Anda di halaman 1dari 3

NAMA:AHMAD GIBRAN PRATAMA

KELAS:X BDP 2

Pembagian Kekuasaan di Indonesia


Pembagian kekuasaan adalah salah satu konsep pengelolaan pemerintahan. Pembagian
kekuasaan ini (legislatif, eksekutif, yudikatif) merupakan upaya mencegah terjadinya
pemusatan kekuasaan pada satu orang atau lembaga tertentu. Karena jika terjadi
pemusatan kekuasaan maka pemerintahan bisa saja berjalan secara absolut dan otoriter
atau terjadi abuse of power. Adanya pembagian kekuasaan dengan tetap ada koordinasi
antar bagian maka terjadi kontrol dan keseimbangan diantara lembaga pemegang
kekuasaan.

Dalam pengelolaan sistem pemerintahan selain pembagian kekuasaan (divisions of power)


dikenal juga istilah pemisahan kekuasaan (separation of power). Pemisahan kekuasaan
berarti kekuasaan negara itu terpisah-pisah dalam beberapa bagian, baik mengenai organ
maupun fungsinya. Dengan kata lain, lembaga pemegang kekuasaan negara yang meliputi
lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif merupakan lembaga yang terpisah satu sama
lainnya, berdiri sendiri tanpa memerlukan koordinasi dan kerja sama. Setiap lembaga
menjalankan fungsinya masing-masing.

Sementara dalam konsep pembagian kekuasaan, kekuasaan dibagi dalam beberapa bagian
(legislatif, eksekutif, dan yudikatif). Dan di antara bagian-bagian itu dimungkinkan ada
koordinasi atau kerja sama. Pembagian kekuasaan seperti ini dilakukan oleh banyak negara,
termasuk Indonesia.

Mekanisme pembagian kekuasaan di Indonesia diatur sepenuhnya di dalam UUD 1945.


Penerapan pembagian kekuasaan terdiri dari pembagian kekuasaan secara horizontal dan
pembagian kekuasaan secara vertikal.

Pembagian Kekuasaan Secara Horizontal


Pembagian kekuasaan pada pemerintahan pusat mengalami pergeseran setelah terjadinya
Amandemen terhadap UUD 1945. Pergeseran yang dimaksud adalah pergeseran klasifikasi
kekuasaan negara yang umumnya terdiri atas 3 jenis kekuasaan (legislatif, eksekutif, dan
yudikatif) menjadi 6 jenis kekuasaan:

1. Kekuasaan konstitutif (MPR)


kekuasaan untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang yang dimiliki oleh MPR. Hal
ini diatur pada Pasal 3 ayat (1) UUD 45 yang menyatakan “Majelis Permusyawaratan Rakyat
berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.”

2. Kekuasaan eksekutif (Presiden)


Kekuasaan untuk menjalankan undang-undang dan penyelenggraan pemerintahan negara.
Ini tertuan pada Pasal 4 ayat (1) UUD 1945: “Presiden Republik Indonesia memegang
kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.”

3. Kekuasaan legislatif (DPR)


Kekuasaan untuk membentuk undang-undang, sesuai pasal 20 ayat (1) UUD 1945 yang
menyatakan: “DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang.”

4. Kekuasaan yudikatif (MA dan MK)


Kekuasaan yudikatif atau kehakiman, menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan. Pasal 24 ayat (2) UUD 1945: “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh
sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan
peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan
peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.”

5. Kekuasaan eksaminatif/inspektif (BPK)


Kekuasaan yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemeriksaan atas pengelolaan dan
tanggung jawab tentang keuangan negara. Pasal 23 E ayat (1) UUD 1945 menyatakan:
“untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan
satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.”

6. Kekuasaan moneter (BI)


Kekuasaan untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan
menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta memelihara kestabilan nilai rupiah.
Kekuasaan ini dijalankan oleh Bank Indonesia selaku bank sentral di Indonesia. Pasal 23D
UUD 1945: “negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan,
tanggung jawab, dan indepedensinya diatur dalam undang-undang.”

Pembagian kekuasaan secara horisontal pada tingkatan pemerintahan daerah berlangsung


antara lembaga-lembaga daerah yang sederajat, yaitu antara Pemerintah Daerah (Kepala
Daerah/Wakil Kepala Daerah) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pada tingkat
provinsi, pembagian kekuasaan berlangsung antara Pemerintah provinsi (Gubernur/Wakil
Gubernur) dan DPRD provinsi. Sedangkan pada tingkat kabupaten/kota, pembagian
kekuasaan berlangsung antara Pemerintah Kabupaten/Kota (Bupati/Wakil Bupati atau
Walikota/Wakil Walikota) dan DPRD kabupaten/kota.

Pembagian Kekuasaan Secara Vertikal


Pembagian kekuasaan secara vertikal sesuai Pasal 18 (1) UUD 1945: Negara Kesatuan
Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas
kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai
pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. Berdasarkan ketentuan
tersebut, pembagian kekuasaan secara vertikal di negara Indonesia berlangsung antara
pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah (pemerintahan provinsi dan pemerintahan
kabupaten/kota). Pada pemerintahan daerah berlangsung pula pembagian kekuasaan
secara vertikal yang ditentukan oleh pemerintahan pusat. Hubungan antara pemerintahan
provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota terjalin dengan koordinasi, pembinaan dan
pengawasan oleh pemerintahan pusat dalam bidang administrasi dan kewilayahan.

Pembagian kekuasaan secara vertikal merupakan konsekuensi diterapkannya asas


desentralisasi. Dengan asas tersebut, pemerintah pusat menyerahkan wewenang
pemerintahan kepada pemerintah daerah otonom (provinsi dan kabupaten/kota) untuk
mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan di daerahnya. Kecuali kewenangan
yang berkaitan dengan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, agama, moneter
dan fiskal. Pasal 18(5) UUD 1945: “Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya,
kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan
pemerintah pusat”.

Anda mungkin juga menyukai