Anda di halaman 1dari 8

IMPLEMENTASI SISTEM PEMERINTAHAN TERHADAP PEMBAGIAN

KEKUASAAN DI INDONESIA

Oleh :

WA ODE AMBAR WATI

H1A1 17 495

ABSTRAK

Implementasi Sistem pemerintahan Indonesia saat ini mensyaratkan adanya


pemisahan kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif sebagai perwujudan checks
and balances. Ketentuan ini telah tertuang dalam konstitusi, namun diperlukan
langkah penyempurnaan, terutama pengaturan pembatasan kekuasaan dan
wewenang yang jelas antara ketiga kekuasaan tersebut. Tulisan ini menggunakan
metode normatif yang bertujuan untuk menganalisis dan membahas berbagai teori
dan praktik tentang pelaksanaan sistem pemerintahan Indonesia. Indonesia adalah
negara hukum dimana memiliki ciri-ciri tersendiri yang berbeda dengan negara
hukum yang diterapkan di berbagai negara. Hanya saja, untuk prinsip umumnya,
seperti adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan masih tetap digunakan
sebagai dasar dalam mewujudkan Negara hukum di Indonesia.Penerapan
pembagian kekuasaan di Indonesia terdiri atas dua bagian, yaitu pembagian
kekuasaan secara horizontal dan pembagian kekuasaan secara vertikal. Pembagian
kekuasaan secara horizontal yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsi
lembagalembaga tertentu (legislatif, eksekutif dan yudikatif), sedangkan
pembagian kekuasaan secara vertikal merupakan pembagian kekuasaan menurut
tingkatnya, yaitu pembagian kekuasaan antara beberapa tingkatan pemerintahan.
Kata Kunci: Implementasi Sistem pemerintahan, Pembagian Kekuasaan, Negara
Hukum, UUD 1945.
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penulisan


Sri Seomantri menyatakan bahwa sistem pemerintahan adalah hubungan
antara lembaga legislatif dan eksekutif terdapat perbedaan yang jelas antara
sistem pemerintahan presidensiil dan parlementer. Masing-masing memiliki ciri-
ciri sebagaimana diungkapkannya dalam kutipan berikut. Pertama, masalah
sistem pemerintahan yang dianut oleh UUD 1945. Memang di kalangan saat ini
ada dua sampai tiga pendapat. Yang pertama, mengatakan bahwa yang berlaku
sekarang ini sistem pemerintahan presidensiil. Kedua, mengatakan itu bukan
sistem presidensiil, bahkan ini dikatakan ada semacam campuran. Ketiga ini
mencari solusi, seperti yang dikemukan oleh almarhum Prof. Padmo Wahyono
yang mengatakan sistem MPR.1 Indonesia merupakan negara dengan sistem
pemerintahan Presidensial. Hal ini didasarkan pada kesepakatan pendiri bangsa
(founding fathers) dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan (BPUPK) pada 29 Mei- 1 Juni dan 10-17 Juli 1945.2
Sistem pemerintahan adalah hubungan antara penyelengara negara atau
lembaga-lembaga yang melaksanakan kegiatan pemerintah dalam arti luas
dalam suatu tatanan untuk mencapai tujuan negara dengan adanya pemisahan
kekuasaan yang dapat menjamin kehidupan bernegara. Dalam arti sempit,
hubungan tersebut akan dikaitkan antara lembaga eksekutif dan lembaga
legislatif yang kemudian dituangkan dalam naskah konstitusi. Sistem
pemerintahan berkaitan dengan mekanisme yang dilakukan pemerintah dalam
menjalankan tugasnya.3
Lembaga negara atau lembaga pemerintah dalam sistem pemerintahan
republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Tahun 1945
Sesudah Amandemen ada 7 (tujuh) yaitu: MPR, DPR, DPD, Presiden, BPK, MA

1 Sri M Soemantri, Sri 1992, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, (Bandung: Alumni 1992),
hlm. 90.
2 Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi, Menguatnya Model Legislasi Parlementer dalam Sistem

Presidensial Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2010, hlm. 4 dikutip di M. Yasin al-arif “Anomali Sistem
Pemerintahan Presidensial Pasca Amandemen UUD 1945” hal. 239. Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM No.2
Vol.22 April 2015:238-254.
3 Ahmad Sukardja, Hukum Tata Negara & Hukum Administrasi Negara dalam Perspektif Fikih

Siyasah....,120.
dan MK. Lembaga-lembaga tersebut memegang kekuasaan negara masing-
masing. Berdasarkan ajaran Trias Politica yang membagi kekuasaan negara
menjadi 3 (tiga) yaitu Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Di Indonesia sendiri
menganut sistem pemerintahan presidensial. Dalam sistem pemerintahan
presidensial ditegaskan harus ada pemisahan kekuasaan perundang-undangan
dan kekuasaan pemerintahan. Apabila ternyata di kemudian hari ada perselisihan
antara badan eksekutif dan legislatif, maka badan yudikatif akan
memutuskannya.
Teori yang mencakup kedua pembagian kekuasaan baik dalam tatanan
pembagian kekuasaan fungsi negara maupun tatanan pembagian kekuasaan
antara pemerintah pusat dan negara bagian atau pemerintah daerah juga
dikemukakan oleh Arthur Maass. Menurut Arthur Maass pembagian kekuasaan
dapat bersifat horizontal disebut sebagai capitaldivision of powers, sedangkan
pembagian kekuasaan secara vertikal disebut sebagai areal division of power.
Dalam rangka capital division of powers , fungsi legislatif, eksekutif, dan
yudikatif masing-masing diberikan kepada suatu badan. Dalam rangka areal
division of powers, fungsi-fungsi tertentu misalnya moneter dan hubungan luar
negeri diberikan kepada pemerintah pusat, sedangkan fungsi-fungsi lainnya
diberikan kepada negara bagian atau pemerintah daerah.4

B. Rumusan Masalah
Dari pendahuluan diatas penuklis mengambil sebuah rumusan masalah
yaitu Bagaimankah implementasi Sistem Pemerintahan dengan adanya
pembagian kekuasaan yang implikasinya terhadap amandemen UUD 1945.

C. Tujuan Penulisan

4 Edie Toet Hendratno, 2009, Negara Kesatuan, Desentralisasi, Dan Federalisme, Graha Ilmu,

Yogyakarta, h. 83
Untuk mengetahui perubahan paradigma terkait dengan penerapan Sistem
Pemerintahan dengan adanya pembagian kekuasaan yang implikasinya terhadap
amandemen UUD 1945 yang kelima.

PEMBAHASAN

Banyak pokok pikiran baru yang diadopsi didalam UUD 1945 terutama pada
amandemen. Empat diantaranya adalah antaranya adalah (a) penegasan dianutnya
cita demokrasi dan nomokrasi secara sekaligus dan saling melengkapi secara
komplamenter; (b) pemisahan kekuasaan dan prinsip “checks and balances” (c)
pemurnian sistem pemerintah presidensil; dan (d) penguatan cita persatuan dan
keragaman dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.5 Yang menjadi
pembahasan disini adalah pada poin ke 2 dan 3 yaitu sistem pemerintah presidensil
dan pemisahan kekuasaan dan prinsip “checks and balances.
Sistem pemerintahan ini pada era demokrasi modern dapat dibagai dalam tiga
kelas, tergantung pada hubungan antara organ-organ pemerintahan yang mewakili
tiga fungsi yang berbeda, yaitu: Pertama, pemerintahan rakyat melalui perwakilan
dengan sistem parlementer. Kedua, pemerintahan rakyat melalui perwakilan
dengan sistem pemisahan kekuasaan atau sistem presidensial. Ketiga, pemerintahan
rakyat melalui perwakilan dengan disertai pengawasan langsung oleh rakya.6
Sistem presidensial merupakan sistem pemerintahan yang terpusat pada jabatan
presiden sebagai kepala pemerintahan (head of government) sekaligus sebagai
kepala negara (head of state ).
Keinginan untuk menegaskan sistem presidensil sendiri sudah cukup lama.
Hal ini disebabkan oleh kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam UUD 1945.
Meskipun dikatakan bahwa sistem pemerintahan Indonesia adalah sistem
presidensil, namun pada kenyataannya sistem yang dianut adalah sistem campuran
atau quasi presidensil. Sebagaimana dikatakan oleh Sri Soemantri bahwa sistem

5 Jimly Asshiddiqie, “Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat UUD Tahun

1945”, makalah disampaikan pada Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII yang diselenggarakan oleh
BPHN Dephukham RI, Denpasar, 14-18 Juli 2003, hlm. 2.
6 Bagir Manan, Lembaga Kepresidenan, (Yogyakarta: Gema Media, 1999), 41.
pemerintahan RI berdasarkan UUD 1945 memperlihatkan sekaligus segi-segi
sistem pemerintahan presidensil dan sistem parlementer atau sistem campuran.7
Implementasi sistem pemerintahan pada pembagian kekuasaan dapat dilihat
pada kewenangan yang bersifat legislatif atau untuk mengatur kepentingan umum
atau publik (to regulate public affair based on the law and the constitution). Dalam
sistem pemisahan kekuasaan (separation of power), kewenangan untuk mengatur
ini dianggap ada di tangan lembaga perwakilan, bukan di tangan eksekutif. Jika
lembaga eksekutif merasa perlu mengatur, maka kewenangan mengatur di tangan
eksekutif itu bersifat derivatif dari kewenangan legislatif. Artinya, Presiden tidak
boleh menetapkan suatu peraturan yang bersifat mandiri. Kewenangan yang
bersifat legislatif atau untuk mengatur kepentingan umum atau publik (to regulate
public affair based on the law and the constitution). Dalam sistem pemisahan
kekuasaan (separation of power), kewenangan untuk mengatur ini dianggap ada di
tangan lembaga perwakilan, bukan di tangan eksekutif. Jika lembaga eksekutif
merasa perlu mengatur, maka kewenangan mengatur di tangan eksekutif itu bersifat
derivatif dari kewenangan legislatif. Artinya, Presiden tidak boleh menetapkan
suatu peraturan yang bersifat mandiri.
Sistem presidensial dapat dikatakan pemerintahan perwakilan rakyat yang
representatif, dengan sistem pemisahan kekuasaan secara tegas. Pemisahan antara
kekuasan eksekutif dengan legislatif diartikan bahwa kekuasaaan eksekutif ini
dipegang oleh suatu badan atau organ yang di dalam menjalankan tugas tersebut
tidak bertanggung pada badan perwakilan rakyat. Badan perwakilan rakyat ini
menurut Montesquieu memegang kekuasaan legislatif, sehingga bertugas membuat
dan menentukan peraturan-peraturan hukum. Dengan demikian, pimpinan badan
eksekutif ini diserahkan kepada seseorang yang di dalam hal pertanggung
jawabannya sifatnya sama dengan badan perwakilan rakyat, yaitu bertanggung
jawab langsung kepada rakyat, jadi tidak perlu melalui badan perwakilan rakyat.
Sehingga kedudukan badan eksekutif adalah bebas dari badan perwakilan rakyat.
Presiden dalam arti yang sebenarnya dalam menjalankan tugasnya presiden dibantu

7 Bagir Manan, 1999, Lembaga Kepresidenan, Gama Media, Yogyakarta, hlm. 41.
oleh menteri-menteri. Oleh karena itu, menteri harus bertanggung jawab kepada
presiden, dan menteri tidak bertanggung jawab kepada badan perwakilan rakyat.
Badan perwakilan rakyat tidak bisa memberhentikan presiden atau menteri,
meskipun badan perwakilan tidak menyetujui kebijakan-kebijakan para menteri
tersebut. Jadi, yang bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas yang diberikan
presiden kepada menteri adalah presiden sendiri.8
Dalam konsep sistem pemerintahan Indonesia dengan adanya pembagian
kekuasaan yang utama adalah bahwa kedudukan antara lembaga eksekutif dan
legislatif adalah sama kuat. Dalam sistem pemerintahan ditegaskan harus ada
pemisahan kekuasaan perundang-undangan dan kekuasaan pemerintahan. Apabila
ternyata di kemudian hari ada perselisihan antara badan eksekutif dan legislatif,
maka badan yudikatif akan memutuskannya.9
Hubungan antara implementasi sistem pemerintahan dengan pembagian
kekuasaan di Indonesia dapat dilihat secara institusional yaitu lembaga-lembaga
negara merupakan lembaga kenegaraan yang berdiri sendiri yang satu tidak
merupakan bagian dari yang lain. Akan tetapi, dalam menjalankan kekuasaan atau
wewenangnya, lembaga Negara tidak terlepas atau terpisah secara mutlak dengan
lembaga negara lain, hal itu menunjukan bahwa UUD 1945 tidak menganut doktrin
pemisahan kekuasaan. Dengan perkataan lain, UUD 1945 menganut asas
pembagian kekuasaan dengan menunjuk pada jumlah badan-badan kenegaraan
yang diatur didalamnya serta hubungan kekuasaan diantara badan-badan
kenegaraan yang ada yakni Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Presiden,
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkmah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK).

PENUTUP
Kesimpulan
Amandemen terhadap UUD 1945 telah menegaskan bahwa sistem
pemerintahan yang dianut adalah sistem pemerintahan presidensil. Hal ini

8 Ni‟matul Huda, Ilmu Negara, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), 253-254.


9 Ni‟matul Huda, Ilmu Negara...., 254.
merupakan salah satu tindakan perbaikan atau korektif terhadap sistem presidensil
yang lama sebelum UUD 1945 diamandemen. Dalam konsep sistem pemerintahan
Indonesia dengan adanya pembagian kekuasaan yang utama adalah bahwa
kedudukan antara lembaga eksekutif dan legislatif adalah sama kuat. Implementasi
sistem pemerintahan pada pembagian kekuasaan dapat dilihat pada kewenangan
yang bersifat legislatif atau untuk mengatur kepentingan umum atau publik (to
regulate public affair based on the law and the constitution). Dalam sistem
pemisahan kekuasaan (separation of power), kewenangan untuk mengatur ini
dianggap ada di tangan lembaga perwakilan, bukan di tangan eksekutif. Jika
lembaga eksekutif merasa perlu mengatur, maka kewenangan mengatur di tangan
eksekutif itu bersifat derivatif dari kewenangan legislatif. Artinya, Presiden tidak
boleh menetapkan suatu peraturan yang bersifat mandiri. Hubungan antara
implementasi sistem pemerintahan dengan pembagian kekuasaan di Indonesia
dapat dilihat secara institusional yaitu lembaga-lembaga negara merupakan
lembaga kenegaraan yang berdiri sendiri yang satu tidak merupakan bagian dari
yang lain. Akan tetapi, dalam menjalankan kekuasaan atau wewenangnya, lembaga
Negara tidak terlepas atau terpisah secara mutlak dengan lembaga negara lain, hal
itu menunjukan bahwa UUD 1945 tidak menganut doktrin pemisahan kekuasaan.
Dengan perkataan lain, UUD 1945 menganut asas pembagian kekuasaan dengan
menunjuk pada jumlah badan-badan kenegaraan

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Sukardja, Hukum Tata Negara & Hukum Administrasi Negara dalam
Perspektif Fikih Siyasah.

Bagir Manan, 1999, Lembaga Kepresidenan, Gama Media, Yogyakarta.

Jimly Asshiddiqie, “Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan


Keempat UUD Tahun 1945”, makalah disampaikan pada Seminar Pembangunan
Hukum Nasional VIII yang diselenggarakan oleh BPHN Dephukham RI, Denpasar,
14-18 Juli 2003.

Ni‟matul Huda, Ilmu Negara, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013).

Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi, Menguatnya Model Legislasi


Parlementer dalam Sistem Presidensial Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2010,
hlm. 4 dikutip di M. Yasin al-arif “Anomali Sistem Pemerintahan Presidensial
Pasca Amandemen UUD 1945” hal. 239. Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM No.2
Vol.22 April 2015.

Sri M Soemantri, Sri 1992, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia,
(Bandung: Alumni 1992).

Anda mungkin juga menyukai