I. PENDAHULUAN
rakyat”.1 Maksud dari ayat tersebut bahwa kekuasaan tertinggi berada di tangan
rakyat. Sesuai dengan prinsip negara demokrasi yakni pemerintahan yang berasal
dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Menurut Jack H Nagel, kedaulatan
aktivitas dan tercakup dalam fungsi. Dan jangkauan berkaitan dengan siapa yang
pemerintah diangkat untuk negara, bukan negara untuk pemerintah seperti yang
tempat atau badan dimana para wakil rakyat berbicara satu sama lain untuk
1
Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2
Jimly Asshiddiqie, 1994, Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konstitusi Dan Pelaksanaannya di
Indonesia, Jakarta: PT. Ichtiar Baru, hlm. 9
1
sebagai negara bangsa (nation state), terutama pada abad 19 setelah masa
kolonialisme.3
badan itu, yaitu membuat undang-undang (legislate). Nama lain yang sering
istilah yang menekankan unsur “bicara” (parler) dan merundingkan. Sebutan lain
tetapi apapun perbedaan dalam namanya dapat dipastikan bahwa badan ini
sistem pemilihan yang berbeda. Pertama, ada yang menggunakan sistem distrik
atau disebut dengan single member constituency, yaitu satu wakil untuk satu
daerah pemilihan. Kedua, ada juga yang menggunakan sistem proporsional atau
perwakilan berimbang yaitu satu daerah diwakili oleh lebih dari satu wakil (multi
dunia berbeda-beda, tergantung pada kondisi sosial budaya serta sistem nilai yang
dianutnya. Selain itu, kondisi masyarakat dalam suatu negara juga mempengaruhi
3
Muchammad Ali Syafa'at, 2010, Parlemen Bikameral, Studi Perbandingan di Amerika Serikat,
Perancis, Belanda, Inggris, Austria, dan Indonesia, Malang: Universitas Brawijaya Press (Ub Press),
hlm.28
4
Miriam Budiardjo, 2008, Dasar-Dasar Ilmu Politik Cet.Ke-2, Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama., hlm. 315
2
Dalam konteks negara Indonesia, sistem parlemen yang diterapkan di
konstitusi yaitu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI
1945). Maka dari itu penjelasan mengenai uraian sejarah parlemen di Indonesia
perlu dilakukan.
II. PEMBAHASAN
negara tentu menjalankan begitu banyak fungsi dan sangat beragam. Dalam
dalam beberapa hal sekaligus. Hal tersebut yang kemudian menjadi hambatan
5
Widayati, “Sistem Parlemen Berdasarkan Konstitusi Indonesia”, Jurnal Masalah-Masalah
Hukum, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Vol.44, No. 4 2015, hlm. 416
3
menjadi kekuasaaan legislatif, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan yudikatif. 6
kekuasan oleh penguasa atas dasar kekuasan, dengan harapan hak-hak asasi
warga negara lebih terjamin. Hak-hak warga negara dapat dijamin jika
fungsi-fungsi kekuasaan tidak dipegang oleh satu orang atau badan, akan
tetapi dibagikan pada beberapa orang atau badan yang terpisah. Kekuasaan
cabang-cabang yang lain. Selain itu, untuk yang mengisi ke tiga agen
pemerintahan ini harus tetap dipastikan terpisah dan berdiri sendiri, tidak ada
individu yang diperbolehkan pada saat yang bersamaan menjadi anggota dari
lebih satu cabang. Dengan cara ini masing-masing cabang mengawasi (check)
cabang yang lain dan tidak ada satu kelompok orang yang mampu
4
terdiri atas dua bagian, yaitu pembagian kekuasaan secara horizontal dan
daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang
5
pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, yaitu
saja. Ada yang dibentuk berdasarkan atau karena diberi kekuasaan oleh UUD,
9
Ni’Matul Huda, 2007, Lembaga Negara Dalam Masa Transisi Demokrasi, Yogyakarta: UII
Press, hlm. 76
10
Ahmad Sukardja, 2004, Hukum Tata Negara Dan Hukum Administrasi Negara Dalam
Perspektif Fikih Siyasah, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 126
6
ada pula yang dibentuk dan mendapatkan kekuasaannya dari UU, dan bahkan
Trias Politica Montesquieu, dimana ada tiga fungsi yang dimiliki oleh
kekuasaan yudikatif.
34 buah lembaga, baik yang hanya disebut secara eksplisit maupun yang
Sehubungan dengan hal tersebut, maka dapat ditentukan dari segi fungsi dan
11
Jimly Asshiddiqie, 2012, Perkembangan Dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi
Cet.Ke-2, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 44-46
12
Josef M. Monteiro, 2014, Lembaga-lembaga Negara setelah Amandemen UUD 1945,
Yogyakarta: Pustaka Yustisia, hlm .4
7
hirarki. Dari segi hirarkinya, ke-34 lembaga negara tersebut dapat dibedakan
2. Lembaga Negara
8
dengan lembaga negara yang pembentukannya berasal dari peraturan di
3. Lembaga Daerah
beberapa organ jabatan yang dapat disebut sebagai organ daerah atau
daerah itu ada yang diatur dalam undangundang dan ada pula yang diatur
13
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan Dan Konsolidasi…., Op.Cit., hlm. 108
14
Ibid., hlm. 109
9
Keberadaan lembaga perwakilan di negara demokrasi memang
kemauan rakyat.
bertindak atas nama suatu kelompok yang lebih besar. Dewasa ini anggota
representation).15
kehendak atau aspirasi dari yang diwakili. Sebagai konsekuensinya jika tidak
15
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik,.. Op. Cit., hlm. 175
10
perwakilan maka hal itu berarti keterwakilannya harus diakhiri. Wakil
memberikan.16
sifat khas suatu badan perwakilan rakyat. Teori Diversifikasi dari Hoogewerf
intinya adalah ada tiga karakter atau sifat khas dari lembaga perwakilan, yang
terdiri atas:17
perwakilan kedua;
16
Samsul Wahidin, 2007, Dimensi Kekuasaan Negara Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
hlm. 43
17
Dewa Gede Atmadja, 2015,Teori Konstitusi dan Konsep Negara Hukum, Malang: Setara Press,
hlm. 101.
11
wilayahnya luas, dimana para anggotanya dipilih melalui pemilihan
umum.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UUD 1945, keanggotaan Majelis
penjelasan Pasal 2 ayat (1) UUD 1945, yang dimaksud dengan “golongan-
terdiri atas seluruh anggota DPR dan seluruh anggota DPD, kedudukan MPR
sendiri bukan lagi sebagai lembaga tertinggi negara karena tidak sepenuhnya
partai politik yang terverifikasi dengan keputusan KPU dan dipilih dalam
18
Ibid., hlm. 102
12
terkait tindakan eksekutif. Sementara DPD keanggotaannya dipilih melalui
negara dan masyarakat tidak dapat dilepaskan dari telaah tentang demokrasi,
karena dua alasan. Pertama, hampir semua negara di dunia ini telah
oleh hasil studi UNESCO pada awal 1950an yang mengumpulkan lebih dari
100 Sarjana Barat dan Timur. Tetapi di tiap-tiap negara itu, demokrasi
dilaksanakan dengan cara-cara yang berbeda yaitu dalam hal pemberian porsi
19
Bintan Saragih, 1985, Sistem Pemerintahan dan Lembaga Perwakilan di Indonesia, Jakarta: Perintis
Press, hlm. 105-106
13
dalam rute yang berbeda-beda sehingga menimbulkan implikasi yang berbeda
kehendak atau kemauan rakyat, atau jika ditinjau dari sudut organisasi ia
berarti suatu pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau
Dalam sejarah teori demokrasi terletak suatu konflik yang sangat tajam
mengenai apakah demokrasi harus berarti suatu jenis kekuasaan rakyat (suatu
bentuk politik yang warga negara terlibat dalam pemerintahan sendiri dan
pengaturan sendiri) atau suatu bantuan bagi pembuatan keputusan (suatu cara
20
Moh. Mahfud MD, 1989, Demokrasi dan Hukum di Negara Republik Indonesia, Yogyakarta: Diktat
Pelengkap Bahan Kuliah. Jurusan Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia,
hlm. 4
21
Deliar Noer, 1983, Pengantar ke Pemikiran Politik, Jakarta: CV Rajawali, hlm. 207
David Held, 2004, Demokrasi dan Tatanan Global dari Negara Modern Hingga Pemerintahan
22
14
negara secara langsung. Ini adalah tipe demokrasi “asli” yang lahir dan
ahli dan pemikir masih meragukan apakah ini juga termasuk kedalam
negara yang sangat luas, urusan kenegaraan dalam bidang politik sudah
heterogen, dan rakyat saat ini disibukkan dengan berbagai persoalan pribadi
demokrasi langsung yang digagas oleh Rousseau tidak relevan lagi untuk
Perwakilan Rakyat.24
23
S. Toto Pandoyo, 1992, Ulasan Terhadap Beberapa Ketentuan Undang-Undang Dasar 1945,
Yogyakarta: Liberty, hlm. 134-135
24
Bintan Saragih Dan Kusnardi, 1995, Ilmu Negara, Jakarta: Gaya Media Pratama, hlm. 237
15
rakyat tidak lagi dilaksanakan secara langsung, akan tetapi disalurkan melalui
antara prinsip demokrasi yang menuntut persamaan hak bagi setiap warga
mengambil suatu keputusan, karena itu perlu dibentuk suatu institusi yang
wakil sebagai individu tidak ada hubungan dengan pemilihnya apalagi untuk
Indonesia
25
Eddy Purnama, 2008, Lembaga Perwakilan Rakyat, Banda Aceh: Syiah Kuala University Press,
hlm. 41
26
Ibid., hlm. 42-43
16
segenap perjuangan rakyat Indonesia dalam membebaskan diri dari belenggu
kolonialisme.
VII Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
terdiri dari 7 (tujuh) pasal dimulai dari Pasal 19 sampai dengan Pasal 22B
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) serta
anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan
memiliki 3 (tiga) fungsi yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi
pengawasan. Hal ini telah diatur dalam ketentuan Pasal 20A ayat (1) Undang-
fungsi pengawasan”.
17
1. Volksraad (1918-1942)
Belanda yang disebut sebagai volksraad. Volksraad ini dibentuk pada tanggal
Namun, realisasi pembentukan volksraad ini baru terlaksana pada tahun 1918
oleh Gubernur Jenderal Mr. Graaf van Limburg Stirum. Pada mulanya
anggota yang dipilih (10 diantaranya adalah orang Indonesia), dan 19 orang
ketua yang dijabat oleh orang Belanda yang bernama Dr. J.C Koningen
Berger.27
27
M.C Ricklefs, 1991, Sejarah Modern Indonesia. Terj. Drs. Dharmono Hardjowidjono,
Yogyakarta : Gajah Mada University Press, hlm. 243
18
pemerintah kolonial. Volksraad juga tidak mempunyai pertanggungjawaban
kekuasaan perundang-undangan.28
diakui lagi.
sesuai dengan pasal 4 aturan peralihan dalam UUD 1945 yang berbunyi:
19
Untuk melaksanakan ketentuan tersebut di atas maka pada tanggal 29
ini merupakan suatu badan yang didirikan untuk membantu presiden. Komite
Tugas dan fungsi KNIP pada saat itu untuk menjalankan kekuasaan
legislatif dan ikut menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara, hal ini
berubah menjadi Negara Serikat. Menurut Kostitusi RIS Pasal 1 ayat (1)
Konstitusi RIS, Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat ialah
29
Maklumat Wakil Presiden No X Tanggal 16 Oktober 1945, Berita RI 1945 Thn. I No. 2
20
Pemerintah berkedudukan sebagai alat perlengkapan federal RIS
oleh negara bagian yang masing-masing mempunyai dua anggota dari lima
belas negara bagian, sedangkan DPR mewakili seluruh rakyat Indonesia yang
banyak hal belum sempat mendapat bentuk standar mengingat asal usul serta
kedudukan yang sangat dominan dari wakil RI, yang sebenarnya hanya
undangan DPR-RIS diatur dalam tata tertib DPR-RIS yang kenyataanya baru
disahkan 28 Februari 1950, yang berarti hanya berlaku kurang dari enam
kerja DPR-RIS yang enam bulan itu, mereka berhasil mengesahkan tujuh
DPR-RIS.
30
MPR RI, 2009, Majelis Permusyawartan Rakyat Republik Indonesia (Sejarah, Realita, dan
Dinamika), Jakarta: Sekertariat Jenderal MPR-RI, hlm.6
21
Beban berat DPR-RIS pada masa-masa akhir eksistensinya ialah
votting pada tanggal 14 Agustus Tahun 1950, mengenai menerima atau tidak
UUDS, yang berakhir dengan Sembilan puluh orang setuju dan hanya
delapan belas orang tidak setuju. Dengan keputusan itu, secara de jure dan de
karena itu pada tanggal 15 Agustus 1950 diadakan sebuah rapat gabungan
antara DPR dan Senar RIS yang bermaksud untuk pembubaran dengan resmi
Presiden Soekarno.31
(UUDS RI) ditetapkan bahwa Republik Indonesia yang merdeka dan bedaulat
31
Sekretariat DPR-GR, 1984, Seperempat Abad Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,
Jakarta : Sekretariat DPR-GR, hlm.135
22
adalah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan, dan
suatu pemilihan umum oleh warga negara Indonesia yang memenuhi syarat
1950 mengatur bahwa sebelum terbentuknya DPR yang akan dipilih lewat
keanggotaan DPRS tidak dilakukan lewat pemilu. Sesuai isi Pasal 77 UUDS,
ditetapkan jumlah anggota DPRS adalah 236 orang, yaitu 148 anggota dari
DPR-RIS, 29 anggota dari Senat RIS, 46 anggota dari Badan Pekerja Komite
untuk bagiannya sendiri. Ini berarti bahwa DPR berhak dan berkewajiban
23
UUDS 1950 mengamanatkan diselenggarakannya Pemilu untuk
tetapi baru dapat dilaksanakan oleh kabinet Burhanuddin Harahap pada tahun
1955. Pada pemilu itu pemungutan suara dilakukan dua kali, yaitu satu kali
untuk memilih anggota DPR pada bulan September, dan satu kali untuk
DPR hasil Pemilu 1955 sama dengan posisi DPRS secara keseluruhan, karena
pemilihan umum yang yang dikenal dan dimengerti oleh para pemimpin
negara.34
Indonesia (PPI) sebanyak 260 orang, PPI ketika itu menetapkan, jumlah kursi
dipilih berdasarkan kuota penduduk per kursi untuk DPR 300.000 jiwa.
Khusus untuk Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Irian Barat, yang
dan yang tercatat sebagai pemilih berjumlah 43.104.464 jiwa atau 55,27%.
34
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik…, Op. Cit., hlm.473-474
24
meliputi : 208 Kabupaten, 3.141 Kecamatan dan 42.092 Desa. Dan terbagi
undang.
lipat.
35
Fernita Darwis, 2011, Pemilihan Spekulatif, Bandung: Alfabeta, hlm. 5
25
DI/TII yang tak kunjung berhasil mencekal aktor pimpinannya, menjadi
perkumpulan di Bogor dihadiri oleh ketua Mahkamah Agung. Saat itu terjadi
UUDS 1950;
Perwakilan Rakyat (DPR) hasil pemlihan umum pada tahun 1955. Alasan
pembubaran ini karena DPR hanya menyetujui 36 milyar rupiah APBN dari
36
Bathoro, A., “Redupnya Peran Politik Islam di Masa Demokrasi Terpimpin (Studi Kasus
Pembubaran Masyumi Oleh Presiden Soekarno)”, Kemudi: Jurnal Ilmu Pemerintahan, Vol.II No.2
2018, hlm. 26
37
Charles Simabura, 2011, Parlemen Indonesia: Lintasan Sejarah Dan Sistemnya, Jakarta:
Rajawali Pers, hlm. 65
26
44 milyar yang diajukan.38 Kemudian hal yang dilakukan oleh Presiden
orang yang semuanya diangkat oleh Presiden dengan Keppres No. 156 tahun
tanpa PKI dalam masa kerjanya 1 tahun, telah mengalami 4 kali perubahan
periode 26 februari 1966 – 2 Mei 1966, periode 2 Mei 1966 – 16 Mei 1966,
yang dianggap tersangkut dalam atau bersimpati dengan PKI, dengan wakil
antaranya 102 merupakan anggota partai politik, antara lain 44 anggota PNI
38
Ichlasul Amal (Ed), 1996, Teori-Teori Mutakhir Partai Politik, Yogyakarta: Tiara Wacana,
hlm.133
27
dan 36 anggota NU, selebihnya anggota beberapa partai kecil. Di samping itu
ada 14,0 anggota Golongan Karya (termasuk ABRI). Selain dari itu
kontrolnya.
undang.
anggota DPR sendiri (tanpa campur tangan dari Presiden). Di samping itu
Undang Dasar 1945 ditetapkan untuk MPR, yaitu "dengan suara terbanyak".
soal ini menyangkut kepentingan nasional yang penting dan urgen, maka
diadakan pemungutan suara secara rahasia dari tertulis atas sistim suara yang
28
DPR-GR Demokrasi Pancasila telah menyelesaikan 82 buah Undang-
dan Kedudukan MPR, DPR dan DPR Daerah; menyelesaikan 7 buah resolusi,
8. DPR Hasil Pemilu Era Orde Baru (1971,1977, 1982, 1987, 1992, dan
1997)
Berdasarkan surat keputusan itu, jumlah partai politik (parpol) yang diijinkan
ikut serta dalam pemilu adalah 9 parpol, yaitu: NU, Parmusi, PSII, Perti
39
Kaka Alvian, Op.Cit,, hlm.50
29
(Persatuan Tarbiyah Islamiyah), Partai Kristen Indonesia, Partai Khatolik,
pada masa orde baru dilaksanakan pada tanggal 3 Juli 1971. Adapun landasan
hukum dari pemilu tersebut adalah UU No. 15 tahun 1969 LN No. 58/1969
dan TLNRI No. 2914 yakni tentang pemilu anggota Badan Permusyawaratan/
(24 kursi (5,56%), PNI (20 kursi,6,93%), PSII (10 kursi,2,39%), dan
tidak jarang memicu timbulnya krisis, bahkan perpecahan yang dinilai bisa
Pancasila. Pada awalnya banyak parpol yang menolak gagasan itu, yang
berserikat yang dijamin oleh UUD 1945. Namun adanya tekanan pemerintah
40
Anhar Gonggong Dan Musya Asy’Arie (Ed), 2005, Sketsa Perjalanan Bangsa Berdemokrasi,
Jakarta: Departemen Komunikasi Dan Informatika, hlm. 150
30
Realisasi penyederhanaan partai tersebut dilaksanakan melalui
Sidang Umum MPR tahun 1973. Sembilan partai yang ada berfusi ke dalam
dua partai baru, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai
PPP. Sementara itu lima partai non Islam, yaitu PNI, Partai Kristen Indonesia
(Parkindo), Partai Khatolik, Partai Murba, dan IPKI bergabung dalam PDI.
Selain kedua kelompok tersebut ada pula kelompok Golkar yang semula
Pemilihan umum 1977 adalah pemilu yang kedua pada masa orde
UU No. 4/1975 LN No.15/1975 dan RLNRI No. 3063 sebagai pengganti dari
UU No. 15/1969. Pemilu 1977 diikuti oleh dua partai politik yaitu Partai
satu Golongan Karya (Golkar) sesuai dengan UU No. 3/1975 tentang parpol
dan Golkar.42 Jumlah anggota DPR RI adalah 460 orang, dengan perincian
sebanyak 360 orang dipilih dalam pemilihan umum dan 100 orang yang
diangkat anggota dengan tersebut terdiri dari 75 orang dari Golongan Karya
31
hukum pemilihan umum anggota badan permusyawaratan/perwakilan tahun
1982. Organisasi peserta pemilu atau organisasi sosial politik yang ikut dalam
pemilu tahun 1982 adalah PPP, Golkar, dan PDI. Jumlah anggota DPR
periode 1982 – 1987 adalah sebanyak 460 orang, dengan komposisi 360
orang di pilih dalam pemilihan umum dan 100 orang yang diangkat termasuk
pada tanggal 23 April 1987 dengan dasar hukum yang dipakai adalah Tap No.
15/1969, yang telah diubah dengan UU No. 4/1975 dan UU No. 2/1980 dan
selanjutnya diubah oleh UU No. 1/1985. Jumlah anggota DPR periode 1987 –
1992 adalah sebanyak 500 orang, yan terdiri dari 400 orang dipilih melalui
Pemilu 1992 dasar hukumnya sama dengan pemilu tahun 1987 dan
kedudukan hak dan kewajiban yang sama yakni Golongan Karya, PDI dan
PPP. Pemilu ke-5 masa Orde Baru diselenggarakan tanggal 9 Juni 1992.
Jumlah anggota DPR pada periode ini sama dengan jumlah anggota DPR
periode 1987-1992.
No. 1/1985 dengan sistem proporsional dengan stelsel daftar. Sistem pemilu
yang berlaku mengatur bahwa setiap anggota DPR mewakili sekitar 400 ribu
32
sekurang-kurangnya oleh satu wakil, status keterwakilan 100 orang anggota
Adanya fusi partai politik yang dilakukan Presiden Soeharto kala itu
menyebabkan, pemilu 1977 sampai dengan pemilu 1997 anggota DPR hanya
terdiri dari 3 partai. Dalam masa ini, DPR berada di bawah kontrol eksekutif.
yaitu:
Golongan Karya;
43
Haris, Syamsuddin (Ed), 1998, Menggugat Pemilihan Umum Orde Baru: Sebuah Bunga
Rampai, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia – Ppw Lipi, hlm. 100
33
9. DPR Hasil Pemilu Pasca Reformasi (1999-2004)
diantaranya oleh gugatan atas lima Undang-Undang politik tahun 1985 yaitu
kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Ketiga UU No. 3 tahun 1985 tentang
Perubahan terhadap UUD 1945 terjadi pada sidang umum MPR yang
bahwa perlu diadakan pemilu yang dipercepat. Pemilu yang direncakan akan
44
B.N. Marbun, 1992, DPR RI: Pertumbuhan dan Cara Kerjanya, Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, hlm. 178
34
diadakan tahun 2001 dipercepat pelaksanaannya menjadi tahun 1999 yang
pesertanya di tambah dengan partai politik baru. Untuk tujuan itu, berbagai
yang relatif singkat, perubahan dilakukan pemerintah dan DPR (hasil pemilu
oleh 48 partai politik dan dilaksanakan pada hari senin 7 Juni 1999. Apabila
sekaligus peserta pemilu, maka dalam pemilu 1999 birokrasi menjadi netral
tidak hanya dari birokrasi, melainkan juga dari unsur partai dan masyarakat.
35
partisipasi komisi independen pemantau pemilu baik dari dalam maupun dari
luar negeri.46
2003 tentang pemilihan umum Anggota DPR, DPD dan DPRD serta UU RI
No. 23 Tahun 2003 tentang pemilihan umum presiden dan wakil presiden.
pada Pemilu tahun 2004. Beberapa perubahan tersebut yaitu perubahan sistem
pemilihan lembaga legislatif (DPR dan DPD) dan adanya presiden yang
menduduki DPR murni berasal dari partai politik yang berhasil mendapatkan
kursi di DPR. Dalam Pemilu tahun 2004 ini, mulai dikenal secara resmi
46
Syahrin Harahap (Ed), 2004, Pemilu Yang Jurdil: Dalam Perspektif Forum Rektor Indonesia,
Yogyakarta: Tiara Wacana, hlm. 127
36
lembaga perwakilan rakyat daerah yang bernama Dewan Perwakilan Daerah
lembaga tinggi negara di Indonesia yang secara formil dan materil mewakili
bertahap sesuai amandemen terebut. Dimulai dari DPR hasil pemilihan umum
1999, yaitu DPR periode 1999-2004 dikenal dengan sebutan “DPR Periode
masa transisi.47
kursi yang diperebutkan di dalam satu daerah pemilihan lebih dari satu) dan
pemilih hanya dapat memilih partai politik. Jumlah suara yang diperoleh oleh
partai politik itu kemudian dikonversi menjadi kursi yang didapat. Siapa yang
maka sejak Pemilu 2004, sistem pemilu diubah dari proporsional tertutup
bisa memilih tak hanya partai politik, namun juga calon legislatif. Perubahan
47
Marzuki Alie, 2014, Penguatan Kelembagaan Wujud Sebuah Pengabdian, Jakarta: Penjuru
Ilmu Sejati, hlm. 59
37
Selanjutnya, perubahan dalam perilaku memilih pemilih Indonesia
dari sebelumnya berbasis aliran (ideologi partai politik) ke arah berbasis pada
figur individu. Party ID atau identifikasi terhadap partai politik makin lama
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Amal, Ichlasul (Ed), 1996, Teori-Teori Mutakhir Partai Politik, Yogyakarta: Tiara
Wacana
48
Muhtadi, B, 2013, Perang Bintang 2014: Konstelasi dan Prediksi Pemilu dan Pilpres, Bandung:
Mizan, hlm.318
38
B., Muhtadi, 2013, Perang Bintang 2014: Konstelasi dan Prediksi Pemilu dan
Pilpres, Bandung: Mizan
Boboy, Max, 1994, DPR RI: Dalam Perspektif Sejarah Dan Tata Negara, Jakarta :
Pustaka Sinar Harapan
Gede Atmadja, Dewa, 2015, Teori Konstitusi dan Konsep Negara Hukum, Malang:
Setara Press
Gonggong, Anhar dan Musya Asy’Arie (Ed), 2005, Sketsa Perjalanan Bangsa
Berdemokrasi, Jakarta: Departemen Komunikasi Dan Informatika
Harahap, Syahrin (Ed), 2004, Pemilu Yang Jurdil: Dalam Perspektif Forum Rektor
Indonesia, Yogyakarta: Tiara Wacana
Haris, Syamsuddin (Ed), 1998, Menggugat Pemilihan Umum Orde Baru: Sebuah
Bunga Rampai, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia–Ppw Lipi
Held, David, 2004, Demokrasi dan Tatanan Global dari Negara Modern Hingga
Pemerintahan Kosmopolitan, Jogjakarta: Pustaka Pelajar
Mahfud MD, Moh., 1989, Demokrasi dan Hukum di Negara Republik Indonesia,
Yogyakarta: Diktat Pelengkap Bahan Kuliah. Jurusan Hukum Tata Negara
Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
MPR RI, 2009, Majelis Permusyawartan Rakyat Republik Indonesia (Sejarah, Realita,
dan Dinamika), Jakarta: Sekertariat Jenderal MPR-RI
39
Marbun, BN., 1992, DPR RI: Pertumbuhan dan Cara Kerjanya, Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama
Purnama, Eddy, 2008, Lembaga Perwakilan Rakyat, Banda Aceh: Syiah Kuala
University Press
Saragih, Bintan, dan Kusnardi, 1995, Ilmu Negara, Jakarta: Gaya Media Pratama
Sukardja, Ahmad, 2004, Hukum Tata Negara Dan Hukum Administrasi Negara
Dalam Perspektif Fikih Siyasah, Jakarta: Sinar Grafika
Van Niel, Robert, 1984, Munculnya Elit Modern Indonesia. Terj. Yayasan Ilmu-Ilmu
Sosial, Jakarta: Dunia Pustaka Jaya
Jurnal:
40
Al Rasyid, Harun, “Tinjauan Yuridis Majelis Perangkat Undang-Undang Pemilihan
Umum”, Unisia: Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial, Vol. XXVII, No. 51, 2004
Peraturan Perundang-Undangan:
Maklumat Wakil Presiden Nomor X Tanggal 16 Oktober 1945, Berita RI 1945 Thn. I
Nomor 2
41