seperti ini tentunya telah melewati serangkaian
pertimbangan yang memperhatikan kekhususan dan keistimewaan suatu wilayah.

Dalam hal ini konstitusi itu menurut hukum memang berlaku, tetapi kenyataannya
tidak sempurna. Ketidaksempurnaan berlakunya suatu konstitusi ini jangan
dikacaukan bahwa sering kali suatu konstitusi yang tertulis berbeda dari konstitusi
yang di praktekan. Sebab suatu konstitusi itu dapat berubah-ubah, baik karena
perubahan formil seperti yang di cantumkan dalam konstitusi itu sendiri maupun
karena kebiasaan ketatanegaraan umpamanya. Yang dimaksud di sini bahwa suatu
konstitusi itu secara hukum berlaku, namun berlakunya itu tidak sempurna,
karena ada pasal-pasal yang dalam kenyataannya tidak berlaku.

3. Nilai Semantik
Nilai semantik ialah suatu konstitusi yang berlaku dimana hanya untuk
kepentingan penguasa saja. Maka dalam memobilisasi kekuasaan, penguasa
menggunakan konstitusi sebagai alat untuk melaksanakan kekuasaan politik
yang ingin dikuasai nya. Suatu konstitusi mempunyai nilai semantik jika
konstitusi tersebut secara hukum tetap berlaku, namun dalam kenyataannya
adalah sekedar untuk memberikan bentuk dari temapat yang telah ada, dan
dipergunakan untuk melaksanakan kekuasaan politik. Jadi, konstitusi hanyalah

10
sekedar istilah saja sedangkan pelaksanaannya hanya dimaksudkan untuk
kepentingan pihak penguasa

Dalam hal ini, konstitusi atau aturan yang ditetapkan hanya diperuntukkan
guna mengatur sekelompok orang saja. Tentunya dalam penerapannya sangat
mempertimbangkan kepentingan dari pihak yang akan diatur dan diikat.

Namun, dalam hal ini konstitusi dengan nilai semantik lebih ditekankan untuk
mengatur kepentigan dari para penguasa. Dengan tujuan untuk mengatur
kondisi politik dan pemerintahan pada wilayah yang sedang dipimpin.

Konstitusi itu secara hukum tetap berlaku, tetapi dalam kenyataan hanya
sekedar untuk memberi bentuk dari tempat yang telah ada dan untuk
melaksanakan kekuasaan politik. Mobilitas kekuasaan yang dinamis untuk
mengatur, yang menjadi maksud yang esensial dari suatu konstitusi diberikan
demi kepentingan pemegang kekuasaaan yang sebenarnya. Jadi dalam hal ini
konstitusi hanya sekedar istilah saja, sedangkan pelaksanaanya selalu dikaikan
dengan kepentingan pihak penguasa. Konstitusi yang demikian nilainya hanya
semantic saja. Pada intinya keberlakuan dan penerapan konstitusinya hanya
untuk kepentingan bagaimana mempertahankan kekuasaaan yang ada.

Mirriam Budiardjo mempunyai pendapat jika Isi Konstitusi itu sendiri memuat
mengenai tentang :

• Organisasi Negara

• HAM

• Prosedur Penyelesaian Masalah Pelanggaran Hukum

• Cara Perubahan Konstitusi Dan Larangan Mengubah Konstitusi

11
B. Penerapan Nilai-Nilai Konstitusi Dalam Undang-Undang Dasar
1945

Menurut Karl Lowenstein setiap konstitusi selalu terdapat dua aspek penting,
yaitu sifat idealnya sebagai teori (das sollen)dan sifat nyatanya sebagai praktik (das
sein). Suatu konstitusi yang mengikat itu bila dipahami, diakui, diterima, dan
dipatuhi oleh masyarakat bukan hanya berlaku dalam arti hukum, akan tetapi juga
merupakan suatu kenyataan yang hidup dalam arti sepenuhnya diperlukan dan
efektif, maka konstitusi tersebut dinamakan konstitusi yang mempunyai nilai
normatif. Namun bila suatu konstitusi sebagian atau seluruh materi muatannya,
dalam kenyataannya tidak dipakai atau pemakaiannya kurang sempurna dalam
kenyataan. Dan tidak dipergunakan sebagai rujukan atau pedoman dalam
pengambilan keputusan dalam penyelenggaraan kegiatan bernegara, maka dapat
dikatakan konstitusi tersebut bernilai nominal.
Salahsatu contoh penerapan nilai normatif dalam undang-undang dasar 1945
terdapat dalam pasal 7B. Pasal 7B mengatur mengenai pemberhatian presiden
dan/atau wakil presiden yang dapat diajukan oleh dewan perwakilan rakyat
kepada majelis permusyawaratan rakyat hanya dengan terlebih dahulu
mengajukan permintaan kepada mahkamah konstitusi untuk memeriksa,
mengadili dan memutus pendapat dewan perwakilan rakyat bahwa presiden
dan/atau wakil presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya,
atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa presiden dan/atau wakil
presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden.

Berbicara konstitusi Indonesia tidak terlepas dari konstitusi tertulisnya yakni,


Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. UUD 1945 sebelum amandemen memiliki
kecenderungan bersifat konstitusi yang bernilai semantik. Contohnya UUD 1945
pada zaman Orde baru dan Orde lama pada waktu itu berlaku secara hukum,

12
tetapi dalam praktiknya keberlakuan itu semata-mata hanya untuk kepentingan
penguasa saja dengan dalih untuk melaksanakan Undang-Undang dasar 1945.
Kenyataan itu dapat kita lihat dalam masa Orde Lama ikut campur penguasa dalam
hal ini esekutif (Presiden) dalam bidang peradilan, yang sebenarnya dalam pasal
24 dan 25 Undang-Undang dasar 1945 harus bebas dan tidak memihak, hal
tersebut dapat terlihat dengan adanya Undang-undang No. 19 tahun 1965.

Pada masa Orde Baru konstitusi pun menjadi arena pelanggengan kekuasaan hal
tersebut terlihat dengan rigidnya sifat konstitusi yang “sengaja” dibuat dengan
membuat peraturan atau prosedur perubahan demikian sulit, padahal Undang-
Undang Dasar pada saat itu dibentuk dengan tujuan sebagai Undang-Undang
Dasar sementara, mengingat kondisi negara yang pada waktu itu telah
memproklamirkan kemerdekaan maka diperlukanlah suatu Undang-Undang dasar
sebagai dasar hukum tertinggi. Namun dikarenakan konstitusi tersebut masih
dimungkinkan untuk melanggengakan kekuasaan, maka konstitusi tersebut
dipertahankan. Maka timbulah adigium negatif “Konstitusi akan dipertahankan
sepanjang dapat melanggengkan kekuasaan”.

Pasca perubahan Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke-4, memberikan nilai


lain pada konstitusi kita. Dalam beberapa pasal konstitusi kita memiliki nilai
nominal, namun untuk beberapa pasal memiliki nilai normatif. Misal pada pasal
28 A-J UUD 1945 tentang Hak Asasi manusia, namun pada kenyataan masih
banyak pelanggaran atas pemenuhan hak asasi tersebut, katakanlah dalam pasal
28B ayat (2), yang berbunyi “Setiap orang berhak atas kekeluargaan hidup,
tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi (penebalan tulisan oleh penulis). Walaupun dalam ayat tersebut
terdapat hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi namun
kenyataannya masih banyak diskriminasi-diskriminasi penduduk pribumi
keturunan. Terlebih pada era orde baru. Kemudian pasal 29 ayat (2), yang

13
berbunyi “ Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu”. Perkataan Negara menjamin kemerdekaan menjadi
sia-sia kalau agama yang diakui di Indonesia hanya 5 dan 1 kepercayaan. Hal
tersebut menjadi delematis dan tidak konsekuen, bila memang kenyataan
demikian, mengapa tidak dituliskan secara eksplisit dalam ayat tersebut. Hal lain
adalah dalam pasal 31 ayat (2), yang berbunyi “ Setiap warga negara wajib
mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya” . Kata-
kata wajib membiayainya seharusnya pemerintah membiayai seluruh pendidikan
dasar tanpa terdikotomi dengan apakah sekolah tersebut swasta atau negeri,
karena kata wajib disana tidak merujuk pada sekolah dasar negeri saja, seperti
yang dilaksanakan pemerintah tahun ini, tetapi seluruh sekolah dasar. Pasal
selanjutnya adalah pasal 33 ayat (3), yang berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan
alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Kata dipergunakan dalam ayat tersebut tampaknya masih jauh dari kenyataan,
betapa tidak banyak eskploitasi sumber daya alam bangsa ini yang dikuras habis
oleh perusahaan asing yang sebagian besar keuntungannya di bawa pulang ke
negara asal mereka. Kondisi demikian masih jauh dari tujuan pasal tersebut yakni
kemakmuran rakyat bukan kemakmuran investor. Selanjutnya pasal 34 ayat (1),
yang berbunyi “ fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara”.
Kata dipelihara disini bukan berarti fakir miskin dan anak-anak terlantar dibiarkan
“berpesta ngemis” atau bergelandang tanpa dicari solusi dan menjamin jaminan
sosial dimana sesuai dengan tujuan awal, yakni kesemakmuran seluruh rakyat
Indonesia.
Kesimpulan dari pemaparan diatas tampaknya UUD kita mempunyai nilai nominal.
Sebab walaupun secara hukum konstitusi ini berlaku dan mengikat peraturan
dibawahnya, akan tetapi dalam kenyataan tidak semua pasal dalam konstitusi

14
berlaku secara menyeluruh, yang hidup dalam arti sepenuhnya diperlukan dan
efektif dan dijalankan secara murni dan konsekuen.

C. Nilai Moral dalam Konstitusi

Nilai moral dalam konstitusi yang bersumber dari Pancasila ialah sebagai berikut :

1. Persamaan bagi seluruh rakyat Indonesia


2. Keseimbangan antara hak serta kewajiban warga negara
3. Pelaksanaan kebebasan dimana dipertanggungjawabkan secara moral
kepada Tuhan Yang Maha esa, diri sendiri serta orang lain
4. Mewujudkan rasa keadilan sosial
5. Pengambilan keputusan dimana berdasarkan musyawarah untuk
mencapai mufakat
6. Mengutamakan asas persatuan nasional serta kekeluargaan
7. Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional

D. Sifat Konstitusi

Secara umum, suatu konstitusi memiliki sifat-sifat antara lain, formal dan
materiil, tertulis dan tidak tertulis serta flexibel (luwes) dan rigid (kaku) sebagai
berikut :

1. Formal dan Materiil

o Konstitusi dalam arti formal berarti konstitusi yang tertulis dalam


suatu ketatanegaraan suatu negara. Dalam pandangan ini suatu
konstitusi baru bermakna apabila konstitusi tersebut telah
berbentuk naskah tertulis dan diundangkan , misal UUD 1945.

o Konstitusi materiil adalah konstitusi yang jika dilihat dari segi


isinya yang merupakan peraturan bersifat mendasar dan
fundamenta. Artinya tidak semua masalah yang penting harus

15
dimuat dalam konstitusi, melainkan hal-hal yang bersifat pokok,
dasar, atau asas-asasnya saja.

2. Tertulis dan Tidak Tertulis

o Membedakan secara prinsipiil antara konstitusi tertulis dan tidak


tetulis adalah tidak tepat , sebuatan konstitusi tidak tertulis adalah
tidak tertulis hanya dipakai untuk dilawankan dengan konstitusi
modern yang lazimnya ditulis dalam suatu naskah atau beberapa
naskah. Timbulnya konstitusi tertulis disebabkan
karena pengaruh aliran kodifikasi .Salah satu negara di dunia yang
mempunyai konstitusi tidak tertulis adalah inggris namun prinsip-
prinsip yang ada dikonstitusikan dan dicantumkan dalam undamg-
undang biasa seperti bill of rights .

o Dengan demikian, suatu konstitusi tertulis apabila dicantumkan


dalam suatu naskah atau beberapa naskah , sedangkan yang tidak
tertulis dalam suatu naskah tertentu melainkan dalam banyak hal
yang diatur dalam konvensi-konvensi atau undang-undang biasa .

3. Sifat Flexibel (luwes) dan Rigid (kaku)

o Naskah konstitusi atau undang-undang dasar dapat bersifat


flexsibel atau rigid. Menurut kusnardi dan Harmaily ibrahim untuk
menentukan suatu konstitusi itu bersifat rigid dapat dipakai
ukuran sebagai berikut :

1 ) Cara Mengubah Konstitusi

Setiap konstitusi yang tertulis mencantumkan pasal tentang perubahan, karena


kemungkinan akan tertinggal dari perkembangan masyarakat. Suatu konstitusi
pada hakekatnya adalah suatu hukum yang merupakan dasar bagi peraturan
perundangan lainnya . konstitusi yang bersifat flexibel ialah dengan
pertimbangan bahwa perkembangan tidak perlu mempersulit perubahan

16
konstitusi , karena untuk perubahannya tidak memerlukan cara yang istimewa,
cukup dilakukan oleh badan pembuat Undang-Undang biasa. Misal negara yang
mempunyai konstitusi bersifat luwes adalah New Zealand dan Inggris. Sementara
yang bersifat rigid atau kaku seperti Amerika, Kanada, Australia.

Karena tingkatannya yang lebih tinggi, konstitusi yang juga menjadi dasar
bagi peraturan-peraturan hukum lainnya yang lebih rendah, para penyusun atau
perumus undang-undang dasar selalu menganggap perlu menentukan tata cara
perubahan yang tidak mudah. Dengan prosedur yang tidak mudah pula orang
untuk mengubah hukum dasar negaranya. Kecuali apabila hal itu memang
sungguh-sungguh dibutuhkan karena pertimbangan objektif dan untuk
kepentingan seluruh rakyat, serta bukan untuk sekedar memenuhi keinginan
atau kepentingan segolongan orang yang berkuasa saja. Oleh karena itu biasanya
prosedur perubahan undang-undang dasar diatur sedemikian berat dan rumit
syarat-syaratnya sehingga undang-undang dasar yang bersangkutan menjadi
sangat rigid dan kaku. Konstitusi yang bersifat rigid menetapkan syarat
perubahan dengan cara yang istimewa, misalnya dalam sistem parlemen
bikameral, harus disetujui lebih dahulu oleh kedua kamar parlemennya. Misal
negara yang mempunyai konstitusi bersifat rigid adalah amerika serikat,
australia, kanada dan swiss.

2) apakah konstitusi itu mudah atau tidak mengikuti perkembangan zaman.

Suatu konstitusi dikatakan fleksibel apabila konstitusi itu mudah mengikuti


perkembangan zaman. Suatu konstitusi yang mudah mengikuti perkembangan
zaman, biasanya hanya memuat hal-hal yang pokok dan penting saja . Suatu
konstitusi yang mengatur hal-hal yang pokok adalah konstitusi yang mudah
mengikuti perkembangan masyarakat, Sebab norma-norma pelaksanaannya
lebih lanjut diserahkan kepada bentuk peraturan perundang-undangan yang
lebih rendah sehingga lebih mudah untuk dibuat dan diubah.

17
Sementara itu menurut C.F strong untuk undang-undang dasar yang dikenal kaku
atau rigid, prosedur perubahannya dapat dilakukan :

• Oleh lembaga legislatif, tetapi dengan pembatasan-pembatasan

• Oleh rakyat secara langsung melalui suatu referendum

• Oleh urusan negara-negara bagian (negara serikat)

• Dengan kebiasaan ketatanegaraan atau oleh suatu lembaga negara yang


khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan perubahan

E. Fungsi dan Tujuan Konstitusi

Fungsi konstitusi antara lain:

1. Fungsi konstitusi adalah sebagai alat membatasi kekuasaan.

2. Fungsi konstitusi adalah sumber hukum tertinggi negara.

3. Fungsi konstitusi adalah sebagai piagam kelahiran suatu negara.

4. Fungsi konstitusi adalah menentukan dan pembatas kekuasaan organ negara.

5. Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara.

6. Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara dengan warga negara.

7. Fungsi konstitusi adalah sebagai sumber legitimasi terhadap kekuasaan negara


ataupun kegiatan penyelenggaraan kekuasaan negara.

8. Fungsi penyalur atau pengalih kewenangan dari sumber kekuasaan yang asli
(rakyat) kepada organ negara.

9. Fungsi konstitusi sebagai pelindung hak asasi manusia.

10. Fungsi konstitusi adalah sebagai identitas nasional dan lambang.

11. Fungsi simbolik sebagai pusat upacara (ceremony).

18
12. Fungsi sebagai sarana pengendalian masyarakat baik dalam arti sempit hanya
di bidang politik maupun dalam arti luas mencakup bidang sosial dan ekonomi.

13. Fungsi sebagai sarana perekayasaan dan pembaharuan masyarakat, baik


dalam arti sempit maupun dalam arti luas.

14. Fungsi simbolik sebagai pemersatu bangsa.

Tujuan Konstitusi dalam Negara

Fungsi konstitusi adalah sebagai sumber dasar hukum tertinggi negara. Secara
umum, terbentuknya konstitusi berhubungan dengan teori terbentuknya negara.
Berbagai teori terbentuknya negara seperti teori teokrasi, teori kekuasaan, teori
perjanjian masyarakat, atau teori lain pada dasarnya berpengaruh terhadap
bagaimana konstitusi disusun.

Dalam konteks Indonesia, konstitusi yang membentuk negara kesatuan yang


berbentuk republik sebagaimana kita saksikan hari ini merupakan karya dari para
pendiri negara.

Ada dua bagian pokok yang terkandung dalam konstitusi, yakni bagian formil dan
bagian materiil.

Bagian formil mengandung aturan-aturan yang berhubungan dengan badan-


badan tertinggi dalam negara, prosedur dan penetapan badan-badan tersebut,
dan prinsip-prinsip struktural pokok dari negara. Bagian formil konstitusi juga
memuat masalah kekuasaan sekaligus batasan kekuasaan masing-masing badan-
badan penyelenggara negara.

Sedangkan bagian materiil meletakkan nilai-nilai, maksud dan tujuan yang hendak
dicapai negara, demokrasi, keadilan sosial, tata pemerintahan yang baik,
perlindungan lingkungan dan hak-hak dasar manusia/warga negara.

Adapun tujuan konstitusi itu sendiri antara lain:

19
1. Tujuan konstitusi memberikan pembatasan sekaligus pengawasan terhadap
kekuasaan politik. Tujuan ini berfungsi untuk membatasi kekuasaan penguasa
sehingga tidak melakukan tindakan yang merugikan masyarakat banyak.

2. Tujuan konstitusi adalah untuk melepaskan kontrol kekuasaan dari penguasaan


sendiri. Bisa juga memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM),
sehingga dengan adanya konstitusi maka setiap penguasa dan masyarakat wajib
menghormati HAM dan berhak mendapatkan perlindungan dalam melakukan
haknya.

3. Konstitusi bertujuan memberikan batasan-batasan ketetapan bagi para


penguasa dalam menjalankan kekuasaannya. Selain memberikan batasan-batasan
untuk penguasa dalam menjalankan kekuasaanya, hal ini juga bertujuan untuk
memberikan pedoman bagi penyelenggara negara agar negara dapat berdiri
kokoh.

Adapun yang menjadi Tujuan dibuat atau dibentukya suatu konstitusi yaitu :
▪ Untuk mengatur organisasi negara dan lembaga-lembaga
pemerintahan
▪ Untuk membatasi dan mengontrol tindakan pemerintahan agar tidak
berlaku
sewenang-wenang, atau dengan kata lain konstitusi itu dibuat untuk
membatasi perilaku pemerintahan secara efektif
▪ Membagi kekuasaan dalam berbagai lembaga Negara
▪ Menentukan lembaga Negara yang satu bekerjasama dengan lembaga
lainnya
▪ Menentukan hubungan diantara lembaga Negara
Menentukan pembagian hukum dalam Negara

20
F. Tujuan Konstitusi Tertulis

Negara satu dan lainnya memiliki maksud dan tujuan konstitusi yang berbeda-
beda.

Namun secara garis besar, konstitusi dibuat untuk pembatasan wewenang dan
kekuasaan politik yang dapat merugikan rakyat dan negara serta menjadi jaminan
terhadap hak dan kewajiban warga negara.

Berikut 7 tujuan konstitusi secara umum:

1. Memberikan pembatasan dan pengawasan terhadap kekuasaan politik


agar pelaksanaan suatu negara tidak dikendalikan dan terpusat pada satu
orang, kelompok, maupun lembaga tertentu.

2. Membebaskan negara dari kekuasaan mutlak.

3. Mengatur jalannya kekuasaan, sehingga tidak ada tugas dan wewenang


yang sama atau saling tumpang tindih antarlembaga.

4. Menghindari tindakan sewenang-wenang agar tidak ada penindasan pada


rakyat.

5. Menjadi arahan dalam mewujudkan tujuan negara dan cita-cita bersama

6. Melindungi hak asasi manusia, baik dalam hal agama, akses terhadap
pendidikan, kebebasan berpendapat, dan mendapat penghidupan yang
layak.

7. Sebagai pedoman penyelenggaraan negara yang telah disesuaikan dengan


tujuan negara dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat.

G. Perkembangan Konstitusi Tertulis dan Berlaku di Indonesia

Konstitusi tertulis di Indonesia adalah Undang-Undang Dasar (UUD). Merujuk situs


MPR, dalam sejarah perkembangan ketatanegaraan Indonesia terdapat empat

21
macam Undang-Undang yang pernah berlaku selama Indonesia merdeka, sebagai
berikut:

1. UUD 1945 (18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949)

Saat Kemerdekaan Republik Indonesia diproklamasikan pada 17 Agustus 1945,


republik baru ini belum mempunyai undang-undang dasar.

Berselang sehari, Undang-Undang Dasar 1945 resmi menjadi konstitusi Indonesia,


tepatnya pada 18 Agustus 1945.

Isi dari UUD 1945 ini mengandung nilai luhur bangsa. Pokok pikiran dalam
pembukaan UUD 1945 berisi tujuan pembangunan nasional, hubungan Indonesia
dengan luar negeri, pernyataan kemerdekaan, dan ideologi Pancasila.

Kemudian isi atau batang tubuhnya berisi bentuk negara, lembaga negara, hingga
jaminan hak dan kewajiban warga negara dalam UUD 1945.

2. UUD RIS / Republik Indonesia Serikat (27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950)

Perjalanan Republik Indonesia ternyata tidak luput dari rongrongan pihak Belanda
yang menginginkan untuk kembali berkuasa di Indonesia.

Akibatnya Belanda mencoba untuk mendirikan negara-negara seperti negara


Sumatera Timur, negara Indonesia Timur, negara Jawa Timur, dan sebagainya.

Sejalan dengan usaha Belanda tersebut maka terjadilah agresi Belanda 1 pada
tahun 1947 dan agresi 2 pada tahun 1948.

Ini mengakibatkan diadakannya Konferensi Meja Bundar (KMB) di Belanda yang


melahirkan negara Republik Indonesia Serikat (RIS).

Sehingga UUD yang seharusnya berlaku untuk seluruh negara Indonesia itu, hanya
berlaku untuk negara Republik Indonesia Serikat saja. Namun konstitusi ini tak
berlangsung lama. Pada tanggal 17 Agustus 1950, Indonesia kembali menjadi
negara kesatuan.

22
3. UUD Sementara / UUDS (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)

Periode federal dari Undang-undang Dasar Republik Indonesia Serikat 1949


merupakan perubahan sementara, karena sesungguhnya bangsa Indonesia sejak
17 Agustus 1945 menghendaki sifat kesatuan.

Oleh karena itu, Republik Indonesia Serikat tidak bertahan lama karena terjadi
penggabungan dengan Republik Indonesia. Hal ini mengakibatkan wibawa dari
pemerintah Republik Indonesia Serikat menjadi berkurang.

Kemudian tercapailah kata sepakat untuk mendirikan kembali Negara Kesatuan


Republik Indonesia (NKRI).

Bagi negara kesatuan yang akan didirikan jelas perlu ada undang-undang dasar
baru.

Untuk itu, dibentuklah panitia penyusun rancangan undang-undang dasar yang


disahkan pada 12 Agustus 1950 oleh badan pekerja komite nasional pusat dan oleh
Dewan Perwakilan Rakyat dan senat Republik Indonesia Serikat pada tanggal 14
Agustus 1950.

Berlakulah undang-undang dasar baru itu pada 17 Agustus 1950. Namun karena
kondisi semakin tidak menentu, UUDS hanya berlaku sampai 5 Juli 1959.

4. UUD 1945 Hasil Amandemen (5 Juli 1959 – sekarang)

Undang-Undang Dasar 1945 kembali berlaku sesuai dengan Dekrit Presiden 5 Juli
1959, yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno.

Perubahan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Lama pada masa


1959-1965 menjadi Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Baru.

Perubahan itu dilakukan karena Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde


Lama dianggap kurang mencerminkan pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945
secara murni dan konsekuen.

23
Konstitusi tertulis dan berlaku di Indonesia hasil amandemen ini pula dibuat
dengan lebih terperinci.

H. Perubahan Konstitusi

Perubahan konstitusi dipengaruhi oleh seberapa besar badan yang diberikan


otoritas melakukan perubahan memahami tuntutan perubahan dan seberapa jauh
kemauan anggota badan itu melakukan perubahan. Perubahan konstitusi tidak
hanya bergantung pada norma perubahan, tetapi lebih ditentukan oleh kelompok
elite politik yang memengang suara mayoritas di lembaga yang mempunyai
kewenangan melakukan perubahan konstitusi. Lembaga yang mempunyai
kewenangan melakukan perubahan harus berhasil membaca arah perubahan
yang dikendaki oleh masyarakat yang diatur secara kenegaraan.

Perubahan konstitusi harus didasarkan pada paradigma perubahan agar


perubahan terarah sesuai dengan kebutuhan yang berkembang di masyarakat.
Paradigma ini digali dari kelemahan sistem bangunan konstitusi lama, dan dengan
argumentasi diciptakan landasan agar dapat menghasilkan sistem yang menjamin
stabilitas pemerintahan dan memajukan kesejahteraan rakyat.

Paradigma ini mencakup nilai-nilai dan prinsip-prinsip penting dan mendasar atau
jiwa (gheist) perubahan konstitusi. Nilai dan prinsip itu dapat digunakan untuk
menyusun telaah kritis terhadap konstitusi lama dan sekaligus menjadi dasar bagi
perubahan konstitusi atau penyusunan konstitusi baru. Di samping persoalan
paradigma dalam perubahan konstitusi, juga perlu diperhatikan aspek teoritik
dalam perubahan konstitusi yang akan mencakup masalah prosedur perubahan,
mekanisme yang dilakukan, sistem perubahan yang dianut, dan substansi yang
akan diubah.

Setiap konstitusi tertulis lazimnya selalu memuat adanya klausul perubahan di


dalam naskahnya, sebab betapapun selalu disadari akan ketidaksempurnaan hasil
pekerjaan manusia membuat dan menyusun UUD. selain itu, konstitusi sebagai

24
acuan utama dalam pengaturan kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan
suatu kontrak sosial yang merefleksikan hubungan-hubunganan kepentingan dari
seluruh komponen bangsa dan sifatnya sangat dinamis. Dengan demikian,
konstitusi memerlukan peremajaan secara periodik karena dinamika lingkungan
global akan secara langsung atau tidak langsung menimbulkan pergeseran aspirasi
masyarakat. Pada awal era reformasi, muncul berbagai tuntutan reformasi yang
didesakkan oleh berbagai komponen bangsa, termasuk mahasiswa dan pemuda.
Tuntutan itu antara lain sebagai berikut:
1. amandemen UUD 1945
2. penghapusan doktrin dwifungsi ABRI
3. penegakan supremasi hukum, penghormatan hak asasi manusia, serta
pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN)
4. desentralisasi dan hubungan yang adil antara pusat dan daerah (otonomi
daerah);
5. mewujudkan kebebasan pers
6. mewujudkan kehidupan demokrasi.
Tuntutan perubahan UUD 1945 yang digulirkan oleh berbagai kalangan
masyarakat dan kekuasaan sosial politik didasarkan pada pandangan bahwa UUD
1945 belum cukup memuat landasan bagi kehidupan yang demokratis,
pemberdayaan rakyat, dan penghormatan HAM. selain itu, didalamnya terdapat
pasal-pasal yang menimbulkan multitafsir dan membuka peluang bagi
penyelenggaraan negara yang otoriter, sentralistik, tertutup, dan KKN yang
menimbulkan kemerosotan kehidupan nasional di berbagai bidang kehidupan.

Adapu Tujuan Perubahan UUD NRI 1945 Adalah Untuk

Menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara dalam mencapai tujuan


nasional yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan memperkokoh negara
Kesatuan Repebulik Indonesia yang berdasarkan Pancasila

25
Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan pelaksanaan kedudukan
rakyat serta memperluas partisispasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan
paham demokrasi

Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan perlindungan hak asasi


manusia agar sesuai dengan perkembangan paham hak asasi manusia dan
peradaban umat manusia yang sekaligus merupakan syarat bagi suatu negara
hukum dicita-citakan oleh UUD 1945

menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan negara secara demokratis dan


modern, antara lain melalui pembagian kekuasaan yang lebih tegas, sistem saling
mengawasi dan saling mengimbangi (checks and balances) yang lebih ketat dan
trasnparan, serta pembentukkan lembaga-lembaga negara yang baru untuk
megakomodasi perkembangan kebutuhan bangsa dan tantangan zaman

menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan konstitusional dan kewajiban


negara mewujudkan kesejahteraan sosial, mencerdasakan kehidupan bangsa,
menegakkan etika, moral dan solidaritas dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan
dalam perjuangan mewujudkan negara sejahtera;

melengkapi aturan dasar yang sangat penting dalam penyelenggaraan negara bagi
eksistensi negara dan perjuangan negara mewujudkan demokrasi, seperti
pengaturan wilayah negara dan pemilihan umum

menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan bernegara dan berbangsa


sesuai dengan perkembangan aspirasi, kebutuhan, serta kepentingan bangsa dan
negara Indonesia dewasa ini sekaligus mengakomodasi kecenderungan untuk
kurun waktu yang akan datang.

secara konseptual dan strategis, ada empat pilar reformasi yang semestinya
menjadi acuan dalam pembaharuan politik, ekonomi, sosial, dan lain-lain,
termasuk pembaharuan di bidang hukum. Pertama, mewujudkan kembali

26
pelaksanaan demokrasi dalam segala peri kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara. Dalam demokrasi, rakyat adalah sumber dan sekaligus yang
bertanggung jawab mengatur dan mengurus diri mereka sendiri. setiap kekuasaan
harus selalu bersumber dan tunduk pada kehendak dan kemauan rakyat. Kedua,
mewujudkan kembali pelaksanaan prinsip negara yang berdasarkan atas hukum.

Hukum adalah penentu awal dan akhir segala kegiatan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara untuk mewujudkan kebenaran dan keadilan bagi setiap orang.
Ketiga, pemberdayaan rakyat dibidang politik, ekonomi, sosial dan lain-lain
sehingga terwujud kehidupan masyarakat yang mampu menjalankan tanggung
jawab dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Keempat, meweujudkan
kesejahteraan umum dan sebesar-besarnya kemakmuran atas dasar keadilan
sosial bagi seluruh rakyat.

Pembaharuan konstitusi dimanapun didunia ini terutama tidak ditentukan oleh


tata catra resmi (formal) yang harus dilalui. Tata cara formal (fleksibel) tidak serta
merta memudahkan terjadinya perubahan UUD. Begitu pula sebaliknya, tata cara
formal yang dipersukar (rigid) tidak berarti perubahan UUD tidak akan atau akan
jarang terjadi. Faktor utama yang menentukan perubahan UUD adalah berbagai
(pembaharuan) keadaan dimasyarakat. Dorongan demokratisasi, pelaksanaan
paham negara kesejahteraan (welfare state), perubahan pola dan sistem ekonomi
akibat industrialisasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat menjadi
kekuatan (forces) pendorong pembaharuan. Jadi, masyarakatlah yang menjadi
pendorong utama pembaharuan UUD. Demikian pula peranan UUD itu sendiri.
Hanya masyarakat yang berkehendak dan mempunyai tradisi menghormati dan
menjunjung tinggi UUD (konstitusi pada umumnya), yang akan menentukan UUD
tersebut akan dijalankan sebagaimana mestinya.

KC Wheare pernah mengingatkan, mengapa konstitusi perlu ditentukan pada


kedudukan yang tinggi (supreme), supaya ada semacam jaminan bahwa konstitusi
itu akan diperhatikan dan ditaati dan menjamin agar konstitusi itu akan

27
diperhatikan dan ditaati dan menjamin agar konstitusi tidak akan dirusak dan
diubah begitu saja secara sembarangan. Perubahannya haruis dilakukan secara
hikmat, penuh sungguhan, dan pertimbangan yang mendalam. Sasaran yang ingin
diraih dengan jalan mempersulit perubahan konstitusi antara lain:

1. agar perubahan konstitusi dilakukan dengan pertimbangan yang masak, tidak


sembarangan dengan sadar (dikehendaki)
2. agar rakyat mendapat kesempatan untuk menyampaikan pandangannya
sebelum perubahan dilakukan.
UUD yang baik selalu menentukan sendiri prosedur perubahan atas dirinya sendiri.
Perubahan yang dilakukan di luar prosedur yang ditentukan itu bukanlah
perubahan yang dapat dibenarkan secara hukum (verfassung anderung). Inilah
prinsip negara hukum yang demokratis (democratische rechtsstaat) dan prinsip
negara demokrasi yang berdasarkan atas hukum (constitutional democracy) yang
dicita-citakan oleh para pendiri republik ini.

Di luar itu, namanya bukan 'rechtsstaat', melainkan 'machtsstaat' yang hanya


menjadikan perimbangan 'revolusi politik' sebagai landasan pembenar yang
bersifat "post factum' terhadap perubahan dan pemberlakuan suatu konstitusi.

Menurut Sri Soemantri, apabila dipelajari secara detail mengenai sistem


perubahan konstitusi di berbagai negara, paling tidak ada dua sistem yang sedang
berkembang, yaitu RENEWEL (Pembaharuan) dianut di negara-negara Eropa
Kontinental dan AMANDEMENT (Perubahan) seperti dianut di negara-negara
Anglo Saxon. Sistem yang pertama ialah, apabila suatu konstitusi dilakukan
perubahan (dalam arti diadakan pembaharuan), maka yang diberlakukan adalah
konstitusi yang baru secara keseluruhan. Di antara negara yang menganut sistem
ini misalnya Belanda, Jerman, dan Prancis. Sistem yang kedua ialah, apabila suatu
konstitusi diubah (diamandemen), konstitusi yang asli tetap berlaku. Dengan kata
lain, hasil amandemen tersebut merupakan bagian atau dilampirkan dalam
konstitusinya. Sistem ini dianut oleh negara Amerika Serikat.

28
Menurut Wheare, perubahan UUD akibat dorongan kekuatan (forces) yang terjadi
dapat berbentuk; pertama, kekuatan-kekuatan yang kemudian melahirkan
perubahan keadaan (circumstances) tanpa mengakibatkan perubahan bunyi yang
tertulis dalam UUD, melainkan terjadi perubahan makna. Suatu ketentuan UUD
diberi makna baru tanpa mengubah bunyinya. Kedua, kekuatan-kekuatan yang
melahirkan keadaan baru itu mendorong perubahan atas ketentuan UUD, baik
melalui perubahan formal, putusan hakim, hukum adat, maupun konvensi.

Ada hal-hal prinsp yang harus diperhatikan dalam perubahan UUD.

Menurut Bagir Manan, perubahan UUD berhubungan dengan perumusan kaidah


konstitusi sebagai kaidah hukum negara tertinggi. Dalam hal ini, terlepas dari
beberapa kebutuhan mendesak, perlu kehati-hatian, baik mengenai materi
muatan maupun cara-cara perumusan. Memang benar penataan kembali UUD
1945 untuk menjamin pelaksanaan konstitusionalisme dan menampung dinamika
baru di bidang politik, ekonomi, sosial, dan lainnya. Namun, jangan sekali-kali
perubahan itu semata-mata dijadikan dasar dan tempat menampung berbagai
realitas kekuatan politik yang berbeda dan sedan bersaing dalam SU MPR.

Juga berhati-hati dengan cara-cara merumuskan kaidah UUD. Selain harus mudah
dipahami (zakelijk), juga menghindari kompromi bahasa yang dapat menimbulkan
multitafsir yang dapat disalahgunakan dikemudian hari.

Sri Soemantri menegaskan, dalam mengubah UUD harus ditetapkan dulu alasan
dan tujuannya. Jika hal itu sudah disepakati, baru dapat dipikirkan langkah
selanjutnya berdasarkan alasan dan tujuan perubahan itu. Misalnya, Selam ini
UUD terkesan terlalu beriorentasi pada eksekutif. Oleh karena itu, ditentukanlah
bahwa tujuan dari perubahan UUD adalah untuk membatasi eksekutif. Kemudian
apa yang dilakukan untuk membatasi kekuasaan eksekutif? itu harus dipikirkan
masak-masak. Misalnya, kontrol terhadap eksekutif hanya diperkuat. Itu berarti
kedudukan legislatif mesti diperkuat. Jadi, kita harus kembali pada alasan dan

29
tujuan dari perubahan itu. Misalnya, tujuannya adalah mewujudkan negara
demokrasi, maka kita harus berbicara dengan mengenai sistem pemerintahan.

Menurut tradisi Amerika Serikat, perubahan dilakukan terhadap meteri tertentu


dengan menetapkan naskah Amandemen yang terpisah dari naskah asli UUD,
sedangkan menurut tradisi Eropa perubahan dilakukan langsung dalam teks UUD,
jika perubahan itu menyangkut materi tertentu, tentulah naskah UUD asli itu tidak
banyak mengalami perubahan. Akan tetapi, jika materi yang diubah terbilang
banyak dan apalagi isinya sangat mendasar, biasanya naskah UUD itu disebut
dengan nama baru sama sekali. Dalam hal demikian, perubahan identik dengan
penggantian. Namun, dalam tradisi Amandemen Konstitusi Amerika Serikat,
materi yang diubah biasanya selalu menyangkut satu "issue" tertentu.

Landasan teoritis melakukan perubahan UUD 1945 dalam bentuk putusan


"Perubahan UUD" adalah menjadikan konstitusi bersifat normative-closed
sehingga perubahan tidak lagi dilakukan oleh MPR dengan ketetapan MPR. MPR
tidak dibenarkan mengembangkan kewenangannya melalui putusan
nonamandemen, karena dengan demikian secara teoritis akan menempatkan
konstitusi bersifat normative-open. Menjadikan UUD 1945 bersifat normative-
closed membawa implikasi terhadap eksistensi MPR, yaitu MPR harus patuh
terhadap UUD 1945.

Amandemn sebagai bentuk hukum perubahan UUD mempunyai kedudukan


sederajat dan merupakan bagian tak terpisahkan dari UUD. Kebaikan bentuk
hukum amandemen atau perubahan ada kesinambungan historis dengan UUD asli
(sebelum perubahan). Amandemen atau perubahan merupakan suatu bentuk
hukum, bukan sekedar prosedur. Inilah perubahan UUD 1945 yang disebut
"perubahan pertama". Tidak perlu semua anggota MPR menandatangani naskah
perubahan. Cukup suatu berita acara yang menerangkan penyelanggaraan
perubahan sesuai dengan tata cara yang diatur dalam UUD dan naskah perubahan
disertakan pada berita acara, termasuk daftar hadir dan sebagainya.

30
31
BAB 3 PENUTUP

A. KESIMPULAN

Menurut definisi dapat dikatakan konstitusi adalah himpunan norma


atau kaidah konstitusi suatu negara yang menyiratkan bahwa konstitusi
merupakan dokumen yang berisi norma atau kaidah-kaidah hukum
untuk mengoperasionalkan penyelenggaraan kekuasaan negara.
UUD 45 sebagai bentuk konstitusi tertulis di Indonesia memiliki
sistematika yang terdiri dari Pembukaan, Batang Tubuh, Penjelasan
Kedudukan dan Hub Pembukaan UUD 45 Dengan Batang Tubuh UUD
45 yaitu Pembukaan UUD 45 mempunyai kedudukan Lebih tinggi
dibanding Batang tubuh, alasannya Dalam Pembukaan terdapat dasar
negara (Pancasila), Fungsi dan tujuan bangsa Indonesia, bentuk negara
Indonesia (republik) Pembukaan tidak bisa diubah, mengubah sama
saja membubarkan negara, sedangkan BT bisa diubah(diamandeman).
Dalam sistem tata hukum RI, Pembukaan UUD 45 memenuhi
kedudukan sebagai pokok kaidah negara yang fundamental, alasan:
a. dibuat oleh pendiri negara (PPKI)
b. pernyataan lahirnya sebagai bangsa yang mandiri
c. memuat asas rohani (Pancasila), asas politik negara (republik
berkedaulatan rakyat), dan tujuan negara (jadi negara adil makmur)
d. memuat ketentuan yang menetapkan adanya suatu UUD.
Undang-Undang Dasar ini pun telah mengalami 4 kali amandemen
yaitu Amandemen I (14-21 Okt 1999), Amandemen II ( 7-8 Agust 2000),
Amandemen III (1-9 Nov 2001), Amandemen IV (1-11 Agust 2002)
Mirriam Budiardjo memiliki pendapat bahwa Isi Konstitusi itu sendiri
memuat tentang Organisasi Negara, HAM, Prosedur penyelesaian
masalah pelanggaran hukum, dan Cara perubahan konstitusi dan
larangan mengubah konstitusi.

32
Nilai Normatif Nilai ini merupakan suatu konstitusi dimana telah resmi
diterima oleh suatu bangsa dan bagi mereka konstitusi itu tidak hanya
berlaku dalam arti hukum atau legal saja.
Suatu konstitusi yang telah resmi diterima oleh suatu bangsa dan bagi
mereka konstitusi tersebut bukan hanya berlaku dalam arti hukum,
akan tetapi juga merupakan suatu kenyataan yang hidup dalam arti
sepenuhnya diperlukan dan efektif. Konstitusi dalam nilai normatif ini
berarti bahwa sebuah konstitusi yang telah ditetapkan tidak hanya
sebatas sebuah peraturan ataupun aturan tertulis yang telah disahkan
oleh berbagai pihak.
Secara tidak langsung bisa diartiakan bahwa segala aturan dan
peraturan yang telah ditetapkan, tidak hanya menjadi sebuah
formalitas saja, tetapi semua kandungan pesan dan ketentuan yang
ada didalamnya harus bisa dilakukan dan diterapkan dalam kehidupan
sehari hari. Apabila suatu konstitusi telah resmi diterima oleh suatu
bangsa dan bagi mereka konstitusi itu bukan hanya berlaku dalam arti
hukum (legal), tetapi merupakan suatu kenyataan (reality) dalam arti
sepenuhnya diperlukan dan efektif. Ketidaksempurnaan tersebut
disebabkan pasal – pasal tertentu yang kurang atau tidak berlaku /
tidak seluruh pasal-pasal yang terdapat dalam UUD itu berlaku bagi
seluruh kalangan wilayah di Negara.
Konstitusi yang mempunyai nilai nominal berarti secara hukum
konstitusi itu berlaku, tetapi kenyataannya kurang sempurna, sebab
pasal-pasal tertentu dari konstitusi tersebut dalam kenyataannya tidak
berlaku. Namun, menurut hukum yang berlaku suatu konstitusi yang
telah disepakati memiliki sifat yang tidak sempurna. Yang mana dalam
hal ini, terdapat beberapa aturan dan ketentuan yang ada dalam
konstitusi yang tidak bisa berlaku bagi seluruh wilayah negara.

33
Ketidaksempurnaan berlakunya suatu konstitusi ini jangan dikacaukan
bahwa sering kali suatu konstitusi yang tertulis berbeda dari konstitusi
yang di praktekan. Yang dimaksud di sini bahwa suatu konstitusi itu
secara hukum berlaku, namun berlakunya itu tidak sempurna, karena
ada pasal-pasal yang dalam kenyataannya tidak berlaku. Suatu
konstitusi mempunyai nilai semantik jika konstitusi tersebut secara
hukum tetap berlaku, namun dalam kenyataannya adalah sekedar
untuk memberikan bentuk dari temapat yang telah ada, dan
dipergunakan untuk melaksanakan kekuasaan politik.
Konstitusi itu secara hukum tetap berlaku, tetapi dalam kenyataan
hanya sekedar untuk memberi bentuk dari tempat yang telah ada dan
untuk melaksanakan kekuasaan politik. Mobilitas kekuasaan yang
dinamis untuk mengatur, yang menjadi maksud yang esensial dari
suatu konstitusi diberikan demi kepentingan pemegang kekuasaaan
yang sebenarnya. Suatu konstitusi yang mengikat itu bila dipahami,
diakui, diterima, dan dipatuhi oleh masyarakat bukan hanya berlaku
dalam arti hukum, akan tetapi juga merupakan suatu kenyataan yang
hidup dalam arti sepenuhnya diperlukan dan efektif, maka konstitusi
tersebut dinamakan konstitusi yang mempunyai nilai normatif.
Pada masa Orde Baru konstitusi pun menjadi arena pelanggengan
kekuasaan hal tersebut terlihat dengan rigidnya sifat konstitusi yang
“sengaja” dibuat dengan membuat peraturan atau prosedur
perubahan demikian sulit, padahal Undang-Undang Dasar pada saat itu
dibentuk dengan tujuan sebagai Undang-Undang Dasar sementara,
mengingat kondisi negara yang pada waktu itu telah memproklamirkan
kemerdekaan maka diperlukanlah suatu Undang-Undang dasar sebagai
dasar hukum tertinggi.
Konstitusi materiil adalah konstitusi yang jika dilihat dari segi isinya
yang merupakan peraturan bersifat mendasar dan fundamenta.

34
Timbulnya konstitusi tertulis disebabkan karena pengaruh aliran
kodifikasi .Salah satu negara di dunia yang mempunyai konstitusi tidak
tertulis adalah inggris namun prinsip-prinsip yang ada dikonstitusikan
dan dicantumkan dalam undamg-undang biasa seperti bill of rights .
Dengan demikian, suatu konstitusi tertulis apabila dicantumkan dalam
suatu naskah atau beberapa naskah , sedangkan yang tidak tertulis
dalam suatu naskah tertentu melainkan dalam banyak hal yang diatur
dalam konvensi-konvensi atau undang-undang biasa .
Tujuan Konstitusi dalam Negara Fungsi konstitusi adalah sebagai
sumber dasar hukum tertinggi negara.
Dalam konteks Indonesia, konstitusi yang membentuk negara kesatuan
yang berbentuk republik sebagaimana kita saksikan hari ini merupakan
karya dari para pendiri negara.
Bagian formil mengandung aturan-aturan yang berhubungan dengan
badan-badan tertinggi dalam negara, prosedur dan penetapan badan-
badan tersebut, dan prinsip-prinsip struktural pokok dari negara.
Sedangkan bagian materiil meletakkan nilai-nilai, maksud dan tujuan
yang hendak dicapai negara, demokrasi, keadilan sosial, tata
pemerintahan yang baik, perlindungan lingkungan dan hak-hak dasar
manusia/warga negara.
Tujuan Konstitusi Tertulis Negara satu dan lainnya memiliki maksud
dan tujuan konstitusi yang berbeda-beda.

B. SARAN

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan mengenai makalah ‘’ Nilai-Nilai


Dasar

Pendidikan Pancasila ‘’ penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam


makalah ini, hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan yang penulis

35
miliki . oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat
penulis harapkan untuk perbaikan ke depannya.
Sebagai mahasiswa dan juga seorang warga negara yang berintegritas
diharapkan bisa menjelaskan nilai-nilai konstitusi bangsa Indonesia. Dan
semoga pemerintah bisa menjaga dan melaksanakan peraturan-peraturan
yang berlaku di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Dasar, serta adanya
penegakkan keadilan sesuai hukum yang berlaku.

36
DAFTAR PUSTAKA

“Nilai Nilai Konstitusi beserta penjelasannya” https://haloedukasi.com/nilai-


nilai-konstitusi
2015. “Sejarah dan perkembangan Konstitusi di Indonesia”
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=11776
2018. Nani. “Contoh konstitusi tertulis dan tidak tertulis di Indonesia”
https://guruppkn.com/contoh-konstitusi-tertulis
2021. “Perkembangan Konstitusi Tertulis yang Berlaku di Indonesia”
https://www.kai.or.id/berita/18353/perkembangan-
konstitusi-tertulis-yang-berlaku-di-indonesia.html
2022. “Perbedaan konstitusi tertulis dan tidak tertulis”
2022. https://alisarjunip.blogspot.com/2014/05/makalah-tentang-
konstitusi.html?m=1
Dhea Fina. 2022. “Nilai Nilai dan Moral dalam Konstitusi”
https://rumusrumus.com/nilai-nilai-dan-moral-dalam-
konstitusi/#:~:text=Berikut%20nilai-
nilai%20yang%20terdapat%20dalam%20konstitusi%20ialah%
20%3A,namun%20tidak%20begitu%20sempurna.%20...%203
%20Nilai%20Semantik
Firdaus, Fahmi Ramadhan. 2020. “Nilai-nilai Konstitusi dalam UUD 1945 dan
Maknanya, https://www.hukumonline.com/klinik/a/nilai-
nilai-konstitusi-dalam-uud-1945-dan-maknanya-
lt5e6f209f4514c
https://nasional.kompas.com/read/2022/03/09/04000061/perbedaan-
konstitusi-tertulis-dan-tidak-tertulis
Saepudin. 2010. “NILAI NILAI KONSTITUSI”
https://saepudinonline.wordpress.com/2010/12/10/nilai-
nilai-konstitusi/, diakses pada 23 Mei 2022.

37
Simatupang FP Estomihi. 2020. “Nilai dan Sifat Konstitusi”
https://berandahukum.com/a/nilai-dan-sifat-konstitusi

38

Anda mungkin juga menyukai