PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
a. Hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah
mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas
bagi kehidupan masyarakat.
b. Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu
kebijakan tertentu pemerintah yang diduga bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.
c. Hak menyatakan pendapat adalah hak DR untuk menyatakan pendapat terhadap
kebijakan pemerintah mengenai kejadian yang luar biasa yang terdapat di dalam
negeri disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut
pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket. Untuk memudahkan tugas anggota
DPR maka dibentuk komisi-komisi yang bekerja sama dengan pemerintah sebagai
mitra kerja.
2.2 Eksekutif
Hubungan antara satu lembaga negara dengan lembaga negara lainnya yang diikat
dengan prinsip cheks and balances, dimana lembaga-lembaga negara tersebut diakui
sederajat tetapi tetapi saling mengendalikan satu sama lain. Sebagai akibat adanya
mekanisme hubungan yang sederajat itu, timbul kemungkinan dalam melaksanakan
kewenangan masing-masing terdapat perselisihan dalam menafsirkan amanat
UUD. Dengan dihapuskannya penjelasan UUD, bisa jadi lembaga-lembaga negara
menafsirkan sendiri UUD dengan seenaknya sesuai dengan kepentingan
kelembagaannya.
Dari studi singkat terhadap kontitusi (UUD 1945), ditemukan beberapa bentuk
hubungan antara legislatif dan eksekutif tersebut misalnya dalam
bidang, pertama, kekuasaan legislasi (membuat undang-undang). Terdapat dalam Pasal 5
ayat (1) “Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan
Perwakilan Rakyat.” Pasal 20 ayat (2) “Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh
Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama.”
Peluang munculnya hubungan yang tidak harmonis antara badan legislatif dan
eksekutif dalam sistem presidensial yang dianut Indonesia sangat besar, yang dalam hal
ini adalah munculnya sekat yang tidak terjembatani antar dua lembaga itu. Kondisi ini
hadir utamanya disebabkan adanya kecenderungan “separation of power” yang
memungkinkan minimnya aktivitas konsultasi diantara kedua lembaga tersebut dalam
menyusun cetak biru dan garis besar kebijakan yang nantinya akan disepakati bersama
Dampak dari adanya persoalan disharmoni hubungan legislatif dan eksekutif yang
terutama adalah munculnya sebuah pola hubungan yang terlalu politis dalam lingkup
pemerintahan yang substansif dapat mengganggu proses pembuatan kebijakan yang
sehat. Dalam konteks latin,hal ini telah menyebabkan terjadinya pembusukan politik,yang
pada akhirnya presiden kerap tergoda untuk benar-benar meninggalkan legislatif. Lebih
dari itu ,komitmen konsultatif tampak masih menguasai aura pola hubungan eksekutif
dan legislatif saat ini yang tercermin dari perangkat aturan main pemerintahan yang legal
maupun pola hubungan lobi informal. Namun dengan kemauan berkompromi dan
melakukan akomodasi politik masalah yang ada diantara hubungan eksekutif dan
legislatif dapat ditangani.
Contoh nyata yang dapat diketahui dalam hubungan antara legislatif dan eksekutif
terdapat pada kasus hubungan yang sempat berlangsung kurang baik antara Gubernur
Jawa Tengah(Eksekutif) dan DPRD Jawa Tengah(legislatif) diantaranya adalah :
Dalam kasus ini terjadi perseteruan antara Gubernur Jawa Tengah Ganjar
Pranowo dengan Ketua DPRD Jawa Tengah Rukma Setyabudi. Hal ini terkait adanya
indikasi penyelewengan dana bansos yang dilakukan oleh badan legislatif. Konflik
muncul karena adanya pernyataan Ganjar yang terkesan menyudutkan DPRD Jawa
Tengah. Ketegangan hubungan antara Ganjar Pranowo dengan Ketua sementara DPRD
Jateng Rukma Setyabudi yang menolak menandatangani pakta integritas KPK dinilai
oleh beberapa kalangan akibat tarik ulur persoalan politik anggaran APBD Pemprov
Jateng. Terutama dalam penetapan anggaran dana Bantuan Sosial(Bansos) dan hibah
proposal dalam bentuk dana bantuan Sarana dan Prasarana(Sarpras) Pemprov Jateng ke-
35 kabupaten/kota di Jateng dan dana aspirasi yang kuasa penuh penggunaaan
anggaranya dipegang oleh anggota Badan Anggaran dan jajaran pimpinan DPRD
Jateng. Meruncingnya seteru bau kentut dana bansos kemudian berlanjut menjadi
pembahasan dalam forum resmi eksekutif-legislatif,seperti rapat paripurna ,konsultasi
dan siding komisi.
Disini sekali lagi terjadi hubungan yang kurang baik antara DPRD Jateng dan
Gubernur Jateng. Kali ini dalam hal penganggaran,masalah yang muncul disini adalah
Penganggaran yang dirasa Gubernur Jateng Ganjar Pranowo tidak merata pada setiap
daerah di Jawa Tengah dalam hal Bankeu. Dan pada akhirnya Ganjar pun merubah
anggaran Bankeu untuk masing-masing daerah tetapi DPRD Jateng merasa fungsi
budgeting DPRD Jateng sudah dikebiri dan tidak difungsikan sama sekali karena besran
masing-masing alokasi bantuan keuangan untuk kabupaten/kota pada APBD 2015 sudah
disahkan.
Dalam studi kasus yang telah disebutkan diatas dapat diketahui bahwa hubungan
eksekutif dan legislatif terdapat dalam beberapa hal diantaranya adalah dalam hal proses
penentuan anggaran dan fungsi yang saling mengawasi untuk bekerjasama dalam
mewujudkan kesejahteraan masyarakat luas. Akan tetapi dalam hubunganya tersebut juga
sering terjadi gesekan atau konflik terkait tentang fungsi dan hak yang dimiliki oleh
masing-masing lembaga itu baik eksekutif maupun legislatif. Jika terdapat konflik antara
eksekutif dan legislatif berarti hal tersebut menunjukkan belum ada pola hubungan yang
baik antara kedua lembaga tersebut. Kedua lembaga semestinya membentuk tim yang
dapat membangun dan mendorong komunikasi antara eksekutif dan legislatif agar lebih
harmonis. Jika terjadi hubungan yang baik antara eksekutif dan legislatif maka kedua
lembaga tersebut dapat bekerja sama dengan baik dan dapat mensejahterakan masyarakat
luas.
Dalam mengkaji makalah ini tidak lepas dengan berbagai macam teori tentang
kekuasaan yang bermula dari teori Trias Politica. Teori Pembagian
Kekuasaan Menurut Trias Politika merupakan konsep pemerintahan yang kini banyak
dianut diberbagai negara di aneka belahan dunia. Konsep dasarnya adalah, kekuasaan di
suatu negara tidak boleh dilimpahkan pada satu struktur kekuasaan politik melainkan
harus terpisah di lembaga-lembaga negara yang berbeda.
Trias Politika yang kini banyak diterapkan adalah, pemisahan kekuasaan kepada 3
lembaga berbeda: Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Eksekutif dan legislatif adalah salah satu dari lembaga Negara yang sangat
penting peranya dalam mencapai cita-cita dan tujuan suatu Negara Indonesia. Sesuai
dengan teori pembagian kekuasaan yang digunakan di Indonesia maka mau tidak mau
setiap lembaga Negara akan saling berhubungan walaupun setiap lembaga Negara itu
berdiri sendiri dan mempunyai kekuasaan sendiri. Begitu juga dengan eksekutif dan
legislatif yang mempunyai hubungan dalam menjalankan fungsinya. Salah satunya adalah
terkait dengan penentuan anggaran yang terkadang memunculkan hubungan yang tidak
baik antara eksekutif dan legislatif. Akan tetapi tidak selamanya hubungan antara
eksekutif dan legislatif berjalan tidak baik. Pasti ada saatnya kedua lembaga ini
bekerjasama dan menemukan titik sepakat dalam penentuan keputusan. Dan yang
terpenting diantara hubungan eksekutif dan legislatif adalah adanya fungsi chek and
balance yang artinya saling mengawasi dan menyeimbangkan untuk bekerjasama dalam
mewujudkan kesejahteraan dan tujuan dari Negara Indonesia. Jika hubungan anatara
eksekutif dan legislatif baik, harmonis,professional,serta akuntabel dalam menjalankan
masing-masing fungsinya maka niscaya roda pemerintahan akan dapat berjalan dengan
baik.
3.2 Saran
Rauf ,Maswadi ,dkk. 2009 .Sistem Presidensial & Sosok Presiden Ideal. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar
http://www.ayobelajar.web.id/tema/1307/
https://hifdzil.wordpress.com/2008/09/08/studi-hubungan-legislatif-dengan-eksekutif/