NIM : 170200447
1). Jelaskanlah bagaimana latar belakang Negara Indonesia lebih memilih bentuk
republik dengan susunan Negara kesatuan jika dibandingkan dengan memilih
susunan negara serikat (federal), dan Coba Saudara jelaskan bagaimana pembagian
kekuasaan/urusan pemerintahan diantara pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah pada susunan negara kesatuan
Jawaban:
Bentuk Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik atau lebih
dikenal dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pernyataan ini secara tegas
tertuang di Pasal 1 Ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa: “Negara Indonesia
adalah negara kesatuan yang berbentuk republik”. Menurut Fred Isjawara, Negara
kesatuan adalah bentuk kenegaraan yang paling kokoh, jika dibandingkan dengan federal
atau konfenderasi. Dalam Negara kesatuan terdapat, baik persatuan (union) maupun
kesatuan (unity). (Fred Isjawara, 1974:188). Abu Daud Busroh mengutarakan: “ Negara
kesatuan adalah Negara yang tidak tersusun daripada beberapa negara, seperti halnya
dalam negara federasi, melainkan negara itu sifatnya tunggal, artinya hanya ada suatu
negara, tidak ada negara di dalam negara. Jadi dengan demikian, di dalam negara
kesatuan itu juga hanya ada suatu pemerintahan, yaitu pemerintahan pusat yang
mempunyai kekuasaan atau wewenang tertinggi dalam segala lapangan pemerintahan.
Pemerintahan pusat inilah yang pada tingkat terakhir dan tertinggi dapat memutuskan
segala sesuatu dalam negara tersebut.(Abu Daud Busroh, 1990:64- 65). Negara kesatuan
ialah suatu negara yang merdeka dan berdaulat di mana di seluruh wilayah yang berkuasa
hanyalah satu pemerintah (pusat) yang mengatur seluruh daerah. Negara kesatuan dapat
dibedakan dalam dua bentuk. Pertama, negara kesatuan dengan sistem sentralisasi.
Kedua, negara kesatuan dengan sistem desentralisasi. Dalam negara kesatuan dengan
sistem sentralisasi, segala sesuatu dalam negara langsung diatur dan diurus oleh
pemerintah pusat dan daerah-daerah hanya tinggal melaksanakan segala apa yang telah
diintrusikan oleh pemerintah pusat. Sedangkan, dalam negara kesatuan dengan sistem
desentralisasi,
Desentralisasi mengandung arti pembagian kekuasaan dari pemerintah pusat yang
lebih tinggi kepada satuan pemerintahan yang lebih rendah, yaitu pemerintah
daerah . Dimana di dalam desentralisasi tersebut adanya wilayah administrasi /
administrastif dimana adalah lingkungan kerja perangkat pemerintah yang
menyelenggarakan pelaksanaan tugas pemerintahan umum di daerah. Adapun
mengenai wilayah administratif itu 3 berbentuk provinsi, kotamadya atau
kabupaten, kelurahan dan kecamatan. Sehingga dalam hal wilayah administrasi
tersebut memiliki wewenang dalam meyelenggarakan pemerintahan maupun
pembangunan di daerahnya
2). Apa yang menjadi latar belakang lahirnya teori Trias Politika baik
menurut pandangan John Locke maupun Montesquieu, dan coba Saudara
jelaskan bagaimana penerapan teori Trias Politika dari Montesquieu dalam
sistem ketatanegaraan Negara Republik Indonesia.
Jawaban :
John Locke berpendapat bahwa Raja yang absolut dalam sebuah sistem
monarki tidak lah sejalan dengan keinginan masyarakat.Dalam bukunya Two
Treatise of Civil Government, John Locke berpendapat bahwa idealnya kekuasaan
negara dibagi menjadi 3, yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan
kekuasaan federatif. Kekuasan legislatif adalah kekuasaan untuk membentuk
undang-undangan, kekuasaan eksekutif adalah kekuasaan untuk menjalanka n
peraturan perundang-undangan, sedangkan kekuasaan federatif adalah kekuasaan
untuk melakukan hubungan luar negeri.Teori ini menggambarkan bahwaJohn Locke
belum meletakkankekuasaan yudikatif sebagai kekuasaan yang terpisah dari cabang
yang lainnya dan suatu cabang yang mandiri. John Locke mengatakan bahwa
suatu perkumpula n masyarakat diciptakan untuk melindungi hak milik dari
masing-masing individ u. Ketika seorang Raja memimpi dengan cara absolut, maka
hak milik dari masing-masing individu tersebut akan terancam. Dengan kata lain,
pemisahan kekuasaan yang digagas oleh John Locke hanya dikarenakan
adanya keinginan untuk perlindungan hak milik dari individu. 3Berbeda dengan
pemisahan kekuasaan yang diajarkan oleh John Locke, Baron de Montesquieu
dalam bukunya L’esprit de Loismengatakan bahwa kekuasaan pemerintahan idealnya
dipisahkan menjadi legislatif, eksekutif, dan yudikat if.4Kekuasaan legislatif
adalah kekuasaan untuk membentuk undang-unda ng, kekuasaan eksekutif
adalah kekuasaan untuk melaksanakan pemerintahan, dan kekuasaan yudikatif
adalah kekuasaan kehakiman. Ajaran Monstesquieu tersebut kemudian oleh
Immanuel Kant disebut sebagai trias politica.Trias politicaMontesquieu tersebut
mengalami perbedaan penafsiran di berbagai negara. Di Amerika Serikat
misalnya, trias politicaditerjemahkan sebagai separation of power atau pemisahan
kekuasaan, dimana hubungan antara masing-masing kekuasaan negara satu sama
lain diberikan pemisahan yang tegas. Pemisahan yang tegas tersebut dilakukan
dengan adanya mekanisme check and balances. Sedangkan diInggris, trias
politicaditerjemahkan sebagai distribution of poweratau pembagian kekuasaan, wakil
rakyat yang duduk di parlemen membagikan kekuasaannya kepada eksekutif
untuk menjalankan kekuasaanpemerintahan. Oleh karena itu kedudukan
parlemen pada sistem pembagian kekuasaan lebih tinggi kedudukannya
dibandingkan eksekutif. etapi apapun bentuk trias politicayang diterjemahkan oleh
masing-ma s ing negara tersebut memiliki satu kesamaan. Kesamaan tersebut
adalah kekuasaan yudikatif merupakan kekuasaan yang terpisah dari kekuasaan
legislatif dan kekuasaan eksekutif. Hal ini dengan tujuan agar kekuasaan
kehakiman bebas dari intervensi lembaga lain dalam menjaga hak-hak
masyarakat dan terciptanya lembaga kekuasaan kehakiman yang independen.
bahwa adapun dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia secara implisit, baik
sebelum dan sesudah amandemen Undang-Undang Dasar Tahun 1945, menerapkan
konsep Trias Politica Montesquieu, namun penerapannya tidak obsolut. Hasil dari studi
komparatif dapat diketahui bahwa pembagian kekuasaan berdasarkan fungsi negara
dalam sistem pemerintahan republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar
Tahun 1945
sebelum amandemen ternyata tidak hanya Legislatif (MPR, DPR), Eksekutif (Presiden)
dan Yudikatif (MA), namun selain dari 3 (tiga) fungsi tersebut, masih di bagi lagi yaitu
ke dalam Kekuasaan Konsultatif (DPA) dan Kekuasaan Eksaminatif (BPK). Sedangkan
sesudah amandemen ternyata juga tidak hanya Legislatif (MPR, DPR, DPD), Eksekutif
(Presiden) dan Yudikatif (MA, MK), namun masih di bagi lagi ke dalam Kekuasaan
Eksaminatif (BPK).
3). Sitem pemerintahan yang dianut dalam UUD NRI Thn 1945 (baik sebelum
maupun pasca Perubahan UUD 1945) adalah sistem presidensial. sedangkan
selama KRIS 1949 dan UUDS 1950 Indonesia menganut sistem parlementer.
Coba Sauda jelaskan pengertian kedua sistem pemerintahan tersebut.
Jawaban :
Presiden harus dijamin memiliki kewenangan legislatif oleh UUD atau konstitusi.
Dalam sistem presidensial, presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak
dapat dijatuhkan karena rendah subjektif seperti rendahnya dukungan politik.
Namun masih ada mekanisme untuk mengontrol presiden. Jika presiden
melakukan pelanggaran konstitusi, pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat
masalah kriminal, posisi presiden bisa dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena
pelanggaran-pelanggaran tertentu, biasanya seorang wakil presiden akan
menggantikan posisinya.
Salah satu keberhasilan yang dicapai oleh bangsa Indonesia pada masa reformasi
adalah reformasi konstitusional (constitutional reform). Reformasi konstitusi dipandang
merupakan kebutuhan dan agenda yang harus dilakukan karena UUD 1945 sebelum perubahan
dinilai tidak cukup untuk mengatur dan mengarahkan penyelenggaraan negara sesuai harapan
rakyat, terbentuknya good governance, serta mendukung penegakan demokrasi dan hak asasi
manusia.
Perubahan UUD 1945 dilakukan secara bertahap dan menjadi salah satu agenda Sidang MPR
dari 1999 hingga 2002 . Perubahan pertama dilakukan dalam Sidang Umum MPR Tahun 1999.
Arah perubahan pertama UUD 1945 adalah membatasi kekuasaan Presiden dan memperkuat
kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga legislatif.
Perubahan kedua dilakukan dalam sidang Tahunan MPR Tahun 2000. Perubahan kedua
menghasilkan rumusan perubahan pasal-pasal yang meliputi masalah wilayah negara dan
pembagian pemerintahan daerah, menyempumakan perubahan pertama dalam hal memperkuat
kedudukan DPR, dan ketentuan¬-ketentuan terperinci tentang HAM.
Perubahan ketiga ditetapkan pada Sidang Tahunan MPR 2001. Perubahan tahap ini mengubah
dan atau menambah ketentuan-ketentuan pasal tentang asas-asas landasan bemegara,
kelembagaan negara dan hubungan antarlembaga negara, serta ketentuan-ketentuan tentang
Pemilihan Umum. Sedangkan perubahan keempat dilakukan dalam Sidang Tahunan MPR Tahun
2002. Perubahan Keempat tersebut meliputi ketentuan tentang kelembagaan negara dan
hubungan antarlembaga negara, penghapusan Dewan Pertimbangan Agung (DPA), pendidikan
dan kebudayaan, perekonomian dan kesejahteraan sosial, dan aturan peralihan serta aturan
tambahan.
Empat tahap perubahan UUD 1945 tersebut meliputi hampir keseluruhan materi UUD 1945.
Naskah asli UUD 1945 berisi 71 butir ketentuan, sedangkan perubahan yang dilakukan
menghasilkan 199 butir ketentuan. Saat ini, dari 199 butir ketentuan yang ada dalam UUD 1945,
hanya 25 (12%) butir ketentuan yang tidak mengalami perubahan. Selebihnya, sebanyak 174
(88%) butir ketentuan merupakan materi yang baru atau telah mengalami perubahan.
Dari sisi kualitatif, perubahan UUD 1945 bersifat sangat mendasar karena mengubah prinsip
kedaulatan rakyat yang semula dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR menjadi dilaksanakan
menurut Undang-Undang Dasar. Hal itu menyebabkan semua lembaga negara dalam UUD 1945
berkedudukan sederajat dan melaksanakan kedaulatan rakyat dalam lingkup wewenangnya
masing-masing. Perubahan lain adalah dari kekuasaan Presiden yang sangat besar (concentration
of power and responsibility upon the President) menjadi prinsip saling mengawasi dan
mengimbangi (checks and balances). Prinsip-prinsip tersebut menegaskan cita negara yang
hendak dibangun, yaitu negara hukum yang demokratis.
Setelah berhasil melakukan perubahan konstitusional, tahapan selanjutnya yang harus dilakukan
adalah pelaksanaan UUD 1945 yang telah diubah tersebut. Pelaksanaan UUD 1945 harus
dilakukan mulai dari konsolidasi norma hukum hingga dalam praktik kehidupan berbangsa dan
bernegara. Sebagai hukum dasar, UUD 1945 harus menjadi acuan dasar sehingga benar-benar
hidup dan berkembang dalam penyelenggaraan negara dan kehidupan warga negara (the living
constitution).
Sebagai kelembagaan Negara, MPR RI tidak lagi diberikan sebutan sebagai lembaga tertinggi
Negara dan hanya sebagai lembaga Negara, seperti juga, seperti juga DPR, Presiden, BPK dan
MA. Dalam pasal 1 ayat (2) yang telah mengalami perubahan perihal kedaulatan disebutkan
bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar
sehingga tampaklah bahwa MPR RI tidak lagi menjadi pelaku/pelaksana kedaulatan rakyat. Juga
susunan MPR RI telah berubah keanggotaanya, yaitu terdiri atas anggota DPR dan Dewan
Perakilan Daerah (DPD), yang kesemuanya direkrut melalui pemilu.
Tugas dan kewenagan MPR RI sesudah perubahan, menurut pasal 3 UUD 1945 ( perubahan
Ketiga ).
Undang Undang No. 10 tahun 2004 jenis dan tata urutan/susunan (hirarki) peraturan
perundang-undangan sekarang adalah sebagai berikut :
4. Peraturan Presiden (Perpres) dan Peraturan lembaga negara atau organ/badan negara yang
dianggap sederajat dengan Presiden antara lain : Peraturan Kepala BPK, Peraturan Bank
Indonesia, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Peraturan Mahkamah Agung, Peraturan
Mahkamah Konstitusi, Peraturan Komisi Yudisial,
Lembaga legislatif merupakan lembaga atau dewan yang mempunyai tugas serta
wewenang membuat atau merumuskan UUD yang ada di sebuah negera. Selain itu,
lembaga legislatif juga diartikan sebagai lembaga legislator, yang mana jika di negara
Indonesia lembaga ini dijalankan oleh DPD (Dewan Perwakilan Daerah) DPR (Dewan
Perwakilan Rakyat, dan MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Terkait dengan fungsi legislasi, DPR memiliki tugas dan wewenang:
Memperhatikan pertimbangan DPD atas RUU tentang APBN dan RUU terkait
pajak, pendidikan dan agama
Memberikan persetujuan kepada Komisi Yudisial terkait calon hakim agung yang
akan ditetapkan menjadi hakim agung oleh Presiden