Anda di halaman 1dari 30

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS

2.1.1. Koordinasi

2.1.1.1. Pengertian Koordinasi

Dalam sebuah organisasi setiap pimpinan perlu untuk

mengkoordinasikan kegiatan kepada anggota organisasi yang diberikan

dalam menyelesaikan tugas. Dengan adanya penyampaian informasi yang

jelas, pengkomunikasian yang tepat, dan pembagian pekerjaan kepada para

bawahan oleh manajer maka setiap individu bawahan akan mengerjakan

pekerjaannya sesuai dengan wewenang yang diterima. Tanpa adanya

koordinasi setiap pekerjaan dari individu karyawan maka tujuan perusahaan

tidak akan tercapai.

Hasibuan (2006: 85) berpendapat bahwa : “Koordinasi adalah

kegiatan mengarahkan, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan unsur-

unsur manajemen dan pekerjaan-pekerjaan para bawahan dalam mencapai

tujuan organisasi”.

Handoko (2003: 195) mendefinisikan koordinasi adalah: “proses

pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan pada satuan-satuan

yang terpisah (departemen-departemen atau bidang-bidang fungsional) pada

suatu organisasi untuk mencapai tujuan secara efisien dan efektif”.


Menurut G.R Terry dalam Hasibuan (2006 : 85) berpendapat bahwa

koordinasi adalah

“Suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk menyediakan jumlah dan

waktu yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan

suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah

ditentukan”.

Menurut E. F. L. Brech dalam bukunya, The Principle and Practice of

Management yang dikutip Handayaningrat (2002:54) Koordinasi adalah:

“Mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi

kegiatan pekerjaan yang cocok kepada masing-masing dan menjaga

agar kegiatan itu dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya di

antara para anggota itu sendiri”.

Sedangkan menurut G. R. Terry dalam bukunya, Principle of

Management yang dikutip Handayaningrat (2002:55) koordinasi adalah

“suatu usaha yang sinkron atau teratur untuk menyediakan jumlah dan

waktu yang tepat dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu

tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan”.

Menurut tinjauan manajemen, koordinasi menurut Terry dalam

Handayaningrat (2002:56) meliputi :

1. Jumlah usaha baik secara kuantitatif, maupun secara kualitatif

2. Waktu yang tepat dari usaha-usaha tersebut


3. Directing atau penentuan arah usaha-usaha tersebut

Berdasarkan definisi di atas maka dapat disebutkan bahwa koordinasi

memiliki syarat-syarat yakni :

1. Sense of Cooperation, perasaan untuk saling bekerja sama, dilihat per

bagian.

2. Rivalry, dalam organisasi besar, sering diadakan persaingan antar bagian,

agar saling berlomba

3. Team Spirit, satu sama lain per bagian harus saling menghargai.

4. Esprit de Corps, bagian yang saling menghargai akan makin

bersemangat.

Selanjutnya koordinasi memiliki sifat-sifat sebagai berikut :

1. Koordinasi adalah dinamis, bukan statis.

2. Koordinasi menekankan pandangan menyeluruh oleh seorang manajer

dalam kerangka mencapai sasaran.

3. Koordinasi hanya meninjau suatu pekerjaan secara keseluruhan.

Menurut Handoko (2003:196) kebutuhan akan koordinasi tergantung

pada sifat dan kebutuhan komunikasi dalam pelaksanaan tugas dan derajat

saling ketergantungan bermacam-macam satuan pelaksananya. Hal ini juga

ditegaskan oleh Handayaningrat (1985:88) bahwa koordinasi dan

komunikasi adalah:

“sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan. Selain itu, Handayaningrat

juga mengatakan bahwa koordinasi dan kepemimpinan (leadership)


adalah tidak bisa dipisahkan satu sama lain, karena satu sama lain

saling mempengaruhi”.

Terdapat 3 (tiga) macam saling ketergantungan di antara satuan-satuan

organisasi seperti diungkapkan oleh James D. Thompson (Handoko,

2003:196), yaitu:

1. Saling ketergantungan yang menyatu (pooled interdependence), bila

satuan-satuan organisasi tidak saling tergantung satu dengan yang lain

dalam melaksanakan kegiatan harian tetapi tergantung pada pelaksanaan

kerja setiap satuan yang memuaskan untuk suatu hasil akhir.

2. Saling ketergantungan yang berurutan (sequential interdependece), di

mana suatu satuan organisasi harus melakukan pekerjaannya terlebih

dulu sebelum satuan yang lain dapat bekerja.

3. Saling ketergantungan timbal balik (reciprocal interdependence),

merupakan hubungan memberi dan menerima antar satuan organisasi.

Lebih lanjut Handoko (2003:196), juga menyebutkan bahwa:

“Derajat koordinasi yang tinggi sangat bermanfaat untuk pekerjaan

yang tidak rutin dan tidak dapat diperkirakan, faktor-faktor

lingkungan selalu berubah-ubah serta saling ketergantungan adalah

tinggi. Koordinasi juga sangat dibutuhkan bagi organisasi-organisasi

yang menetapkan tujuan yang tinggi”.


Pedoman Koordinasi

1. Koordinasi harus terpusat,sehingga ada unsur pengendalian guna

menghindari tiap bagian bergeraksendiri-sendiri yang merupakan kodrat

yang telah ada dalam setiap bagian, ingatbahwa organisasi merupakan

kumpulan dari orang-orang yang punya kebutuhan dan keinginan

berbeda.

2. Koordinasi harus terpadu,keterpaduan pekerjaan menunjukkan keadaan

yang saling mengisi dan memberi.

3. Koordinasi harus berkesinambungan,yaitu rangkaian kegiatan yang

saling menyambung, selalu terjadi, selaludiusahakan dan selalu

ditegaskan adanya keterkaitan dengan kegiatan sebelumnya.

4. Koordinasi harus menggunakan pendekatan multi instansional, dengan

ujud saling memberikan informasi yangrelevan untuk menghindarkan

saling tumpang tindih tugas yang satu dengan tugasyang lain.

5. Berdasarkan pengertian di atas jelaslah bahwa koordinasi adalah tindakan

seorang pimpinan untuk mengusahakan terjadinya keselarasan, antara

tugas dan pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang atau bagian yang satu

dengan bagian yang lain. Dengan koordinasi ini diartikan sebagai suatu

usaha ke arah keselarasan kerja antara anggota organisasi sehingga tidak

terjadi kesimpang siuran, tumpang tindih. Hal ini berarti pekerjaan akan

dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.

Jadi dapat disimpulkan bahwa koordinasi merupakan proses

pengintegrasian tujuan dan aktivitas di dalam suatu perusahaan atau


organisasi agar mempunyai keselarasan di dalam mencapai tujuan yang

ditetapkan, pengkoordinasian dimaksudkan agar para manajer

mengkoordinir sumber daya manusia dan sumber daya lain yang dimiliki

organisasi tersebut. Kekuatan suatu organisasi tergantung pada

kemampuannya untuk menyusun berbagai sumber dayanya dalam mencapai

suatu tujuan.

Dari berbagai pendapat diatas maka ditarik kesimpulan mengenai

koordinasi yang merupakan suatu integrasi aktivitas bagian-bagian terpisah

dari sebuah organisasi untuk mencapai sasaran organisasi. Dengan kata lain,

koordinasi merupakan pengimbang bagi pembagian dan spesialisasi

pekerjaan yang cenderung memisahkan dalam organisasi, sehingga

hubungan pekerjaan antara orang dan pekerjaan yang berbeda tapi berkaitan

dapat memberi kontribusi terhadap sasaran organisasi.

Jika pelaksanaan koordinasi oleh Kepala Desa dengan Badan Permusyawaratan

Desa selaras dengan prinsif diatas, tentu efektivitas pelaksanaan pembangunan

fisik akan meningkat, sehingga tujuan dari program tersebut dapat tercapai.

2.1.1.2. Tipe-tipe Koordinasi

Umumnya organisasi memiliki tipe koordinasi yang dipilih dan

disesuaikan dengan kebutuhan atau kondisi-kondisi tertentu yang diperlukan

untuk melaksanakan tugas agar pencapaian tujuan tercapai dengan baik.

Hasibuan (2006:86) berpendapat bahwa tipe koordinasi di bagi menjadi dua

bagian besar yaitu koordinasi vertikal dan koordinasi horizontal. Kedua tipe
ini biasanya ada dalam sebuah organisasi. Makna kedua tipe koordinasi ini

dapat dilihat pada penjelasan di bawah ini:

a. Koordinasi vertikal (Vertical Coordination} adalah kegiatan-kegiatan

penyatuan, pengarahan yang dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan

unit-unit, kesatuan-kesatuan kerja yang ada di bawah wewenang dan

tanggung jawabnya. Tegasnya, atasan mengkoordinasi semua aparat yang

ada di bawah tanggung jawabnya secara langsung. Koordinasi vertikal ini

secara relatif mudah dilakukan, karena atasan dapat memberikan sanksi

kepada aparat yang sulit diatur.

b. Koordinasi horizontal (Horizontal Coordinatiori) adalah

mengkoordinasikan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan penyatuan,

pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan dalam tingkat

organisasi (aparat) yang setingkat. Koordinasi horizontal ini dibagi atas

interdisciplinary dan interrelated. Interdisciplinary adalah suatu

koordinasi dalam rangka mengarahkan, menyatukan tindakan-tindakan,

mewujudkan, dan menciptakan disiplin antara unit yang satu dengan unit

yang lain secara intern maupun ekstern pada unit-unit yang sama

tugasnya. Sedangkan Interrelated adalah koordinasi antar badan

(instansi) beserta unit-unit yang fungsinya berbeda, tetapi instansi yang

satu dengan yang lain saling bergantung atau mempunyai kaitan secara

intern atau ekstern yang levelnya setaraf. Koordinasi horizontal ini relatif

sulit dilakukan, karena koordinator tidak dapat memberikan sanksi

kepada pejabat yang sulit diatur sebab kedudukannya setingkat.


2.1.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Koordinasi

Hasibuan (2006: 88), berpendapat bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi koordinasi sebagai berikut:

a. Kesatuan Tindakan

Pada hakekatnya koordinasi memerlukan kesadaran setiap anggota

organisasi atau satuan organisasi untuk saling menyesuaikan diri atau

tugasnya dengan anggota atau satuan organisasi lainnya agar anggota atau

satuan organisasi tersebut tidak berjalan sendiri-sendiri. Oleh sebab itu

konsep kesatuan tindakan adalah inti dari pada koordinasi. Kesatuan dari

pada usaha, berarti bahwa pemimpin harus mengatur sedemikian rupa

usaha-usaha dari pada tiap kegiatan individu sehingga terdapat adanya

keserasian di dalam mencapai hasil. Kesatuan tindakan ini adalah

merupakan suatu kewajiban dari pimpinan untuk memperoleh suatu

koordinasi yang baik dengan mengatur jadwal waktu dimaksudkan bahwa

kesatuan usaha itu dapat berjalan sesuai dengan waktu yang telah

dirncanakan.

b. Komunikasi

Komunikasi tidak dapat dipisahkan dari koordinasi, karena komunikasi,

sejumlah unit dalam organisasi akan dapat dikoordinasikan berdasarkan

rentang dimana sebagian besar ditentukan oleh adanya komunikasi.

Komunikasi merupakan salah satu dari sekian banyak kebutuhan manusia

dalam menjalani hidup dan kehidupannya. “Perkataan komunikasi berasal

dari perkataan communicare, yaitu yang dalam bahasa latin mempunyai arti
berpartisipasi ataupun memberitahukan” Dalam organisasi komunikasi

sangat penting karena dengan komunikasi partisipasi anggota akan semakin

tinggi dan pimpinan memberitahukan tugas kepada karyawan harus dengan

komunikasi. Dengan demikian komunikasi merupakan hubungan antara

komunikator dengan komunikan dimana keduanya mempunyai peranan

dalam menciptakan komunikasi.

Dari pengertian komunikasi sebagaimana disebut di atas terlihat bahwa

komunikasi itu mengandung arti komunikasi yang bertujuan merubah

tingkah laku manusia. Karena sesuai dengan pengertian dari ilmu

komunikasi, yaitu suatu upaya yang sistematis untuk merumuskan secara

tegas azas-azas, dan atas dasar azas-azas tersebut disampaikan informasi

serta dibentuk pendapat dan sikap. Maka komunikasi tersebut merupakan

suatu hal perubahan suatu sikap dan pendapat akibat informasi yang

disampaikan oleh seseorang kepada orang lain.

Sehingga dari uraian tersebut terlihat fungsi komunikasi sebagai

berikut:

1. Mengumpulkan dan menyebarkan informasi mengenai kejadian dalam

suatu lingkungan.

2. Menginterpretasikan terhadap informasi mengenai lingkungan

3. Kegiatan mengkomunikasikan informasi, nilai dan norma sosial dari

generasi yang satu ke generasi yang lain.

Maka dari itu komunikasi itu merupakan suatu upaya yang dilakukan

oleh seseorang untuk merubah sikap dan perilaku orang lain dengan melalui
informasi atau pendapat atau pesan atau idea yang disampaikannya kepada

orang tersebut.

c. Pembagian Kerja

Secara teoritis tujuan dalam suatu organisasi adalah untuk mencapai

tujuan bersama dimana individu tidak dapat mencapainya sendiri.

Kelompok dua atau lebih orang yang berkeja bersama secara kooperatif dan

dikoordinasikan dapat mencapai hasil lebih daripada dilakukan

perseorangan. Dalam suatu organisasi, tiang dasarnya adalah prinsip

pembagian kerja (Division of labor). Prinsip pembagian kerja ini adalah

maksudnya jika suatu organisasi diharapkan untuk dapat berhasil dengan

baik dalam usaha mencapai tujuanya, maka hendaknya lakukan pembagian

kerja. Dengan pembagian kerja ini diharapkan dapat berfungsi dalam usaha

mewujudkan tujuan suatu organisasi. Pembagian kerja adalah perincian

tugas dan pekerjaan agar setiap individu dalam organisasi bertanggung

jawab untuk melaksanakan sekumpulan kegiatan yang terbatas.

Jadi pembagian kerja pekerjaan menyebabkan kenaikan efektifitas

secara dramatis, karena tidak seorangpun secara fisik mampu melaksanakan

keseluruhan aktifitas dalam tugas–tugas yang paling rumit dan tidak

seorangpun juga memiliki semua keterampilan yang diperlukan untuk

melaksanakan berbagai tugas. Oleh karena itu perlu diadakan pemilahan

bagian–bagian tugas dan membagi baginya kepada sejumlah orang.

Pembagian pekerjaan yang dispesialisasikan seperti itu memungkinkan


orang mempelajari keterampilan dan menjadi ahli pada fungsi pekerjaan

tertentu.

d. Disiplin

Pada setiap organisasi yang kompleks, setiap bagian harus bekerja

secara terkoordinasi, agar masing-masing dapat menghasilkan hasil yang

diharapkan. Koordinasi hádala usa penyesuaian bagian-bagian yang

berbeda-beda agar kegiatan dari pada bagian-bagian itu selesai pada

waktunya, sehingga masing-masing dapat memberikan sumbangan

usahanya secara maksimal agar diperoleh hasil secara keseluruhan, untuk itu

diperlukan disiplin.

Rivai (2005:444), menyatakan pengertian disiplin kerja adalah:

“suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan

karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta

sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan

seseorang mentaati semua peraturan organisasi dan normanorma sosial

yang berlaku”.

Jadi jelasnya bahwa disiplin menyangkut pada suatu sikap dan tingkah laku,

apakah itu perorangan atau kelompok yang untuk tunduk dan patuh terhadap

peraturan suatu organisasi.

Dalam suatu organisasi penerapan peraturan kepada seseorang atau

anggota organisasi dikelola oleh pimpinan. Pimpinan diharapkan mampu

menerapkan konsep disiplin positif yakni penerapan peraturan melalui


kesadaran bawahannya. Sebaliknya bila pimpinan tidak mampu menerapkan

konsep disiplin positif pada dirinya sendiri tentu dia juga tidak mungkin

mampu menerapkannya pada orang lain termasuk kepada bawahannya.

Dengan demikiam disiplin itu sangat penting artinya dalam proses

pencapaian tujuan, ini merupakan suatu syarat yang sangat menentukan

dalam pencapaian tujuan yang dimaksud.

2.1.1.4. Sifat-sifat koordinasi

Hasibuan (2006:87), bependapat bahwa sifat-sifat koordinasi adalah :

a. Koordinasi bersifat dinamis bukan statis.

b. Koordinasi menekankan Pandangan menyeluruh oleh seorang

koordinator dalam rangka mencapai sasaran.

c. Koordinasi meninjau suatu pekerjaan secara keseluruhan.

Asas Koordinasi adalah asas skala (scalar principle = hierarki) artinya

koordinasi dilakuakan menurut jenjang-jenjang kekuasaan dan tanggung

jawab yang disesuaikan dengan jenjang-jenjang yang berbeda satu sama

lain. Asas hierarki ini merupakan setiap atasan (koordinator) harus

mengkoordinasi bawahan secara langsung. Scalar principle merupakan

kekuasaan mengkoordinasi yang harus bekerja melalui suatu proses formal.

2.1.1.5. Tujuan koordinasi

Apabila dalam organisasi dilakukan koordinasi secara efektif maka ada

beberapa manfaat yang didapatkan. Handoko (2003:197), berpendapat

bahwa manfaat koordinasi antara lain:


a. Dengan koordinasi dapat dihindarkan perasaan terlepas satu sama lain,

antara satuan-satuan organisasi atau antara pejabat yang ada dalam

organisasi.

b. Menghindari suatu pendapat atau perasaan bahwa satuan organisasi atau

pejabat merupakan yang paling penting.

c. Menghindari kemungkinan timbulnya pertentangan antara bagian dalam

organisasi.

d. Menghindari terjadinya kekosongan pekerjaan terhadap suatu aktifitas

dalam organisasi.

e. Menimbulkan kesadaran diantara para pegawai untuk saling membantu.

Hasibuan (2006:86), berpendapat bahwa koordinasi penting dalam

suatu organisasi, yakni:

a. Untuk mencegah terjadinya kekacauan, percecokan, dan kekembaran

atau kekosongan pekerjaan.

b. Agar orang-orang dan pekerjaannya diselaraskan serta diarahkan untuk

pencapaian tujuan perusahaan.

c. Agar sarana dan prasarana dimanfaatkan untuk mencapai tujuan.

d. Supaya semua unsur manajemen dan pekerjaan masing-masing individu

pegawai harus membantu tercapainya tujuan organisasi.

e. Supaya semua tugas, kegiatan, dan pekerjaan terintegrasi kepada sasaran

yang diinginkan.
Jadi koordinasi sangat penting dalam mengarahkan para bawahan untuk

mencapai tujuan yang sesuai dengan apa yang direncanakan perusahaan.

2.1.2. Partisipasi Masyarakat

2.1.2.1.Pengertian Partisipasi

Partisipasi selain telah menjadi kata kunci dalam pembangunan, juga

menjadi salah satu karakteristik dari penyelenggaraan pemerintah yang baik.

Secara etimologi, partisipasi berasal dari bahasa Inggris “participation” yang

berarti mengambil bagian/keikutsertaan. Dalam kamus lengkap Bahasa

Indonesia dijelaskan “partisipasi” berarti: “hal turut berperan serta dalam

suatu kegiatan, keikutsertaan, peran serta”.

Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional, Pasal 2 ayat 4 huruf d bahwa partisipasi merupakan:

“keikutsertaan masyarakat untuk mengakomodasi kepentingan mereka

dalam proses penyusunan rencana pembangunan”. Sedangkan Sastropoetro

dalam Fahrudin (2009: 37), mendefinisikan partisipasi sebagai:

“Keikutsertaan seseorang secara sukarela tanpa dipaksa”.

Wazir dalam Huraerah, menyatakan bahwa partisipasi bisa diartikan

sebagai:

“Keterlibatan seseorang secara sadar ke dalam interaksi sosial dalam

situasi tertentu. Dengan pengertian itu, seseorang bisa berpartisipasi

bila ia menemukan dirinya dengan atau dalam kelompok, melalui

berbagai proses berbagi dengan orang lain dalam hal nilai, tradisi,
perasaan, kesetiaan, kepatuhan dan tanggungjawab bersama”.(Wazir

dalam Huraerah, 2008: 28).

Selanjutnya partisipasi juga bisa dikatakan sebagai peran serta

yang merupakan istilah Indonesia untuk partisipasi yang berasal dari

bahasa latin “Pars” yang artinya bagian, sedangkan “capare” yang

artinya mengambil, kemudian menjadi particeps yang artinya

mengambil bagian, participacio yang artinya mengambil bagian atau

peran serta. Kemudian kata partisipasi juga sering dijumpai dalam

berbagai bentuk kegiatan diantaranya dalam bentuk kegiatan

perencanann, pelaksanaan proyek, kegiatan suatu organisasi,

pembangunan pertanian, perkumpulan, pendidikan, dan lain

sebagainya.

Partisipasi merupakan masukan dalam proses pembangunan dan

sekaligus menjadi keluaran atau sasaran dari pelaksanaan

pembangunan. Dalam kenyataannya partisipasi masyarakat dalam

pembangunan dapat bersifat vertikal dan dapat pula bersifat

horizontal. Partisipasi vertikal berlangsung bilamana masyarakat

berperan serta dalam suatu program yang datang dari atas, yakni

masyarakat pada posisi sebagai bawahan atau pengikut, sedangkan

partisipasi horizontal bilamana masyarakat mampu berprakarsa, yakni

setiap anggota masyarakat secara horizontal satu dengan yang lain

berperan serta dalam kegiatan-kegiatan pembangunan.


Dengan adanya partisipasi bisa mendorong setiap orang untuk

ikut bertanggungjawab bersama dalam setiap kegiatan pencapain

tujuan. Partisipasi merupakan suatu konsep yang merujuk pada

keikutsertaan seseorang dalam berbagai aktivitas pembangunan.

Keikutsertaan ini sudah barang tentu didasari oleh motif-motif dan

keyakinan akan nilai-nilai tertentu yang dihayati seseorang.

2.1.4.2. Pengertian Partisipasi Masyarakat

Kenyataan menunjukan bahwa masih banyak yang memandang

partisipasi masyarakat semata-mata hanya sebagai penyampaian informasi

(public information), penyuluhan, bahkan sekedar alat public relation agar

proyek tersebut dapat berjalan tanpa hambatan. Karenanya, partisipasi

masyarakat tidak saja digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan,

tetapi juga digunakan sebagai tujuan.

Fahrudin, menyatakan bahwa dari sudut terminologi partisipasi

masyarakat dapat diartikan sebagai:

“Suatu cara melakukan interaksi antara dua kelompok yaitu kelompok

yang selama ini tidak diikutsertakan dalam proses pengambilan

keputusan (nonelite) dan kelompok yang selama ini melakukan

pengambilan keputusan (elite). Partisipasi masyarakat merupakan

intensif moral sebagai “paspor” mereka untuk mempengaruhi lingkup

makro yang lebih tinggi, tempat dibuatnya suatu keputusan-keputusan

yang sangat menentukan kesejahteraan mereka”.( Fahrudin, 2009: 36)


Isbandi dalam Adiyoso, mendefinisikan partisipasi masyarakat adalah:

“keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah

dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan

keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah,

pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat

dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi”. (Isbandi dalam

Adiyoso, 2009: 27)

Bumberger dan Shams dalam Fahrudin, menyatakan bahwa

terdapat dua pendekatan mengenai partisipasi masyarakat yaitu:

“Pertama, partisipasi merupakan proses sadar tentang

pengembangan kelembagaan dan pemberdayaan dari masyarakat

yang kurang beruntung berdasarkan sumber daya dan kapasitas

yang dimilikinya. Dalam proses ini tidak ada campur tangan dan

prakarsa pemerintah. Kedua, partisipasi harus

mempertimbangkan adanya intervensi dari pemerintah dan

lembaga swdaya masyarakat, di samping peran serta

masyarakat. Hal ini sangat penting untuk implementasi proyek

yang lebih efisien, mengingat kualitas sumber daya dan

kapasitas masyarakat tidak memadai. Jadi, masyarakat miskin

tidak leluasa sebebas-bebasnya bergerak sendiri berpartisipasi

dalam pengembangan kelembagaan dan pemberdayaan”.

(Bumberger dan Shams dalam Fahrudin, 2009: 36)


Berdasarkan uraian diatas maka yang dimaksud dengan

partisipasi masyarakat adalah keterlibatan masyarakat, baik mental

emosional maupun fisik, dalam situasi tertentu yang mendorongnya

untuk mendukung ataupun menunjang tercapainya tujuan dalam suatu

kelompok tersebut, serta ikut bertanggungjawab atas berhasilnya

pembangunan pada suatu daerah.

Soelaiman dalam Abidin, partisipasi masyarakat diartikan

sebagai:

“Keterlibatan aktif warga masyarakat, baik secara perorangan,

kelompok atau kesatuan masyarakat dalam proses pembuatan

keputusan bersama, perencanaan dan pelaksanaan program dan

pembangunan masyarakat, yang dilaksanakan di dalam maupun

diluar lingkungan masyarakat atas dasar rasa kesadaran dan

tanggungjawab”.( Soelaiman dalam Abidin, 2010: 55)

Secara konseptual partisipasi masyarakat merupakan alat dan tujuan

pembangunan masyarakat, dengan demikian ia berfungsi sebagai

penggerak dan pengaruh proses perubahan sosial.

Partisipasi masyarakat merupakan peningkatan mutu dari

gotong-royong tradisional yang berdasarkan spontanitas, kesukarelaan

dan bersifat insidental, kepada suatu usaha perencanaan yang

memerlukan perumusan tujuan, penentuan langkah-langkah dan cara

kerja untuk mencapai tujuan.


Ndraha dalam Fahrudin, berpendapat bahwa partisipasi

masyarakat dalam proses pembangunan dapat dipilah sebagai berikut:

a) Partisipasi dalam/melalui kontak dengan pihak lain sebagai

awal perubahan sosial;

b) Partisipasi dalam memperhatikan/menyerap dan memberi

tanggapan terhadap informasi, baik dalam arti menerima,

menerima dengan syarat, maupun dalam arti menolaknya;

c) Partisipasi dalam perencanaan termasuk pengambilan

keputusan;

d) Partisipasi dalam pelaksanaan operasional;

e) Partisipasi dalam menerima, memelihara, dan

mengembangkan hasil pembangunan, yaitu keterlibatan

masyarakat dalam menilai tingkat pelaksanaan

pembangunan sesuai dengan rencana dan tingkatan hasilnya

dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. (Ndraha dalam

Fahrudin, 2009: 38)

Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat dapat berpartisipasi dalam

proses pembangunan, tidak lepas dari hubungan dengan pihak lain dan

penguasaan informasi, sehingga penting artinya proses sosialisasi

dalam program yang berasal dari luar masyarakat. Menurut Mustafa

dalam Fahrudin (2009: 39), bahwa hubungan pertukaran dengan orang

lain karena dari padanya akan memperoleh imbalan. Dalam hubungan


tersebut terdapat unsur imbalan (reward), pengorbanan (cost) dan

keuntungan (profit), sehingga perilaku seseorang dimunculkan karena

berdasarkan perhitungannya, akan menggunakan dirinya.

Partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan akan

terwujud sebagai suatu kegiatan nyata apabila terpenuhi faktor-faktor

yang mendukungnya, yaitu:

a) Adanya kesempatan, yaitu adanya suasana atau kondisi

lingkungan yang disadari oleh orang tersebut bahwa dia

berpeluang untuk berpartisipasi.

b) Adanya kemauan, yaitu adanya sesuatu yang

mendorong/menumbuhkan minat dan sikap mereka untuk

termotivasi berpartisipasi, misalnya berupa manfaat yang

dapat dirasakan atas partisipasinya tersebut.

c) Adanya kemampuan, yaitu adanya kesadaran atau keyakinan

pada dirinya bahwa dia mempunyai kemampuan untuk

berpartisipasi, bisa berupa pikiran, tenaga, waktu, atau sarana

dan material lainnya (Slamet dalam Fahrudin 2009: 44).

Ketiga faktor tersebut akan dipengaruhi oleh berbagai faktor di

seputar kehidupan manusia yang saling berinteraksi satu dengan

lainnya, seperti psikologi individu (needs, harapan, motif, reward),

pendidikan, adanya informasi, keterampilan, teknologi, kelembagaan

yang mendukung, struktur dan stratifikasi sosial, budaya lokal serta

peraturan dan pelayanan pemerintah. Menurut Oppenheim dalam


Sumardjo dan Saharudin (2003: 44), ada unsur yang mendukung

untuk berperilaku tertentu pada diri seseorang (pearson inner

determinants) dan terdapat iklim atau lingkungan (environmental

factors) yang memungkinan terjadinya perilaku tertentu.

2.1.4.3. Bentuk-bentuk dan Jenis-jenis Partisipasi

Davis, Keith dalam Hilmawan dkk, partisipasi memiliki

beberapa bentuk dan jenis, antara lain :

1) Bentuk Partisipasi

a) Konsultasi, biasanya dalam bentuk jasa.

b) Sumbangan spontan berupa uang dan barang.

c) Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan donornya

berasal dari sumbangan individu atau instansi yang berada

di luar lingkungan tertentu.

d) Sumbangan dalam bentuk kerja, yang biasanya dilakukan

oleh tenaga ahli setempat.

e) Aksi massa.

f) Mengadakan pembangunan di kalangan keluarga desa

sendiri.

g) Membangun proyek komuniti yang bersifat otonom.

(Davis, Keith dalam Hilmawan dkk, 2010: 9)

2) Jenis-jenis partisipasi

a) Pikiran (psychological participation).

b) Tenaga (physical participation).


c) Pikiran dan tenaga (psychological dan physical

participation).

d) Keahlian (participation with skill).

e) Barang (material participation).

f) Uang (money participation). (Davis, Keith dalam

Hilmawan dkk, 2010: 10),

Hamijoyo, juga mengemukakan beberapa bentuk dari partisipasi,

antara lain:

1) Partisipasi buah pikiran

Partisipasi ini diwujudkan dengan memberikan pengalaman dan

pengetahuan guna mengembangkan kegiatan yang diikutinya.

Sumbangan pemikiran yang diarahkan pada penataan cara

pelayanan dari lembaga/badan yang ada, sehingga mampu

berfungsi sosial secara aktif dalam penentuan kebutuhan anggota

masyarakat.

2) Partisipasi tenaga

Partisipasi jenis ini diberikan dalam bentuk tenaga untuk

pelaksanaan usaha-usaha yang dapat menunjang keberhasilan dari

suatu kegiatan.

3) Partisipasi keterampilan

Jenis keterampilan ini adalah memberikan dorongan melalui

keterampilan yang dimilikinya pada anggota masyarakat lain yang

membutuhkannya. Kegiatan ini biasanya diadakan dalam bentuk


latihan bagi anggota masyarakat. Partisipasi ini umumnya bersifat

membina masyarakat agar dapat memiliki kemampuan memenuhi

kebutuhannya.

4) Partisipasi uang (materi)

Partisipasi ini adalah untuk memperlancar usaha-usaha bagi

pencapaian kebutuhan masyarakat yang memerlukan bantuan.

5) Partisipasi harta benda

Diberikan dalam bentuk menyumbangkan harta benda, biasanya

berupa perkakas, alat-alat kerja bagi yang dijangkau oleh badan

pelayanan tersebut. (Hamijoyo,2005:25).

Penjenisan partisipasi ini antara lain dimaksud untuk menunjukkan

luasnya kemungkinan-kemungkinan yang dapat dipakai orang kalau mau

berpartisipasi. Dengan kata lain, untuk berpartisipasi, sumbangan orang

hendaknya jangan dilihat hanya dari jumlah tenaga, dan harta benda yang

diberikan.

Setiap jenis partisipasi memiliki wadahnya masing-masing. Wadah

partisipasi merupakan semacam lembaga sebagai bentuk dan cara pengatur

kegiatan-kegiatan yang berlangsung dalam sesuatu jenis partisipasi. Jenis

partisipasi pikiran, misalnya, mempunyai wadah-wadahnya sendiri, antara

lain Rapat Minggon dan Anjang Sono. Jenis partisipasi tenaga yang

dilembagakan antara lain dalam kerigan, gugur gunung, dan gotong-royong

(Pasaribu dan Simanjuntak dalam Fahrudin 2009: 40).


Wadah partisipasi sebagai lembaga dalam masyarakat dapat saja

berubah, tetapi yang berubah adalah justru tujuan dan semangatnya. Dapat

berubah tujuannya dari pertemuan keguyuban menjadi pertemuan sekedar

untuk menarik undian; dari merangka (to structure) anjang sono supaya

lebih luas jangkauannya, arisan bahkan melembagakan perbedaan-perbedaan

sosial ekonomi dalam masyarakat.

Dengan adanya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan

hidup, apabila berjalan sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah

ditetapkan pemerintah dan apabila setiap masyarakat menjalankannya secara

objektif dan tidak hanya mengutamakan kepentingan dirinya atau

kelompoknya saja, maka kerugian yang akan timbul tidak akan berarti

dibandingkan manfatnya.

Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa, partisipasi

masyarakat adalah keikutsertaan individu atau kelompok secara sukarela

dalam program-program yang telah dicanangkan pemerintah dalam hal ini

mewujudkan ketentraman dan ketertiban umum, dengan faktor-faktor

“1). Adanya kemauan, 2). Adanya kemampuan, 3). Adanya kesempatan”.

2.2.4. Hubungan Antara Koordinasi dengan Partisipasi masyarakat

Koordinasi berasal dari kata bahasa inggris coordination yang berarti being

co-ordinate, yaitu adanya koordinat yang bersamaan dari dua garis dalam bidang

datar, yang dapat diartikan bahwa dua garis yang berpotongan pada koordinat

tertentu.
Pengertian koordinasi menurut Stoner yang dikutip oleh Sugandha (1991:

12) : “Proses penyatuan paduan sasaran-sasaran dan kegiatan-kegiatan dari unit-

unit yang terpisah (bagian atau bidang fungsional) dari sesuatu organisasi untuk

mencapai tujuan organisasi secara efisien”.

Menurut Terry dalam Komarudin (2010 :1) mengemukakan bahwa

koordinasi adalah:

“Penyerasian yang teratur usaha-usaha untuk menyiapkan jumlah yang


cocok menurut mestinya, waktu dan pengarahan pelaksanaan hingga
menghasilkan tindakan-tindakan harmonis dan terpadu menuju sasaran yang
telah ditentukan”

Moekijat dalam Ruswandi (2005: 7) memberikan pengertian mengenai

koordinasi bahwa: “Koordinasi adalah penyelarasan secara teratur atau

penyusunan kembali kegiatan-kegiatan yang saling bergantung dari individu-

individu untuk mencapai tujuan bersama”.

Selanjutnya Handayaningrat (1996: 177) “Koordinasi sebagai usaha

menyatukan kegiatan-kegiatan dari satuan-satuan kerja organisasi, sehungga

bergerak sebagai kesatuan yang bulat guna melaksanakan seluruh tugas organisasi

untuk mencapai tujuannya”.

Sugandha (1991 : 47- 48) mengemukakan :

Prinsip-prinsip yang perlu diterapkan dalam menciptakan koordinasi yang


efektif antara lain :
1. Adanya kesepakatan dan kesatuan pengertian mengenai sasaran yang
harus dicapai sebagai arah kegiatan bersama.
2. Adanya kesepakatan mengenai kegiatan atau tindakan yang harus
dilakukan oleh masing-masing pihak, termasuk target dan jadwalnya.
3. Adanya ketaatan atau loyalitas dari setiap pihak terhadap bagian tugas
masing-masing serta jadwal yang telah ditetapkan.
4. Adanya saling tukar informasi dari semua pihak yang bekerjasama
mengenai kegiatan dan hasilnya pada suatu saat tertentu, termasuk
masalah-masalah yang dihadapi masing-masing.
5. Adanya coordinator yang dapat memimpin dan menggerakan serta
memonitor kerjasama tersebut, serta memimpin pemecahan masalah
bersama.
6. Adanya informasi dari berbagai pihak yang mengalir kepada koordinasi
sehingga coordinator dapat memonitor seluruh pelaksanaan kerjasama
dan mengerti masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh semua pihak.
7. Adanya saling menghormati terhadap wewenang fungsional masing-
masing pihak sehingga tercipta semangat untuk saling membantu.

Dari berbagai pendapat diatas maka ditarik kesimpulan mengenai koordinasi

yang merupakan suatu integrasi aktivitas bagian-bagian terpisah dari sebuah

organisasi untuk mencapai sasaran organisasi. Dengan kata lain, koordinasi

merupakan pengimbang bagi pembagian dan spesialisasi pekerjaan yang

cenderung memisahkan dalam organisasi, sehingga hubungan pekerjaan antara

orang dan pekerjaan yang berbeda tapi berkaitan dapat memberi kontribusi

terhadap sasaran organisasi.

Partisipasi didefinisikan sebagai keterlibatan mental atau pikiran dan

emosi atau perasaan seseorang di dalam situasi kelompok yang

mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam

usaha mencapai tujuan. Agar suatu partisipasi dalam organisasi dapat

berjalan dengan efektif, membutuhkan persyaratan-persyaratan yang mutlak

yaitu: 1). Waktu. 2). Membatasi dana perangsang dalam kegiatan partisipasi.

3). Subyek partisipasi. 4). Partisipasi harus memiliki kemampuan untuk

berpartisipasi . 4). Partisipasi harus memiliki kemampuan untuk melakukan

komunikasi timbal balik. 5). Para pihak yang bersangkutan bebas di dalam
melaksanakan peran serta sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.

6). Kebebasan dalam kelompok.

Dari uraian diatas, dapat di simpulkan bahawa struktur organisasi dan

tata kerja yang efektif dan efisien memerlukan koordinasi untuk mencapai

tujuan organisasi. Koordinasi menurut Stoner (1994: 12) adalah “integrasi

aktivitas bagian-bagian terpisah dari sebuah organisasi untuk mencapai

sasaran organisasi secara efektif”.

Berdasarkan kajian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa .........

Adapun kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut

Variabel X Koordinasi Kepala Desa


1. Kesepakatan dan kesatuan pengertian Variabel Y
mengenai sasaran yang harus dicapai
sebagai arah kegiatan bersama Partisipasi Masyarakat
2. Kesepakatan kegiatan dan jadwal serta
1. Adanya Kemampuan
target kegiatan
3. Ketaatan atau loyalitas tugas dan jadwal 2. Adanya kemampuan
4. Saling tukar informasi dari semua pihak 3. Adanya Kesempatan
mengenai kegiatan dan permasalahan
yang dihadapi
5. Koordinator yang dapat memimpin dan
menggerakan dalam kerjasama dalam
pemecahan masalah bersama
6. Informasi dari berbagai pihak dan
monitoring pelaksanaan kerjasama
7. Hubungan dan solidaritas

Gambar I.1
Kerangka Penelitian Antara Koordinasi dan Efektivitas Pembangunan
Desa

Koordinasi dimaksudkan suatu integrasi aktivitas bagian-bagian terpisah

dari sebuah organisasi untuk mencapai sasaran organisasi. Dengan kata lain,
koordinasi merupakan pengimbang bagi pembagian dan spesialisasi pekerjaan

yang cenderung memisahkan dalam organisasi, sehingga hubungan pekerjaan

antara orang dan pekerjaan yang berbeda tapi berkaitan dapat memberi kontribusi

terhadap sasaran organisasi.

Perlu ditekankan bahwa Koordinasi adalah konsep yang ditetapkan didalam

kelompok, bukan terhadap usaha individu, maka sejumlah daripada individu yang

bekerjasama, dimana dengan koordinasi menghasilkan suatu usaha kelompok

yang sangat penting untuk mencapai efektivitas dalam melaksanakan kegiatan

organisasi.

Dengan koordinasi yang baik, maka tujan yang telah direncanakan akan

tercapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya dengan adanya koordinasi juga

akan memberikan suatu efektivitas pencapaian sasaran, dimana dalam hal ini

adalah pembangunan fisik desa.

Partisipasi didefinisikan sebagai keterlibatan mental atau pikiran dan

emosi atau perasaan seseorang di dalam situasi kelompok yang

mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam

usaha mencapai tujuan. Agar suatu partisipasi dalam organisasi dapat

berjalan dengan efektif, membutuhkan persyaratan-persyaratan yang mutlak

yaitu: 1). Waktu. 2). Membatasi dana perangsang dalam kegiatan partisipasi.

3). Subyek partisipasi. 4). Partisipasi harus memiliki kemampuan untuk

berpartisipasi . 4). Partisipasi harus memiliki kemampuan untuk melakukan

komunikasi timbal balik. 5). Para pihak yang bersangkutan bebas di dalam
melaksanakan peran serta sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.

6). Kebebasan dalam kelompok.

Berdasarkan kajian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa dalam setiap

struktur organisasi dan tata kerja akan muncul koordinasi. Setiap koordinasi

yang efektif akan muncul komunikasi dan setiap komunikasi akan muncul

partisipasi baik itu partisipasi dari para pegawai maupun partisipasi

masyarakat. Secara tidak langsung terdapat hubungan antara struktur

organisasi dan tata kerja dengan partisipasi masyarakat.

Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas,

dapat dikatakan bahwa dalam hal ini terdapat hubungan erat antara koordinasi dan

partisipasi masyararakat.

2.3. Hipotesis

Sugiyono (2005: 70), Hipotesis adalah “jawaban sementara terhadap

rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan

dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang

diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-

fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data”. Berdasarkan uraian

pada kerangka teori dan pengertian-pengertian yang telah dikemukakan maka

hipotesis yang diajukan penulis adalah sebagai berikut :

1. Hipotesis Nol (Ho) : H0 : 𝑝 = 0


“Tidak ada pengaruh positif dan signifikan antara koordinasi kepala desa

dengan Badan Permusyawaratan Desa terhadap efektivitas pembangunan fisik

desa”.

2. Hipotesis Kerja (Ha) : H1 : 𝑝 ≠ 0

“Ada pengaruh positif dan signifikan antara koordinasi kepala desa dan Badan

Permusyawaratan Desa terhadap efektivitas pembangunan fisik desa”.

Anda mungkin juga menyukai