Anda di halaman 1dari 5

1.

Apa yang anda ketahui tentang pembagian kekuasaan Negara


Indonesia?

Mekanisme pembagian kekuasaan di Indonesia diatur sepenuhnya di dalam UUD Negara


Republik Indonesia Tahun 1945. Penerapan pembagian kekuasaan di Indonesia terdiri atas
dua bagian, yaitu pembagian kekuasaan secara horizontal dan pembagian kekuasaan secara
vertikal.

1. Pembagian kekuasaan secara horizontal


Pembagian kekuasaan secara horizontal yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsi lembaga-
lembaga tertentu (legislatif, eksekutif dan yudikatif). Berdasarkan UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, secara horizontal pembagian kekuasaan negara di lakukan pada
tingkatan pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. 

Pembagian kekuasaan pada tingkatan pemerintahan pusat berlangsung antara lembaga-


lembaga negara yang sederajat. Pembagian kekuasaan pada tingkat pemerintahan pusat
mengalami pergeseran setelah terjadinya perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Pergeseran yang dimaksud adalah pergeseran klasifikasi kekuasaan negara yang
umumnya terdiri atas tiga jenis kekuasaan (legislatif, eksekutif dan yudikatif) menjadi enam
kekuasaan negara, yaitu:

1. Kekuasaan konstitutif, yaitu kekuasaan untuk mengubah dan menetapkan Undang-


Undang Dasar. Kekuasaan ini dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang
mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.
2. Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan undang-undang dan
penyelenggraan pemerintahan Negara. Kekuasaan ini dipegang oleh Presiden
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang
kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.
3. Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membentuk undang-undang. Kekuasaan
ini dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 20
ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa
Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.
4. Kekuasaan yudikatif atau disebut kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan ini
dipegang oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sebagaimana ditegaskan
dalam Pasal 24 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menyatakan bahwa Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung
dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata
usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
5. Kekuasaan eksaminatif/inspektif, yaitu kekuasaan yang berhubungan dengan
penyelenggaraan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan
negara. Kekuasaan ini dijalankan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 23 E ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang menyatakan bahwa untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang
keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.
6. Kekuasaan moneter, yaitu kekuasaan untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan
moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta memelihara
kestabilan nilai rupiah. Kekuasaan ini dijalankan oleh Bank Indonesia selaku bank
sentral di Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 D UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa negara memiliki suatu bank sentral
yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan indepedensinya diatur
dalam undang-undang.

Pembagian kekuasaan secara horizontal pada tingkatan pemerintahan daerah berlangsung


antara lembaga-lembaga daerah yang sederajat, yaitu antara Pemerintah Daerah (Kepala
Daerah/Wakil Kepala Daerah) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pada tingkat
provinsi, pembagian kekuasaan berlangsung antara Pemerintah provinsi (Gubernur/wakil
Gubernur) dan DPRD provinsi. Sedangkan pada tingkat kabupaten/kota, pembagian
kekuasaan berlangsung antara Pemerintah Kabupaten/Kota (Bupati/wakil Bupati atau
Walikota/wakil Walikota) dan DPRD kabupaten/kota.

2. Pembagian kekuasaan secara vertikal


Pembagian kekuasaan secara vertikal merupakan pembagian kekuasaan menurut tingkatnya,
yaitu pembagian kekuasaan antara beberapa tingkatan pemerintahan. Pasal 18 ayat (1) UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik
Indonesia dibagi atas daerahdaerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan
kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang
diatur dengan undang-undang. 

Berdasarkan ketentuan tersebut, pembagian kekuasaan secara vertikal di negara Indonesia


berlangsung antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah (pemerintahan provinsi dan
pemerintahan kabupaten/kota). Pada pemerintahan daerah berlangsung pula pembagian
kekuasaan secara vertikal yang ditentukan oleh pemerintahan pusat. Hubungan antara
pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota terjalin dengan koordinasi,
pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintahan Pusat dalam bidang administrasi dan
kewilayahan.

Pembagian kekuasaan secara vertikal muncul sebagai konsekuensi dari diterapkannya asas
desentralisasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan asas tersebut, Pemerintah
Pusat menyerahkan wewenang pemerintahan kepada pemerintah daerah otonom (provinsi
dan kabupaten/kota) untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan di
daerahnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, yaitu
kewenangan yang berkaitan dengan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi,
agama, moneter dan fiskal. 

Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 18 ayat (5) UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang menyatakan Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali
urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.
2. Bagaimana penyelenggaraan pemerintahan di Negara Indonesia?

Sistem penyelenggaraan pemerintahan negara pada hakikatnya merupakan uraian tentang


bagaimana mekanisme pemerintahan negara dijalankan oleh Presiden sebagai pemegang
kekuasaan pemerintahan Negara. Sistem penyelenggaraan pemerintahan negara bisa disebut
pula sebagai mekanisme bekerjanya lembaga eksekutif yang dipimpin oleh presiden baik
selaku kepala pemerintahan maupun sebagai kepala negara. Negara Republik Indonesia
sendiri saat ini (setelah amandemen UUD 1945) menganut sistem presidensial atau disebut
juga dengan sistem kongresional, merupakan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara
republik di mana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan
legislatif.

Berikut beberapa ciri sistem penyelenggaraan pemerintahan presidensial :

1. Penyelenggara negara berada ditangan presiden sebagai kepala negara sekaligus


kepala pemerintahan. Presiden tidak dipilih oleh parlemen, tetapi dipilih langsung
oleh rakyat.
2. Kabinet (dewan menteri) dibentuk oleh presiden. Kabinet bertangungjawab kepada
presiden dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen atau legislatif.
3. Presiden tidak bertanggungjawab kepada parlemen. Hal itu dikarenakan presiden
tidak dipilih oleh parlemen.
4. Presiden tidak dapat membubarkan parlemen seperti dalam sistem parlementer.
5. Parlemen memiliki kekuasaan legislatif dan sebagai lembaga perwakilan. Anggota
parlemen dipilih oleh rakyat.
6. Presiden tidak berada dibawah pengawasan langsung parlemen.

Menurut Pasal 4 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi: Presiden Republik Indonesia memegang
kekuasaan pemerintahan menurut UUD. Hal ini mengandung arti bahwa Presiden Republik
Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang memegang kekuasaan pemerintah.
Kemudian Presiden adalah Penyelenggara atau pemegang kekuasaan Pemerintahan Negara.
Dalam melakukan kewajibannya, Presiden dibantu oleh seorang Wakil Presiden. Presiden
dalam menjalankan fungsinya di bantu oleh menteri menteri negara, menteri menteri negara
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden (Pasal 17 UUD 1945), Presiden tidak dapat
membekukan atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Baca juga : Pemerintah
Pusat

Dalam sistem presidensial, presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dapat
dijatuhkan karena rendah subjektif seperti rendahnya dukungan politik. Namun masih ada
mekanisme untuk mengontrol presiden. Jika presiden melakukan pelanggaran konstitusi,
pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat masalah kriminal, posisi presiden bisa
dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena pelanggaran-pelanggaran tertentu, biasanya seorang
wakil presiden akan menggantikan posisinya.

Jika suatu sistem penyelenggaraan pemerintah dilihat dari elemen yang ada didalamnya maka
tatanan atau susunan pemerintahan berupa suatu struktur yang terdiri dari elemen pemegang
kekuasaan di dalam negara dan saling melakukan hubungan fungsional di antara elemen
tersebut baik secara vertikal (Legislatif, eksekutif dan yudikatif) maupun horisontal
(Pemerintah Daerah).
3. Apakah penyelenggaraan pemerintahan di Negara Indonesia sudah
sesuai dengan nilai-nilai Pancasila?

Belum, buktinya :

- Jika dilihat dari berbagai sudut pandang, proses demokrasi yang kini ada di Indonesia tidak
memperlihatkan Indonesia sebagai Negara demokrasi. Lihat saja cara kampanye para calon
presiden dan calon wakil presiden untuk menarik hati masyarakat Indonesia. Semua cara
dihalalkan untuk mencapai kekuasaan tertinggi di negeri ini hingga bisa melupakan rasa
kemanusiaan dan rasa persatuan yang seharusnya dilakukan oleh para calon pemimpin negeri
ini. Saling menjatuhkan satu sama lain antar pendukung sudah menjadi hal biasa dilakukan
baik itu melalui sikap, ucapan dan juga informasi yang ada di media masa.

- Bukan hanya nilai sila kelima saja yang telah banyak dilanggar
dalam pelaksanaan pemilu di tahun 2014 ini, masalah SARA pun banyak dilakukan oleh para
simpatisan calon presiden dan calon wakil presiden. Antar pendukung saling mengejek satu
sama lain hingga mereka lupa bahwa apa yang mereka lakukan telah mencederai perasaan
sebagian masyarakat Indonesia. Bukan hanya itu, jika dibiarkan berlarut-
larut bukan tidak mungkin akan ada perpecahan yang terjadi di kalangan masyarakat
pendukung yang dikhawatirkan akan merusak rasa persatuan masyarakat Indonesia yang
merupakan salah satu nilai yang harus dilakukan dalam pelaksanaan demokrasi.

- Kemudian sila keempat juga sudah tidak nampak dalam pelaksanaan demokrasi di masa
pemilu ini. Sila keempat yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh khidmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan” menyatakan bahwa demokrasi yang
memang didasarkan oleh konsep pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat harus
dilakukan dengan benar. Rakyat Indonesia belum seluruhnya mengerti dengan benar apa itu
demokrasi sehingga sebagian masyarakat dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak
betanggung jawab melalui hak pilihnya. Masyarakat dijanjikan dan diberi uang sebagai agar
memilih salah satu pasangan. Asas pemilu yakni langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan
adil sudah banyak yang tidak dilakukan.
4. Apa yang terjadi jika penyelenggaraan pemerintahan Negara Indonesia
tidak berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila?

Pemerintahan di Indonesia akan menjadi amburadul. Rakyat akan banyak yang protes dan
akan terjadi tawuran dimana", terutama para mahasiswa. Mereka akan sering bentrokan
akibat dari tawuran dan demo besar-besaran di depan gedung kepemerintahan. dan pada
akhirnya Presiden yang akan selalu disalahkan.

5. Apa manfaat yang dirasakan masyarakat Indonesia dalam


penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan nilai-nilai Pancasila?

Rakyat dapat benar-benar merasakan keadilan tanpa membeda-bedakan. Jika pancasila


diterapkan benar-benar dan dengan rasa ikhlas maka masyarakat akan merasakan
kesejahteraan.

Anda mungkin juga menyukai