Anda di halaman 1dari 24

A.

Sistem Pembagian Kekuasaan


Negara
1. Pengertian Pembagian Kekuasaan
Pelaksanaan kekuasaan negara dapat diterapkan sesuai sistem
pembagian kekuasaan atau sistem pemisahan kekuasaan. Pembagian
kekuasaan (divisions of power) adalah pembagian sistem kekuasaan setiap
lembaga negara dalam beberapa bagian (legislatif, eksekutif, dan yudikatif),
tetapi satu sama lain tidak dipisahkan. Hal ini memungkinkan terjadinya
koordinasi antarlembaga negara. Pemisahan kekuasaan (separations of power)
adalah sistem kekuasaan setiap lembaga negara dilakukan secara terpisah.
Indonesia menganut sistem pembagian kekuasaan. Pembagian kekuasaan
menunjukkan bahwa pelaksanaan pemerintahan di Indonesia dilakukan
secara bersama-sama dalam satu sistem check and balances.

Menurut Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim (1988 : 140) pembagian


kekuasaan berarti kekuasaan itu memang dibagi-bagi dalam beberapa badan,
tetapi tidak dipisahkan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa di antara
bagian-bagian itu dimungkinkan ada koordinasi atau kerja sama.

Adapun Jimly Asshiddiqie mengatakan, kekuasaan harus selalu


dibatasi dengan cara memisah-misahkannya ke dalam cabang-cabang yang
bersifat check dan balances dalam kedudukan yang sederajat dan saling
mengimbangi serta mengendalikan satu sama lain. Namun keduanya memiliki
kesamaan, yaitu memungkinkan adanya koordinasi atau kerja sama.

Selain itu, pembagian kekuasaan, baik dalam arti pembagian maupun


pemisahan yang diungkapkan dari keduanya juga mempunyai tujuan yang
sama. Tujuan yang sama itu adalah untuk membatasi kekuasaan sehingga
tidak terjadi pemusatan kekuasaan pada satu tangan yang memungkinkan
terjadinya kesewenang-wenangan.

2. Jenis-Jenis Pembagian Kekuasaan


Pada hakikatnya pembagian kekuasaan dapat dibagi ke dalam dua
cara, yaitu secara vertical dan secara horizontal (Zul Afdi Ardian, 1944: 62)

a. Secara Vertikal
Pembagian kekuasaan secara vertikal yaitu pembagian kekuasaan
menurut tingkatannya. Maksudnya pembagian kekuasaan di pemerintahan
dapat dilakukan menjadi beberapa tingkat pemerintahan. Misalnya, antara
pemerintah pusat dengan pemerintahan daerah dalam negara kesatuan.

1
b. Secara Horizontal
Pembagian kekuasaan secara horizontal yaitu pembagian kekuasaan
menurut fungsinya. Pembagian kekuasaan ini lebih menitikberatkan pada
pembedaan antara fungsi pemerintahan.

Menurut John Locke, agar pemerintah tidak bertindak


sewenang-wenang, maka harus ada pembedaan pemegang
kekuasaan ke dalam 3 macam kekuasaan, yaitu :
1) Kekuasaan legislatif (membuat undang-undang)
2) Kekuasaan eksekutif (melaksanakan undang-undang
dan mengadili setiap pelanggaran terhadap undang-
undang)
3) Kekuasaan federatif (melakukan hubungan diplomatik
dengan negara-negara lain)

Adapun Montesquieu, seorang pemikir


berkebangsaan Prancis mengemukakan teorinya yang
disebut Trias Politica. Menurut Montesquieu dalam
teorinya tersebut, untuk tegaknya suatu negara
demokrasi perlu diadakan pemisahan kekuasaan
kedalam 3 organ, yaitu sebagai berikut.
1) Kekuasaan legislatif (membuat undang-undang)
2) Kekuasaan eksekutif (melaksanakan undang-undang)
3) Kekuasaan yudikatif (mengadili bila terjadi
pelanggaran atas undang-undang)

Indonesia merupakan negara yang menganut trias politika. Akan tetapi,


ajaran trias politika tidak secara utuh diterapkan dalam praktik kekuasaan
pemerintahan negara Indonesia. Trias politika yang dikembangkan di
Indonesia menggunakan sistem pembagian kekuasaan. Adapun konsep
trias politika yang dikembangkan oleh Montesquieu yaitu pemisahan
kekuasaan

3. Sistem Pembagian Kekuasaan di Indonesia


a. Pembagian Kekuasaan secara Horizontal
Sejak amandemen UUD 1945, pembagian kekuasaan di tingkat
pemerintahan pusat dalam sistem pemerintahan Indonesia mengalami
perubahan. Pembagian kekuasaan tak hanya meliputi kekuasaan legislatif,
eksekutif, dan yudikatif semata tetapi berkembang menjadi kekuasaan
konstitutif, kekuasaan eksaminatif/inspektif, dan kekuasaan moneter.

2
1) Pembagian Kekuasaan secara Horizontal di Tingkat
Pemerintahan Pusat
Berdasarkan ketentuan Pasal 18 Ayat 1 dan 2, Negara Kesatuan
Republik Indonesia meliputi pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah.

Pembagian kekuasaan secara horizontal di tingkat pemerintahan pusat


dalam sistem pemerintahan Indonesia meliputi berikut ini.

a) Kekuasaan Legislatif
Menurut Miriam Budiarjo (2015:281), kekuasaan legislatif adalah
kekuasaan membuat undang-undang atau rule making function.
Kekuasaan ini dimiliki oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dasar
hukum pemberian kekuasaan ini diatur dalam pasal 20 ayat (1) UUD
1945 yang menyatakan bahwa DPR memegang kekuasaan membentuk
undang-undang. Kekuasaan DPR dalam membuat undang-undang tidak
mutlak seluruhnya dilakukan oleh DPR. Pembuatan undang-undang,
melibatkan presiden selaku eksekutif.

Selain itu, DPD dilibatkan dalam pengajuan rancangan undang-


undang yang berhubungan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan
daerah, pembentukan dan pemerkaran serta penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta
yang berkaitan dengan pertimbangan keuangan pusat dan daerah.

b) Kekuasaan Eksekutif
Kekuasaan eksekutif adalah kekuasaan melaksanakan undang-
undang atau rule application function (Budiardjo, 2015:281). Kekuasaan
ini dimiliki oleh presiden. Dasar hukum pemberian kekuasaan ini diatur
dalam pasal 4 ayat (1) UUD 1945 yang mengatur bahwa Presiden RI
memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD.

Pelaksanaan kekuasaan eksekutif oleh presiden dapat


diwujudkan dalam bentuk pengajuan rancangan undang-undang kepada
DPR sebagaimana diatur dalam pasal 5 ayat (1) UUD 1945.

c) Kekuasaan Yudikatif
Kekuasaan yudikatif adalah kekuasaan mengadili atas
pelanggaran undang-undang atau rule adjudication function (Budiarjo,
2015:281). Kekuasaan yudikatif disebut juga kekuasaan kehakiman.

Kekuasaan ini dimiliki oleh Mahkamah Agung beserta lingkungan


peradilan di bawahnya, serta Mahkamah Konstitusi. Dasar hukum

3
pemberian kewenangan diatur dalam pasal 24 ayat (2) UUD 1945 yang
menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh
sebuah Mahkamah Konstitusi. Selain itu, terdapat Komisi Yudisial
sebagai lembaga pendukung pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang
diatur dalam pasal 24B UUD 1945.

d) Kekuasaan Konstitutif
Kekuasaan konstitutif merupakan kekuasaan untuk mengubah
maupun menetapkan undang-undang dasar. Kekuasaan konstitutif ini
dilaksanakan oleh MPR, hal ini dinyatakan secara tegas dalam pasal 3
ayat (1), yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah
dan menetapkan Undang-Undang Dasar.

e) Kekuasaan Eksaminatif
Kekuasaan eksaminatif disebut juga kekuasaan inspektif.
Kekuasaan eksaminatif merupakan kekuasaan yang berkaitan dengan
pelaksanaan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara. Kekuasaan ini dijalankan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan. Dasar hukum pemberian kekuasaan ini diatur dalam pasal
23E ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa untuk memeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan
satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.

f) Kekuasaan Moneter
Kekuasaan moneter adalah kekuasaan untuk menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran
sistem pembayaran, serta memelihara kestabilan nilai rupiah. Kekuasaan
moneter dijalankan oleh Bank Indonesia selaku bank sentral. Dasar
hukum pemberian kewenangan diatur dalam pasal 23D UUD 1945 yang
menyatakan bahwa negara memiliki suatu bank sentral yang susunan,
kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur
dengan undang-undang.

2) Pembagian Kekuasaan secara Horizontal di Tingkat


Pemerintahan Daerah
Pembagian kekuasaan pemerintahan di tingkat daerah berlangsung
antara lembaga eksekutif dan legislatif. Hal ini terjadi berhubungan dengan
sistem pembagian tanggung jawab dan urusan antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah.

4
Adapun pemerintah daerah menurut UU No. 32 Tahun 2004 terdiri
dari Gubernur, Bupati atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.

Berdasarkan undang-undang tersebut, pembagian kekuasaan


secara horizontal pada tingkatan pemerintahan daerah meliputi lembaga-
lembaga daerah yang sederajat seperti Pemerintah Daerah (Kepala
Daerah/Wakil Kepala Daerah) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD).

Pembagian kekuasaan secara horizontal di tingkat provinsi


berlangsung antara Pemerintah provinsi (Gubernur/Wakil Gubernur) dan
DPRD Provinsi. Pada tingkat kabupaten/kota, pembagian kekuasaan
secara horizontal berlangsung antara Pemerintah Kabupaten/Kota
(Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota) dan DPRD
kabupaten/kota.

Tingkat Pemerintah Daerah DPRD


Provinsi Gubernur/Wakil Gubernur DPRD Provinsi
Kabupaten/Kota Bupati/Wakil Bupati atau DPRD Kabupaten/Kota
Walikota/Wakil Walikota

b. Pembagian Kekuasaan secara Vertikal


Pembagian kekuasaan secara vertical yaitu pembagian kekuasaan
yang dilakukan berdasarkan tingkatan pemerintahannya. Carl J. Friedrich
memakai istilah pembagian kekuasaan secara territorial (territorial division of
power) untuk menyebut sistem pembagian kekuasaan dengan cara vertikal
ini.

Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa Negara Kesatuan


Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi
itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan
kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-
undang.

Jadi, berdasarkan Pasal 18 UUD 1945 tersebut, pembagian kekuasaan


secara vertikal dalam penyelenggaraan pemerintahan Indonesia meliputi
pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. Uraian dalam pasal tersebut
menunjukkan bahwa sistem kekuasaan pemerintahan Indonesia dibagi
secara berjenjang mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten, dan kota.

5
Munculnya kekuasaan secara vertikal merupakan kosekuensi dari
ditetapkannya asas desentralisasi di Indonesia. Hal tersebut ditegaskan
dalam pasal 18 ayat (5) UUD 1945 yang menyatakan bahwa pemerintahan
daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan
yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.

Urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah pusat tersebut


adalah :
 Politik luar negeri
 Pertahanan
 Keamanan
 Yustisi
 Moneter dan fiskal nasional
 Agama

*HUBUNGAN KERJA ANTARLEMBAGA


NEGARA*
Lembaga-lembaga negara yang secara eksplisit disebutkan dalam
UUD 1945 merupakan bagian dari pelaksanaan kekuasaan negara. Tiap-tiap
lembaga mempunyai kekuasaan secara khusus. Akan tetapi, dalam
praktiknya mereka saling berhubungan. Berikut ini contoh konsep pembagian
kekuasaan dalam pemerintahan Indonesia yang diwujudkan dalam bentuk
hubungan kerja antarlembaga negara.

a. Pembuatan dan Pengesahan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah


Pengganti Undang-Undang
Dalam pelaksanaannya pembuatan undang-undang melibatkan
presiden dan DPR. DPR dan presiden merupakan dua pihak yang
mempunyai peran besar dalam proses pembuatan undang-undang
sebagaimana diatur dalam pasal 20 UUD 1945.

DPD berwenang mengajukan kepada DPR rancangan undang-


undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan
daerah, pembentukan dan pemekaran, serta penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta
yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Jadi,
berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa proses
pembuatan undang-undang melibatkan tiga lembaga sekaligus yaitu DPR,
Presiden, dan DPD.

Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa dalam hal ihwal
kegentingan yang memaksa, presiden berhak menetapkan peraturan

6
pemerintah sebagai pengganti undang-undang. Pembuatan peraturan
pemerintah pengganti undang-undang melibatkan DPR.

b. Pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden


Pemakzulan atau pernyataan dakwaan resmi presiden dan/atau
wakil presiden melibatkan MPR, DPR, dan MK. Hubungannya sebagai
berikut.
1) DPR mengajukan permintaan putusan atas pendapatnnya yang
menyatakan bahwa presiden dan/atau wakil presiden melakukan
perbuatan melanggar hukum.
2) MK memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya
terhadap pendapat DPR. Putusan dikeluarkan paling lama 90 hari
setelah permintaan diterima.
3) Apabila MK memutuskan bahwa presiden dan/atau wakil presiden
terbukti melakukan pelanggaran, DPR mengajukan usul pemberhentian
presiden dan/atau wakil presiden kepada MPR.

c. Pelaporan Hasil Pemeriksaan Keuangan Negara


Pasal 22E ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa hasil pemeriksaan
keuangan negara diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD, sesuai
dengan kewenangannya. Selain itu, 23F ayat (1) UUD 1945 menyatakn
bahwa anggota BPK dipilih DPR dengan pertimbangan DPD dan
diresmikan oleh presiden. Berdasarkan dua pasal tersebut, dapat
diketahui dalam proses pemilihan anggota dan penyerahan hasil kerja,
BPK berhubungan dengan lembaga negara lain.

d. Pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara


Presiden merupakan pihak yang membuat RAPBN selama satu
tahun. Dalam pembuatan anggaran, presiden wajib meminta pendapat
Bank Indonesia atau mengundang Bank Indonesia dalam sidang kabinet
yang membahas masalah ekonomi, perbankan dan keuangan yang
berkaitan dengan tugas Bank Indonesia atau kewenangan Bank Indonesia.

B. Penyelenggara Negara Republik


Indonesia
1. Pengertian Penyelenggara Negara
Menurut rumusan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi,
dan Nepotisme, penyelenggara negara adalah pejabat negara yang
menjalankan fungsi eksekutif, legislaitf, dan yudikatif, dan pejabat lain yang

7
fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam arti sempit, istilah penyelenggaraan negara tidak mencakup


lembaga-lembaga negara yang tercantum dalam UUD 1945. Jadi,
penyelenggaraan negara dalam arti sempit tersebut merupakan
penyelenggaraan negara yang dilakukan oleh lembaga eksekutif yang
dipimpin oleh presiden baik selaku Kepala Pemerintahan maupun Kepala
Negara.

2. Penyelenggara Negara
Para penyelenggara negara ditegaskan dalam Pasal 2 Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yaitu meliputi :
a. Pejabat Negara pada Lembaga tertinggi Negara
b. Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara
c. Menteri
d. Gubernur
e. Hakim
f. Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku
g. Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan
penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku

3. Asas-Asas Umum Penyelenggaraan Negara


Asas-asas umum dalam penyelenggaraan negara sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 3 UU No. 28 Tahun 1999, yaitu :
a. Asas Kepastian Hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang
mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatuhan, dan
keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan negara.
b. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara, yaitu menjadi landasan
keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengabdian
penyelenggaraan negara.
c. Asas Kepentingan Umum, yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan
umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan kolektif.
d. Asas Keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hak
masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, tidak
diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap
memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan
rahasia negara.
e. Asas Proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan
antara hak dan kewajiban penyelenggara negara.

8
f. Asas Profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang
berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
g. Asas Akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan
dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai
pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku

C. Sistem Penyelenggaraan
Pemerintahan di Republik Indonesia
1. Pengertian Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan
Sistem penyelenggaraan pemerintahan negara adalah mekanisme
bekerjanya lembaga eksekutif yang dipimpin oleh presiden, baik selaku
kepala pemerintahan maupun sebagai kepala negara. Dengan kata lain,
sistem penyelenggaraan pemerintahan ialah sistem bekerjanya pemerintahan
sebagai fungsi yang ada pada Presiden.

Jadi, berdasarkan pengertian tersebut sistem penyelenggaraan


pemerintahan negara tidak membicarakan sistem penyelenggaraan negara
oleh lembaga-lembaga negara secara keseluruhan.

2. Penyelenggaraan Kekuasaan Pemerintahan Negara


Republik Indonesia
Menurut Pasal 4 UUD 1945, pemegang kekuasaan pemerintahan
menurut UUD adalah Presiden. Oleh karena itu, Presiden merupakan
penyelenggara kekuasaan pemerintahan.

Indonesia merupakan negara yang menganut sistem presidensial.


Dalam sistem presidensial, presiden mempunyai kedudukan sebagai kepala
negara dan kepala pemerintahan, yang secara teknis kewenangannya
berbeda.
a. Kewenangan Presiden sebagai Kepala Negara
1) Memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut,
dan Angkatan Udara (Pasal 10)
2) Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan
negara lain sesuai persetujuan DPR (Pasal 11 ayat (1))
3) Membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR
(Pasal 11 ayat (2))
4) Menyatakan keadaan bahaya (Pasal 12)

9
5) Mengangkat duta dan konsul (Pasal 13 ayat (1))
6) Memperhatikan pertimbangan DPR dalam mengangkat duta (Pasal 13
ayat (2))
7) Menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan
pertimbangan DPR (Pasal 13 ayat (3))
8) Memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan
Mahkamah Agung (Pasal 14 ayat (1))
9) Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR
(Pasal 14 ayat (2))
10) Memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur
dengan undang-undang (Pasal 15)

b. Kewenangan Presiden sebagai Kepala Pemerintahan


1) Memegang kekuasaan pemerintahan (Pasal 4 ayat (1))
2) Mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR (pasal 5 ayat (1))
3) Menetapkan peraturan pemerintah (Pasal 5 ayat (2))
4) Membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan
nasihat dan pertimbangan kepada presiden (Pasal 16)
5) Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri (Pasal 17 ayat (2))
6) Membahas dan memberi persetujuan atas rancangan undang-undang
bersama DPR serta mengesahkan rancangan undang-undang (Pasal 20
ayat (2) dan (4))
7) Menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang
dalam kegentingan yang memaksa (Pasal 22 ayat (1))
8) Mengajukan rancangan undang-undang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan
pertimbangan DPD (Pasal 23 ayat (2))
9) Meresmikan keanggotaan BPK yang telah dipilih DPR dengan
memperhatikan pertimbangan DPD (Pasal 23F ayat (1))
10) Menetapkan hakim agung dari calon yang diusulkan Komisi Yudisial
dengan persetujuan DPR (Pasal 24A ayat (3))
11) Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan
persetujuan DPR (Pasal 24B ayat (3))
12) Mengajukan tiga orang calon hakim konstitusi dan menetapkan Sembilan
orang hakim konstitusi (Pasal 24C ayat (3))

Dalam mengerjakan tugas dan wewenangnya yang sangat banyak itu


tidak mungkin dikerjakan sendiri oleh Presiden. Oleh karena itu, Presiden
memerlukan orang lain untuk membantunya.

Dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan, Presiden dibantu


oleh satu orang Wakil Presiden. Presiden juga dibantu oleh Menteri-Menteri
Negara, di mana setiap Menteri Negara membidangi urusan tertentu dalam

10
pemerintahan. Menteri-Menteri Negara ini diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 4 Ayat (2) yaitu “Dalam melakukan
kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden” dan Pasal
17 Ayat (1), yaitu “Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara”.

3. Lembaga-Lembaga Pemerintah sebagai


Penyelenggara Pemerintahan Negara
Pada dasarnya lembaga-lembaga pemerintah dibagi menjadi lembaga-
lembaga pemerintah tingkat pusat dan lembaga-lembaga pemerintah tingkat
daerah.

a. Lembaga Pemerintah Tingkat Pusat


Dalam Undang-udang No. 32 Tahun 2004 dikatakan bahwa
Pemerintah Pusat atau Pemerintah adalah Presiden RI yang memegang
kekuasaan pemerintahan negara RI. Dalam penyelenggaraan pemerintahan,
lembaga lembaga pemerintah tingkat pusat meliputi: Kementrian Negara,
Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) atau Lembaga Pemerintah
Non Kementrian (LPNK), Kesekretariatan yang membantu Presiden;
Kejaksaan Agung; Perwakilan RI di Luar Negeri; Tentara Nasional Indonesia
(TNI), Kepolisian Negara RI (Polri); dan Badan/Lembaga Ekstra Struktural.

1) Kementrian Negara
Menurut Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun
2008 Tentang Kementrian Negara, Kementrian Negara yang selanjutnya
disebut Kementrian adalah perangkat pemerintah yang membidangi
urusan tertentu dalam pemerintahan.

Landasan hukum kementrian adalah Bab V Pasal 17 UUD 1945.


Kemudian, kementrian diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2008 tentan Kementerian Negara dan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun
2015 tentang Organisasi Kementerian Negara.

Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2015,


Kementerian Negara tersebut dibagi menjadi beberapa kelompok menteri
yaitu sebagai berikut.
 Kementerian Koordinator, yaitu Kementerian yang melaksanakan
fungsi sinkronisasi dan koordinasi urusan Kementrian.
 Kementerian Kelompok I, yaitu Kementerian yang menangani urusan
pemerintahan yang nomenklatur kementriannya secara tegas
disebutkan dalam UUD 1945.
 Kementerian Kelompok II, Kementrian yang menangain urusan
pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam UUD 1945.

11
 Kementerian Kelompok III, Kementerian yang menangani urusan
pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi
program pemerintah.

No. Kelompok Kementerian Negara


1. Kementerian 1. Kementerian Koordinator Bidang Politk, Hukum, dan Keamanan
Koordinator 2. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
3. Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan
4. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman
2. Kementerian 5. Kementerian Dalam Negeri
Kelompok I 6. Kementerian Luar Negeri
7. Kementerian Pertahanan
3. Kementerian 8. Kementerian Agama
Kelompok II 9. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
10. Kementerian Keuangan
11. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
12. Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tingii
13. Kementerian Kesehatan
14. Kementerian Sosial
15. Kementerian Ketenagakerjaan
16. Kementerian Perindustrian
17. Kementerian Perdagangan
18. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
19. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
20. Kementerian Perhubungan
21. Kementerian Komunikasi dan Informatika
22. Kementerian Pertanian
23. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
24. Kementerian Kelautan dan Perikanan
25. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi
26. Kementerian Agraria dan Tata Ruang
4. Kementerian 27. Kementerian Perencenaan Pembangunan Nasional
Kelompok III 28. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi
29. Kementerian Badan Usaha Milik Negara
30. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
31. Kementerian Pariwisata
32. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak

Untuk kepentingan sinkronisasi dan koordinasi urusan pemerintahan,


Presiden dapat membentuk Kementerian Koordinasi atau Kementerian
Koordinator. Kementerian Koordinator merupakan unsur pelaksana
Pemerintah yang dipimpin oleh Menteri Koordinator yang berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

12
Kementrian Koordinator dan kementerian maupun lembaga negara
yang dikoordinasinya, yaitu sebagai berikut.

No. Kementerian Koordinator Kementerian yang Dikoordinasi


1. Kementerian Koordinator  Kementerian Dalam Negeri
Bidang Politik, Hukum, dan  Kementerian Luar Negeri
Keamanan  Kementerian Pertahanan
 Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia
 Kementerian Komunikasi dan Informatika
 Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi
2. Kementerian Koordinator  Kementerian Keuangan
Bidang Perekonomian  Kementerian Perindustrian
 Kementerian Perdagangan
 Kementerian LIngkungan Hidup dan
Kehutanan
 Kementerian Pertanian
 Kementerian Ketenagakerjaan
 Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah
 Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertahanan Nasional
 Kementerian Badan Usaha Milik Negara
 Kementerian Pekerjaam Umum dan
Perumahan Rakyat
3. Kementerian Koordinator  Kementerian Agama
Bidang Pembangunan Manusia  Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
dan Kebudayaan  Kementerian Riset, Teknologi, dan
Pendidikan Tinggi
 Kementerian Kesehatan
 Kementerian Soial
 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal, dan Transmigrasi
 Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak
 Kementerian Pemuda dan Olaraga
4. Kementerian Koordinator  Kementerian Energi dan Sumber Daya
Bidang Kemaritiman Mineral
 Kementerian Perhubungan
 Kementerian Kelautan dan Perikanan
 Kementerian Pariwisata

Dalam melaksanakan tugas Menteri tertentu dapat dibantu oleh


Wakil Menteri sesuai dengan penunjukkan presiden. Wakil Menteri
mempunyai tugas membantu Menteri dalam memimpin penyelenggaraan

13
urusan Kementerian. Hal ini diatur dalam Pasal 64 Peraturan Pemerintah
No. 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara.

Untuk melaksanakan tugas teknis operasional dan/atau tugas teknik


penunjang di lingkungan Kementerian, dapat dibentuk Unit Pelaksana
Teknis.

Menteri atau Menteri Koordinator dapat dibantu oleh Staf Ahli. Staf
Ahli secara administrative dikoordinasikan oleh Sekretaris Jenderal atau
Sekretaris Kementerian atau Sekretaris Kementerian Koordinator. Staf
Ahli mempunyai tugas memberikan rekomendasi terhadap isu-isu
strategis kepada Menteri atau Menteri Koordinator berdasarkan
Keahliannya.

Di lingkungan Kementerian atau Kementerian Koordinator dapat


diangkat paling banyak 3 orang Staf Khusus Kementerian yang
selanjutnya disebut Staf Khusus. Staf Khusus mempunyai tugas
memberikan saran dan pertimbangan kepada Menteri atau Menteri
Koordinator sesuai penugasan Menteri atau Menteri Koordinator dan
bukan merupakan bidang tugas unsur-unsur organiasi Kementerian atau
Kementerian Koordinator. Tata kerja Staf Khusus diatur oleh Sekretaris
Jenderal atau Sekretaris Kementerian atau Sekretaris Kementerian
Koordinator. Staf Khusus dapat berasal dari PNS dan dari selain PNS.

2) Lembaga Pemerintah Non-Kementrian (LPNK)


Pembentukan lembaga nonkementerian disebabkan karena terdapat
persoalan-persoalan atau masalah khusus yang bersifat nasional dan
tidak dapat ditangani atau dilakukan oleh kementerian-kementerian yang
sudah dibentuk.

Kepala lembaga pemerintah nonkementerian mendapat pimpinan,


petunjuk, dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kepala LPNK
menyampaikan laporan, saran, dan pertimbangan di bidang tugas dan
tanggung jawabnya kepada Presiden melalui Menteri yang
mengkoordinasikannya.

Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2013 dan


Pasal 1 Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2013, LPNK terdiri dari berikut ini.
 Lembaga Administrasi Negara (LAN)
 Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI)
 Badan Kepegawaian Negara (BKN)
 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PERPUSNAS)
 Badan Standardisasi Nasional (BSN)
 Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN)
 Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN)
14
 Lembaga Sandi Negara (LEMSANEG)
 Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
 Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (LAPAN)
 Badan Pengawasan Keuangan da Pembangunan (BPKP)
 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
 Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
 Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

Menurut Pasal 106 Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2013, dalam


melaksanakan tugasnya masing-masing LPNK dikoordinasikan oleh
Menteri, yang meliputi:
a) Menteri Pertahanan bagi LEMSANEG
b) Menteri Kesehatan bagi BPOM dan BKKBN
c) Menteri Pendidikan Nasional bagi PERPUSNAS
d) Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara bagi LAN, ANRI,
BKN, dan BPKP
e) Menteri Negara Riset dan Teknologi bagi BSN, BAPETEN, BATAN,
LAPAN, LIPI, dan BPPT.

3) Sekretariat Kabinet Republik Indonesia


Sekretariat Kabinet Republik Indonesia (disingkat Setkab) adalah
lembaga pemerintahan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung
jawab kepada Presiden. Sekretariat Kabinet dipimpin oleh Sekretaris
Kabinet. Sekretariat Kabinet mempunyai tugas memberikan dukungan
pengelolaan manajemen kabinet kepada Presiden dan Wail Presiden
dalam penyelenggaraan pemerintahan. Sekretariat Kabinet diatur dalam
Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2015 Tentang Sekretariat Kabinet.

4) Kejaksaan Republik Indonesia


Berdasarkan UU No. 16 Tahun 2004, kejaksaan adalah lembaga
pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan
serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang. Pelaksanaan
kekuasaan negara oleh Kejaksaan Republik Indonesia, diselenggarakan
oleh Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri.

Susunan Kedudukan Daerah Hukum


Kejaksaan
Kejaksaan Agung Ibukota negara Republik Wilayah kekuasaan
Indonesia negara Republik
Indonesia
Kejaksaan Tinggi Ibukota Provinsi Wilayah Provinsi
Kejaksaan Negeri Ibukota Kabupaten/Kota Daerah Kabupaten/Kota

5) Perwakilan RI di Luar Negeri

15
Perwakilan RI di luar negeri adalah satu-satunya Aparatur yang
mewakili kepentingan Negara RI secara keseluruhan di negara lain atau
pada organisasi internasional. Perwakilan RI terdiri atas Perwakilan
Diplomatik dan Perwakilan Konsulat.

a) Perwakilan Diplomatik
Cakupan kegiatan Perwakilan Diplomatik menyangkut semua
kepentingan Negara RI dan wilayah kerjanya meliputi seluruh negara
penerima atau yang bidang kegiatannya meliputi bisang kegiatan suatu
organisasi internasional.

Perwakilan Diplomatik terdiri atas Kedutaan Besar RI dan


Perwakilan Tetap RI yang dipimpin oleh seorang Duta Besar Luar
Biasa dan Berkuasa Penuh dan bertanggung jawab kepada Presiden
selaku Kepala Negara melalui Menteri Luar Negeri.

Tugas pokok Perwakilan Diplomatik adalah mewakili Negara RI


dalam melaksanakan hubungan diplomatik dengan negara penerima
atau organisasi internasional serta melindungi segenap kepentingan
negara dan warga negara RI di negara penerima sesuai dengan
kebijakan pemerintah yang ditetapkan dan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku termasuk hukum dan tata cara
hubungan internasional.

b) Perwakilan Konsuler
Kegiatan Perwakilan Konsuler meliputi semua kepentingan
negara RI di bidang konsuler dan mempunyai wilayah kerja tertentu
dalam wilayah negara penerima.

Perwakilan Konsuler terdiri atas Konsulat Jendral RI dan


Konsulat RI yang dipimpin oleh Konsul Jenderal dan Konsul, yang
bertanggung jawab kepada Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa
Penuh, bertanggung jawab langsung kepada Menteri Luar Negeri.

Tugas pokok Perwakilan Konsuler adalah mewakili negara RI


dalam melaksanakan hubungan konsuler dengan negara penerima di
bidang perekonomian, perdagangan, perhubungan, kebudayaan dan
ilmu pengetahuan serta mengeluarkan izin prinsip penanaman modal
asing di Indonesia untuk Menteri Luar Negeri atas nama Menteri yang
bertanggungjawab di bidang investasi sesuai demham kebijakan
pemerintah yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

16
6) Tentara Nasional Indonesia (TNI)
Peran, tugas, susunan, dan kedudukan TNI secara pokok-
pokoknya diatur dalam :
 TAP No. VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional
Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia
 TAP No. VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan
Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia

Dan kemudian diatur dengan Undang-Undang No. 34 Tahun


2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

TNI terdiri dari TNI AD, TNI AL, dan TNI AU yang melaksanakan
tugasnya secara merata atau gabungan di bawah pimpinan Panglima.
Tiap-tiap angkatan mempunyai kedudukan yang sama dan sederajat.

TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan. TNI


mempunyai tugas pokok untuk :
a) Menegakkan kedaulatan negara
b) Mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945
c) Melindungi segenap bangsa dan suluruh tumpah darah Indonesia dari
ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.

7) Kepolisian Negara RI (POLRI)


Peran, tugas, susunan, dan kedudukan POLRI, sebagaimana TNI
secara pokok-pokoknya diatur dalam TAP No. VI/MPR/2000 dan TAP No.
VII/MPR2000. Kemudian diatur dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia.

POLRI merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara


keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan
pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

8) Badan/Lembaga Ekstra Struktural


Badan/Lembaga Ekstra Struktural pada dasarnya adalah
badan/lembaga yang bersifat penunjang dan/atau pelengkap tatanan
organisasi pemerintahan yang melaksanakan fungsi-fungsi khusus di
bidang tertentu untuk menunjang pelaksanaan urusan pemerintahan.
Badan/Lembaga ini secara organik tidak termasuk dalam struktur
organisasi Kementerian Negara dan/atau LPNK.

Badan/Lembaga Ekstra Struktural dapat dipimpin atau diketuai


Menteri, bahkan Presiden atau Wakil Presiden. Badan/Lembaga ini
mempunyai karakteristik yang berbeda satu dengan yang lainnya.

17
Perbedaan yang signifikan terletak pada dasar hukum pembentukannya.
Nomenklatur yang digunakan juga beragam seperti : Dewan, Badan,
Komite, Lembaga, dan Tim.

Contoh beberapa Badan/Lembaga Ekstra Struktural yang terbentuk :


 Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah
 Badan Pertimbangan dan Pendidikan Nasional
 Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK)
 Komite Olah Raga Nasional
 Lembaga Sensor Film

b. Lembaga Pemerintah Tingkat Daerah


Penyelenggara Pemerintahan Daerah adalah Pemerintah Daerah dan
DPRD. Sedangkan Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau
Walikota, dan Perangkat Daerah sebagi unsur penyelenggara pemerintahan
daerah.

Secara umum perangkat daerah terdiri dari :


1) Unsur Staf yang membantu penyusunan kebijakan dan koordinasi,
diwadahi dalam Lembaga Sekretariat
2) Unsur Pendukung tugas Kepala Daerah dalam penyusunan dan
pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik, diwadahi dalam
Lembaga Teknis Daerah
3) Unsur Pelaksana urusan daerah, diwadahi dalam Lembaga Dinas
Daerah

Perangkat Daerah Provinsi Perangkat Daerah Kabupaten/Kota


1. Sekretariat Daerah 1. Sekretariat Daerah
2. Sekretariat DPRD 2. Sekretariat DPRD
3. Dinas Daerah 3. Dinas Daerah
4. Lembaga Teknis Daerah 4. Lembaga Teknis Daerah
5. Kecamatan
6. Kelurahan

c. Lembaga Perekonomian Negara


1) Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
BUMN saat ini diatur dengan UU No. 19 Tahun 2003. BUMN seluruh
atau sebagian besar modalnya berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan. Dalam sistem perekonomian nasional, BUMN ikut berperan
menghasilkan barang dan/atau jasa yang dipasarkan dalam rangka
mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat.

Contoh BUMN antara lain :

18
 PT Pertamina
 PT Telekomunikasi Indonesia
 PT Perusahaan Listrik Negara (PLN)
 PT Bank Negara Indonesia (BNI)
 PT Pos Indonesia

2) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)


Badan usaha milik daerah (BUMD) adalah perusahaan yang
didirikan dan dimiliki oleh pemerintah daerah. Kewenangan pemerintah
daerah membentuk dan mengelola BUMD ditegaskan dalam Peraturan
Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan
kewenangan provinsi sebagai daerah otonom.

Perusahaan Daerah dibentuk berdasarkan UU No. 5 Tahun 1992


tentan Perusahaan Daerah. Perusahaan Daerah adalah semua perusahaan
yang modal seluruhnya atau sebagian merupakan kekayaan daerah yang
dipisahkan, kecuali jika ditentukan lain dengan atau berdasarkan undang-
undang.

Contoh BUMD adalah:


 Bank Pembangunan Daerah (BPD)
 Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
 Perusahaan Daerah Angkutan Kota (bus kota)
 Perusahaan Daerah Angkutan Antarkota (bus AKDP dan AKAP)
 Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan (PDRPH)

4. Pembagian Urusan antara Pemerintahan Pusat dan


Daerah dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
a. Urusan Pemerintahan Pusat dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan
Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 urusan
pemerintahan yang menjadi urusan pemerintahan pusat dalam arti tidak
diserahkan kepada daerah meliputi:
A. Politik Luar Negeri
 Mengangkat pejabat politik dan menunjuk warga negara untuk duduk
dalam jabatan lembaga internasional
 Menetapkan kebijakan luar negeri
 Melaksanakan perjanjian dengan negara lain
 Menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri
B. Pertahanan
 Mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata
 Menyatakan damai dan perang

19
 Menyatakan negara atau sebagai wilayah negara dalam keadaaan
bahaya
 Membangun dan mengembangkan sistem pertahanan negara dan
persenjataan
 Menetapkan kebijakan untuk wajib militer, bela negara bagi setiap
warga negara
C. Keamanan
 Mendirikan dan membentuk kepolisian negara
 Menetapkan kebijakan keamanan nasional
 Menindak setiap orang yang melanggar hukum negara
 Menindak kelompok atau setiap organisasi yang kegiatannya
melanggar keamanan negara
D. Moneter dan Fiskal
 Mencetak uang dan menentukan nilai mata uang
 Menetapkan kebijakan moneter
 Mengendalikan pengedaran uang
E. Yustisi
 Mendirikan lembaga peradilan
 Mengangkat hakim dan jaksa
 Mendirikan lembaga pemasyarakatan
 Menetapkan kebijakan kehakiman dan keimigrasian, memberi grasi,
amnesti, abolisi, membentuk Undang-Undang, Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan peraturan
lain yang berskala nasional
F. Agama
 Menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara nasional
 Memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu agama
 Menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan kehidupan
keagamaan

Namun, ada juga bagian urusan pemerintah yang bersifat concurrent,


artinya urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau
bidang tertentu dapat dilaksanakan bersama antara Pemerintah dan
Pemerintah Daerah. Dengan demikian setiap urusan yang bersifat
concurrent senantiasa ada bagian urusan yang menjadi kewenangan
Pemerintah, ada bagian urusan yang diserahkan kepada Provinsi, da nada
bagian urusan yang diserahkan kepada Kabupaten/Kota.

Hal ini berarti Pemerintah Pusat dapat:


1) Meyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan
2) Melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada Gubernur selaku
Wakil Pemerintah
3) Menugaskan sebagian urusan kepada pemerintahan daerah dan/atau
pemerintahan dengan berdasarkan asas tugas pembantuan

20
Untuk mewujudkan pembagian kewenangan yang concurrent secara
proporsional, maka disusun kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi.

Kriteria Eksternalitas Kriteria Akuntabilitas Kriteria Efisiensi


Kriteria Eksternalitas adalah Kriteria Akuntabilitas Kriteria Efisiensi adalah
pendekatan dalam pembagian adalah pendekatan pendekatan dalam
urusan pemerintahan dengan dalam pembagian pembagian urusan
mempertimbangkan urusan pemerintahan pemerintahan dengan
dampak/akibat yang ditimbulkan dengan pertimbangan mempertimbangkan
dalam penyelenggaraan urusan bahwa tingkat tersedianya sumber
pemerintahan tersebut. pemerintahan yang daya (personil, dana, dan
menangani sesuatu peralatan) untuk
Apabila dampak yang ditimbulkan bagian urusan adalah mendapatkan ketepatan,
bersifat local, maka urusan tingkat pemerintahan kepastian, dan kecepatan
pemerintahan tersebut menjadi yang lebih hasil yang harus dicapai
kewenangan Kabupaten/Kota, langsung/dekat dalam penyelenggaraan
apabila regional menjadi dengan bagian urusan.
kewenangan Provinsi, dan dampak/akibat dari
apabila nasional menjadi urusan yang ditangani
kewenangan Pemerintah. tersebut.

Dengan demikian
akuntabilitas
penyelenggaraan
bagian urusan
pemerintahan tersebut
kepada masyarakat
akan lebih terjamin.

b. Urusan Pemerintahan Daerah dalam Penyelenggaraan


Pemerintahan
Urusan Pemerintahan Konkruen yang menjadi kewenangan Daerah
terdiri atas :
a) Urusan Pemerintahan Wajib, yaitu Urusan Pemerintahan yang wajib
diselenggarakan oleh semua Daerah. Urusan pemerintahan wajib
berkaitan dengan pelayanan dasar, seperti pendidikan dasar, kesehatan,
pemenuhan kebutuhan hidup minimal, prasarana lingkungan dasar.
b) Urusan Pemerintahan Pilihan, yaitu Urusan Pemerintahan yang wajib
diselenggarakan oleh Daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki
Daerah. Kehutanan termasuk Urusan Pemerintahan Pilihan

D. Nilai-Nilai Pancasila dalam


Penyelenggaraan Pemerintahan
21
Pancasila sebagai dasar Negara dan pandangan hidup bangsa
menjadi dasar pelaksanaan pemerintahan negara Indonesia. Pancasila
memiliki serangkaian nilai yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan,
Kerakyatan dan Keadilan.

Berikut merupakan penjelasan mengenai nilai-nilai Pancasila.

1. Nilai Ketuhanan
Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung arti bahwa adanya
pengakuan dan keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan pencipta alam.
Sifat religius diwujudkan dalam perbuatan untuk mentaati setiap perintah
Tuhan. Nilai Ketuhanan memiliki arti bahwa adanya pengakuan akan
kebebasan memeluk agama, tidak ada paksaan antarumat beragama.

Nilai religius Pancasila dalam praktik penyelenggaraan negara dapat


diwujudkan dalam bentuk pernyataan sebagai berikut.
 Mengakui adanya kausa prima yaitu Tuhan Yang Maha Esa
 Menjamin penduduk untuk memeluk agama dan beribadat sesuai
agamanya masing-masing
 Mewajibkan memeluk agama sesuai hukum yang berlaku
 Menentang ateisme

2. Nilai Kemanusiaan
Nilai Kemanusiaan yang Adil dan Beradab mengandung arti kesadaran
sikap dan perilaku sesuai dengan nilai moral dalam kehidupan bersama atas
tuntunan dasar hati nurani dan menetapkan kebijakan yang memperhatikan
nilai-nilai moral.

Nilai kemanusiaan dalam praktik penyelenggaraan negara dapat


diwujudkan dalam bentuk pernyataan sebagai berikut.
 Menempatkan manusia sesuai hakikatnya sebagi makhluk Tuhan
 Menjunjung tinggi kemerdekaan sebagai hak segala bangsa
 Mewujudkan keadilan dan peradaban yang tidak lemah
 Menetapkan kebijakan yang memperhatikan nilai-nilai moral

3. Nilai Kesatuan
Nilai Persatuan Indonesia mengandung makna bersatu dalam
kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Perbedaan suku bangsa, agama, dan ras
bukanlah peyebab dari suatu perselisihan.

22
Nilai persatuan dalam praktik penyelenggaraan negara dapat
diwujudkan dan bentuk pernyataan seperti berikut.
 Menghilangkan penonjolan SARA
 Menggalang persatuan dan kesatuan
 Menumbuhkan sikap cinta tanah air dalam setiap diri bangsa Indonesia
 Memupuk semangat nasionalisme

4. Nilai Kerakyatan
Nilai Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, mengandung makna bahwa pemerintahan
Indonesia itu dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara
musyawarah melalui lembaga-lembaga perwakilan.

Nilai kerakyatan dalam praktik penyelenggaraan negara dapat


diwujudkan dalam bentuk pernyataan seperti berikut.
 Sila keempat Pancasila sebagai hakikat demokrasi
 Kebebasan berpendapat yang tidak mengesampingkan nilai-nilai sosial
dan etika
 Kebijakan yang sesuai prinsip-prinsip demokrasi
 Permusyawaratan rakyat menjadi ciri khas demokrasi Indonesia

5. Nilai Keadilan
Nilai Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia mengandung
makna sebagai dasar tujuan masyarakat Indonesia, yaitu memperoleh
keadilan dan kemakmuran. Rasa keadilan merupakan nilai mendasar yang
sangat diharapkan bangsa Indonesia.

Nilai keadilan dalam praktik penyelenggaraan negara dapat


diwujudkan dalam bentuk pernyataan seperti berikut.
 Mengembangkan perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana
kekeluargaan dan kegotongroyongan
 Menjunjung hak warga negara berlandaskan sikap nondiskriminatif
 Mewujudkan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia
 Melindungi yang lemah supaya warga bisa bekerja sesuai bidangnya

23
Daftar Pustaka

Rochmadi, Nur Wahyu dan Siti Hanifah. 2017. Pendidikan Pancasila


dan Kewarganegaraan SMA Kelas X. Perpustakaan Nasional –
Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Suryana, Yana dkk. 2016. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


Mata Pelajaran Wajib. PT Intan Pariwara.

https://id.wikipedia.org/wiki/Badan_usaha_milik_daerah

https://www.zonareferensi.com/contoh-bumn-di-indonesia/

https://jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2013/3TAHUN2013PERPRES.htm

https://blogmhariyanto.blogspot.com/2015/11/pembagian-urusan-
pemerintahan-konkuren.html

24

Anda mungkin juga menyukai